Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KOMUNITAS


PUSKESMAS AJIBARANG II
“Target Capaian Screening Tuberkulosis Paru di
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas”

Pembimbing :
dr. Citta Adwitiya Arifiani

Disusun oleh:
Egi Ghilman Islami 1713020042
Rani Sempana Mentari 1713020047

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PERIODE 25 MARET 2019 – 01 JUNI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN EVALUASI PROGRAM


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KOMUNITAS
PUSKESMAS AJIBARANG II
“Target Capaian Screening Tuberkulosis Paru di
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas”

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Komunitas
Program Profesi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Disusun Oleh :
Egi Ghilman Islami 1713020042
Rani Sempana Mentari 1713020047

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Hari, tanggal: Jumat, 24 Mei 2019
Disahkan oleh,

Kepala Puskesmas Dokter Pembimbing Puskesmas

H. Edi Hartono, SKM, MM dr. Citta Adwitiya Arifiani

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan evaluasi
program yang berjudul “Target Capaian Screening Tuberkulosis Paru di
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas” pada kepaniteraan ilmu kesehatan
masyarakat dan komunitas di Puskesmas Ajibarang II.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian laporan evaluasi
program ini, terutama kepada dr. Citta Adwitiya Arifiani selaku pembimbing yang
telah memberikan waktu dan bimbingannya sehingga laporan evaluasi program
ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap laporan evaluasi program ini dapat menambah
pengetahuan dan memahami lebih lanjut mengenai “Target Capaian Screening
Tuberkulosis Paru di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas” serta salah
satunya untuk memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan ilmu kesehatan
masyarakat dan komunitas di Puskesmas Ajibarang II.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan evaluasi program ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua
pihak yang membangun guna menyempurnakan laporan evaluasi program ini
sangat penulis harapkan. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga
laporan evaluasi program ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Purwokerto, 23 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

iii
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................. 3
C. Manfaat ............................................................................................................... 3
BAB II PROFIL PUSKESMAS ..................................................................................... 4
A. Visi Puskesmas ................................................................................................... 4
B. Misi Puskesmas ................................................................................................... 4
C. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya .......................... 4
D. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat ........................................ 9
E. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan.............................................................. 20
BAB IIIIDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH ..... 24
A. Data Capaian TB tahun 2018-2019 .................................................................. 24
B. Analisis Fishbone .............................................................................................. 25
C. Identifikasi Permasalahan dan Prioritas Masalah ............................................. 26
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 28
A. Definisi.............................................................................................................. 28
B. Epidemiologi ..................................................................................................... 28
D. Etiologi .............................................................................................................. 28
E. Patofisiologi ...................................................................................................... 30
F. Faktor Risiko ..................................................................................................... 32
G. Penegakkan Diagnosis ...................................................................................... 33
H. Penatalaksanaan ............................................................................................... 36
I. Komplikasi ....................................................................................................... 39
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................................. 40
A. Strenght ............................................................................................................. 41
B. Weakness ........................................................................................................... 42
C. Opportunity ....................................................................................................... 43

iv
D. Threat ................................................................................................................ 44
E. Plan of Action .................................................................................................... 44
BAB VI PENUTUP ....................................................................................................... 47
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 47
B. Saran.................................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 49

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini bila tidak
diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular
yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun
yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium
tuberculosis ini pun tinggi. WHO menyatakan bahwa Tuberkulosis merupakan
global emergency pada awal tahun 1990-an. Hingga saat ini, TB merupakan
penyakit menular yang masih menjadi tantangan bagi banyak negara di dunia.
Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dengan beban TB tinggi di dunia.1
Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya
perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya
perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana
sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Dunia telah
menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian MDGs.
Secara umum ada 4 indikator yang diukur, yaitu Prevalensi, Mortalitas,
Penemuan kasus dan Keberhasilan pengobatan. Dari ke-4 indikator tersebut 3
indikator sudah dicapai oleh Indonesia, angka kematian yang harus turun
separuhnya pada tahun 2015 dibandingkan dengan data dasar (baseline data)
tahun 1990, dari 92/100.000 penduduk menjadi 46/100.000 penduduk. Indonesia
telah mencapai angka 39/100.000 penduduk pada tahun 2009. Angka Penemuan
kasus (case detection rate) kasus TB BTA positif mencapai lebih 70%. Indonesia
telah mencapai angka 73,1% pada tahun 2009 dan mencapai 77,3% pada tahun
2010. Angka ini akan terus ditingkatkan agar mencapai 90% pada tahun 2015
sesuai target RJPMN. Angka keberhasilan pengobatan (success rate) telah

1
mencapai lebih dari 85%, yaitu 91% pada tahun 2009.3 Indonesia mendapatkan
Champion Award for Exeptional Work in the Fight Againts TB yang diperoleh
dari USAID Global Health atas prestasi luar biasa dalam penanggulangan
Tuberkulosis (TB). Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan Peringatan
Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2013, kepada Pemerintah Indonesia.2
Pengendalian TB di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjelajahan
Belanda namun masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang
kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Badan Pengobatan Penyakit Paru Paru
(BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian TB dilakukan secara nasional melalui
Puskesmas. Pada tahun 1995, program pengendalian TB mulai menerapkan
strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (DOTS =
Directly Observed Treatment Shortcourse) yang dilaksanakan di Puskesmas
secara bertahap.3
Strategi nasional pengendalian TB telah sejalan dengan petunjuk
internasional (WHO DOTS dan strategi baru Stop TB). Strategi yang
direkomendasikan untuk mengendalikan TB (DOTS = Directly Observed
Treatment Shortcourse) terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah
untuk mempertahankan kontrol terhadap TB; deteksi kasus TB di antara orang-
orang yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak; pengobatan
teratur selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan obat TB yang rutin dan tidak
terputus; dan sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan
pengobatan dan program (Depkes, 2013). Sejak tahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang
diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar (Kemenkes, 2015). DOTS
sangat penting untuk penanggulangan TB selama lebih dari satu dekade, dan
tetap menjadi komponen utama dalam strategi penanggulangan TB yang terus
diperluas.
Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pengendalian TB di Indonesia
tetapi tantangan masalah TB ke depan tidaklah semakin ringan. Tantangan
tersebut diantaranya berupa meningkatnya koinfeksi TB-HIV, kasus TB-MDR,

2
kelemahan manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian
TB. Walaupun jumlahnya sudah berhasil ditekan, tapi jumlah pasien TB dan
kematiannya masih juga cukup banyak. Oleh karena itu, pengendalian TB
memerlukan partisipasi semua pihak dan dukungan seluruh lapisan masyarakat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB, menganalisis, dan mencari
pemecahan masalahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB.
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dimiliki
Puskesmas Jatilawang dalam penjaringan kasus TB.
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat
diterapkan di Puskesmas Ajibarang II
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan dalam deteksi kasus TB.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah dalam kasus
penjaringan TB.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan penjaringan kasus TB khususnya di Puskesmas
Ajibarang II, sebagai gambaran secara global permasalahan kasus TB.

