Anda di halaman 1dari 25

MODUL 4

NUTRISI LEMAK

PENDAHULUAN

Dekade ini peternakan babi sudah merupakan industri yang mengalami kemajuan
sangat pesat, karena hampir di berbagai bidang produksi seperti produksi bibit, produksi
daging dan pakan ternak babi telah ada di seluruh daerah, khususnya NTT. Berbagai hasil
penelitian dan pengembangan produksi ternak terutama di bidang nutrisi dan pakan ternak
saat ini telah mengalami kemajuan. Orientasi pemanfaatan bahan pakan lokal guna
menekan biaya produksi guna memperoleh keuntungan sebesar-besarnya merupakan
tujuan utama yakni antara lain dengan memanipulasi pengeluaran biaya pakan sekecil
mungkin. Hal ini dilakukan dengan cara pemberian makanan yang sesuai standar
kebutuhan zat-zat makanan bagi ternak selain dengan menggunakan bahan pakan lokal
(tersedia setempat) yang didahului dengan suatu kajian dan penelitian secara kontinyu.
Bahan pakan sumber energi yang umum terdapat di daerah tropis di antaranya
adalah dedak padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan sumber lain seperti sagu, enau, lontar,
kelapa sawit dan berbagai buah-buahan. Selain sumber tersebut, lemak hewan seperti
thallow banyak digunakan dalam komponen ransum dimana penggunaannya dibatasi
hingga 5%.
Setelah mempelajari modul ini anda dapat
(1). Menjelaskan pentingnya lemak pada unggas dan babi
(2) Dapat menjelaskan proses pencernaan pada unggas dan babi
Uraian modul ini akan dibahas :
1.. komposisi dan karakteristik lemak,
2. pencernaan lemak dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencernaan lemak
3. metabolisme lemak pada ternak nonruminansia

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia1


PENYAJIAN
Kegiatan Belajar 1.
4.1 Komposisi dan Karakteristik Lemak
Uraian
Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik (Church, 1991). Dari pandangan nutrisi ternak, lipida yang paling penting
adalah lemak dan minyak. Kedua lipida ini dibedakan oleh masing-masing titik lelehnya,
dimana lemak padat pada temperatur ruang sedangkan minyak cair pada suhu ruang.
Secara sederhana lemak dapat diklasifikasi ke dalam lipida sejati yakni terdiri
dari asam-asam lemak dan pseudo lipid (larut dalam lemak tetapi bukan terdiri dari
asam-asam lemak) (Parakkasi, 1983). Lipida sejati terbagi kedalam: lipida sederhana
(lemak dan waxes) dan lipida kompleks (asam posfat dan lesitin posfat). Sedangkan
pseudo lipid terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K), hormon
yang larut dalam lemak (sex dan produk adrenal) dan hidrokarbon (karoten).
Ditinjau dari segi pengolahan bahan makanan maka penggunaan lemak terbukti
dapat memperbaiki bentuk fisik ransum, mempermudah bekerjanya mesin pengolah
ransum, menyenangkan bagi pekerja pabrik karena debu berkurang, mempermudah
pembuatan pelet, bila diberi pada ternak maka ransum yang tersisa menjadi
berkurang, menurunkan risiko mudah terbakarnya ransum dan yang tidak kalah
pentingnya adalah menurunkan daya hilang karoten dalam ransum. Selain peranan
positif sebagaimana disebut di atas maka terdapat beberapa sisi negatif dalam penggunaan
lemak di antaranya adalah penanganan (handling) ransum menjadi sulit oleh karenanya
dibutuhkan wadah khusus untuk menyimpan dan dibutuhkan penstabil seperti
etoxyquin dan sejenisnya sebagai pencegah ketengikan.
4.1.1. Sifat-sifat Lemak
Semua lemak dapat dihidrolisa bila dimasak dengan alkali dan akan menghasilkan
gliserol dan sabun. Lipase berperan menghidrolisa lemak menghasilkan campuran mono
dan di-gliserida serta asam-asam lemak bebas. Pada umumnya asam-asam lemak tidak
mempunyai rasa serta tidak berbau akan tetapi asam lemak butirat dan kaproat

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia2


mempunyai bau dan rasa kuat dan tidak sedap. Ketengikan lemak dapat terjadi akibat
lipase-lipase yang dihasilkan oleh bakteri dan jamur mencemari lemak.
Lemak dapat kental dan keras apabila mengalami pemanasan pada ikatan
rangkapnya yakni oksidasi pada atom karbon dekat ikatan rangkap yang menghasilkan
hidroperoksida. Hasil oksidasi lemak menyebabkan bau dan rasa tidak sedap yang
disebabkan oleh keberadaan logam seperti tembaga dan besi serta terkena sinar ultra
violet.
Antioksidan seperti phenol-phenol, quinon-quinon, vitamin E dan asam galat
merupakan senyawa yang dapat mempertinggi ketahanan lemak alam terhadap oksidasi
selain antioksidan yang tersedia secara komersial. Sifat lemak lainnya adalah hidrogen
dapat ditambahkan kepada ikatan rangkap dari asam-asam lemak tak jenuh dari lemak
sehingga membentuk asam-asam lemak jenuh. Penambahan hidrogen akan meningkatkan
titik leleh lemak tak jenuh menjadi lemak jenuh.
Penentuan macam lemak yang terkandung dalam pakan ternak nonruminansia
seperti komposisi lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara. Titik cair/leleh adalah
salah satunya, yaitu temperatur dimana lemak padat mulai mencair. Lemak sebagai
suatu campuran gliserida sering memiliki titik leleh bervariasi dimana hal ini
dipengaruhi oleh berat molekul dan derajad ketidakjenuhan. Gliserida yang
mempunyai kandungan asam-asam lemak tidak jenuh yang tinggi memiliki titik leleh
yang rendah dan kebanyakan berbentuk minyak pada temperature kamar. Sebaliknya
suatu lemak dengan proporsi tinggi asam-asam lemak jenuh berberat molekul tinggi
mempunyai titik leleh tinggi dan pada temperature kamar akan padat.
Cara lainnya adalah angka saponifikasi yakni angka yang menunjukkan
banyaknya (mg) KOH dibutuhkan untuk menyabun 1 g lemak. Prinsipnya adalah alkali
akan menghidrolisa lemak menjadi gliserol ditambah tiga asam-asam lemak, dan garam-
garam alkali yang terbentuk disebut sabun. Satu molekul trigliserida akan dihidrolisa oleh
sejumlah alkali yang sama sehingga alkali yang terpakai akan sesuai dengan berat
molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam molekul lemak. Lemak dengan angka
saponifikasi tinggi mengandung proporsi asam-asam lemak yang berberat molekul

