Anda di halaman 1dari 49

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar postpartum seksio sesarea

2.1.1 Definisi postpartum seksio sesarea

Postpartum seksio sesarea adalah kondisi dimana seorang ibu yang

baru saja melahirkan janin melalui proses pembedahan dengan cara

membuka dinding perut dan dinding uterus ibu. Dalam waktu kurang

lebih 6 minggu organ-organ reproduksi akan kembali pada keadaan

awal sebelum hamil (Hartati & Maryunani, 2015).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar, organ

reproduksi kembali normal seperti sebelum hamil. Selama masa

pemulihan tersebut berlangsung ibu akan mengalami banyak

perubahan secara fisik maupun psikologis (Aswar, 2016).

2.1.2 Tujuan kelahiran dengan seksio sesarea

Menurut Hartati & Maryunani (2015), tujuan kelahiran seksio

sesarea adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya.

Tindakan dilakukan dalam keadaan dimana jika dilakukan penundaan

kelahiran akan memperburuk keadaan janin, ibu atau keduanya, dan

tidak memungkinkan untuk melakukan kelahiran pervagina dengan

aman.
Sedangkan iswandi (2011) menyebutkan bahwa pada operasi

seksio sesarea dapat dilakukan dengan cara terencana maupun segera,

dimana pada operasi seksio terencana (elektif) telah direncanakan

jauh-jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan

keselamatan ibu maupun janin.

2.1.3 Adaptasi fisiologi dan psikologi postpartum sectio caesarea

Menurut Bobak (2012), adaptasi fisiologi & psikologi sebagai

berikut :

1) Fisiologi

a) Uterus

(1) Involusi merupakan proses kembalinya uterus ke keadaan

sebelum hamil setelah melahirkan, akibatnya otot-otot

polos uterus berkontraksi pada waktu 12 jam, tinggi fundus

uteri mencapai ± 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa

hari mencapai ± 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa

hari kemudian, perubahan fundus uteri turun kira-kira 1-2

cm setiap 24 jam

(2) Kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir, terjadi

karena hormon oksitosin yang dilepas oleh kelenjar

hipofisis posterior.

(3) After Pains rasa nyeri setelah melahirkan lebih nyata

ditempat uterus yang teregang, menyusui dan oksitosin


tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena

keluarnya merangsang kontraksi uterus.

(4) Tempat plasenta terjadi pertumbuhan endometrium,

regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai

enam minggu setelah melahirkan.

(5) Lokhea dibagi menjadi tiga jenis sesuai dengan warnanya

sebagai berikut :

(a) Lokia rubra terdiri dari darah, sisa penebalan dinding

rahim, dan sisa-sisa pemahaman plasenta. Lochea rubra

berwarna kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke-3

atau ke-4.

(b) Lokia serosa mengandung cairan darah, berupa serum

dan lekosit. Lochea serosa berwarna kekuningan dan

keluar antara hari ke-5 sampai ke-9.

(c) Lokia alba terdiri dari leukosit, lendir leher rahim

(serviks), dan jaringan-jaringan mati yang lepas

dalam proses penyembuhan. Loshea alba berwarna

putih dan keluar selama 2-3 minggu.

b) Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam

pasca partum, serviks memendek dan konsentrasinya menjadi

lebih padat dan kembali ke bentuk semula.


c) Vagina dan Perineum

Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam

penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae vagina yang

semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke

ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae

akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4, walaupun tidak

akan semenonjol pada wanita nulipara.

d) Payudara

Setelah bayi lahir terjadi penurunan konsentrasi hormone yang

menstimulasi perkembangan payudara estrogen, progesterone,

human chorionik, gonadotropin, prolaktin, dan insulin),

oksitosin merangasang refleksi let-dowm (mengalirkan)

menyebabkan Ejeksi Air Susu Ibu (ASI).

e) Abdomen

Setelah melahirkan dinding perut longgar karena direngang

begitu lama, sehingga otot-otot dinding abdomen memisah,

suatu keadaan yang dinamai diastasis rektus abdominalis.

Apabila menetap, efek ini dapat dirasa mengganggu pada

wanita, tetapi seiring perjalanan waktu, efek tersebut menjadi

kurang terlihat dan dalam enam minggu akan pulih kembali.


f) Sistem endokrin

(1) Hormon plasenta kadar estrogen dan progesterone menurun

secara signifikan dan saat terendah adalah 1 minggu post

partum

(2) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium. Hipofisis dibagi

menjadi dua, yaitu hipofisis anterior dan posterior.

Hipofisis anterior mengsekresi hormon prolaktin untuk

meningkatkan kelenjar mamae pembentukan air susu.

Sedangkan hipofisis posterior Sangat penting untuk

diuretik. Oksotosin mengkontraksi alveolus mamae

sehingga membntu mengalirkan ASI dari kelenjar mamae

ke puting susu.

g) Sistem Urinarius

(1) Komponen Urine

Blood Urea Nitrogen (BUN), yang meningkat selama masa

pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang

berinvolusi selama 1-2 hari setelah wanita melahirkan .

(2) Diuresis Pascapartum

Dalam 12 jam setelah melahirkan, mulai membuang

kelebihan cairan yang tertimbun dijaringan selama hamil.

Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang

teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama


pada malam hari, selama 2-3 hari pertama setelah

melahirkan.

(3) Uretra dan Kandung Kemih

Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan

edema, sering kali disertai daerah-daerah kecil hemorargi.

Pada pasa pacapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan

dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap

infeksi sehingga mengganggu prosesberkemih normal.

h) Sistem Pencernaan

Anestesi bisa memperlambat pengambilan tonus otot dan

motilitas otot saluran cerna ke keadaan normal sehingga

defekasi bisa tertunda 2-3 hari, keadaan ini bisa juga karena

pemberian analgesia sebelum operasi. Biasanya bising usus

belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada

hari kedua bising usus makin masih lemah, dan usus baru aktif

kembali pada hari ke-3 post operasi.

i) Sistem Kardiovaskuler

Denyut nadi dan jantung meningkat setelah melahirkan karena

darah yang biasanya melintasi uretroplasma tiba-tiba kembali

ke sirkulasi umum. Namun, klien dengan anestesi spinal

cenderung akan mengalami hipotensi yang disebabkan

melebarnya pembuluh nadi sehingga darah

berkurang.volume darah menurun ke kadar sebelum hamil pada


4 mingu setelah melahirkan. Hematokrit meningkat pada hari

ke 3-7 pasca partum. Leukositosis normal pada kehamilan rata-

rata sekitar 12.000 /mm³. Selama 10 sampai 12 hari pertama

setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000

/mm. Varises ditungkai dan disekitar anus akan mengecil

dengan cepat setelah bayi lahir.

j) Sistem Neurologi

Pengaruh neurologi post operasi biasanya nyeri kepala, pusing,

keram disebabkan pengaruh anestesi.. Lama nyeri kepala

bervariasi dari 1-3 hari sampai beberapa minggu, tergantung

pada penyebab dan efektifitas pengobatan.

k) Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama masa hamil

berlangsung secara lebih baik pada masa pascapartum.