3
BAB II
PROFIL PUSKESMAS

A. Visi Puskesmas
Visi Puskesmas
“Pelayanan Kesehatan Dasar Paripurna Menuju Masyarakat Sehat Mandiri”.

B. Misi Puskesmas
1. Mendorong Kemandirian Masyarakat Untuk Hidup Sehat
2. Meningkatkan Kinerja Dan Mutu Pelayanan Kesehatan
3. Meningkatkan Profesionalisme Sumber Daya Manusia
4. Meningkatkan Kerjasama Lintas Program Dan Lintas Sektoral
5. Meningkatkan Tertib Administrasi Dan Keuangan.

C. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya


1. Letak Geografis
Puskesmas Ajibarang II merupakan salah satu bagian dari 39 Puskesmas yang
ada di Kabupaten Banyumas, dan merupakan unit 2 dari Kecamatan
Ajibarang. Dengan luas wilayah mencapai 2.676 km, mempunyai 7 desa
wilayah kerja yang meliputi Desa Pancasan, Lesmana, Pancurendang,
Kalibenda Banjarsari, Sawangan dan Jingkang,sedangkan wilayah desa yang
terluas desa Jingkang tersempit desa Kalibenda.

4
Tabel II.1 Luas Wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II kecamatan Ajibarang

LUAS
N JUMLAH
DESA WILAYA JUMLAH JUMLAH
O RW
H
1 PANCASAN 198 2,654 41 6
2 LESMANA 208 2,279 41 12

3 PANCURENDANG 289 2,157 35 7

4 KALIBENDA 134 765 11 2

5 BANJARSARI 399 2,498 48 7

6 SAWANGAN 710 1 ,894 52 11

7
JINGKANG 738 2,320 43 8

KECAMATAN 2676

Batas wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II kecamatan Ajibarang, disajikan pada


gambar II.1

5
2. Data Demografis

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II Tahun 2018


sebesar 45.925 jiwa, dengan angka kepadatan penduduk rata-rata 17,2/km2.
Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa Pancasan dengan jumlah
penduduk sebesar 8.295 jiwa. Desa pancasan juga merupakan desa dengan
kepadatan penduduk tertinggi dengan tingkat kepadatan sebesar 41,94/km2.
Jumlah penduduk terendah di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II dimiliki
oleh Desa Kalibenda sebesar 2.312 jiwa. Adapun distribusi penduduk per-
desa dapat ditinjau pada grafik 1.

Grafik II.1. Distribusi Jumlah Penduduk Per Desa 2018

Sumber data: Dukcapil Kecamatan Ajibarang Kota Administrasi Ajibarang


Timur tahun 2018.

6
Grafik II.2. Distribusi Jumlah Penduduk Laki-Laki Berdasarkan Usia Tahun 2018

Sumber data: Dukcapil Kecamatan Ajibarang Kota Administrasi Ajibarang Timur


tahun 2018.

Grafik II.3. Distribusi Jumlah Penduduk Perempuan Berdasarkan Usia Tahun 2018

Sumber data: Dukcapil Kecamatan Ajibarang Kota Administrasi Ajibarang Timur


tahun 2018.

7
3. Sarana Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat akan mempunyai pengaruh terhadap
pelaksanaan program Puskesmas Ajibarang Il. Dengan tingkat pendidikan
yang cukup program-program yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang
optimal. Begitu juga sebaliknya. Saranasarana pendidikan yang ada di
wilayah Puskesmas Ajibarang Il Kecamatan Ajibarang tersaji dalam tabel 2.

Tabel II.2. Sarana endidikan di Wilayah Puskesmas Aibarang II

Sarana Pendidikan
No Kelurahan SMP/ SMA/
SD/ Ml
MTs
1 PANCASAN 4 5

2 LESMANA 8 5 1 1

3 PANCURENDANG 5 3 1 1

4 KALIBENDA 2 1

5 BANJARSARI 6 2

6 SAWANGAN 4 3

7 JINGKANG 5 4 2
Jumlah 34 23 4 2
Sumber data: UKM koordinator program UKS.

4. Sosial Budaya
Penduduk asli adalah suku jawa banyumas, mayoritas menganut agama Islam.
Mata pencaharian penduduk kecamatan Ajibarang sebagian besar adalah
petani, buruh, pedagang, karyawan pemerintah maupun swasta.

8
D. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
1. Angka Kematian
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari
kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Dalam
menentukan derajat kesehatan terdapat beberapa indikator salah satu yang
digunakan adalah angka kematian bayi dan angka kematian ibu. Kejadian
kematian dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan
pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan. Angka kematian
pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan
penelitian.
a. Angka kematian bayi (AKB)
Angka kematian (mortalitas) digunakan untuk menggambarkan
pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari menggetahui
angka kematian ini adalah sebagai indiktor yang digunakan sebagai
ukuran derajat kesehatan untuk melihat status kesehatan penduduk dan
keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya penggobtan yang
dilakukan. Sementara itu yang dimaksud dengan kematian bayi adalah
kematian yang terjadi antara disaat bayi lahir sampai bayi belum tepat
berusia 1 tahun. Jadi, Angka kematian bayi (AKB) adalah banyaknya
kematian bayi berusia 1 tahun per 1000kelahiran hidup pada I tahun
tertentu.
Berdasarkan data Puskesmas Ajibarang II kecamatan Ajibarang
tahun 2018 menunjukkan bahwa angka kematian neonatal sebanyak 2
dari 685 kelahiran hidup atau angka kematian neonatal 2,9 per 1.000
kelahiran hidup.