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia3


rendah. Sedangkan angka saponifikasi rendah menunjukkan adanya lemak yang
berproporsi tinggi asam-asam lemak berberat molekul tinggi.
Selain cara tersebut di atas, cara lain yang dapat ditempuh adalah angka yodium
yakni angka yang menunjukkan berapa gram yodium yang diabsorpsi pada ikatan
rangkap dari lemak tidak jenuh dan angka ini menunjukkan derajad ketidakjenuhan suatu
lemak. Lemak tidak jenuh pada dasarnya dengan mudah dapat bersatu dengan yodium
yakni dengan cara zat yodium ditambahkan pada setiap ikatan rangkap dalam lemak.
Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi derajad ketidakjenuhan lemak.
Pada umumnya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuh
dan demikian halnya dengan derajat ketidakjenuhan lemak bersangkutan. Bentuk fisik
asam lemak jenuh secara umum adalah padat, sedangkan asam lemak tidak jenuh
berbentuk cair. Oleh karena itu semakin tinggi bilangan yodium maka semakin tidak
jenuh dan semakin lunak suatu lemak.
Bilangan yodium pada beberapa jenis lemak yang sering digunakan dalam pakan
ternak adalah sebagai berikut: sapi (35 – 42); domba (32 – 60); babi (65 – 70); unggas
(80); sardencis (148 – 180); kelapa sawit (8 – 10); mentega (26 – 35); jagung (15 – 127)
dan kacang kedele (130 – 138). Lemak dapat disintesa dari karbohidrat ataupun protein
tetapi lemak masih sangat dibutuhkan dalam makanan ternak. Asam-asam lemak esensial
yang terdiri dari linolenik, linoleik dan arakhidonat merupakan asam-asam lemak yang
dibutuhkan oleh tubuh yang tidak dapat disintesa oleh tubuh atau mungkin dapat dibuat
tetapi tidak dalam jumlah yang cukup seperti yang dibutuhkan oleh tubuh.

4.1.2. Asam lemak


Asam-asam lemak yang umum terkandung dalam lemak dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 4.1. Asam-asam Lemak yang terdapat dalam Lemak
Asam Lemak Banyaknya atom Karbon
Asam-asam Lemak Jenuh:
Asetat C2:0
Propionat C3:0
Butirat C4:0
Kaproat C6:0
Kaprilat C8:0

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia4


Kaprat C10:0
Laurat C12:0
Myristat C14:0
Palmitat C16:0
Stearat C18:0
Arakhidat C20:0
Lignocerat C24:0
Asam-asam Lemak tidak Jenuh:
Palmitat C16:1
Oleat C18:1
Linoleat C18:2
Linolenat C18:3
Arakhidonat C20:4
Keterangan: C2 = 2 atom karbon; 0 = tidak mengandung ikatan rangkap.
Asam lemak (bahasa Inggris: fatty acid, fatty acyls) adalah senyawa alifatik
dengan gugus karboksil. Bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama
minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk
hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak
hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas
(karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida.
Asam lemak tidak jenuh linoleat dan linolenat dibutuhkan dalam makanan ternak
berlambung tunggal adalah berkisar 1% dari energi yang terkandung dalam ransumnya.
Sedangkan arakhidonat dapat disintesa dari asam lemak linoleat, namun demikian perlu
penambahan arakhidonat dalam ransum bila linoleat kurang tersedia
4.1.3.. Karakteristik Lemak
Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat dengan
rumus kimia R-COOH or R-CO2H. Contoh yang cukup sederhana misalnya adalah H-
COOH yang adalah asam format, H3C-COOH yang adalah asam asetat, H5C2-COOH
yang adalah asam propionat, H7C3-COOH yang adalah asam butirat dan seterusnya
mengikuti gugus alkil yang mempunyai ikatan valensi tunggal, sehingga membentuk
rumus bangun alkana. Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak
dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh
hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia5


lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon
penyusunnya.
Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian.
Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27° Celsius). Semakin panjang
rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut.
Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak
tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen
(mudah teroksidasi). Karena itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak.
Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua
bentuk: cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis
(dilambangkan dengan "Z", singkatan dari bahasa Jerman zusammen). Asam lemak
bentuk trans (trans fatty acid, dilambangkan dengan "E", singkatan dari bahasa Jerman
entgegen) hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis.
Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak
trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan
rantainya tetap relatif lurus.
Ketengikan (Ingg. rancidity) terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak
akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit
epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari
berbagai produk ini.

Asam lemak 2
4.1.4. Aturan penamaan
Beberapa aturan penamaan dan simbol telah dibuat untuk menunjukkan
karakteristik suatu asam lemak. Nama sistematik dibuat untuk menunjukkan banyaknya
atom C yang menyusunnya (lihat asam alkanoat). Angka di depan nama menunjukkan
posisi ikatan ganda setelah atom pada posisi tersebut.
Contoh: asam 9-dekanoat, adalah asam dengan 10 atom C dan satu ikatan ganda
setelah atom C ke-9 dari pangkal (gugus karboksil). Nama lebih lengkap diberikan

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia6


dengan memberi tanda delta (Δ) di depan bilangan posisi ikatan ganda. Contoh: asam Δ9-
dekanoat.
Simbol C diikuti angka menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya; angka
di belakang titikdua menunjukkan banyaknya ikatan ganda di antara rantai C-nya.
Contoh: C18:1, berarti asam lemak berantai C sebanyak 18 dengan satu ikatan ganda.
Lambang omega (ω) menunjukkan posisi ikatan ganda dihitung dari ujung (atom C gugus
metil).

Beberapa asam lemak


Berdasarkan panjang rantai atom karbon (C), berikut sejumlah asam lemak alami (bukan
sintetis) yang dikenal. Nama yang disebut lebih dahulu adalah nama sistematik dari
IUPAC dan diikuti dengan nama trivialnya.
• Asam oktanoat (C8:0), asam kaprilat.
• Asam dekanoat (C10:0), asam kaprat.
• Asam dodekanoat (C12:0), asam laurat.
• Asam 9-dodekenoat (C12:1), asam lauroleinat, ω-3.
• Asam tetradekanoat (C14:0), asam miristat.
• Asam 9-tetradekenoat (C14:1), asam miristoleinat, ω-5.
• Asam heksadekanoat (C16:0), asam palmitat.
• Asam 9-heksadekenoat (C16:1), asam palmitoleinat, ω-7.
• Asam oktadekanoat (C18:0), asam stearat.
• Asam 6-oktadekenoat (C18:1), asam petroselat, ω-12.
• Asam 9-oktadekenoat (C18:1), asam oleat, ω-9.
• Asam 9-hidroksioktadekenoat (C18:1), asam ricinoleat, ω-9, OH-7.
• Asam 9,12-oktadekadienoat (C18:2), asam linoleat, ω-6, ω-9.
• Asam 9,12,15-oktadekatrienoat (C18:3), asam α-linolenat, ω-3, ω-6, ω-9.
• Asam 6,9,12-oktadekatrienoat (C18:3), asam γ-linolenat, ω-6, ω-9, ω-12.
• Asam 8,10,12-oktadekatrienoat (C18:3), asam kalendulat, ω-6, ω-8, ω-10.
• Asam 9,11,13-oktadekatrienoat (C18:3), asam α-elaeostearat, ω-7, ω-9, ω-11.
• Asam 9,11,13,15-oktadekatetraenoat (C18:4), asam α-parinarat, ω-3, ω-5, ω-7, ω-9.