Sebagian besar wanita melakukan ambulasi 4-8 jam setelah

melahirkan Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu

relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat

ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada

minggu ke-6 – ke-8 setelah melahirkan.

l) Sistem Integumen

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang

seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara,

abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, serta adanya


diaforesis. Ciri yang paling khas adanya bekas luka sayatan

operasi sesar di sekitar abdomen.

2) Psikologi

Adapun adaptasi psikologi pada maternal meliputi :

a) Fase Taking In (1-2 hari)

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang biasanya

ditunjukkan dengan prilaku sebagai berikut : fokus perhatian

ibu pada dirinya sendiri, mudah tersinggung, ibu menjadi pasif

terhadap lingkungannya dan nafsu makan ibu meningkat.

b) Fase Taking Hold (3-10 hari).

Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan

ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat

bayi. Selain itu perasaanya sangat sensitive sehingga mudah

tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena

itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan

kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan

dan merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya

diri.

c) Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu

sudah mulai menyesuaikan diri dari ketergantungan bayinya.


Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada

fase ini.

2.1.4 Discharge planning

Adapun nasehat pasca operasi (Nurarif, 2015) sebagai berikut:

1) Dianjurkan jangan hamil selama kurang lebih satu tahun

2) Kehamilan selanjutnya hendaknya diawasi dengan pemeriksaan

antenatal yang baik

3) Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar

4) Jaga kebersihan diri

5) Konsumsi makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup

2.2 konsep dasar sectio caesarea (SC)

2.2.1 Definisi sectio caesarea

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

diahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam kedaan utuh serta serta berat janin di atas

500 gram (Aspiani, 2017).

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amrusofian,

2012).

2.2.2 Indikasi sectio caesarea

Menurut Hardiana (2016), Indikasi dilakukan Sectio Caesarea

(SC) secara garis besar digolongkan menjadi 3 yaitu:


1) Indikasi Janin

Indikasi yang umum terjadi untuk dilakukan SC sekitar 60 % atas

pertimbangan keselamatan janin. Indikasi janin yaitu: bayi terlalu

besar (makrosomia), kelainan letak janin seperti letak sungsang

atau letak lintang, presentasi bokong, berat lahir sangat rendah,

ancaman gawat janin (fetal distress), janin abnormal, kelainan tali

pusat, bayi kembar (Gemelli)

2) Indikasi Ibu

Menurut Hartati & Maryunani (2015), sebagai berikut:

a) Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) dan totalis.

b) Panggul sempit.

c) Cephalo Pelvic Disproportion (CPD).

d) Partus lama (prolonged labor).

e) Rupture uteri.

f) Partus tak maju (obstructed labor).

g) Distosia serviks.

h) Pre-Eklamsi Berat (PEB).

i) Disfungsi uterus.

j) Distosia jaringan lunak.

3) Kombinasi Indikasi Ibu dan Janin

a) Perdarahan pervagina akut.

b) Riwayat SC sebelumnya
2.2.3 Klasifikasi

Secara umum tindakan sectio caesarea dapat dibagi menjadi

(Nurarif, 2015) yaitu:

1) Sectio transperitonealis profunda atau abdomen

Sectio transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah

uterus, insisi pada bawah rahim, bisa dengan tekhnik melintang

atau memanjang.

2) Sectio corporal atau clasik

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri

kira-kira sepanjang 10 cm.

3) Section caesarea vaginalis

Menurut arah sayatan pada rahim sectio caesarea dapat dilakukan

sebagai berikut:

a) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kroning.

b) Sayatan melintang (transversal) menurut kerr.

c) Sayatan huruf T (T-incision)

4) Sectio caesarea ismika (corporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah rahim (low cervical transfersal) kira-kira sepanjang

10 cm.
2.2.4 Patofisiologi

Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi

dengan berat diatas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang

masih utuh. Indikasi tindakan yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi

uterus, distorsia jaringan lunak, plasenta previa dll, untuk ibu.

Sedangkan untuk janin adalah gawat janin, janin besar, letak sungsang

dan letak lintangsetelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi

post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.

Akibat kurang informasi dan aspek fisiologis yaitu produk oksitosin

yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya

sedikit, luka dari insisi akan menjadi pintu masuk kuman. Oleh karena

itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan tekhnik steril.

Nyeri adalah hal utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan

rasa nyaman (Aspiani, 2017).

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa

bersifat regional dan umum, namun anstesi umum lebih banyak

pengaruhya terhadap janin maupun ibu kadang-kadang bayi lahir

dalam keadaan upne yang tidak dapat diatasi dengan mudah.

Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruh anestesi bagi ibu

sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah

banyak yang keluar untuk pengaruh nafas yaitu jalan nafas tidak

efektif akibat secret yang berlebihann karena kerja nafas otot silia yang
menutup, anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan

menurunkan mobilatas usus (Aspiani, 2017).

Seperti yang sudah diketahui setelah makanan masuk ke lambung

akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus

kemudian diserap oleh metabolisme sehingga tubuh memperoleh

energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga

menurun makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena

reflek batuk juga menurun maka pasien sangat beresiko terhadap

aspirasi sehingga harus dipasang pipa endotracheal selain itu mortilitas

yang menurun juga berakibat pada perubahan pola elimiasi yaitu

konstipasi (Aspiani, 2017).


2.2.5 Dampak sectio caesarea

Menurut bobak (2012) tindakan sectio caesar atas indikasi letak

sungsang dapat berdampak terhadap sistem tubuh.

1) Sistem pernafasan

pada post sectio caesar dengan anestesi umu terjadi peningkatan

frekuensi pernafaan > 24x/menit, pada anestesi spinal pernafasan

normal 20x/menit, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, karena

volume darah berkurang maka kebutuhan oksigen meningkat.

Sedangkan pada anestesi spinal mengakibatkan pernafasan menjadi

lebih cepat, tidak teratur, nafas cepat, dan dapat terjadi apne.

2) Sitem kardiovaskular

Peningkata tekanan darah > 120/80 mmHg, nadi ≥ 100x/menit,

suhu tubuh > 37 ̊ C untuk anetesi umum, sedangkan anestesi spinal

tekanan darah 60/9-100/70 mmHg, nadi 90-100x/menit CRT < 2

detik, konjungtiva pucatbunyi jantung tidak teratur,

3) Sistem pencernaan

Gerakan peristaltik menurun, bising usus tidakada pada 24 jam

pertama disertai rasa mual akibat efek anestesi, nyeri abdomen,

nafsu makan berkurang, haus sering di keluhkan padaklien yang

susah BAB.
4) Sistem perkemihan

Saat pembedahan terjadi relaksasi otot-otot kandung kemih dan

mengalami trauma sehingga terjadi over distensi dan pengosongan

kadung kemih yang tidak sempurna,

5) Sistem endokrin

Klien dengan section caesarea akan kelelahan 1-2 hari , hal ini

membuat proses menyusui terlambat dan mempengaruhi kadar

hormone prolactin, estrogen dan progesterone

6) Sistem mosculoskletal

Setelah melahirkan dengan cara sectio Caesar tonus otot abdomen

menurun pada ekstremitas atas maupun bawah, klien akan merasa

lemah pada satu sampai dua hari setelah operasi, Range Of Motion

(ROM) akan berkurang kekuatannya.