9
Grafik II.3. Kelahiran Hidup dan Kematian Neonatal Tahun 2018

Sumber data Program KIA Puskesmas Ajibarang II

Adanya banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kematian bayi dan


tidak mudah untuk menentukan faktor yang paling dominan. Salah satu upaya
yang mampu menurunkan AKB secara signifikan adalah dengan tersediannya
berbagai fasilitas atau aksesibilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan
trampil dan professional, serta memotivasi masyarakat untuk mau dan mampu
menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia.

b. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)


Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama
kehamilan dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat
semua sebab yang terkait dengan atau diperberat Oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan Oleh kecelakaan/cidera.
Berdasarkan data Puskesmas Ajibarang II kecamatan Ajibarang pada
tahun 2018 tidak ada kasus kematian ibu maternal.

10
2. Angka Kesakitan
Angka kesakitan atau morbiditas dalam arti sempit dimaksudkan
sebagai peristiwa sakit atau kesakitan, sedangkan dalam arti luas morbiditas
mempunyai pengertian yang jauh lebih kompleks, tidak saja terbatas pada
statistic atau ukuran tentang peristiwa-peristiwa tersebut, tetapi juga faktor
yang mempengaruhinnya (determinant faktors), seperti faktor sosial,
ekonomi, dan budaya.
Angka kesakitan di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II se-
Kecamatan Ajibarang didapat dari data masing-masing penanggungjawab
program penunjang (kesehatan masyarakat) melalui pencatatan dan pelaporan
kasus yang terjadi dan hasil pengumpulan data dari Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu Puskesmas Ajibarang II (SP2TP)/ Sistem Informasi
Kesehatan (SIK).

1. Penyakit menular
Penyakit menular yang disajikan dala profil kesehatan antara lain penyakit
TBParu, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), diare dan
kuşta.

a. Penyakit Tuberkulosis
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium
tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. Organisasi kesehatan dunia WHO menggolongkan penyakit TBC
sebagai penyakit endemic yang sulit dihilangkan. Di Indonesia penyakit
TBC masih menjadi masalah serius karena sangat mudah penularannya.
Penemuan kasus baru dan akses terhadap pengobatan menjadi hal
terpenting supaya penanganan penyakit TBC berhasil.
Jumlah kasus baru TB BTA positif di wilayah kerja Puskesmas
Ajibarang II kecamatan Ajibarang tahun 2018 sebanyak 15 orang, jumlah
seluruh kasus TB 38 orang, kasus TB anak usia 0-14 tahun sebanyak 3
anak atau sebesar 7,89 % dari jumlah seluıuh kasus TB. Keberhasilan

11
pengobatan sebesar 108,70 sedangkan jumlah kematian akibat
Tuberkulosis sejumlah I jiwa.
Grafik II.4. Kasus TB Tahun 2018

Sumber data Program TB Puskesmas Ajibarang II

b. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/ lebih
dari saluran pernafasan mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya
(sinus, rongga telinga tengah, pleura). Upaya dalam rangka pemberantasan
penyakit infeksi saluran pernafasan akut lebih difokuskan pada upaya
penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap
penderita pneumonia balita yang ditemukan. Jumlah balita penderita
pneumonia ditemukan dan ditangani sebanyak 20 anak.

c. Penyakit HIV/ AIDS


Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan
peningkatan, meskipun berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan
terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah,
menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia,
meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman dan meningkatnya
penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan
telahmemperbesar tingkat resiko penyebaran HIV/AIDS.

12
Saat ini Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat
epidemik yang terkonsentrasi, yaitu adanya prevalensi lebih dari 5% pada
sub populasi tertentu, missal pada kelompok pekerja sexual komersial dan
penyalahgunaan NAPZA. Tingkat epidemik ini menunjukkan tingkat
perilaku beresiko yang cukup aktif menularkan di dalam suatu sub
populasi tertentu.
Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena
gunung es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil dari
pada jumlah yang sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita
HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui. Upaya yang
dilakukan oleh Puskesmas Ajibarang Il kecamatan Ajibarang dalam
rangka pembrantasan penyakit HIV/AIDS tahun 2018merujuk pada
permenkes RI no 21 tahun 2013 tentang penanggulangan HIV.
Tahun 2018 Puskesmas Ajibarang Il Kecamatan Ajibarang gencar
melaksanakan mobile VCT pada populasi kunci di wilayah kerja
Puskesmas Ajibarang Il Kecamatan Ajibarang yang dilaksanakan diluar
gedung dan di luar jam kerja, penjangkauan HIV pada petugas PPSU,
calon penganten, dan pabrik tahu, melakukan sosialisasi HIV kepada
masyarakat dan karangtaruna, screening pada ibu hamil dan pasien TB
yang berkunjung ke Puskesmas Ajibarang II Kecamatan Ajibarang dan 10
Puskesmas Ajibarang II Kelurahan di wilayah kerja Ajibarang.
Dari hasil screening yang masih jauh dari target cakupan,
dikarenakan pelayanan HIV AIDS belum I day service sehingga beberapa
pasien ada yang tidak terjaring/ terskrining. Penjaringan pada kelompok
bumil juga masih jauh dari target dikarenakan koordinasi dengan pihak
swasta masih belum maksimal, selain itu populasi kunci sudah tersebar
merata disetiap wilayah sehingga menyulitkan petugas untuk
menjangkaunya. Hasil screening tahun 2018, sebanyak 3 orang positive
HIV dan 0 orang AIDS, sehingga program untuk tahun depan lebih
ditekankan pada tindakan preventif dengan melaksanakan kelompok

13
remaja peduli HIV untuk menurunkan jumlah remaja beresiko
dikarenakan data 2018 penyakit HIV banyak diderita oleh kelompok usia
25-49 tahun sebesar 3 penderita.