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia7


• Asam eikosanoat (C20:0), asam arakidat.
• Asam 5,8,11,14-eikosatetraenoat (C20:4), asam arakidonat, ω-6, ω-9, ω-12, ω-15.
• Asam 9-eikosenoat (C20:1), asam gadoleinat, ω-11.
• Asam 11-eikosenoat (C20:1), asam eikosenat, ω-9.
• Asam dokosanoat (C22:0), asam behenat.
• Asam 13-dokosenoat (C22:1), asam erukat, ω-9.
• Asam tetrakosanoat (C24:0), asam lignoserat.
• Asam 15-tetrakosenoat (C24:1), asam nervonat, ω-9.
• Asam heksakosanoat (C26:0), asam cerotat.

4.2.. Pentingnya Lemak dan Asam Lemak bagi Ternak Babi dan Ayam
Lemak tersusun dari asam-asam lemak merupakan sumber energi yang baik bagi
ternak non ruminansia dan mengandung energi yang lebih tinggi dari karbohidrat (2,25
kali lebih tinggi). Selain itu lemak mengandung sekitar 9,0 Mkal energi dapat dicerna per
kilogramnya bila diberikan pada ternak babi. Lemak yang lembek (lemak tidak jenuh)
seperti minyak kedele lebih mudah dicerna dibanding dengan lemak keras seperti
lemak telo (lemak sapi/tallow). Dalam butiran serealia juga terkandung lemak seperti
pada gandum terigu mengandung 3% dan dalam gandum haver 5% lemak.
Dalam ransum ternak babi sering ditambahkan lemak hewani atau nabati karena
lemak tersebut ini adalah sumber asam-asam lemak esensial (asam linoleat 18:2) yang
dibutuhkan ternak. Pada saat ini sudah lazim diperdagangkan beberapa macam lemak dan
biasanya diberi label feed grade fat. Asm-asam lemak terdiri dari ikatan atom C pada
kisaran 2 hingga 24 buah atau lebih panjang lagi dan diakhiri oleh sebuah asam
karboksil.
Keberadaan lemak dalam makanan ternak antara lain dapat menambah palatabilitas
untuk ransum tertentu. Keuntungan lain penambahan lemak dalam ransum adalah dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan makanan, mengurangi berdebunya ransum yang
digiling halus, menyediakan asam-asam lemak esensial dan kholin, mengandung
vitamin yang larut dalam lemak, mempengaruhi penyerapan vitamin A dan karoten
dalam saluran pencernaan ternak non ruminansia dan menambah efisiensi penggunaan

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia8


energi karena dalam beberapa ransum yang mengandung energi yang sama ternyata
ransum yang mengandung lemak lebih tinggi mempunyai efek menurunkan Heat
Increment oleh karenanya lebih banyak energi yang tersedia untuk dipakai.
Fakta-fakta menunjukkan bahwa kegemukan mempunyai basis genetik yang
kuat yang meliputi perbedaan di antara individu yang kurus dan gemuk dalam aktivitas
enzim jaringan yang berhubungan dengan sintesis lipid dan oksidasi. Sel-sel lemak dari
tikus-tikus yang bergenetik gemuk mengubah lebih banyak piruvat atau glukosa pada
gliserida-gliserol dibandingkan dengan tikus-tikus kurus yang membuat gemuk dengan
luka hipotalamus yang disebabkan oleh masukan pakan.
Enzim jaringan adiposa pada ternak babi gemuk yang berhubungan dengan
lipogenesis lebih tinggi dibandingkan dengan babi kurus dan lipolisis jaringan adiposa
dalam merespon kerja epineprin kurang pada babi gemuk dibandingkan dengan babi
kurus. Enzim glukoneogenik lebih tinggi pada babi gemuk dan respon enzim pada
pemuasaan dan pemberian pakan lagi lebih besar pada babi kurus.
Deposisi lemak bersih pada tubuh seimbang di antara proses lipogenesis dan
lipolisis yang terjadi terus-menerus pada berbagai varietas ternak. Tingkat kejenuhan
lemak tubuh bervariasi di antara dan dalam spesies ternak. Ruminan cenderung
mempunyai lebih banyak lemak jenuh dibandingkan dengan non ruminan dan komposisi
lemak tubuh ruminan kurang responsif pada pakan. Babi mempunyai tingkat lemak jenuh
tubuh yang bervariasi tergantung pada latar belakang genetik yang mekanismenya belum
diketahui, kemungkinan berhubungan dengan seleksi mereka untuk merubah metabolisme
lemak atau untuk tingkat kegemukan. Babi gemuk cenderung mempunyai lebih banyak
lemak jenuh dibandingkan babi kurus.
Deposisi lemak berhubungan dengan jumlah adipose sel dan ukuran tubuh
ternak. Terdapat hubungan yang erat dan temporal antara jaringan adipocytes dan jaringan
pembuluh darah yang ditunjukkan pada suplai nutrisi pada adipocyte. Hal tersebut
beralasan untuk mengasumsikan bahwa pembuluh darah akan mendahului penyusunan
adipocytes pada tempat khusus.
Asal mula histologi pada adipocyte masih tidak tentu, tetapi sekarang nampak
bahwa preadipocytes (selsel yang berliku-liku mengakumulasi lemak untuk menjadi

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia9


adipocytes) dapat berkembang biak setelah lahir, bahkan selama kedewasaan.
Peningkatan pada jumlah adipocyte setelah lahir ini kemungkinan bervariasi di antara
spesies. Pada babi, terdapat perbedaan distribusi pada adipocytes kecil dan besar pada
babi gemuk dan babi kurus. Babi gemuk mempunyai lebih banyak adipocytes kecil
(diameter 20 - 30 mikron) dibandingkan babi kurus walaupun diameter sel maksimum
lebih besar pada babi gemuk (190 mikron) dibandingkan babi kurus (140 mikron).
Deposisi lemak tubuh pada ternak jelas adalah fenomena dinamis, baik pada
anatominya (ukuran dan jumlah adipocyte) maupun pada biokimianya (lipogenesis dan
lipolisis). Aturan nutrisi pada pengaruh ukuran dan jumlah adipocyte dan pada kontrol
sintesis dan oksidasi lemak belum dimengerti sepenuhnya. Ahli nutrisi harus berhati-hati
dan memperhatikan tentang pentingnya kegemukan dalam kesehatan dan harus
melanjutkan penyelidikan interaksi antara gen.

