Anda di halaman 1dari 4

Trauma kepala sudah merupakan kasus medis yang umum terjadi di dunia.

Bahkan, di negara maju seperti Amerika dan


Australia, tercatat kasus trauma kepala mencapai 800.000-1.000.000 dan 756000 kasus per tahun. (Jonathan,2004;Tony,2003)
Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degenerative-non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral
yang mencederai kepala yang kemungkinan berakibat gangguan kognitif, fisik, dan psikososial baik sementara atau permanen
yang berhubungan dengan berkurang atau berubahnya derajat kesandaran. (Barry ,2005). Mekanismemenya, cedera kepala
berasal dari :
1. Cedera langsung ke jaringan otak.
2. Ruda paksa luar yang mengenai bagian luar kepala (tengkorak) yang menjalar ke dalam otak.
3. Pergerakan dari jaringan otak di dalam tulang tengkorak.
Cedera kepala lebih sering dialami pria dari wanita dan penyebabnya diantaranya kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri,
kecelakaan olah raga, jatuh dari ketinggian, dan tindakan kekerasan. Trauma ini juga menjadi penyebab utama kematian /
kelumpuhan pada usia muda. (Anne G Osborn,2003)
Pasien dengan trauma kepala memerlukan penegakkan diagnosa sedini mungkin agar tindakan terapi dapat segera dilakukan
untuk menghasilkan prognosa yang baik (Geijertstam,2004). Penelitian menunjukkan tindakan operasi pada trauma kepala
berat dalam rentang waktu 4 jam pertama setelah kejadian, dapat menyelamatkan kurang lebih 70%. Pasien Sebaliknya,
tingkat mortalitas dapat naik sampai 90% bila tindakan interverensi dilakukan lebih dari 4 jam. (Tony, 2003) Penegakkan
diagnosa trauma kepala diperoleh dengan pemeriksaan klinis awal yang teliti dan ditunjang diagnosa imajing
PEMERIKSAAN KLINIS:
Tingkat resiko penderita trauma kepala dapat dikelompokkan berdasarkan presentasi klinis dari penderita menjadi 3 kategori:
1. Low risk
Penderita sadar, secara fisik normal, tidak ada intoksikasi alcohol/obat-obatan, minimal laresarsi atau hematom ringan, pusing,
pening, atau penglihatan kabur. Glasgow coma score 14-15
2. Moderate risk
Sempat pingsan, amnesia, muntah, kejang, ada tanda fraktur di skull, adanya tanda intoksikasi alcohol/obat-obatan, trauma
yang tidak diketahui penyebabnya. Glasgow coma score 9-14.
3. Severe
Glasgow coma score kurang dari 8, penurunan atau hilangnya kesadaran, fraktur skull, kelainan neurologist yang menandakan
cedera intrakranial
Glasgow Coma Score adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran seseorang. Skornya berkisar antara 3
(terburuk) sampai 15 (terbaik) dan berdasarkan jumlah skor kemampuan pasien membuka mata (0-4), berbicara (0-5), dan
bergerak(0-6).
PENUNJANG DIAGNOSA
Peranan diagnosa imajing juga diperlukan terutama pada pasien dengan tingkat resiko moderate-severe. Tujuan utama dari
pemeriksaan imajing pada pasien trauma kepala ialah untuk mengkonfirmasi adakah cedera intrakranial yang berpotensi
mengancam jiwa pasien bila tidak segera dilakukan tindakan.
Hadirnya modalitas imajing CT scan telah merevolusi cara mengevaluasi diagnosa trauma kepala. Sebelum CT scan, plain foto
skull umum dimintakan pada pasien kasus trauma kepala. Namun nilai prediktif dan efisiensi dari skull x-ray sudah mulai
dipertanyakan. Plain foto kepala memang dapat menunjukkan ada/tidaknya fraktur pada kepala. Akan tetapi pemeriksaan
radiologi itu tidak adekuat untuk memprediksi adanya cedera intrakranial (Lyloyd,1997). Profesor Anne G Osborn, ahli
neuroradilologist dari University of Utah School of Medicine, menyatakan 25-30% pasien trauma kepala tanpa fraktur ternyata
mengalami cedera intrakranial yang berat (Anne, 2003). Disamping itu, waktu yang digunakan untuk plain skull foto, bisa jadi
malah memperlambat diagnosa trauma intrakranial (Jonathan,2004). Oleh karena itu CT scan telah menggantikan peranan plain
foto dan menjadi modalitas pilihan dalam menunjang diagnosa trauma kepala.