7) Sistem reproduktif

terdapat adaptasi fisiologis sistem reproduksi pembengkakan

payudara hari ke 1-2, tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusat

setelah 24 jam

2.2.6 komplikasi

komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea

menurut (Gallagher, 2012).

1) infeksi puerperal (nifas).

2) perdarahan disebabkan.

3) luka kandung kemih.


4) kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

5) Turunnya tekanan darah.

6) Pening.

7) Merasa sakit kepala atau sakit id daerah punggung.

8) Rasa mual dan muntah.

9) Jika obat bius mengandung morfin kemunhkinan akan merasa gatal

di sekujur tubuh.

2.2.7 Anestesi

Menurut (Kozier at all. 2016) anestesi dibagi menjadi sebagai

berikut:

1) Anestesi umum

Anaestesi umum adalah menghilangkan semua sensasi dan

kesadaran. Dibawah anastesi umum, refleks protektif seperti batuk

dan refleks gag hilang. Berkerja dengan memblok pusat kesadaran

di otak sehingga terjadi amnesia (kehilangan memori), analgesia

(insesibilitas terhadap nyeri), hypnosis (tidur palsu), dan relaksasi

(mengurangi ketegangan pada beberapa bagian tubuh). Biasanya

diberikan dengan cara melalui infusi intravena atau dengan inhalasi

gas melalui masker atau slang endotrakea yang dimasukan kedalam

trakea.

2) Anestesi regional spinal

Pemutusan sementara transmisi impuls ke area atau bagian tubuh

tertentu. Klien kehilangan sensasi pada satu area bagian tubuh


tetapi masih bisa sadar, dengan tekhnik spinal. Prosedur ini

memerlukan tindakan fungsi lumbal melalui salah satu ruang

antara lumbal 2 (L2) dan sakrum (s1). Agens anestetik diinjeksikan

ke dalam ruang subaraknoid di sekitar korda spinalis.

2.3 konsep dasar letak sungsang

2.3.1 Definisi letak sungsang

Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai

bagian yang terendah (presentasi bokong).angka kejadian : ± 3 % dari

seluruh angka kelahiran (Leveno et al. 2013).

Letak sugsang merupakan keadaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian

bawah kavum uteri (Aspiani, 2017)..

2.3.2 Klasifikasi letak sungsang

Adapun letak sungang dapat dibagi menjadi sebagai berikut

(Aspiani, 2017).

1) letak bokong murni (Frank Breech).

Letak bokong murni adalah letak bokong dengan kedua tungkai

kaki lurus keatas .

2) letak sungsang sempurna (Complete Breech)

Letak sungsang sempurna adalah letak bokong dimana kaki ada

disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.

3) Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech)


Letak sungsang tidak sempurna adalah dimana selain bokong

bagian yang terendah kaki atau lutut.

Gambar 2.2 posisi janin letak sungsang

Complete frank incomplete

(sumber: Aspiani, 2017)

2.3.3 Etiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin

terhadap ruangan di dalam uterus. Pada kehamilan kurang lebih 32

minggu, jumlah air ketuban relative lebih banyak, sehingga

memungkinkan janin bergerak dengan lebih leluasa. Dengan demikian

janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang,

ataupun letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh

dengan lebihcepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Kadang-

kadang letak sungsang disebabkan karena kelainan uterus dan kelainan

bentuk uterus. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri

dapat menyebabkan letak sungsag karena plasenta mengurangi luas

ruangan di daerah fundus (Aspiani, 2017)

Adapun etiologi lainnya yaitu:


1) Bobot janin rendah atau BBLR

2) Rahim yang sagat elastis

3) Hamil kembar

4) Hidramnion

5) Hidrosefalus

6) Plasenta previa

7) Panggul sepit

8) Kelainan bawaan

2.3.4 Komplikasi persalinan letak sungsang

Menurut Fadila (2015) persalinan letak sungsang dapat

meyebabkan komplikasi pada ibu dan bayi, yaitu:

1) Koplikasi pada ibu:

a) Perdarahan

b) Robekan jalan rahim

c) Infeksi

2) Komplikasi pada bayi:

a) Asfiksia pada bayi

b) Trauma persalinan

c) Infeksi

2.3.5 Deteksi kehamilan sungsang

1) Melakukan perabaan perut bagian luar

Cara ini dilakukan oleh dokter atau bidan. Janin akan diduga

sungsang bila bagian yang paling keras dan besar berada di kutub
atas perut. Kepala merupakan bagian terbesar dan terkeras dari

janin.

2) Melakukan pemeriksaan dalam menggunakan jari

Cara ini dilakukan oleh dokter atau bidan. Bila dibagian panggul

ibu lunak dan bagian atas keras berarti letak janin tersebut

sungsang.

3) Ultrasonografi (USG)

2.4 Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah suatu proses kolaborasi, melibatkan perawat,

klien, dan tim kesehatan lainnya yang dilakukan melalui wawancara

dan pemeriksaan fisik (Mitayani, 2012).

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan (Ulfa, 2017)

Pengkajian merupakan dasar utama dari proses keperawatan.

Melalui pengkajian ini, semua data pasien dapat dikumpulkan untuk

menentukan masalah-masalah keperawatan yang mungkin timbul

(Nurzaman, 2017).

Pengkajian menurut Tahap-tahap dalam melakukan pengkajian

menurut (Nursalam, 2009) meliputi :


1. Pengumpulan Data

Menurut Ulfa (2017), terdapat beberapa data yang harus di

kaji dalam pengumpulan data diantaranya adalah:

a. Identitas

1) Identitas klien

1) Nama (untuk mengidentifikasi klien dalam

pemberian obat dan berbagai pelayanan asuhan

keperawatan)

2) Umur (menurut Putra (2016), persalinan letak

sungsang paling banyak ditemukan pada pasien

kelompok usia diatas 35 tahun yaitu 44 orang)

3) Agama (untuk mengetahui koping dan keyakinan

klien)

4) Suku bangsa (secara tunggal tidak ditemukan

sebagai faktor yang berarti baik untuk ketuban

pecah dini)

5) Pendidikan (mengetahui sejauh mana

pengetahuan klien tentang riwayat penyakit letak

janin sungsang)

6) Pekerjaan (untuk mengetahui pengaruh terhadap

kondisi keadaan sekarang)


7) Status perkawinan (untuk mengetahui apakah

anak yang akan dilahirkan merupakan suatu

keinginan atau bukan)

8) Alamat (untuk mengetahui tempat tingggal klien)

9) Diagnosa medis (untuk mengetahui apa penyakit

yang diderita oleh klien)

10) Tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,

dan nomor rekam medik (untuk mengetahui

kapan klien mulai dirawat di rumah sakit dan

untuk menentukan memulainya asuhan

keperawatan).

2) Identitas penanggung jawab

a) Nama (untuk mengetahui nama keluarga yang

bertanggung jawab)

b) Umur (untuk mengetahui umur penanggung

jawab)

c) Agama (untuk mengetahui koping dan keyakinan

keluarga klien)

d) Pendidikan (mengetahui sejauh mana

pengetahuan keluarga klien tentang riwayat

penyakit letak janin sungsang)

e) Pekerjaan (untuk mengetahui pekerjaan keluarga

klien)
f) Alamat (untuk mengetahui tempat tinggal

keluarga klien)

g) hubungan dengan klien (untuk mengetahui

hubungan dengan klien

b. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif

tentang status kesehatan dan merupakan penuntun

pengkajian fisik yang berkaitan dengan informasi tentang

kesehatan fisiologis dan psikologis, budaya dan

psikososial.