4.2.1. Defisiensi Lemak Dalam Pakan Nonruminansia


Defisiensi asam-asam lemak dalam makanan akan memperlihatkan gejala-gejala
abnormal sebagai berikut:
1). Kulit bersisik
2). Bulu rontok
3). Nekrosa ekor
4). Tidak ada pertumbuhan atau mati
5). Reproduksi dan laktasi yang abnormal
6). Saluran pencernaan tidak berkembang
7). Kelenjar empedu mengecil
8). Efisiensi penggunaan makanan rendah dan
9). Kelenjar thiroid membesar.
Defisiensi lemak dalam ransum ternak babi, ayam, anak sapi, anjing, tikus dan
guinea khususnya makanan yang bersumber dari bahan alami sering menimbulkan gejala-
gejala seperti disebutkan di atas, tetapi pada saat ini sudah tersedia lemak suplemen
semisal jagung, kedele dan lemak hewan yang sangat baik sebagai sumber linoleat dan
linolenat (Church, 1991).

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia10


Dalam ransum kuda, lemak penting tersedia karena ternak ini membutuhkan asam
lemak linoleat. Ransum defisien akan asam lemak tersebut dapat menurunkan
pertumbuhan ternak kuda, kulit bersisik, bulu jarang, walau para ahli nutrisi ternak kuda
berpandangan ternak ini tidak mampu mentolerir ransum mengandung lemak tinggi.
Rekomendasi lemak pada level 10 – 20% dalam ransum sudah cukup untuk kuda.
Tinggi rendahnya level lemak dalam ransum ditentukan oleh faktor genetik dan nutrisi
dengan kekhususan pada komposisi tubuh dan metabolisme.

4.2.2. Lemak pada pakan broiler


Nilai dari energi kotor dari lemak kira-kira 2,25 kali lebih tinggi dari karbohidrat
(Coon, 2002). Oleh karena itu, lemak biasanya ditambahkan pada pakan broiler untuk
meningkatkan nilai energi metabolis pada tingkat tinggi. Apabila lemak terdapat pada
pakan broiler, penggunaan dari semua konsumsi energi menjadi lebih baik. Penambahan
lemak dapat memperlambat waktu transit pencernaan melalui usus halus, sehingga
penggunaan zat pakan lebih efisien. Biasanya lemak ditambahkan pada pakan broiler
sebanyak 2 - 8%, tetapi ayam dapat mentolerir dua kali lebih banyak dari jumlah tersebut.
Dalam beberapa hal penggunaan lemak dan minyak ditentukan oleh hubungan
harga dan energinya. Apabila energi lemak tidak mahal dibandingkan dengan energi dari
butiran tersebut, berarti cukup ekonomis untuk menggunakan lemak atau minyak.
Lipid pada pakan yang alami pada ransum, telah menjadi komponen yang penting
pada ransum ayam broiler dan petelur. Penambahan lemak pada ransum dapat
meningkatkan konsentrasi energi tanpa menggunakan ransum dalam jumlah banyak.
Ketersediaan lemak pada pakan sangat bervariasi, tidak hanya lemak itu sendiri
berbeda, tetapi beberapa faktor lain mempengaruhi ketersediaan lemak. Faktor tersebut
ialah umur unggas, jenis unggas, jenis pakan, level lemak pada pakan, komposisi
lemak termasuk kandungan asam lemak bebas, dan derajat kejenuhan dan
kemurnian lemak. Pada suhu tinggi, broiler mengkonsumsi pakan lebih sedikit,
sehingga menurunkan konsumsi protein dan zat gizi yang lain. Penelitian membuktikan
bahwa pada suhu tinggi, lemak sebaiknya ditingkatkan supaya unggas dapat cukup
mengkonsumsi kalori. Sumber lemak di Indonesia lebih banyak berasal dari lemak

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia11


nabati dibandingkan dengan lemak hewani. Contohnya minyak kelapa dan kelapa sawit,
sumber lemak ini banyak tersedia di Indonesia, karena Indonesia produsen minyak sawit
nomor dua di dunia setelah Malaysia. Minyak kelapa sawit mengandung xantofil, yaitu
suatu pigmen yang membuat warna karkas tidak pucat, selain itu minyak ini juga dapat
membuat tekstur pakan menjadi lebih baik.
4.2.3. Lemak abdominal pada broiler
Produksi broiler komersial dari sejak dulu ditujukan untuk tumbuh lebih cepat
dengan bobot tubuh yang cukup dan konversi pakan yang baik, tetapi konsekuensinya
lemak tubuh meningkat. Penimbunan lemak pada lokasi tertentu berhubungan dengan
umur dan kurva pertumbuhan broiler. Lemak abdominal terdapat pada tubuh ayam
terutama selama fase awal pertumbuhan. Perbedaan kuantitas lemak abdominal adalah
hasil dari perbedaan kecepatan pertumbuhan. Ada pembawaaan lemak abdominal
meningkat dengan meningkatnya bobot tubuh.
Perbandingan kalori dengan protein (asam amino) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap persentase lemak abdominal. Pemberian energi pakan yang lebih
tinggi tidak akan meningkatkan persentase lemak abdominal, jika level protein dan
asam amino tidak ditingkatkan juga. Peningkatan lemak tubuh biasanya berhubungan
dengan buruknya konversi pakan, karena memerlukan pakan yang lebih untuk
memproduksi lemak daripada memproduksi daging. Oleh karena itu, cara untuk dapat
mengurangi lemak tubuh adalah dengan mendapatkan perbandingan energi dan protein
yang sesuai dengan suhu lingkungan pemeliharaan. Selain itu, dapat dilakukan dengan
pembatasan pakan yang dilakukan dengan tepat. Patokannya bahwa 1 gram lemak tubuh
berasal dari 1-3 gram pakan, sehingga dapat diperkirakan berapa sebaiknya lemak yang
terdapat pada karkas broiler.
Penimbunan lemak yang tidak berlebihan untuk dipasarkan merupakan hal penting,
karena akan memberikan penampilan karkas yang baik dan memperbaiki kualitas
daging, karena lemak yang berlebihan dapat membahayakan. Trigliserida adalah jenis
lemak yang paling banyak terdapat pada jaringan tubuh ayam. Kira-kira 95% trigliserida
berasal dari pakan dan 5% disintesa dalam tubuh. Jantan mempunyai lemak tubuh lebih
banyak dibandingkan dengan betina. Lemak abdominal lebih banyak terdapat pada betina

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia12


daripada jantan. Pada saat ayam betina dipotong lemak banyak terdapat pada rongga
perut, sedangkan pada jantan lemak banyak terdapat di bawah kulit.