Grafik II.5. Kasus HIV/AIDS Tahun 2018

Sumber data Program Surveilans Puskesmas Ajibarang II

d. Penyakit diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir
saja. Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Diare dapat menyerang siapa saja, baik
itu anak-anak maupun orang dewasa. Diare merupakan penyebab kematian
yang paling umum pada balita. Jumlah kasus diare yang ditemukan dan
ditangani di wiayah kerja Puskesmas Ajibarang II sebanyak 1.459 kasus,
lebih besardari target sebesar 1.240 selama tahun 2018.

14
Grafik II.6. Kasus Diare Tahun 2018

Sumber data Program Surveilans Puskesmas Ajibarang II

e. Penyakit kusta
Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae yang menyerang syaraf tepi, kulit, mukosa pada
saluran pernapasan atas dan jaringan tubuh Iainnya. Meskipun Indonesia
sudah mencapai eleminasi kusta pada pertemuan kusta tahun 2000, sampai
saat ini penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penderita kusta di
Indonesia dan Indonesia merupakan negara dengan urutan ke-3 penderita
terbanyak di dunia. Penyakit kusta dapat mengakibatkan kecacatan pada
penderita. Masalah ini diperberat masih tingginyastigma dikalangan
masyarakat dan sebagian petugas.

Jumlah penderita kusta di wilayah Kecamatan Ajibarang selama


tahun 2018 sebanyak 2 kasus terdiri dari 1 kasus kusta kering dan 1 kasus
kusta basah. Untuk mengetahui keberhasilan eliminsai kusta, salah satunya
dengan melihat keberhasilan atau kesembuhan dari pengobatan kusta atau
RFT (Release From Treatment). Keberhasilan pengobatan kusta di
Puskesmas Ajibarang II kecamatan Ajibarang (RFT) sebesar 100%.

15
2. Penyakit menular yang dapat dicegah dengan immunisasi (PD31)
PD31 merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan
dengan pelaksanaan program imunisasi, pada profil kesehatan ini akan
dibahas penyakit AFP (non polio), Difteri, pertusis, Tetanus Neunatorum,
Campak, polio dan Hepatitis B.
a. Difteri
Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relative rendah,
rendahnya kasus difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi,
Jumlah kasus penyakit difteri di Kecamatan Ajibarang tidak ada kasus.
b. Pertusis
Jumlah kasus pertusis di wilayah kecamatan Ajibarang tidak ditemukan.
c. Tetanus neonatorum
Jumlah kasus tetanus neonatorum di wilayah kecamatan Ajibarang tidak
ditemukan.
d. Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan kejadian
luar biasa.
Sepanjang tahun 2018 di wilayah Kecamatan ditemukan 7 kasus campak.
e. Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular
dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah,
bisa menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan, dan pada sebagian
kasus menyebabkan kematian. Sejak awal tahun 2014, WHO (World
Health Organization) telah menyatakan Indonesia sebagai salah satu
negara yang bebas dari penyakit ini berkat program vaksinasi polio yang
luas. Berdasarkan data tahun 2018 tidakditemukan kasus polio di wilayah
kecamatan Ajibarang.
f. Hepatitis B
Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Infeksi ini dapat mengakibatkan kerusakan pada hati selanjutnya dan

16
menyebabkan kanker hati. Orang yang terinfeksi virus ini, tidak
menyadari kalau mereka sudah terinfeksi, sehingga sulit untuk
mendeteksinya. Pada umumnya di beberapa negara penyebaran hepatitis B
adalah melalui ibu ke anak. Pada tahun 2018 di wilayah Puskesmas
Ajibarang II ditemukan 5 kasus Hepatitis B.

3. Penyakit potensial KLB


a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas
keseluruh wilayah propinsi. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB
dengan angka kesakitan dan kematian relative tinggi. Cara penyebarannya
melaui gigitan nyamuk Aedes aegepti. Artinya DBD tidak bisa menular
langsung dari seseorang ke orang lain tanpa perantara nyamuk tersebut.
Nyamuk Aedes aegypti biasanya berkembang biak di daerah berpenduduk
tinggi (seperti di kota-kota besar) yang memiliki iklim lembap dan hangat,
seperti kota Ajibarang ini.
Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan
potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan
sarang nyamuk (gerakan 3 M), pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta
pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Wilayah
kecamatan Ajibarang selama tahun 2018 tidak ditemukan kasus DBD.
b. Filariasis
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik
yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar/ saluran getah bening,
menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar/
saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis.

Seseorang tertular filariasis bila digigit nyamuk yang mengandung


larva infektif cacing filaria. Nyamuk yang menularkan filariasis adalah
Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Nyamuk tersebut
tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan

17
habitatnya (got/ saluran air, sawah, rawa, hutan). Pemberantasan penyakit
kaki gajah masih cukup sulit dan memakan waktu serta biaya besar,
karena untuk memutus rantai penyebarannya baik penderita maupun
nyamuk pembawa penyakitnya, harus dilakukan berturut-turut selama lima
tahun. Kasus filariasis di wilayah Puskesmas Ajibarang Il Kecamatan
Ajibarang selama tahun 2018 tidak di temukan.

4. Penyakit Tidak Menular (PTM)


Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak
di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah
kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas
PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan,
tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di
Indonesia. Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang,
perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada
perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya
perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan
meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah
memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin
meningkatnya kasuskasus penyakit tidak menular seperti Penyakit Jantung,
Tumor atau kanker, Diabetes, Hipertensi, Gagal Ginjal, dan sebagainya. Di
Puskesmas Ajibarang II kecamatan Ajibarang melaksanakan program deteksi
dini ca serviks, kanker payudara, pemeriksaan

obesitas, dan pengukuran tekanan darah.

Deteksi dini ca servik (kanker leher Rahim) dengan melalui


pemeriksaan IVA test, dan deteksi dini dari ca mamae dengan pemeriksaan
klinis CBE di wilayah Puskesmas Ajibarang II tidak ditemukan kasus.
Pemeriksaan obesitas yang dilakukan Oleh petugas Puskesmas Ajibarang II
selama tahun 2018 tidak ditemukan kasus pengidap obesitas. Pada pengukuran

18
tekanan darah yang dialukan Oleh petugas Puskesmas Ajibarang II selama
tahun 2018 pada kategori umur 18 tahun,dari 12.832 orang yang diperiksa

ditemukan sebanyak 4.501 orang mempunyai tekanan darah tinggi.