CT SCAN PADA TRAUMA KEPALA
Peranan CT scan sebagai modalitas pilihan dalam diagnosa trauma kepala karena memiliki keunggulan:
" Pemeriksaan yang cepat dan mudah.
" Tidak invasif.
" Dapat mengidentifikasikan dan melokalisir adanya fraktur dan fragmentnya pada tulang kepala. Bahkan pada spiral atau
multislice CT dapat direkonstruksi gambar 3D.nya
" Dapat menunjukkan adanya perdarahan extrakranial dan mengihitung volumenya.
" Dapat menunjukkan kelainan intrakranial
o Infark acute, oedema cerebri, cerebral contusion
o Perdarahan intracranial : Subdural, Epidural, SAH
Radiographer berperan penting dalam mengoperasikan CT scan pada kasus trauma kepala mulain persiapan pasien, prosedur ,
positioning, protokol , post processing, dan mencetakan ke film.
Prosedur pemeriksaan CT Scan pada trauma kepala
Untuk pemeriksaan CT scan kepala tidak memerlukan persiapan khusus. Hal-hal yang perlu diperhatikan radiografer adalah:
" Pastikan di ruangan ada saluran / tabung oksigen dan suction, dan bila perlu peralatan resusitasi.
" Sebelum pasien masuk, isilah data pasien terlebih dahulu di data konsul.
" Gunakan sarung tangan / unsteril glove dalam memindah dan pengatur posisi pasien pada kasus trauma dengan luka
terbuka. (universal precaution)
" Pastikan tidak benda-benda metalik pada penderita di area kepala (kalung, jepit rambut, anting, kabel-kabel monitor ) yang
dapat menimbulkan artefak pada gambar.
" Jangan pernah melepas alat fiksasi leher collar bila telah dipasang
" Bila perlu, anggota satu keluarga ada yang mendampingi sewaktu pemeriksaan pada kasus trauma .(misal pasien anak-anak).
Berikan apron.
" Fiksasi kepala pasien pada cradle, dengan perlatan fiksasi.
Protokol CT Kepala
" Orientasi pasien : head first, supine
" Orbita Meatal pararel terhadap scan plane.
" Scout / Topogram : lateral dari base skull ke vertex
" Axial base line diambil dari garis inferoorbital floor ke EAM. Angle disesuaikan.
" Pada scan konvensional : Irisan 5mm dan jarak antar irisan 5mm dari base skull ke infra tentorium, 10m dan jarak irisan
10mm dari circullum willis ke vertex. Bila diperlukan irisan tambahan, set additional scan 1 slice 5mm.
" Pada spiral: 5mm/ 5mm pitch 1 atau 7mm/7mm, recon interval 5mm
Gambaran CT kepala dan post processig
Gambaran CT scan dapat menunjukkan patologis pada pasien trauma kepala (Andrew,1997).
Berikut adalah tanda-tanda dan apa yang perlu diperhatikan radiographer dan apa yang harus dilakukan radiographer dalam
post processing :
" Focal hyper/hypodens; area hyperdens nilai 50-70HU dengan ROI menu, ukurlah area itu dengan automatic volume dapat
dihitung perkiraan kasar pada area tersebut dengan cara mengukur panjang x lebar x tebal irisan (nomor meja awal-akhir
tampaknya lesi) dibagi 2.
" Mild line shfit, tanda adanya mass effect (Bila dijumpai ukurlah bila ada dengan membuat garis membagi 2 hemispher
ceberum dan garis shift pada ujung anterior septum pellucidum)
" Asymetry dari struktur dalam cranial.
" Bone distruction / erosi (pakai algoritma dan bone window); bila menggunakan spiral, buat 3-D.
" Udara di calvarium (kemungkinan adanya fraktur)
" Oedem (batas sulci /gyri cortical tidak jelas)
" Pada processing image: gunakan algoritma image (filter/kernel) soft tissue dan bone dan atur Window With dan Window
Levelnya.
o Bone: W=±3000, L=±800
o Brain: W=±90, L=±40
o Subdural or intermediate: W=±200, L=±50
" Bila positioning tidak memungkinkan pasien mempertahankan posisi kepalanya, bila gambar kabur karena pergerakan, perlu
diulang. Jika hanya rotasi saja, tidak perlu diulang dan gunakan fasilitas rotational image
" Print dengan scout / scannogran dan gambar aksialnya 15-20 dalam 1 lembar, bila perlu ditambah 1 lembar kondisi tulang.