4.2.4. Lemak pada pakan petelur


Lemak terutama digunakan sebagai sumber energi. Sebagian besar pakan golongan
lemak mempunyai energi metabolis dua kali lebih banyak daripada dari biji-bijian.
Petelur yang konsumsi pakannya rendah tidak dapat mengkonsumsi energi yang cukup,
kecuali pakan tersebut ditambahkan lemak. Penambahan lemak dalam pakan petelur
berkisar antara 1-3%. Pakan yang kelebihan lemak dapat memberikan pengaruh yang
kurang baik terhadap produksi telur, karena kelebihan lemak akan tertimbun di sekitar
ovarium dan mengganggu ovulasi.
Apabila kandungan minyak nabati dari ransum tinggi, maka ukuran telur lebih besar,
meskipun total kalori di dalam ransum tetap sama. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya asam lemak yang siap untuk diserap termasuk asam linoleic dan oleic di
dalam minyak nabati. Sebagian besar bahan pakan komersial mempunyai asam linoleic
yang rendah. Sehingga, lemak dan minyak, seperti minyak nabati tertentu sebaiknya
ditambahkan untuk mencegah defisiensi asam linoleic, yang kebutuhannya kira-kira 1%
dari ransum.
Linoleat, linolenat dan arakhidonat merupakan asam-asam lemak esensial,
sehingga harus tersedia dalam pakan. Kekurangan asam linoleat dalam pakan
menyebabkan pertumbuhan anak ayam terganggu, hati berlemak dan daya tahan tubuh
berkurang terhadap infeksi pernafasan. Pada ayam petelur gejalanya adalah produksi
telur berkurang, telur kecil dan daya tetas rendah. Ayam petelur selama fase produksi
pertama dari periode bertelur membutuhkan 1.5-2% asam linoleat. Pakan yang seluruhnya
terdiri dari tumbuh-tumbuhan, mengandung 4-5% ekstrak ether (lemak) dan setengah dari
padanya pada umumnya adalah asam linoleat (terutama dari jagung). Sumber utama
asam linoleat di alam adalah minyak tumbuh-tumbuha. Minyak kacang kedelai
mengandung asam linoleat masing-masing kurang lebih 54,7 dan 49,1%.

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia13


Ahli nutrisi unggas harus menyediakan asam lemak esensial untuk ayam tumbuh
dan dewasa untuk integritas membran, pembentukan prostaglandin, fertilitas dan daya
tetas.
1% asam linoleat dibutuhkan untuk unggas muda dan dewasa. Jika kekurangan linoleat
akan menyebabkan pertumbuhan bulu dan pertumbuhan menurun pada unggas. Jika
kandungan asam linoleat terlalu rendah pada ransum bibit, daya tetas dan fertilitas
menurun. Defisiensi asam lemak esensial pada unggas dewasa dapat sulit untuk
menginduksi jika unggas diberikan asam linoleic selama periode pemeliharaan, karena
dapat menyimpan lemak abdominal. Penelitian juga memperlihatkan bahwa bobot telur
nyata meningkat pada ayam petelur yang diberi ransum dengan kandungan asam linoleic
lebih dari 1%.
Nilai gizi
Asam lemak mengandung energi tinggi (menghasilkan banyak ATP). Karena itu
kebutuhan lemak dalam pangan diperlukan. Diet rendah lemak dilakukan untuk
menurunkan asupan energi dari makanan. Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi
lebih baik karena lebih reaktif dan merupakan antioksidan di dalam tubuh.
Posisi ikatan ganda juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan
ujung, ikatan ganda semakin mudah bereaksi. Karena itu, asam lemak Omega-3 dan
Omega-6 (asam lemak esensial) lebih bernilai gizi dibandingkan dengan asam lemak
lainnya. Beberapa minyak nabati (misalnya α-linolenat) dan minyak ikan laut banyak
mengandung asam lemak esensial (lihat macam-macam asam lemak). Karena mudah
terhidrolisis dan teroksidasi pada suhu ruang, asam lemak yang dibiarkan terlalu
lama akan turun nilai gizinya. Pengawetan dapat dilakukan dengan menyimpannya
pada suhu sejuk dan kering, serta menghindarkannya dari kontak langsung dengan udara.

Kegiatan Belajar 2.
4.3. Pencernaan Lemak dalam Tubuh Ternak Non Ruminansia.
Uraian:
Sebagian besar lemak dalam pakan adalah lemak netral (trigliserida), sedangkan
selebihnya adalah fosfolipid dan kolesterol. Jika lemak masuk ke dalam duodenum, maka

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia14


mukosa duodenum akan menghasilkan hormon enterogastron, atau penghambat
peptida lambung, yang pada waktu sampai di lambung akan menghambat sekresi getah
lambung dan memperlambat gerakan pengadukan. Hal ini tidak saja mencegah
lambung untuk mencerna lapisannya sendiri, tetapi juga memungkinkan lemak untuk
tinggal lebih lama dalam duodenum tempat zat tersebut dipecah oleh garam-garam
empedu dan lipase.
Lemak yang diemulsikan oleh garam empedu dirombak oleh esterase yang
memecah ikatan ester yang menghubungkan asam lemak dengan gliserol. Lipase,
yang sebagian besar dihasilkan oleh pankreas, meskipun usus halus juga menghasilkan
sedikit, merupakan esterase utama pada unggas. Garam-garam empedu mengemulsikan
butir-butir lemak menjadi butir yang lebih kecil lagi, yang kemudian dipecah lagi oleh
enzim lipase pankreatik menjadi digliserida, monogliserida, asam-asam lemak bebas
(FFA = free fatty acid) dan gliserol. Garam-garam empedu kemudian merangsang
timbulnya agregasi FFA, monogliserida dan kolesterol menjadi misal (micelle), yang
masing-masing mengandung ratusan molekul. Campuran garam empedu, asam lemak dan
lemak yang sebagian telah tercerna, mengemulsikan lemak lebih lanjut menjadi partikel-
partikel yang sebagian besar cukup kecil untuk diserap secara langsung.
Cairan empedu adalah suatu cairan garam berwarna kuning kehijauan yang
mengandung kolesterol, fosfolipid lesitin, serta pigmen empedu. Garam-garam empedu
(garam natrium dan kalium) dari asam glikokolat dan taurokolat adalah unsur-unsur
terpenting dari cairan empedu, karena unsur-unsur itulah yang berperan dalam
pencernaan dan penyerapan lemak. Trigliserida di dalam chyme duadenum cenderung
untuk menggumpal bersama-sama sebagai kelompok atau gugus asam lemak berantai
panjang yang tidak larut dalam air. Empedu juga membantu dalam penyerapam
vitamin yang larut dalam lemak, serta membantu kerja lipase pankreatik. Garam-
garam empedu adalah garam-garam basa, oleh karena itu dapat membentuk juga dalam
menciptakan suasana yang lebih alkalis dalam chyme intestinal agar absorpsi berlangsung
dengan lancar.
Komponen kolesterol dari cairan empedu berasal dari pembentukan di dalam hati
maupun dari bahan yang dikonsumsi. Kolesterol tidak larut dalam air, tetapi garam-garam