Grafik II.7. Pengukuran Tekanan Darah 18 Tahun Tahun 2018

Sumber data Program PTM Puskesmas Ajibarang II

5. Status gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Status gizi masyarakat
dapat diukur melalui beberapa indikator, antara lain bayidengan berat badan
lahir rendah (BBLR), status gizi balita.
a. Bayi Dengan Berat Badan lahir Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah
satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian Perinatal dan
Neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 (dua) kategori yaitu BBLR karena
Premature atau BBLR karena Intrauterine Growth Reterdation (IUGR),

19
yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara
berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus Gizi
Buruk, Anemia, Malaria dan menderita penyakit Menular Seksual (PMS)
pada saat kehamilan. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di
wilayah Puskesmas Ajibarang Il kecamatan Ajibarang pada tahun 2018
dilaporkan ada 38 kelahiran bayi dengan BBLR.
b. Status Gizi Balita
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara
penilaian status gizi balita adalah pengukuran secara anthropometri
dengan menggunakan Indeks Berat Badan menurutUmur (BB/U).
Jumlah balita gizi buruk di wilayah Puskesmas Ajibarang Il
kecamatan Ajibarang selama tahun 2018 dilaporkan ada I balita gizi
buruk, namun balita gizi buruk tersebut sudah mendapatkan penanganan
sesuai tatalaksana gizi buruk seperti pemberian PMT Pemulihan dan
sebagainya.

E. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan


1. Sarana Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Ajibarang II kecamatan
Ajibarang adalahsebagai berikut :

20
Tabel II.3. Fasilitas kesehatan dan fasilitas ksehatan Iainya yang ada di wilayah
Puskesmas II Ajibarang Tahun 2018.

Fasilitas Jumlah

1 Puskesmas Ajibarang II 1

2 Puskesmas Pembantu Ajibarang II 1


3 Klinik Khazanah Medika 1

4 Praktek Dokter Perorangan 1

5 Praktek Bidan Mandiri 5

6 Apotik 2

7 Toko Obat 1

2. Sarana kesehatan bersumber daya masyarakat


Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan
sumber daya yang ada di masyarakat, yaitu antara Iain Posyandu balita,
posyandu Iansia, PKD dan Posbindu yang merupakan bentuk Upaya
Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM). Pada tahun 2018
posyandu balita Yang ada di wilayah Puskesmas Ajibarang II kecamatan
Ajibarang sebanyak 45 unit, Posyandu Iansia sejumlah 17 unit, jumlah
posbindu sebanyak 4 unit dan jumlah PKD 7 unit. Seperti terlihat dalam
tabel berikut:

21
Tabel II.5. Sarana Kesehatan Bersumber daya Masyarakat Puskesmas Ajibarang
II Tahun 2018

UKBM Jumlah

1 Pos andu Balita 45


2 Pos andu Lansia 17
2 Posbindu 7
3 PKD 7
Sumber Data: UKM coordinator Program promkes, Iansia dan PTM

3. Tenaga Kesehatan
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang kompeten Puskesmas
Ajibarang II kecamatan Ajibarang dan Puskesmas Pembantu Ajibarang
dibawahnya membutuhkan beberapa tenaga kesehatan sesuai dengan
Permenkes Nomor 75 tahun 2014.
Puskesmas Ajibarang II Kecamatan Ajibarang memiliki karyawan
yang terdiri dari PNS dan Non PNS. Jumlah tenaga di Puskesmas Ajibarang
II Kecamatan Ajibarang sampai dengan Desember2018 berjumlah 49 orang
terdiri dari 27 orang PNS, dan 22 orang tenaga non PNS. Jenis tenaga
kesehatan di Puskesmas Ajibarang II kecamatan Ajibarang berdasarkan
jabatan fungsionalnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel II.6. Tenaga Kesehatan di Puskesms II Ajibarang Kecamatan Ajibarang per


Desember 2018

JUMLAH PEGAWAI
NO JABATAN NON
PNS TOTAL
PNS
1 Kepala Puskesmas Ajibarang II 1 1
2 Kepala Sub. Bagian TU 1 1
3 Bendahara Pemasukan 1 1
4 Bendahara Pengeluaran 1 1
5 Akuntan 1 1

22
6 Pengadministrasi Umum 1 1
7 Tenaga IT
8 Rekam Medik
9 Dokter Gigi 1 1
10 Dokter Umum 2 2
11 Perawat 4 3 7
12 Apoteker 1 1
13 Assisten Apoteker 1 1
14 Bidan 6 4 10
15 Bidan Desa 9 9
16 Penyuluh Kesehatan Masyarakat 1 1
17 Epidemiologi Kesehatan
18 Perawat Gigi 1 1
19 Nutrisionis 1 1
20 Analis kesehatan 1 1
21 Sanitarian 1 1
22 Pengemudi 2 2
23 Kebersihan 2 2

24 Keamanan 2 2
Jumlah 27 22 49

4. Pembiayaan Kesehatan
Anggaran kesehatan Puskesmas Ajibarang Il Kecamatan Ajibarang pada tahun
2018 berasal dari BLUD dan BOK. Anggaran belanja yang berasal dari
BLUD sebesar Rp.2.793.254.973 -, yang berasal dari BOK sebesar Rp.
540.000.000,- untuk biaya operasional1 (satu) Puskesmas II Ajibrang, 1 (satu)
Puskesmas Pembantu dan 7 (tujuh) PKD

23
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Data Capaian Sasaran TB tahun 2018 dan 2019

No Tahun Rata-rata capaian

1 2018 65 %

2 2019 64,3 %

Data di atas dibuat bedasarkan temuan kasus TB BTA positif pada setiap
bulannya (diambil sebanyak 12 bulan pada tahun 2018, 4 bulan pada tahun 2019)
kemudian diprosentase menggunakan penyebut (target setiap bulannya) dan
pembilang (temuan kasus setiap bulannya), selanjutnya presentase di rata-rata.
Didapatkan bahwa cakupan temuan kasus TB BTA positif yang tercapai pada
tahun 2018 sebanyak 65% sedangkan pada tahun 2019 sebesar 64,3%.