1) Alasan masuk rumah sakit

Tentang data subjektif yang di dapat dari klien

maupun keluarga tentang kronologis klien dibawa ke

rumah sakit.

2) Keluhan utama

Keluhan yang paling dirasakan ibu post sectio

caesarea biasanya pada hari pertama adalah nyeri pada

daerah luka operasi.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang meliputi penjabaran

dari keluhan utama dan perjalanan penyakit secara

singkat dengan menggunakan metode PQRST yaitu, P

(propokatif/ paliatif) adalah hal yang dapat


memperberat dan memperingan keluhan utama

(nyeri). Q (Quality/Quantity) adalah kualitas keluhan

utama dan sejauh mana keluhan yang dirasakan oleh

klien, misalnya nyeri dirasakan seperti di sayat-sayat

atau ditusuk-tusuk. R (Region) adalah daerah dimana

keluhan di rasakan oleh klien. S (Skala) adalah kapan

dan seberapa sering keluhan utama (nyeri) di rasakan

oleh klien dalam rentang nyeri (0-5). T (Time) yaitu

kapan dan seberapa sering keluhan utama (nyeri)

dirasakan.

Pada klien post sectio caesarea biasanya akan

merasakan nyeri didaerah abdmonen, nyeri dirasakan

seperti di sayat-sayat atau ditusuk-tusuk, nyeri bisa

bertambah atau berkurang, skala nyeri dirasakan bisa

berbeda-beda tergantung respon individu masing-

masing.

4) Riwayat kesehatan masa lalu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita

oleh klien, apakah klien pernah menderita suatu

penyakit tertentu (terutama penyakit gangguan sistem

reproduksi), serta ada tidaknya penyakit yang pernah

diderita oleh keluarga yang dapat memperberat

keadaan klien. Biasanya penyakit dahulu penyerta


seperti sectio caesarea sebelumnya, faktor usia ibu,

perubahan inflamasi.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi riwayat penyakit keturunan yang ada di

dalam keluarga klien sehingga dapat berpengaruh

terhadap persalinan dan nifas sekarang contohnya

seperti diabetes mellitus, hipertensi dan lain-lain, serta

riwayat persalinan yang pernah dialami oleh keluarga

klien,

2. Riwayat Obstetric Ginekologi

a. Riwayat menstruasi

Meliputi menarche (pertama kali menstruasi pada

usia berapa tahun), lama menstruasi, siklus menstruasi,

karakteristik darah (warna, konsistensi, volume dan bau),

dan keluhan yang biasa menyertai menstruasi.

b. Riwayat perkawinan

Meliputi usia pada saat menikah (klien dan suami),

pernikahan yang ke berapa kali bagi klien dan suami, serta

jarak antara pernikahan dengan kehamilan sekarang. Pada

klien dengan ketuban pecah dini, jika klien hamil ketika

usia diatas 35 tahun rentan terhadap terjadinya ketuban

pecah dini, jika klien pernah mengalami kelainan pada

kehamilan sebelumnya.
c. Keluarga Berencana

Terdiri dari jenis alat kontrasepsi yang pernah

digunakan oleh klien, berapa lama digunakan, waktu dan

alasan penggunaan, keluhan utama menggunakan alat

kontrasepsi, serta alat kontrasepsi yang direncanakan atau

yang akan dipakai setelah melahirkan dan atas anjuran

siapa.

d. Riwayat Obstetri

1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Data yang perlu dikaji untuk mendapatkan data

ini adalah tahun persalinan, kehamilan yang ke berapa,

pemeriksaan kehamilan (ante natal care), imunisasi

tetanus toksoid (TT) berapa kali dan dimana, pernah

meminum tablet penambah darah atau tidak, keluhan

pada saat hamil, jenis persalinan, penolong, tempat,

penyulit pada saat melahirkan, keadaan bayi, dan

keluhan pada saat nifas.

2) Riwayat kehamilan sekarang

Pemeriksaan kehamilan (ante natal care) berapa

kali dan dimana, imunisasi TT (tetanus toksois) berapa

kali dan pada usia kehamilan berapa bulan, obat yang

pernah dikonsumsi selama kehamilan, keluhan pada

saat kehamilan, hari pertama haid terakhir (HPHT), dan


taksiran persalinan. Pada kasus ibu dengan ketuban

pecah dini harus memeriksakan kehamilannya secara

teratur untuk mengetahui pergerakan atau pertumbuhan

janin.

3) Riwayat persalinan sekarang

Meliputi hari, tanggal, jam persalinan, jenis

persalinan, penolong, tempat, dan penyulit persalinan,

volume darah yang keluar pada saat persalinan, serta

keadaan bayi (hidup atau mati), keadaan umum, jenis

kelamin, kelainan kongenital, BB, PB, lingkar lengan,

lingkar kepala, lingkar dada, dan nilai APGAR

4) Riwayat nifas sekarang

Dikaji sehari setelah persalinan sampai sebelum

dilakukan pengkajian, dan dikaji apa yang menyimpang

pada masa nifas hari pertama sampai pada saat sebelum

pengkajian.

c. Data Biologis

Data yang diperoleh merupakan hasil dari anamnesa

baik dari klien maupun dari keluarga, meliputi pola

aktivitas sehari-hari selama hamil dan pada saat dikaji :

3) Pola nutrisi dan elektrolit

Frekuensi makan dan minum dalam sehari, jenis

makanan yang dikonsumsi, porsi makan, nafsu


makan, pantangan dan keluhan pada saat makan.

Frekuensi, jenis dan jumlah air yang diminum. Pada

ibu post section caesarea akan terjadi penurunan

dalam pola makan karena efek dari anestesi yang

masih ada dan bisa juga dari factor nyeri akibat

section caesarea.

2) Pola Eliminasi

Meliputi frekuensi, warna, dan konsistensi feses

pada saat buang air besar. Frekuensi, warna, jumlah

urine pada saat buang air kecil, serta alat bantu dan

keluhan pada saat BAK dan BAB, biasanya pada klien

post section caesarea biasanya terjadi penurunan

karena factor psikologis dari ibu yang masih merasa

trauma, dan otot-otot masih berelaksasi.

5) Pola istirahat dan tidur.

Meliputi frekuensi serta kebiasaan tidur siang

dan malam, kualitas dan kuantitas tidur serta keluhan

pada saat tidur yang mungkin ditimbulkan akibat

nyeri pada luka post sectio caesarea. Pola istirahat

tidur menurun karena ibu masih merasa kesakitan dan

lemas akibat dari sectio caesarea.

4) Pola aktivitas dan latihan.


Kebiasaan yang dilakukan oleh klien setiap hari

dan tingkat kemandirian klien dalam melakukan

aktivitas tersebut (dibantu atau mandiri) terutama

setelah klien mengalami tindakan sectio caesarea.