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia15


empedu dan lesitin menyebabkannya menjadi bentuk yang mudah larut sehingga
kolesterol itu dapat berada di dalam cairan empedu.
Sekresi garam-garam empedu dari hati tergantung pada konsentrasi garam empedu
yang terdapat di dalam darah yang melewati hati. Dengan meningkatnya konsentrasi
plasma dari garam-garam empedu yang terjadi selama pencernaan (karena garam-garam
empedu diserap kembali dari usus halus ke vena porta hati menuju kembali ke hati),
kemudian laju sekresi dari hati akan meningkat. Garam-garam empedu secara langsung
merangsang sel-sel sekretoris.
Sekresi larutan alkalis dari empedu tergantung pada sekresi gastrin dari daerah antral
lambung, dan tergantung juga pada laju sekresi kolesistokinin dan sekretin dari sel-sel
mukosa duadenal. Sementara sekresi tersebut beredar di dalam darah selama mencerna
makanan, meningkatlah sekresi larutan empedu dari hati. Sekretin itu efektif sekali dalam
meningkatkan sekresi.
Absorpsi lemak dan asam lemak merupakan masalah khusus, karena tidak
seperti hasil akhir pencernaan, zat-zat ini tidak larut dalam air. Penyerapan zat ini
dipermudah oleh kombinasi dengan garam empedu, karena kombinasi ini merupakan
suatu kompleks (misal/micelle) yang larut dalam air. Garam empedu itu kemudian
dibebaskan dalam sel mukosa dan dipergunakan lagi, dan asam lemak serta gliserol
bersenyawa dengan fosfat untuk membentuk fosfolipid.
Fosfolipid ini kemudian distabilisasi dengan protein dan dilepaskan dalam sistem getah
bening sebagai globul-globul kecil yang disebut kilomikron yang kemudian dibawa ke
aliran darah.
Ketika telah berada di dalam sel-sel epitel, terjadilah resintesis menjadi
trigliserida, dan kemudian dilepaskan ke dalam limfatik lakteal melalui emiositosis
(kebalikan dari pinositosis). Lakteal merupakan pembuluh limfa yang menyerupai
kapiler yang terdapat di dalam villi intestinal. Trigliserida masuk ke dalam lakteal
sebagai kilomikron yang juga mengandung sejumlah kecil fosfolipid, kolesterol dan
protein. Ini dihantarkan dalam bentuk michyle menuju ke pembuluh limfa yang lebih
besar.

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia16


Akhirnya diteruskan ke sisterna chyli yang terletak di antara dua krura dari
diafragma. Dari sisterna chyli, chyle bergerak melalui duktus torasik ke vena kava
kranial atau ke vena jugular dekat pintu menuju ke vena kava dan ke sirkulasi vena.
Bukti-bukti yang didapat secara biokimia dan penggunaan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa butir-butir kecil yang mengalami emulsifikasi dapat diserap secara
pinositotik oleh sel-sel epitel dari usus dan masuk ke dalam lakteal dalam bentuk yang
sama.
Kira-kira 10 persen asam-asam lemak tidak mengalami rekonstitusi menjadi trigliserida di
dalam sel-sel absorpsi epitel, tetapi sebaliknya bergerak langsung ke dalam darah portal
bersama-sama dengan gliserol.
Dalam waktu dua atau tiga jam setelah absorpsi makanan berlemak, kilomikron
lenyap dari dalam darah, beberapa diambil oleh sel hati, yang lain dicerna dalam aliran
darah oleh lipoprotein lipase. Lipoprotein lipase dihasilkan dalam jumlah besar oleh depo
lemak dalam tubuh dan diperkirakan bahwa sebagian besar dari lemak yang dihidrolisis
secara cepat diabsorpsi dan disusun kembali oleh jaringan ini. Lemak yang ditimbun
dalam hati atau jaringan adiposa senantiasa mengalami perombakan dan resintesis,
meskipun jumlah keseluruhan yang disimpan hanya berubah sedikit selama jangka waktu
yang lama.

Sintesa Lemak
Biosintesis asam lemak dari asetil koenzim A terjadi di hampir semua bagian
tubuh hewan, terutama dalam jaringan hati, jaringan lemak dan kelenjar susu. Biosintesis
ini berlangsung melalui mekanisme yang dalam beberapa hal berbeda dengan oksidasi
asam lemak. Secara keseluruhan biosintesis asam lemak terbagi menjadi tiga tahap
utama. Tahap pertama pembentukan malonil koenzim A dari asetil koenzim A. Tahap
kedua adalah pemanjangan rantai asam lemak sampai terbentuknya asam palmitat secara
kontinu dengan tiap kali penambahan malonil keenzim A dan pelepasan CO 2. Tahap
ketiga adalah pemanjangan rantai asam palmitat secara bertahap bergantung pada
keadaan dan komposisi faktor penunjang reaksi di dalam sel.

