Anda di halaman 1dari 14

MODUL BAHAN AJAR KARDIOVASKULAR

FARMAKOLOGI KARDIOVASKULAR
dr. Utami Murti Pratiwi

I. PENDAHULUAN
A. Standar Kompetensi
1. Mampu menyelesaikan masalah kesehatan yang berhubungan dengan penyakit
kardiovaskular berdasarkan landasan ilmiah ilmu kedokteran dan kesehatan yang
mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum
2. Mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, terpadu dan berkesinambungan dalam konteks
pelayanan kesehatan primer
3. Mampu mengelola penatalaksanaan masalah kesehatan akut, kronik, emergensi, dan
gangguan perilaku pada berbagai tingkatan usia dan jenis kelamin (Basic Medical
Practice) berdasarkan dasar-dasar penatalaksanaan penyakit (farmakologis)
B. Kompetensi Dasar
1. Menggunakan alasan ilmiah dalam menentukan penatalaksanaan penyakit
kardiovaskular berdasarkan etiologi, patogenesis, dan patofisiologi
2. Memilih dan menerapkan strategi penatalaksanaan yang paling tepat berdasarkan
prinsip kendali mutu, biaya, dan berbasis bukti
C. Indikator Kompetensi
1. Mahasiswa mampu mengetahui farmakodinamik dan farmakokinetik obat-obat
Gagal Jantung
2. Mahasiswa mampu mengetahui farmakodinamik dan farmakokinetik obat-obat
anti aritmia
3. Mahasiswa mampu mengetahui farmakodinamik dan farmakokinetik obat-obat
iskemik

II. MATERI PEMBELAJARAN


OBAT GAGAL JANTUNG
Usaha pertama dalam penanganan gagal jantung ialah mengatasi sindrom gagal
jantung yaitu meningkatkan cardiac output dan meurunkan ventricular filling pressure.
Kemudian mengobati faktor presippitasi seperti aritmia, anemia, tirotoksitosis, stress,
infeksi dan lain-lain, memperbaiki penyakit penyebab seperti hipertensi , PJK, penyakit
katup serta mencegah komplikasi seperti trombo-emboli.
Penanganan gagal jantung tergantung berat ringannya penyakit dan etiologinya :
1. Semua penderita gagal jantung sistolik maupun diastolic memerlukan obat
penghambat enzim konversi angiotensin ( ACE– I ) atau penghambat reseptor
angiotensin ( ARB ) bila tidak ada kontraindikasi sampai dosis optimal.
Bila ada kontraindikasi, misalnya kelainan ginjal yang berat ( kreatinin yang tinggi),
maka dapat digunakan kombinasi hydralazine dan isosorbit dinitrat.
2. Semua penderita gagal jantung sistolik dan diastolic memerlukan obat penyekat beta (
beta blocker / BB ) mulai dosis kecil bila tidak ada kontraindikasi
3. Semua penderita gagal jantung berat kelas fungsional III dan IV yang belum membaik
dengan ACE-I / ARB dan B-blocker, dapat diberikan dosis kecil aldosterone
antagonis ( spironolakton ) karena akan memperbaiki kesntasan ( survival )
4. Pada penderita dengan fibrilasi atrium yang laju nadinya cepat ( > 100 x / menit ) ,
pemberian digitalissangat bermanfaat. Selainitum digitalis hanya diberikan pada gagal
jantung yang tidak membaik dengan obat-obat di atas dan fraksi ejeksinya rendah <
30 %
5. Bila tidak ada kontraindikasi, pada penderita gagal jantung berat dengan fraksi
ejeksinya < 30% atau atrial fibrilasi dapat diberikan antikoagulan untuk mencegah
cardio-embolic
6. Bila penyebab gagal jantung berat adalah popenyakit jantung coroner, mungkin
pemberian simvastatin dan aspirin bermanfaat , tetapi bila bukan karena penyempitan
coroner, maka pemberian dosis tinggi omega-3 bermanfaat
7. Usahakan etiologi gagal jantung diperbaiki, misalnya coroner yang menyempiit
dilakukan revaskularisasi denganpembalonan dan stenty atau CABG atau bila karena
regurgitasi katupp, maka katup diperbaiki
8. Bila gagal jantung dengan QRS lebar berupa LBBB disertai dengan blok jantung
derajat 1, maka pemasangan pacu jantung terapi sinkronisasi sangat bermanfaat. Bila
secara ekokardiografi pada gagal jantung ditemukan disinkroni, mak ini juga indikasi
untuk dipadsang alart CRT ( Cardiac Resynchronization Therapy ).
A. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti (kelas rekomendasi I). Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia.