Pada ibu post sectio caesarea akan mengalami

penurunan pola aktivitas karena adanya luka post

sectio caesarea.

5) Personal hygiene

Pola personal hygiene hal yang dikaji meliputi

frekuensi mandi, gosok gigi, cuci rambut dan gunting

kuku. Pada ibu post sectio caesarea biasanya

mengalami perubahan karena keterbatasan aktivitas.

d. Pemeriksaan Fisik Pada Klien Post Sectio Caesarea

Pemeriksaan fisik yang dilakukan penulis yaitu secara

head to toe dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi, akan tetapi dalam penulisannya

secara persistem yang meliputi pemeriksaan fisik ibu dan

bayi. Pemeriksaan fisik pada ibu post partum menurut

Ulfa, 2016 :

a) Penampilan umum

Penampilan umum dikaji mengenai keadaan

umum klien pada saat pertama kali perawat

mengkaji klien. Pada klien post sectio caesarea hari


pertama klien tampak berbaring di tempat tidur,

klien tampak masih lemah dan lemas.

b) Pemeriksaan Persistem

a) Sistem pernafasan

Kaji tingkat pernafasan setiap 15 menit

pada jam pertama, setiap 30 menit pada jam

kedua, setiap 4 jam selama 22 jam berikutnya dan

setiap shift setelah 24 jam pertama. Pada klien

post sectio caesarea biasanya terjadi peningkatan

frekuensi pernapasan akibat efek anestesi.

b) Sistem kardiovaskuler

Kehilangan darah pada saat prosedur

operasi (± 600 – 800 cc) menyebabkan tekanan

darah menurun, cardiac output menurun, nadi

mengalami peningkatan karena adanya respon

nyeri dan efek anestesi, konjungtiva pucat,

peningkatan Jugularis Vena Puls (JVP),

Capillary Reffil Time (CRT) lebih dari 2 detik,

thrombosis vena, Homans Sign pada kaki untuk

nyeri betis dan sensasi kehangatan, cek suhu,

kebanyakan ibu setelah melahirkan akan

mengalami episode merasa dingin dan gemetar

pada jam-jam pertama setelah melahirkan, bila


suhu tinggi dan menggigil kemungkinan terjadi

infeksi.

c) Sistem Reproduksi

Inspeksi kesimetrisan payudara, bentuk

putting menonjol atau tidak, kaji kebersihan

putting, kaji hiperpigmentasi areola,

pembengkakan payudara kiri dan kanan,

pengeluaran ASI, pada uteri dikaji tinggi fundus

uteri jika memungkinkan, akan tetapi tidak

dilakukan palpasi karena ada luka operasi.

kekuatan kontraksi uterus, jenis lochia,

banyaknya lochia, warna, bau, konsistensi

terdapat gumpalan atau tidak, serta kebersihan

vulva dan perineum. Biasanya tidak ditemukan

tanda-tanda REDDHA.

d) Sistem Persyarafan

Tingkat kesadaran klien, Glasgow Coma

Scale (GCS), orientasi terhadap orang, tempat

dan waktu, reflek pupil, reflek patella, reflek

bisep dan trisep, sensasi nyeri kepala akibat efek

dari anestesi, nyeri pada luka operasi, setelah

anestesi klien akan merasakan sakit akibat

proses pembedahan dapat terjadi juga karena


stimulasi ujung saraf oleh bahan kimia yang

dilepas pada saat operasi, dan akibat dari

pembengkakan payudara yang memicu

terjadinya peningkatan oksitosin, dapat juga

dirasakan akibat stress.

e) Sistem perkemihan

Kaji gangguan kemih dengan mengukur

pengeluaran urin selama 24 jam pertama setelah

melahirkan, karakteristik urine di kaji (warna,

bau, dan jumlah), biasanya pada klien post

section caesarea setelah anestesi akan

mengalami perubahan akibat pemasangan

douwer kateter dan efek anestesi biasanya urine

akan kembali normal dalam 48 jam setelah

pembedahan.

f) Sistem musculoskeletal

Bentuk ekstremitas atas dan bawah,

kelengkapan jari, Range Of Motion (ROM),

ada/tidak edema, diastasis muskulus rektus

abdominalis, terdapat penurunan kekuatan otot

dan rentang gerak. Pada ibu post partum sectio

caesarea di kaji yaitu kemampuan ROM dan

kekuatan otot menurun karena masih adanya


dampak anestesi dan adanya luka yang

menyebabkan nyeri.

g) Sistem integument

Warna kulit, turgor kulit kembali < 2 detik

atau tidak, kebersihan rambut, warna rambut,

keadaan kulit kepala (kebersihan dan ada luka

atau tidak), keadaan kuku (kebersihan dan

panjang atau tidak), suhu tubuh, ada/tidak

kloasma gravidarum, terdapat linea alba atau

tidak, terdapat luka operasi pada daerah

abdomen. Biasanya yang sering terjadi pada

klien adalah perubahan integritas kulit

berhubungan dengan adanya luka post sectio

caesarea dan adanya peningkatan suhu tubuh

merupakan reaksi dari kehilangan cairan tubuh

selama pembedahan.

h) Sistem pencernaan

Bentuk bibir, warna, kelembaban,

ada/tidaknya stomatitis, warna lidah, jumlah gigi

(lengkap atau tidak), reflek menelan, bising usus

menurun karena terdapat efek anestesi dan juga

menyebabkan keluhan mual dan muntah, nafsu

makan menurun, ada/tidak distensi abdomen,


serta ada/tidak keluhan BAB. Pada post partum

sectio caesarea tidak terdapat bising usus,

distensi abdomen menentukan adanya akumulasi

gas.

i) Sistem endoktrin

Ada peningkatan kelenjar getah bening

dan kelenjar thyroid atau tidak, fundus mengeras

jika dilakukan massage ringan hal ini berkaitan

dengen pengeluaran oksitosin.

e. Data psikososial

Pada klien post sectio caesarea atas indikasi ketuban

pecah dini ada tiga fase penyesuaian ibu terhadap perannya

sebagai orang tua (Bobak, 2012)

3) Fase talking-in

Kaji apakah ibu masih berfokus padaa dirinya

sendiri, sehingga perawatan pada bayi masih tergantung

pada perawat dan keluarga.

4) Fase talking-hold

Kaji apakah ibu sudah mulai mau merawat

bayinya, ibu sudah menjalankan tugasnya sebagai

seorang ibu dan mulai belajar mengurus bayinya di

rumah.
5) Fase letting-go

Kaji apakah ibu sudah memasuki fase lebih

mandiri dengan mengurus kebutuhan dirinya dan bayi

tanpa melibatkan orang lain.

f. Data Spiritual

Kegiatan ibadah klien selama dalam proses

penyembuhan, apa keyakinan terhadap kondisinya

sekarang, keyakinan terhadap pelayanan dan kesehatan lain

saat ini, keyakinan terhadap pantangan sesuatu hal pada

saat nifas.

g. Data penunjang

Data penunjang terdiri dari : Laboratorium, therapy,

diit yang diberikan, RO, USG, EKG, dll. Pada kasus Sectio

Caesarea pemeriksaan laboratorium seperti, hemoglobin

normalnya 12-16 g/dl golongan darah dan leukosit

normalnya 4.000-10.000/mm3, hematocrit 37-43%, dan

thrombosit 200.000-400.000/Mel darah.