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia17


Tahap pertama dimulai dengan reaksi antara asetil koenzim A dengan gugus SH
(sulfhidril) dari molekul ACP (acyl carrier protein) merupakan reaksi pemula dalam
mekanisme biosintesisi asam lemak.
Reaksi ini dikatalisis oleh salah satu dari enam enzim sintetase kompleks, ACP-
asiltransferase, dengan persamaan reaksi :
Asetil-S-CoA + ACP-SH asetil-S-ACP + CoA-SH
Reaksi selanjutnya adalah pemindahan gugus asetil dari ACP ke gugus SH dari enzim
beta-ketoasil-ACP-sintase, menghasilkan asetil S-beta-ketoasil-ACP-sintase, disingkat
asetil-S-sintase.
Asetil-S-ACP + sintase-SH ACP-SH + asetil-S-sintase
Dengan telah terikatnya gugus asetil pada enzim pertama dari enam enzim kompleks
sintetase asam lemak tersebut, dapatlah dimulai mekanisme pemanjangan rantai asam
lemak dengan penambahan dua atom karbon pada malonil koenzim , secara berturut-turut
sampai terbentuknya asam palmitat.
Tahap kedua adalah reaksi kondensasi pembentukan aseasetil- S-AC. Reaksi kondensasi
didahului dengan reaksi pembentukan malonil-S-ACP dari malonil-S-CoA, yaitu
pemindahan gugus malonil dari ACP ke CoA. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim ACP-
maloniltransferase: Malonil-S-CoA + ACP-SH malonil-S-ACP + CoA-SH (malonil
koenzim A) (koenzim A).
Reaksi berikutnya adalah kondensasi antara asetil-S-sintase dengan malonil-S-ACP
menghasilkan asetoasetil-S-ACP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim beta-ketoasil-ACP-
sintase dan laju reaksinya didorong oleh terlepasnya CO 2 dari malonil-S-ACP, yaitu reaksi
eksergonik dekarboksilasi gugus malonil, yang memberikan dorongan termodinamik ke
arah pembentukan aseto-asetil-S-ACP.
Pada tahap ketiga ini, terdapat dua reaksi reduksi asetoasetil-SACP. Pada reaksi
reduksi yang pertama, aseoasetil-S-ACP diredukis dengan NADPH dan enzim beta-
ketoasil-ACP-reduktase menghasilkan D-β-hidroksibutiril-S-ACP, yang selanjutnya
mengalami dehidratasi dengan enzim enoil-ACP-hidratase menghasilkan krotonil-ACP.
Reaksi reduksi yang kedua adalah hidrogenasi krotonil-ACP dengan enzim enoil-ACP-
reduktase yang menghasilkan butiril-ACP. Seperti juga reaksi reduksi yang pertama,

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia18


reaksi ini menggunakan NADPH-NADP+ (bukan NADH-NAD+ seperti yang dipakai pada
proses oksidasi asam lemak) sebagai sistem koenzimnya.
Dengan terbentuknya butiril-ACP, selesailah satu dari tujuh daur yang dilakukan
oleh enzim kompleks sintetase untuk menghasilkan palmitoil-CoA. Untuk memulai daur
yang berikutnya, gugus butiril dipindahkan dari ACP ke enzim β-ketoasil-ACP-sintase
dan ACP mengambil satu gugus malonil dari molekul malonil Co-A yang lainnya.
Selanjutnya daur diulangi dengan reaksi kondensasi antara malonil-ACP dengan butiril-S-
β-ketoasil-ACP sintase menghasilkan β-ketoheksanoil-S-ACP dan CO2. Demikianlah
setelah tujuh kali mekanisme daur berlangsung dengan enzim kompleks sintetase asam
lemak, terbentuklah palmitoil-ACP sebagai hasil akhir.
Selanjutnya gugus palmitoil ini dapat mengalami beberapa kemungkinan,
tergantung kondisi dalam sel dan jenis jasadnya.
Kemungkinan itu adalah, pertama, gugus palmitoil dilepaskan dari enzim sintetase
kompleks, dengan bantuan enzim tioesterase, menghasilkan asam palmitat bebas, kedua,
gugus palmitoil dipindahkan dari ACP ke CoA, ketiga, gugus palmitoil digabungkan
langsung ke dalam asam fosfatidat dalam proses biosintesis fosfolipid dan triasil gliserol.
Gambar 5.3. menunjukkan mekanisme reaksi keseluruhan proses biosintesis asam
palmitat dari asetil-CoA.

4.4 Metabolisme Lemak dalam Tubuh Ternak Non Ruminansia


Metabolisme lemak pada ternak non ruminansia pada dasarnya sama seperti pada
ternak-ternak lainnya. Perbedaannya terletak pada tingkat efisiensi pembentukan
(deposisi) lemak tubuh dimana pada ternak babi lebih efisien dan lebih besar pada
bagian perut (abdominal) maupun pada kulit. Karena efisiensi deposisi lemak tubuh pada
ternak babi lebih tinggi sehingga lemak tubuh babi lebih banyak baik pada daging
maupun pada abdominal dan kulit. Perbedaan ini terutama selain karena faktor genetis
(spesies) juga karena jenis makanan yang biasa dikonsumsi.
Pada umumnya 3 – 6 jam sesudah pemberian makanan khususnya pada babi
penyerapan lemak sudah terjadi pada saluran pencernaan. Dalam lambung lemak dirubah
menjadi emulsi yang partikel-partikelnya masih besar. Emulsi terbentuk oleh adanya

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia19


pergerakan lambung yang mencampurnya dengan posfolipid dan komponen chyme (isi
lambung) lainnya. Pencernaan lemak berlangsung di bawah katalisis enzim lipase yang
disekresi dari pankreas dan hanya berlangsung dalam usus halus. Pencernaan lemak
tidak terjadi dalam suasana asam dan hanya terjadi karena katalisis enzim lipase sehingga
proses tersebut tidak terjadi pada mulut, lambung dan usus besar. Pencernaan lemak tidak
terjadi pada mulut walaupun pH saliva basa karena kelenjar saliva tidak mensekresi
enzim lipase, sedangkan pada lambung tidak terjadi akibat pH lambung asam akibat
adanya HCl. Demikian halnya pada usus besar tidak terjadi karena pada
Percobaan makanan lemak pada babi sering bervariasi akibat perbedaan sifat
fisik lemak dan tingkat pemberian lemak. Penggunaan lemak yang direkomendasikan
dalam ransum babi adalah 2,5 – 5 %, walaupun ada yang menggunakan hingga taraf
10% dalam ransum. Sedangkan dalam ransum ternak kuda lemak perlu tersedia karena
kuda membutuhkan asam lemak linoleik.
Absorpsi lemak tidak seperti hasil akhir pencernaan, karena tidak larut dalam air.
Penyerapan dibantu garam empedu yang larut dalam air. Garam empedu dibebaskan
dalam sel mukosa untuk digunakan lagi. Kemudian asam lemak dan gliserol bersenyawa
dengan fosfat membentuk fosolipid. Fosfolipid distabilisasi dengan protein dan
dilepaskan dalam sistem getah bening kemudian dibawa ke aliran darah. Setelah semua
reaksi oksidasi berkahir, maka lanjut dengan siklus Krebs.
Siklus Krebs disebut juga siklus asam sitrat atau siklus asam trikarboksilat, yang
terjadi di mitokondria sel hewan. Siklus ini terdiri dari serangkaian reaksi yang berasal
dari oksidasi asetil CoA menjadi CO2 dengan bantuan beberapa koenzim. Dalam 1 siklus
ini, 2 atom C masuk sebagai gugus asetil dan 2 atom C keluar sebagai CO2.
Pada proses ini, flux (aliran) unit asetil sangat tergantung pada transport elektron
untuk menjadi CO2. Siklus Krebs merupakan jalur reaksi yang penting di sel dalam
rangka menghasilkan ATP. Asetil CoA yang akan masuk dalam siklus Krebs dapat
berasal dari degradasi karbohidrat, beta oksidasi dari asam lemak rantai panjang, atau
katabolisme benda keton dan asam amino. Siklus Krebs merupakan pusat jalur yang
mengintegrasikan reaksi metabolisme di dalam sel.