Diuretic yang paling sering ialah tiazid, furoseemid dan spironolakton. Hydro-
Chloro Thiazide ( HCT ) dan spironolakton dianjurkan terutama pada NYHA kelas II.
Apabila kondisi memburuk baru diberikan furosemide. HCT harganya murah, namun
menyebabkan hypokalemia dan hipomagnesia. Dosis kecil yaitu 12,5 mg/hari atau
dengan substitusi kalium dapat mengurangi efek samping.
Spironolakton akhir-akhir ini mendapat perhatian khsus bukan karena
memiliki efek potassium sparing yang tidak menyebabkan hypokalemia, akan tetapi
obat ini adalah antagonis reseeptor aldosterone. Saat ini diketahui bahwa
perangsangan reseptor aldosterone yang terdapat di jantung dan pembuluh darah akan
mengakibatkan terjadinya fibrosis miokard (remodeling) dan kekakuan pembuluh
darah. Randomized Aldactone Evaluation Study ( RALES, 1999 ) melaporkan
spironolactone menghambat perburukan gagal jantung dan menurunkan mortalitas.
Dosis spironolactone dianjurkan tidak melebihi 25 mg karena dapat menyebabkan
hyperkalemia, apalagi bila dikombinasi dengan ACE-Inhibitor.
Furosemide adalah loop diuretic yang kuat, mula kerja untuk diuresis sudah
tampak dalam 30 menit dengan masa kerja 4-6 jam. Obat ini masih memperlihatkan
efek diuresisnya walaupun glomerular filtratiin rate turun dibawah 25 ml/jam dan
aman digunakan untuk penderita gagal ginjal.
Pemberian furosemide secara kronis dapat terjadi proses adaptasi seperti
peningkatan aktivitas saraf dan system RAA, peninggian pelepasan arginine
vasopressin, sebaliknya akan menyebabkan terjadi penurunan pelepasan atrial
natriuretic pecptide ( ANP ). Dengan demikian terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan a. ulmonalis , juga penurunan respon terhadap ANP.
Mekanisme ini mungkin bertanggung jawab terhadap timbulnya resistensi
furosemide. Dengan demikian, pada penderita yang telah lama menggunakan
furosemid, perlu diberi ACE-Inhibitor untuk menghambat terjadinyarsistensi
furosemide. Selain itu, ACE-Inhibitor juga dapat mencegah efek samping furosemide
berupa hypokalemia dan hipnomagnesemia karena menurunkan konsentrasi plasma
aldosteron.
Bagi penderita gagal jantung kongestif yang ringan ampai sedang, furosemid
dengan dosis 20-40 mg per hario akan memberi respon yang baik. Sedangkan untuk
kasus yang berat mungkin membutuhkan 40-80 mg per hari . dosis ini dapat
ditingkatkan sesuai kebuthan.
Kontraindikasi pemberian diuretic ialah : tamponade jantung, infark miokard
ventrikel kanana, hepatic failure, hipokalemi dan hipersensitif.

B. Angiotensin converting enzyme ( ACE ) – Inhibitors


Ada banyak bukti bahwa inhibitor ACE seharusnya diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan asimtomatik dengan fraksi ejeksi < 40% . ACE
inhibitor menganggu sistem renin-angiotensin dengan menghambat enzim yang
bertanggung jawab atas konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Namun, karena
ACE - inhibitor juga menghambat kininase II, hal itu dapat menyebabkan
meningkatkan bradikinin, yang memungkinkan efek menguntungkan dari penekanan
angiotensin. ACE inhitor juga memiliki efek langsung dalam mencegah terjadinya
remodeling dan menghambat perluasan kerusakan miokard, memperbaiki gejala,
mengurangi rawat inap, dan memperpanjang umur.
Biasanya pengobatan dimulai dengan ACE-Inhibitors yang short acting seperti
captopril dosis rendah yaitu3 kali 6.25 mg atau 12.5 mg per hari, kemudian dinaikan
secarabertahap. Apbila tampak perbaikan dan hemo-dinamik stabil, obat
golonganshort acting ini dapat digantike golongan long acting seperti ramipril.
Ramipril dilaporkan dapat menghambat terjadinya hipertrof ventrikel kiri dan
memiiki efek kardioprotektif. Karena retensi cairan dapat mengurangi efek inhibitor
ACE, lebih baik mengoptimalkan dosis diuretik sebelum memulai ACE Inhibitor.
Namun, mungkin perlu untuk mengurangi dosis diuretik selama inisiasi
penghambatan ACE agar hipotensi simetris puncak. ACE-Inhibitor harus dimulai
dalam dosis rendah, diikuti dengan kenaikan bertahap jika dosis rendah telah
ditoleransi dengan baik. dosis inhibitor ACE harus ditingkatkan sampai sama dengan
yang terbukti efektif dalam uji klinis.
Judf