3 Pengumpulan Data Pada Bayi

Dilakukan dengan menggunakan pendekatan head to toe, yaitu:

a. Keadaan Umum

Berat badan, panjang badan, tanda-tanda vital : Nadi

120-160x/menit, suhu 36,5-37,50C, respirasi 40-60x/menit,


berat badan normal : 2500-4000 gram, panjang badan

normal 48-52 cm, penilaian APGAR score meliputi :

Tabel 2.2 Klasifikasi APGAR Score

Klinis 0 1 2
A : Apperent Body pink Semua merah
Biru pucat
(warna kulit) tungkai biru muda
P : Pulse
Tidak teraba <100x/menit > 100x/menit
(denyut nadi)
G : Grimace Tidak
Lambat Menangis kuat
(refleks) berespon
A : Activity Lemas atau
Gerak sedikit Aktif fleksi
(tonus otot) lumpuh
R:
Lambat tidak
Resfiration Tidak ada Menangis kuat
teratur
(pernafasan)
( Sumber : Regina, 2011).

Keterangan :

1. Nilai 7-10 : menunjukan bahwa bayi dalam keadaan baik

(virgeous baby).

2. Nilai 4-6 : menunjukan bahwa bayi mengalami depresi sedang

dan membutuhkan tindakan resusitasi.

3. Nilai 0-3 : menunjukan bayi dalam depresi serius dan

membutuhkan resusitasi segera sampai ventilasi (walyani dan

purwoastuti, 2015)

b. Kepala

Meliputi kesimetrisan, pertumbuhan rambut, fontanel

anterior dan posterior sudah menutup atau belum, meliputi

bentuk lingkar kepala (normalnya 32-37 cm).


c. Wajah

Meliputi bentuk pipi, bentuk dahi, kebersihan pipi dan

dahi.

d. Mata

Meliputi kesimetrisan pergerakan bola mata,

konjungtiva dan sclera kejernihan pupil mata, ada tidaknya

secret, ada tidaknya bulu mata, refleks pupil dan blinking.

e. Hidung

Meliputi bentuk, kesimetrisan, ada secret atau tidak,

ada pernapasan cuping hidung atau tidak, reflek glaberal

(ujung hidung bayi dipijit dengan pelan dan bayi akan

mengedip).

f. Telinga

Meliputi bentuk, kesimetrisan, kesejajaran antara

puncak daun telingan dengan ujung mata, ada keluaran

secret atau tidak.

g. Mulut

Meliputi bentuk, warna mulut, reflek menghisap

(reflek rooting, reflek swallowing).

h. Leher

Meliputi bentuk, kebersihan, reflek tonik neck (bayi

akan mengekstensikan lehernya).


i. Dada

Meliputi bentuk, lingkar dada (normalnya 30,5 –

33cm). kesimetrisan, kesejajaran puting susu, bunyi napas

(ada suara tambahan atau tidak), bunyi jantung teratur atau

tidak, pergerakam dada, ada/tidak retraksi dinding dada.

j. Abdomen

Meliputi bentuk, keadaan kulit, bising usus dan

keadaan tali pusat.

k. Genetalia

Pada laki-laki normalnya testis sudah turun di

skrotum, pada perempuan labia mayora telah menutupi labia

minora, ada tidaknya pengeluaran secret, ada tidaknya

lubang anus, sudah BAB atau belum

l. Ekstremitas

3) Ekstremitas atas

Bentuknya, kesimetrisan, kelengkapan jumlah

jari, refleks moro (memberikan kejutan dengan

menepuk tangan, respon bayi seperti memeluk),

refleks palmar grasping, keadaan kukunya.

4) Ekstremitas bawah

Bentuknya, kesimetrisan, kelengkapan jumlah

jari, refleks Babinski, keadaan kuku nya.


1. Analisa Data

Sedangkan analisa data adalah tahap akhir dari

pengkajian untuk menentukan diagnosa keperawatan. Proses

analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan

konsep, teori prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan

kondisi klien (Alimul dan Aziz, 2009).

1.4.2 Diagnosa keperawatan

Dari pengkajian yang telah dilakukan kemudian di analisis,

sehingga diagnosa yang mungkin di tentukan pada klien post sectio

caesarea atas indikasi letak sungsang sebagai berikut:

Persamaan diagnosa keperawatan klien post sectio caesarea atas

indikasi letak sungsang dengan menurut tiga sumber yaitu (Doengoes,

2012), (Aspiani, 2017) dan (Ulfa, 2017). Diagnosa yang mungkin

muncul antara lain:

1. Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma

pembeda han.

2. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan respon fisiologis akibat pembedahan.

3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka

Post Sectio Caesarea.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anastesi

5. Konstipasi berhubungan dengan penuruan tonus otot.


6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat

pengetahuan

Diagnosa yang mungkin muncul pada bayi baru lahir menurut

(Doengoes, 2012 dan Utami , 2017). antara lain :

1. Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan

dengan kehilangan panas ke lingkungan.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan

lingkungan dan ketidakadekuatan imunitas yang didapat.

2.4.3 Perencanaan

Perencanaan keperawatan merupakan tugas lanjut dari

perawatan setelah mengumpulkan data yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan ibu sesuai dengan pengkajian yang telah

dilakukan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Pada tahap ini ditetapkan

tujuan dan alternative tindakan yang akan dilakukan pada tahap

implementasi dalam upaya memecahkan masalah atau mengurangi

masalah ibu menurut (Nursalam, 2009).

Berikut ini akan diuraikan rencana tindakan yang akan

dilakukan sesuai dengan kemungkinan diagnosis yang telah dijelaskan

sebelumya : Intervensi Keperawatan Pada Ibu


Gangguan nyaman : nyeri akut berhungan dengan trauma

pembedahan.

a. Tujuan : ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau

hilang.

b. Kriteria hasil :

1) Mengungkapkan kekurangan rasa nyeri

2) Tampak rileks mampu tidur

Tabel 2.3 intervensi dan rasional


Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital 1. Pada banyak klien nyeri dapat
menyebabkan gelisah serta tekanan darah
dan nadi meningkat.
2. Kaji skala nyeri yang dirasakan klien 2. Skala nyeri dapat menunjukan kualitas
(0-10) secara bertahap setiap 2 jam. nyeri yang dapat dirasakan klien.
3. Perhatikan nyeri tekan uterus dan 3. Selama 12 jam pertama paska partum,
adanya karakteristik nyeri. kontraksi uterus kuat dan teratur dan ini
berlanjut 2-3 hari berikutnya.
4. Tentukan karakteristik dan lokasi 4. Klien mungkin tidak secara verbal
ketidaknyamanan, perhatikan isyarat melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan
verbal dan nonverbal seperti meringis, secara langsung. Membedakan
kaku, gerakan melindungi atau karakteristik dari nyeri, membantu
terbatas. membedakan nyeri paska operasi dari
terjadi komplikasi.
5. Ajarkan klien untuk melakukan teknik 5. Teknik relaksasi nafas dalam dapat
relaksasi nafas dalam. menurunkan rasa nyeri dan meningkatkan
koping individu.
6. Ubah posisi klien, kurangi ransangan 6. Merileksasikan otot dan mengalihkan
berbahaya dan berikan massase perhatian dari sensasi nyeri. Meningkatkan
punggung dan gunakan teknik kenyamanan dan menurunkan distraksi
pernafasan dan relaksasi dan distraksi. tidak menyenangkan.