BEBERAPA GAMBARAN CT SCAN PADA TRAUMA KEPALA INTRAKRANIAL
1. FRAKTUR
Fraktur pada trauma kepala jenisnya bisa :
o Linier non displacement
o Depressed ( adanya displacement dari fragment)
o Diastatic fractures (fraktur yang melibatkan sutura)
2. EPIDURAL HEMATOMA
Epidural hematoma adalah kumpulan massa darah akibat robeknya middle meningeal arteri antara skull dan dura di regio
temporal , yang sangat kuat hubungannya dengan fraktur linear. Kadang juga terjadi akibat robeknya vena dan tipikalnya terjadi
di region posterior fosa atau dekat daerah occipital lobe.
Gambaran Epidural pada CT tampak sebagai bentuk bi convex dan adanya pemisahan jaringan otak dengan skull. Pendarahan
akut tampak hyperdens, subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens
3. SUB DURAL HEMATOMA
Subdural hematoma adalah kumpulan perdarahan vena yang berlokasi antara dura mater dan arachnoid membrane (subdural
space). Biasanya terjadi akibat kepala berbenturan dengan benda tak bergerak menyebabkan robeknya vena antara cerebral
cortex dan vena dura.
Gambaran subdural pada CT tampak sebagai bentuk bulan sabit mengikuti kontur dari kranium bagian dalam. Pendarahan akut
tampak hyperdens, subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens
4. SUB ARACHNOID HEMMORAGE
Subarachnoid hemmorage (SAH) terjadi karena keluarnya darah ke subarachnoid space, umumnya basal cistens dan jalur
cerebral spinal fluid. Penyebab utama SAH ialah trauma, selain itu bisa juga dikarenakan rupturnya saccular (berry) aneurysm
dan arteriovenous malformation (AVM)
Gambaran pada CT menunjukkan gambaran hyperdens/perdarahan akut yang ada di subarachnoid space.
DISKUSI
Meskipun telah jelas CT scan pada trauma kepala sangat berperan untuk menentukan adanya cedera intrakranial khususnya
pada presentasi klinis kategori severe. Namum pada beberapa kasus, cedera intrakranial bisa terjadi pada manifestasi klinis
normal (low) atau cedera yang kelihatannya ringan-sedang. Dari sini mulai dipertanyakan apakah seseorang dengan cedera
kepala harus di CT scan sedang harga pemeriksaan mungkin masih mahal.
Dari studi retrospektif, direkomendasikan dua standart yang dipakai apakah pasien memerlukan tidaknya CT scan yaitu New
Orlands dan The Canadian CT rule. (Jonathan,2004). New Orland menyebutkan ada 7 kriteria yaitu :
o Sakit kepala
o Muntah
o Umur lebih dari 60 tahun
o Adanya intoksikasi alcohol.
o Amnesia retrograde
o Kejang
o Adanya cedera di area clavicula ke superior.
Sedangkan The Canadian CT Head menyebutkan 5 kriteria yaitu :
o GCS kurang dari 15 setelah 2 jam kejadian
o Adanya dugaan open /depressed fracture.
o Lebih dari dua kali muntah.
o Bukti fisik adanya fraktur di basal skull.
o Umur lebih dari 65 tahun
Dengan mengikuti kriteria di atas, maka memprediksi kelainan intrakranial semakin tinggi dan pemeriksan CT scan adalah
sangat diperlukan.
Radiographer memegang peranan mengoptimasikan CT scan dalam penegakkan diagnosa. Pengoptimalan protokol,
penambahan irisan bila diperlukan, penggunaan MPR (multi plannar reformatted) dan bila perlu 3-D rendering pada kasus
fraktur pada spiral/multi slice dapat menambah informasi yang diperlukan radiologist untuk dilaporkan.ke klinisi.
Bila diperlukan dan diminta, radiographer juga dapat mengusulkan secara informal pemeriksaan CT scan pada klinisi (biasanya
dr. UGD) yang meminta foto kepala biasa bila presentasi klinis. Hali ini juga mempercepat penegakkan diagnosa pasien dan
penanganan terapi yang adekuat sehingga dihasilkan prognosa yang baik.
KESIMPULAN
CT scan adalah modalitas pilihan utama dalam membantu penegakkan diagnosa trauma kepala dengan cedera intrakranial
seperti fraktur, hematom intrakranial dan extrakranial. Keunggulannya selain cepat,mudah, dan dapat diandalkan. Penggunaan
protokol yang tepat dan optimasi ppst processing dari radiographer sebagai operator CT scan dapat menambah informasi dan
meingkatkan akurasi diagnosa secara dini sehingga tindakan terapi dapat segera dilakukan sehingga pasien diharapkan
mendapatkan prognosa atau hasil perawatan penyembuhan semaksimal mungkin.

Anda mungkin juga menyukai