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia20


Pada ternak non ruminansia, lipogenesis atau pembentukan asam lemak dapat berasal
dari glukosa (dari hasil antara siklus Kreb) karena adanya enzim citrate lypase, sedangkan
pada ruminansia berasal dari asetat bukan dari glukosa. Kemampuan adaptasi saluran
pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis tergantung pada pasokan nutrisi yang
diberikan pada periode perkembangan awal setelah menetas. Menurut Zhou et al. (1990),
status nutrisi dan pola pemberian ransum dapat memodifikasi fungsi saluran pencernaan.

PENUTUP
RANGKUMAN
Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik (Church, 1991). Dari pandangan nutrisi ternak, lipida yang paling penting
adalah lemak dan minyak. Kedua lipida ini dibedakan oleh masing-masing titik lelehnya,
dimana lemak padat pada temperatur ruang sedangkan minyak cair pada suhu ruang.

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia21


Penentuan macam lemak yang terkandung dalam pakan ternak nonruminansia seperti
komposisi lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara. Titik cair/leleh adalah salah
satunya, yaitu temperatur dimana lemak padat mulai mencair. Lemak sebagai suatu
campuran gliserida sering memiliki titik leleh bervariasi dimana hal ini dipengaruhi oleh
berat molekul dan derajad ketidak jenuhan. Gliserida yang mempunyai kandungan asam-
asam lemak tidak jenuh yang tinggi memiliki titik leleh yang rendah dan kebanyakan
berbentuk minyak pada temperature kamar. Sebaliknya suatu lemak dengan proporsi
tinggi asam-asam lemak jenuh berberat molekul tinggi mempunyai titik leleh tinggi dan
pada temperature kamar akan padat. Penggunaan lemak yang direkomendasikan dalam
ransum babi adalah 2,5 – 5 %, walaupun ada yang menggunakan hingga taraf 10% dalam
ransum. Sedangkan dalam ransum ternak kuda lemak perlu tersedia karena kuda
membutuhkan asam lemak linoleik. Penggunaan lemak dalam ransum sebesar 10 – 20 %
merupakan level terbaik untuk kuda.

Tes Formatif
1. . Penggunaan lemak yang direkomendasikan dalam ransum babi adalah
a. 2,5 – 5 %,
b. 5- 7,5 %
c. 7,5 – 10 %
d. 0- 2,5 %
2. . Penambahan lemak dalam pakan petelur berkisar antara
a. 1 - 3%.
b. 2 - 3 %
c. 3 – 4 %
d. 4 – 5 %
3. Semua pernyataan dibawah benar kecali :
a. Jika kekurangan linoleat akan menyebabkan pertumbuhan bulu dan pertumbuhan
menurun pada unggas.
b.Jika kandungan asam linoleat terlalu rendah pada ransum bibit, daya tetasnya dan
fertilitas menurun

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia22


c. Jika kandungan asam linoleat terlalu rendah, konversi ransum menurun
d. Jika kandungan asam linoleat terlalu rendah, konversi ransum meningkat
4. Defisiensi asam-asam lemak dalam makanan akan memperlihatkan gejala-gejala
abnormal pada babi sebagai berikut kecuali:
1). Kulit bersisik
2). Bulu rontok
3) Lemak punggung makin tipis
4). Lemak pungung makin tebal

5.a Pada babi, penyerapan lemak pada saluran pencernaan sudah terjadi :
a. pada 1 –2 jam sesudah pemberian makan
b. pada 2 – 3 jam sesudah pemberian makan
c. pada 3 – 6 jam sesudah pemberian makan
d. pada 6 – 9 jam sesudah pemberian makan

Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan
rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi dalam
modul ini.

Rumus:
Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x 100%
5
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = baik sekali
80% - 89% = baik
70% - 79% = cukup
≤ 69% = kurang

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia23


Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat melanjutkan
dengan modul berikutnya. Tetapi kalau kurang dari 80%, Anda harus mengulangi
Kegiatan Belajar 1-4, terutama bagian yang belum Anda kuasai.

DAFTAR PUSTAKA
Ensminger, M.E.B. 1980. Poultry Science. Second Edition. The Interstate, Printers &
Publishers, Inc., Danville, Illinois.

Llyod, L.E., B.E. Mc. Donald, and E.W. Crampton. 1978. Fundamental of Nutrition.
W.H. Freeman and Company, San Fransisco.

Lovell, R.T. 1989. Nutrition and Feeding. An AVI Book, Van Nostrand. Reinhord.
Auburn University, New York.

Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, and R.G. Warner. 1979. Animal Nutrition.
Seventh Edition McGraw-Hill Book Company.

Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition in the Tropics. Vikas Publishing House P&T
Ltd., New Delhi.

Ratledge, C. 1994. Biochemistry of Microbial Degradation. Kluwer Academic


Publishers, London.

The Merck Index. 2001. The Merck Index of Chemicals and Drugs, an Encyclopedia
for the Chemist, Pharmacist, Phisycian and Allied Proffession. 6 th Ed. Rahway
Merck and Co. N.J.

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia24


SENARAI

Asam lemak jenuh : hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-


atom karbon penyusunnya
Asam lemak tidak jenuh jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda
di antara atom-atom karbon penyusunnya.
Heat increamen : Cekaman panas
Lemak : Padat pada suhu kamar
Lemak abdominal : Lemak yang ada di sekitar abdominal ayam
Lipogenesis Pembentukan lemak
Minyak : Cair pada suhu kamar

Ilmu Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia25

Anda mungkin juga menyukai