7. Kolaborasi dengan tim medis dalam 7. Pemberian analgetik dapat menurunkan


pemberian therapy analgetik. rasa nyeri, meningkatkan kenyamanan
yang memperbaiki status psikologis dan
meningkatkan mobilitas.
(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).
1. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan reson fisiologis akibat pembedahan

1) Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.

2) Kriteria hasil : mengungkapkan bahwa porsi makanan

habis setiap kali makan, menunjukan adanya pemenuhan

nutrisi yang adekuat seperti tidak mengalami kelemahan

fisik, BB yang sesuai dengan IMT.

Tabel 2.4 intervensi dan rasional

Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi sesuai BB, TB, pola 1. Mengetahui status nutrisi klien dan
makan yang lalu dan makanan yang disukai melakukan intervensi yang tepat.
atau tidak.
2. Timbang BB dua kali dalam seminggu dan 2. Membantu memantau keefektifan diet.
bandingkan dengan BB saat penerimaan.
3. Beri makanan yang tidak merangsang 3. Meningkatkan asupan makanan dan
saluran cerna dalam porsi kecil dan hangat. meningkatkan keefektifan diet.
4. Tekanankan pentingnya makanan untuk 4. Untuk mempercepat kesembuhan klien.
kebutuhan klien dalam proses penyembuhan.
5. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering 5. Porsi sedikit tapi sering untuk mencukupi
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi. kebutuhan nutrisi klien.
6. Anjurkan minum air hangat sebelum klien 6. Dengan air hangat dapat menetralkan atau
makan. mengurangi kelebihan NCL sehingga rasa
mual berkurang.
7. Anjurkan klien untuk menghabiskan 7. Makanan TKTP yang dikonsumsi akan
makanan dengan diit tinggi kalori tinggi menambah energy dan memenuhi
protein. kebutuhan nutrisi klien.
8. Berikan pendidikan kesehatan tentang 8. Dapat meningkatkan kesadaran klien
pentingnya nutrisi tinggi kalori tinggi untuk memenuhi nutrisinya yang adekuat.
protein bagi ibu post section caesarea.
9. Kolaborasi pemberian antiemetik bila 9. Mengurangi rasa mual.
diperlukan.
(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).

3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka

Post Sectio Caesarea.

1) Tujuan : infeksi tidak terjadi

2) Kriteria hasil :
1) Luka bebas dari drainase purulent dengan tanda awal

penyembuhan.

2) Bebas dari infeksi, tidak demam, urin jernih kuning

pucat.

Tabel 2.5 intervensi dan rasional


Intervensi Rasional
1. Pantau TTV dengan rutin dan sesui
1. Peningkatan nadi dan suhu 24 jam
indikasi; catat tanda-tanda menggigil,
pertama sangat menandakan infeksi,
anoreksia dan malaise.
peningkatan suhu sampai 38 0 C pada 2
hari dari 10 hari pertama pasca
melahirkan adalah bermakna.
2. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci 2. Mencegah dan membatasi penyebaran
tangan dengan cermat dan benar seiap infeksi.
kontak dengan klien.
3. Bersihkan luka menggunakan prinsip 3. Melindungi klien dari sumber infeksi
aseptic dan antiseptic dengan mengganti sehingga akan terhindar dari terjadinya
balutan 2 kali sehari. infeksi.
4. Kaji daerah luka post operasi terhadap 4. Pengenalan dan intervensi dini dapat
adanya tanda-tanda infeksi. mencegah sepsis lebih lanjut.
5. Lakukan perawatan perineal setiap klien 5. Membantu menghilangkan media
habis BAK, BAB dan bila pembalut sudah pertumbuhan bakteri, meningkatkan
penuh dengan lochea. hygiene.
6. Diskusikan dengan klien pentingnya 6. Membantu mencegah penyebaran infeksi.
kontinuitas tindakan keperawatan yang
baik dan benar setelah pulang.
7. Berikan informasi tentang makanan pilihan 7. Protein membantu meningkatakan
tinggi protein, vitamin C dan zat besi. penyembuhan dan regenerasi jaringan
baru, zat besi perlu untuk sintesis HB,
vitamin C memfasilitasi absorpsi besi dan
untuk sintesis dinding sel.
8. Tingkatkan tidur dan istirahat 8. Menurunkan laju metabolism dan
memungkinkan nutrisi dan oksigen
digunakan untuk proses pemulihan dari
pada untuk kebutuhan energy.
9. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai 9. Mencegah terjadinya infeksi.
dosis.
(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anastesi

a. Tujuan : intoleransi aktivitas tidak terjadi

b. Kriteria hasil :

1) Klien dapat beraktivitas dengan mandiri secara

bertahap

2) ADL mulai mandiri

3) Kekuatan otot 5 5

5 5

Tabel 2.6 intervensi dan rasional


Intervensi Rasional
1. Mungkin klien tidak mengalami
1. Kaji ulang tingkat kemampuan klien
perubahan berarti, tetapi perdarahan masif
untuk beraktivitas
perlu diwaspadai untuk mencegah kondisi
klien lebih buruk.

2. Kaji ulang adanya faktor penyebab yang 2. Mengetahui yang menyebabkan klien
menyebabkan klien intoleransi intoleransi terhadap aktivitas.

3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan 3. Memenuhi kebutuhan ADL klien.


aktivitas sehari-hari.

4. Kaji kekuatan otot. 4. Mengetahui kekuatan otot klien dalam


beraktivitas.
(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).

5. Konstipasi berhubungan dengan penuruan tonus otot.

a. Tujuan : Bising usus aktif dan keluarnya flatus,

mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal

dalam 4 hari pasca partum.

b. Kriteria hasil : pasien mampu BAB


Tabel 2.7 intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
1. Auskultasi terhadap adanya bising usus. 1. Mengevaluasi fungsi usus

2. Berikan informasi diet makanan berserat. 2. Makanan berserat (buah dan sayur)
merangsang eliminer.
3. Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas. 3. Membantu meningkatkan peristaltik
gastrointestina.
4. Kolaborasi berikan laktasit, pelunak 4. Untuk meningkatkan kebiasaan defekasi
feses. normal dan mencegah mengejan.
(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).

6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat

pengetahuan.

1) Tujuan : klien mampu mendemonstrasikan menyusui

secara efektif

2) Kriteria hasil : dapat mengungkapkan pemahaman

tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan

teknik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan

regimen menyusui satu sama lain.