24
B. Analisis Fishbone

25
C. Identifikasi Permasalahan dan Prioritas Masalah
Prioritas Masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks.

Tabel III.1. Tabel Martikulasi Masalah


I Jumlah
No Daftar Masalah T R IxTx Prioritas
P S RI DU SB PB PC
R
Tidak terdapatnya
1 ruangan khusus 3 2 3 4 3 3 2 2 4 10.368 V
pengeluaran dahak
Tidak terdapatnya
2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 327.680 I
ruang DOTS
Kurangnya pelacakan dan
3 penemuan kasus baru TB 4 3 4 4 3 3 3 2 3 31.104 IV
BTA (+)
4 Kurangnya SDM (Kader) 4 4 4 4 3 3 3 3 4 82.944 II
Penyakit TB yang
5 3 3 2 3 3 3 3 2 3 8.748 VI
dianggap tabu
Alat diagnostik yang
6 4 4 2 3 3 3 3 4 4 41.472 III
terbatas

Keterangan :
I : Importancy (pentingnyamasalah)
P : Prevalance (besarnyamasalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkanolehmasalah)
RI : Rate of Increase (kenaikan besarnya masalah)
DU : Degree of Unmeet Need (derajat keinginan masyarakat yang tidak
dipenuhi)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karenaselesainyamasalah)
PB : Public Concern(rasa prihatin masyarakat terhadap masalah)

26
PC : Political Climate(suasana politik)
T :Technology (teknologi yang tersedia)
R :Resource (sumberdaya yang tersedia)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

27
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.5
B. Epidemiologi
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke tiga tertinggi di dunia setelah
Cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di Cina, India dan Indonesia
berturut-turut 1.828.000, 1.414.000 dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA
di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan
survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB
menempati rangking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Samapi sekarang
angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV
karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal itu mungkin akan berubah di
masa datang melihat semangkin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke
tahun.5
C. Etiologi
Penyebab dari TB itu sendiri yaitu tergantung dengan cara penularan, berikut
adalah cara penularan TB:
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

28
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

29
D. Patofisiologi
1. Tuberkuosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara :
1) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke
dalam usus
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian
penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh,

30
jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti
yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi
dan penyebaran ini mungkin berakhir sembuh dengan
meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.
2. Tuberkulosis Post-primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut :
a. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan
cacat Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan
membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang
tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

31
b. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar.

Skema IV.1. Patofisiologi TB.

E. Faktor Risiko

Skema IV.2. Faktor Risiko TB.

32
F. Penegakkan Diagnosis

1. Diagnosis Pasti TB

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).5

2. Kriteria Diagnosis

Berdasarkan International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC 2014)

Standar Diagnosis

a. Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan harus

waspada terhadap individu dan grup dengan faktor risiko TB

dengan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaan diagnostik

yang tepat pada mereka dengan gejala TB.

b. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥

2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk

TB.

c. Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu

mengeluarkan dahak, harus diperiksa mikroskopis spesimen

apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1 spesimen sputum

untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*, yang diperiksa di

laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya

adalah spesimen pagi.

d. Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari

organ yang terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan

33
histologis. Uji Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai pilihan

uji mikrobiologis untuk pasien terduga meningitis karena

membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat.

e. Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak.

Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF* negatif pada pasien dengan

gejala klinis yang mendukung TB, sebaiknya segera diberikan

pengobatan antituberkulosis setelah pemeriksaan kultur.

Alur Diagnosis Tuberkulosis

Gambar IV.1 Alur diagnosis Tuberkulosis

34
f. Diagnosis TB pada anak
TabeIV.l Skoring diagnosis TB anak berdasarkan gejala
dan pemeriksaan penunjang

Catatan :

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.


2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab
batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
3. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit),
pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
4. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname) 
lampirkan tabel berat badan.
5. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7
hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak.
7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

35
8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk
evaluasi lebih lanjut.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis
(OAT).
Tabel IV.2 Pengelompokan OAT

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
· Pasien baru TB paru BTA positif.
· Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
· Pasien TB ekstra paru

36
Tabel IV.3. Jenis, Sifat Dan Dosis OAT Lini Pertama

Tabel IV.4.Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Tabel IV.5. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal

37
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel IV.6. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tabel IV.7 Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Catatan:

- Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk


streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

38
H. Komplikasi
TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru dibedakan menjadi
dua, yaitu:7
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,

laryngitis, usus.

2. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering

terjadi pada penderita stadium lanjutadalah:

3. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok

hipovolemik

4. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

5. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

6. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yangpecah

7. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan

sebagainya.

39
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang ditularkan oleh bakteri M.


Tuberculosis. TB merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Di Indoneisa
program strategi nasional pengendalian TB sudah dimulai sejak tahun 1995 hingga
saat ini sudah masu ke tahap konsolidasi dan implementasi inovasi dalam strategi
DOTS. Visi program stop TB diantaranya adalah menjaminyya akses terhadap
diagnosis, pengobatan yang efektif dan kesembuhan pasien TB, penghentian
penularan TB, mengurangi ketidakadilan dalam beban social ekonomi, dan
mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif TB. Target yang
ditetapkan Stop TB adalah pada tahun 2015 beban global penyakit TB (prevalensi
dan mortalitas) akan relative berkurang hingga 50% dan pada tahun 2050 TB bukan
lagi masalah kesehatan masyarakat global.
Sasaran strategi nasional pengendalian TB ini mengacu pada rencana strategis
kementerian kesehatan dari 2010 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan
prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk.
Sasaran keluaran adalah: (1) meningkatkan persentase kasus baru TB paru (BTA
positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90%; (2) meningkatkan persentase
keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru (BTA positif) mencapai 88%; (3)
meningkatkan persentase provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%; (4).
Tugas fasilitas pelayanan kesehatan guna membantu program TB ini adalah
diantaranya adalah :
a. Penjaringan suspek dan deteksi kasus TB
b. Rujukan pasien
c. Kegiatan diagnostik
d. Pengobatan pasien
e. Pemantauan pengobatan
f. Pelacakan kasus meningkat

40
g. Penyuluhan masyarakat dan dukungan bagi pasien.

Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan sistem (input-


process-output), kemudian dilihat apakah output mencapai target indikator atau tidak.
Apabila program kegiatan tidak mencapai target indikator, penyebab masalah tersebut
dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan.

A. Strength
1. Jenis tenaga medis yang memadai
Pada Puskesmas Ajibarang II terdapat tenaga medis yang cukup
memadai seperti dokter umum, dokter gigi, perawat, farmasi, ahli gizi,
sanitasi, tenaga promosi kesehatan. Sehingga dapat menunjang terlaksananya
program strategi nasional pengendalian TB dengan kerjasama lintas sektor
yang baik.
2. Program kesehatan menunjang
Terdapat berbagai macam program promosi kesehatan di Puskesmas
Ajibarang II seperti penyuluhan mengenai gizi, PHBS dan penyuluhan
tentang penyakit TB pun setiap pertemuan PKK diberikan dengan
menggunakan leaflet, hal tersebut yang secara tidak langsung ikut
menunjang berjalannya program pengendalian TB.
3. Proses rujukan cepat dan tepat
Salah satu tugas PKM guna menunnjang program pengendalian TB
adalah dengan terlaksananya proses rujukan secara baik sehingga proses
diagnosis dan pengobatan TB dapat terlaksana dengan tepat waktu. Pada
Puskesmas Ajibarang II rujukan untuk diagnosis dan pengobatan TB
berjalan sangat mudah dan lancar.

41
B. Weakness
1. Tidak terdapat ruangan pojok DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse)
Pada puskesmas Ajibarang II belum memiliki ruangan tersendiri untuk
pasien-pasien TB, pasien TB dan yang lain bisa silih berganti masuk di balai
pengobatan atau ruangan yang sama sehingga risiko penularan dapat terjadi.
2. Kurangnya optimalisasi ruangan khusus pengambilan dahak
Dahak merupakan spesimen yang infeksius sehingga perlunya
penanganan khusus agar bakteri di dahak tidak menular, ditambah TB paru
merupakan penyakit yang dapat menyebar secara aerogen. Diperlukan
optimalisasi ruangan pengeluaran dahak yang sudah ada di Puskesmas.
Ruangan tersebut harus jauh dari kerumunan, terkena sinar matahari serta
memiliki ventilasi yang baik. Jangan biarkan pasien mengambil specimen
dahak di tempat yang tertutup sedikit ventilasi serta di dekat kerumunan
orang banyak. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penularan TB.
3. Kurangnya Jumlah dan Pelatihan Sumber Daya Manusia
Dalam pelaksanaan program DOTS diperlukan SDM yang cukup
guna kelancaran program. Program Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) itu sendiri merupakan pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
Perlunya peran tenaga kesehatan untuk memotivasi, dan mengawasi
penderita TB agar rutin meminum obat. Terutama pada pasien yang enggan
mengambil obat di puskesmas, peran kader kesehatan sangatlah penting.
Kader kesehatan memilki lokasi lebih dekat dan ikatan kepercayaan dengan
masyarakat tinggi sehingga dapat membantu memotivasi masyarakat
penderita TB.
Pada puskesmas Ajibarang II, kader kesehatan TB hanya ada di desa
Kalibenda, Banjarsari, dan Lesmana. Pada beberapa desa lainnya belum
adanya kader sehingga menyulitkan dalam monitoring, evaluasi pengobatan
dan surveilans penderita TB belum dapat terealisasikan secara baik.

42
Pelatihan mengenai penyakit TB juga perlu dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang TB.
4. Kurangnya Pengetahuan Masyarakat mengenai TB
a. Masih ada masyarakat yang belum mengerti tentang pengetahuan dan
pemahaman mengenai penyakit TB, tetapi sebagian besar masyarakat
sudah mengerti tentang penyakit TB karena sosialisasi atau
penyuluhan tentang TB sudah dilakukan oleh petugas puskesmas dan
kader yang sudah ada.
b. Kurangnya pemahaman orang tua tentang penyakit TB pada anak,
sehingga pasien TB anak sulit untuk dilacak
5. Pemeriksaan TCM
a. Pemeriksaan TCM pada Puskesmas Ajibarang II dilakukan di RS DKT
Purwokerto sehingga memerlukan waktu yang lama untuk dilakukan
penegakkan diagnosis.
b. Setelah pemeriksaan TCM dilakukan dan ditemukan BTA (+), pasien
tidak kembali ke Puskesmas namun petugas pemegang program TB
yang mendatangi langsung kerumah pasien untuk edukasi dilakukan
pengobatan TB
C. Opportunity
1. Angka usia produktif
Penduduk terbanyak di Ajibarang tergolong dalam usia produktif, yaitu 20-
24 tahun. Hal tersebut dapat diberdayakan sebagai potensi pengkaderan
pengendalian dan pencegahan TB.
2. Kader yang sudah ada sudah mengoptimalkan serta secara aktif melakukan

kegiatan yang dilakukan Puskesmas termasuk penyuluhan tuberkulosis (TB)

sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat tuberkulosis.

43
D. Threat
1. Luasnya wilayah kecamatan Ajibarang
Luasnya wilayah kecamatan Ajibarang sangat mempengaruhi proses
penjaringan kasus TB, misalnya banyaknya dana dan sumber daya manusia
yang dikerahkan untuk melalukakan proses tersebut.
2. Risiko tinggi penularan TB
Tingginya risiko penularan TB mengurangi kesediaan seseorang
menjadi kader pencegahan dan penanggulangan TB.
3. Tingkat ekonomi rendah
Rendahnya tingkat ekonomi memungkinkan tidak memadainya
lingkungan rumah yang sehat. Hal ini dapat meningkatkan potensi penularan
TB.
4. Kesadaran masyarakat untuk berobat
Masyarakat yang sudah mengerti bahwa dirinya menderita penyakit
TB namun enggan untuk berobat.
E. Plan of Action
1. Peningkatan jumlah dan kualitas SDM
a. Perekrutan dan pelatihan kader dalam program TB.
b. Pemasangan poster, spanduk mengenai TB untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang TB.
2. Peningkatan sarana prasarana
a. Pada puskesmas Ajibarang II belum terdapatnya ruangan khusus pojok
DOTS.
b. Pada puskesmas Ajibarang II belum terdapat ruangan pengumpulan
dahak. Dahak adalah bahan yang infeksius pada saat berdahak
aerosol/percikan dapat menulari orang disekitarnya, untuk itu tempat
berdahak harus dijauhkan dari kerumunan orang. Syarat ruang
pengumpulan dahak adalah di ruang terbuka dan mendapat sinar
matahari jangan mengeluarkan dahak di ruangan yang ventilasi yang
buruk seperti kamar kecil/toilet, ruang kerja dan ruang tunggu.

44
3. Konseling Pasien mengenai Pengobatan dan kondisi rumah atau lingkungan
rumah
Pada puskesmas Ajibarang 2 pasien yang menjalani pengobatan TB
kebanyakan pasien belum mengerti atau belum paham tata cara minum obat
tersebut, jadi diperlukan konseling yang mendetail dengan bahasa yang
dapat dipahami pasien agar pasien bisa lebih jelas dan paham tentang tata
cara minum obat tersebut.
Konseling mengenai kondisi rumah dan lingkungan yang sehat seperti:
a. Suhu ruangan, agar kelembaban udara dapat dijeda jangan sampai
terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar
perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela
tidak terlalu banyak
b. Harus cukup mendapatkan pencahayaan yang baik siang maupun
malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang
cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai
c. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi
yang cukup untuk proses pergantian udara.
d. Harus ada ventilasi ruagan, misalnya ruangan untuk anak-anak
bermain, ruang makan, ruang tidur dll.
4. Peningkatan Privasi Pasien
Agar pasien dapat mengungkapkan seluruh keluhan tanpa malu untuk
diketahui oleh orang lain sehingga diagnosis dapat ditegakan secara tepat
maka perlunya ruang anamnesis dan pemeriksaan yang lebih menjaga
privasi pasien seperti ruangan yang dibatasi tirai. Selain itu penggunaan
bahasa tidak langsung merujuk pada kata “tuberkulosis (TB atau TBC)”
supaya pasien tidak malu untuk mengutarakan keluhan.

45
5. Realisasi bantuan pemerintah
Realisasi bantuan pemerintah untuk pembangunan rumah yang
memadai, seperti bangunan yang permanen, cukup jendela dan ventilasi,
mendapat sinar matahari yang cukup, serta tersedianya jamban atau toilet di
rumah sangat membantu peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

46
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menjadi masalah di dunia dan di
Indonesia. Indonesia menempati peringkat 3 di dunia setelah Cina dan India
sebagai negara dengan penduduk merupakan penderita TB terbanyak. Begitu
pula di Jateng, terdapat 18 Kabupaten yang capaian case detection rate (CDR)
nya dibawah rata-rata. Hal ini mendorong penyusun untuk membahas
permasalahan rendahnya capaian target penemuam kasus baru TB BTA (+) di
Puskesmas Ajibarang II yang menunjukkan rata-rata capaian per bulan dari
Januari sampai dengan Desember tahun 2018 menunjukkan 65 %, tahun ini dari
bulan Januari sampai April mencapai 64,3%. Dari prioritas masalah yang telah
diidentifikasi, kemungkinan penyebabnya adalah tidak terdapatnya pojok DOTS,
belum tersedianya ruangan khusus pembuangan dahak serta kurangnya jumlah
dan optimalisasi kader di Kecamatan Ajibarang dalam program pencegahan dan
penanggulangan TB. Setelah dilakukan analisis Strength, Weakness, Opportunity,
Threat (SWOT) yang dimiliki Puskesmas Ajibarang II menunjukkan bahwa
perlunya peningkatan jumlah dan optimalisasi kader dengan perekrutan dan
pelatihan, pembuatan ruang pojok DOTS, optimalisasi tempat pengeluaran
dahak, serta peningkatan penjaringan kasus TB baik di Puskesmas maupun di
masyarakat.

B. Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Mengadakan pertemuan, pembinaan rutin, perekrutan dan pelatihan

tentang TB kepada kader TB sehingga program pelaksanaan P2TB dapat

terlaksana dan kegiatan-kegiatan penyuluhan dapat dilakukan lebih baik

47
b. Melakukan penambahan tenaga pelaksana program P2TB sehingga

perawat dan pegawai yang ada dapat terfokus pada satu kegiatan.

c. Merekapitulasi data yang disimpan dalam bentuk softfile. Sehingga

memudahkan untuk melihat dan mencari kembali semua data pasien TB

tiap tahunnya dan data akan lebih terorganisir.

2. Bagi Pendidikan

a. Membantu Puskesmas dalam penyediaan sarana dan prasarana yang

diperlukan untuk penyuluhan (misalnya poster, flipchart, leaflet

mengenai tuberkulosis).

b. Memberi kesempatan pada mahasiswa yang sedang menjalani

kepaniteraan untuk berinteraksi dan memberikan penyuluhan ke

masyarakat.

3. Bagi Kader dan Masyarakat

a. Lebih turut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan yang

dilakukan Puskesmas termasuk penyuluhan tuberkulosis (TB) sehingga

dapat menurunkan angka kesakitan akibat tuberkulosis.

b. Lebih aktif dalam melaporkan kasus tuberkulosis kepada kader setempat

ataupun petugas Puskesmas.

c. Masyarakat harus berperan aktif dan meningkatkan kesadaran akan

pentingnya kepatuhan dalam berobat.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis di


Indonesia 2010-2014. Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.

2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.


Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2014.

3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.Jakarta:
Departemen Kesehatan. 2015.

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan


Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : PDPI.

5. Persatuan Ahli Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI.

6. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak.


Indonesia: kemenkes RI, 2014

7. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Manajemen TB anak. Kementerian


Kesehatam RI, 2014

8. Suradi, Diagnosis dan Pengobatan TB Paru. Dalam : Kumpulan Naskah Temu


Ilmiah Respirologi. 2001.Surakarta : Lab. Paru FK UNS

49

Anda mungkin juga menyukai