Tabel 2.8 intervensi dan rasional

Intervensi Rasional
1. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien 1. Membantu dalam mengidentifikasi
tentang menyusui sebelumnya. kebutuhan saat ini dan mengembangkan
rencana keperawatan.
2. Berikan informasi, verbal dan tertulis, 2. Membantu menjamin suplai susu
mengenai fisiologi dan keuntungan adekuat, mencegah putting pecah dan
menyusui, perawatan putting dan luka, memberikan kenyamanan dan
payudara, kebutuhan diet khusus dan membuat peran ibu menyusui.
faktor-faktor yang memudahkan atau
mengganggu keberhasilan menyusui.
3. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik- 3. Posisi yang tepat biasanya mencegah
teknik menyusui. Perhatikan posisi bayi luka putting, tanpa memperhatikan
selama menyusui dan lama menyusui. lamanya menyusui.
4. Anjurkan klien untuk meringankan 4. Pemanjanan pada udara panas membantu
putting dengan udara selama 20-30 menit mengencangkan putting, sedangkan
setelah menyusui atau menggunakan sabun dapat menyebabkan kering.
lampu pemanas dengan lampu 40 watt Mempertahankan putting dalam keadaan
ditempatkan 18 inci dari payudara selama lembab meningkatkan pertumbuhan
20 menit. Instruksikan klien hindari bakteri dan kerusakan kulit.
penggunaan sabun atau penggunaan bra
berlapis plastik dan mengganti pembalut
bila basah atau lembab.
5. Instruksikan klien untuk menghindari 5. Ini telah diketahui menambah kegagalan
penggunaan perlindung putting kecuali laktasi. Pelindung mencegah mulut bayi
secara khusus diindikasikan. untuk kontak dengan putting ibu, yang
mana perlu untuk melanjutkan pelepasan
prolactin dan dapat mengganggu atau
mencegah tersedianya suplai susu yang
adekuat.
6. Berikan pelindung putting payudara 6. Pelindung payudara, latihan dan
khusus untuk klien menyusui dengan kompres es membantu putting lebih
putting masuk atau datar. Anjurkan ereksi ; teknik Hoffman melepaskan
penggunaan kompres es sebelum perlengketan yang menyebabkan inverse
menyusui dan latihan putting dengan putting.
memutar ibu jari dan jari tengah dengan
menggunakan teknik Hoffman.
(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).

Intervensi Keperawatan Pada Bayi

1. Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan

dengan kehilangan panas ke lingkungan.

a. Tujuan : Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan

kehilangan panas ke lingkungan.

b. Kriteria hasil : Dapat mempertahankan suhu dalam batas

normal dan bebas dari tanda-tanda stress, dingin atau

hipotermia.

Tabel 2.9 intervensi dan rasional


Intervensi Rasional
1. Pertahankan suhu lingkungan dalam 1. Dalam respons terhadap suhu lingkungan
zona termoneral yang ditetapkan yang rendah, bayi cukup bulan
dengan mempertimbangkan berat badan meningkat suhu tubuhnya dengan
nenonatus usia gestasi dan pakaian menangis atau meningkatkan aktifitas
yang biasanya diberikan. motoric. Karenanya mengkonsumsi
energy lebih banyak (simpanan glukosa)
dan meningkatkan kebutuhan O2
mereka. Sebaliknya kegagalan untuk
mempertahankan suhu lingkungan dalam
batas diatas dengan konsumsi O2
dehidrasi, hipotensi, kejang dan opnoe
berkenaan dengan hipotermi.
2. Pantau aksila bayi (abdomen) atau suhu 2. Stabilisasi suhu mungkin tidak terjadi
timpanik dan lingkungan sedikitnya sampai 8-12 jam setelah lahir, kecepatan
setiap 35-60 menit selama periode konsumsi O2 dan metabolism minimal
stabilisasi, atau lebih sering. bila suhu kulit dipertahankan diatas
36,50C. suhu diukur diatas abdomen
adalah indicator awal dan lebih dapat
dipercaya dari stress karena dingin,
karena suhunya akan menurun sebagai
respon terhadap vasiokonetriksi perifer.
Suhu aksia mungkin salah karena friksi
pada lipatan tangan dimana simpanan
lemak coklat terletak dapat
menyebabkan peningkatan yang salah.

3. Kaji frekuensi pernafasan, perhatikan 3. Bayi menjadi takipnea dalam respon


takipnes (frekuensi lebih besar dari 60 terhadap peningkatan kebutuhan O2
permenit) yang dihubungkan dengan stress dingin
dan upaya mengeluarkan kelebihan
karbon dioksida untuk menurunkan
oksidosis respiratori

4. Mandikan bayi dengan cepat untuk 4. Mengurangi kemungkinan kehilangan


menjaga supaya bayi tidak kedinginan, panas melalui evaporasi dan konveksi
hanya membuka bagian tubuh tertentu membantu menghemat energy.
dan mengeringkannya dengan segera,
jamin lingkungan bebas dingin
5. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi 5. Suhu aksila lebih tinggi 37,50C
(misalnya turgor kulit buruk, dipertimbangkan hipertermik dan dapat
perlambatan berkemih, membrane meningkatkan panas berlebihan pada
mukosa kering, peningkatan suhu) bayi, dehidrasi dapat terjadi pada
hubungannya dengan peningkatan 3x
kehilangan air.

(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan

lingkungan dan ketidakadekuatan imunitas yang didapat.

1) Tujuan : Tidak terjadi infeksi

2) Kriteria hasil : Bebas dari tanda-tanda infeksi dan

menunjukan pemulihan tepat waktu pada punting tali


pusat dan sisi sirkum sisi, bebas dari drainase atau

eritema.

Tabel 2.10 intervensi dan rasional


Intervensi Rasional
1. Anjurkan pada orang tua untuk mencuci 1. Mencuci tangan yang benar adalah
tangan sebelum memegang bayi. factor penting dalam melindungi bayi
baru lahir dari infeksi.
2. Kaji tali pusat dan area pada dasar tli pusat 2. Meningkatkan pengeringan dan
setiap hari dari adanya kemerahan, bau dan pemulihan, meningkatkan nekrosis
rabas. dan pengelupasan normal dan
menghilangkan medis lembab untuk
pertumbuhan bayi.
3. Inspeksi mulut bayi terhadap adanya plak 3. Bercak putih yang tidak dapat
putih pada mukosa oral, gusi dan lidah. dihilangkan cenderung berdarah dan
disebabkan oleh candida albicans.
4. Inspeksi kulit setiap hari terhadap ruam atau 4. Mencegah invasi pathogen.
kerusakan integritas kulit.
5. Pelihara peralatan individual dan bahan- 5. Membantu mencegah kontaminasi silang
bahan persediaan untuk setiap bayi. terhadap bayi melalui kontak langsung
atau droplet.
(Sumber : Doengoes, 2012 dalam Asuhan Keperawatan post operasi, 2012).

2.4.4 Implementasi

Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan

tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa

hilangnya masalah klien. Pada tahap implementasi terdiri atas

beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan, menuliskan

atau mendokumentasikan rencana keperawatan, serta melanjutkan

pengumpulan data. Dalam implementasi keperawatan, tindakan harus

cukup mendetail dan jelas supaya semua tenaga keperawatan dapat

menjalankannya dengan baik dalam waktu yang telah ditentukan.


Perawat dapat melaksanakan langsung atau bekerja sama dengan para

tenaga pelaksana lainnya (Nursalam, 2009).

2.4.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses

keperawatan. Dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap

perubahan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat diatasi.

Perawat juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang,

seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini

proses keperawatan dapat dimodifikasi (Nursalam, 2009).

Anda mungkin juga menyukai