C. Angiotensin receptor blockers ( ARB )


Angiotensin II berinteraksi dengan dua tipe reseptor angiotensin (AT) yaitu
AT1 dan AT2. Aktivasi AT1 merupakan efek utama dari Ang-II pada sistim
kardiovaskular antara lain : a. vasokontriksi, b. hipertrofi miosit, c. anti-natriuresis.
Aktivasi AT2 menimbulkan efek yang berlawanan dengan AT1 yaitu tejadi
vasodilatasi, anti-growth dan anti-apoptosis.
ARB menghambat AT1 menyebabkan efek ini mirip ACE-Inhibitor sehingga
indikasi ARB dan efek samping hampir sama seperti ACE-Inhibitor. ARB bahkan
pernah dilaporkan lebih unggul dari ACE-Inhibitor , hal ini disebabkan karena selain
memblokade AAT1, ARB tidak menurunkan konsentrasi Ang-II dalan darah, jadi
terjadi perangsangan AT2 lebih banyak oleh ANg-II yang menyebabkan vasodilatasi
dan anti-proliferasi.
Semua ARB diberikan sehari sekali. Efek samping ARB antara lain : pusing,
akit kepala , diare , hyperkalemia, penurunan Hb, rash, batuk-batuk ( lebih sedikit
disbanding ACE-inhibior), abnormal taste sensation ( metallic taste ). Preparat ARB
dapat dilihat pada tabel dibawah.

Obat Nama Sediaan Dosis Keterangan


Dagang (mg/tab) (mg/hari)
Valsartan Diovan 80& 160 40 -160 1x/hari
Losartan Cozar 50 25 – 100 1x/hari
Telmisartan Micardis 20 & 40 20 – 40 1x/hari
Candesartan Blopress 8 & 16 8- 16 1x/hari

ANTI-ARITMIA
Konsep pengobatan aritmia secara farmakologik ialah mengubah konduksi dan masa
refrakter yang kacau di dalam lingkaran takikardia menjadi teratu, agar impuls tidak mampu
melakukan penetrasike dalamjaringan yang refrakter.
Klasifikasi
Pada tahun 1975, Vaughan Williams membagi obat-obat anti-aritmia menjadi 4 kelas.
Kelas Obat
IA Kuinidin, Prokainamid, Disopiramid
IB Lidokain, Meksiletin, Fenitoin, Tokainid
IC Enkainid, Flekainid, Indekainid, Propafenon
II Propranolol, Asebutolol, Esmolol
III Amiodaron, Bretilium, Sotalol, Dofetilid, Ibutilid
IV Verapamil, Diltiazem
V Digitalis, Adenosin, Magnesium
Kelas I. Semua obat-obat anti-aritmia yang menstabilkan aktivitas membrane sel (
predominan menghambat kanal Na+ ). Kelas ini dibagi menjadi :
1.A. Menghambat penanjakan potensial aksi ( fase O ) dengan meningkatkan nilai
ambang eksitasi ( fase 4 ). Yang termasuk di dalam golongan ini adalah : sulfas
kinidin, prokainamid, diisopiramid dan ajmaline. Kecuali sulfas kinidin ( dosis 3 x
100 mg ), obat golongan ini jarang digunakan lagi karena kurang efektif dan banyak
efek samping.
1.B. Menghambat penanjakan potensial aksi, namun memperpendek durasi potensial
aksi. Yang termasuk golongan ini adalah : lignokain, fenitoin, tokainid dan
meksiletin.hanya lignokain (I.V) yang masih digunakan dalam klinik untuk aritmia
yang timbul akibat infark miokard akut.
1.C memiliki sifat-sifat seperti golongan 1 a dan 1 b nmunhanya sedikit
mempengaruhi durasii potensial ksi. Yang termasuk dalam golonganini adalah
enkainid, flekainid dan propafenon. Hanya propafenon ( 150 mg/tablet ) yang masih
beredar.
Kelas II. Obat-obat yang memperlambat konduksi dan masa refrakter di nodus AV.
Termasuk di dalam golongan ini adalah beta blocker. Beta blocker terutama digunakan untuk
pengobatan takiaritmia dan supraventikular seperti sinus takikardi, SVT atau fibrilasi atrium
respon cepat yang disebabkan oleh hiperakif saraf simpatis, hipertiroidisme atau pengaruh
obat simptomimetik.
Kelas III. Obat-obat yang memperpanjang durasi potensial aksi atau maa refrakter efektif (
menghambat kanal K + )sehingga memperpanjang interval QT, namun tidak mempengaruhi
penanjakan, amplitude, dnpotensial aksi istirahat.termasuk di dalam golongan ini adalah
amiodaron, dronedaron, sotalol, dofetilide, dan ibutilide. Yang paling sering dilakukan adalah
amiodaron. Amiodaron merupakan anlog hormone tiroid. Selain memperpanjang masa
refrakter efktif melalui blockade kanal K +, obat ini memiliki efek farmakologi multiple.
Amiodarone adlaah obat antiaritmia yang paling luas jangkauan terapeutiknya karena efektif
terhadap semua jenis takiaritmia ( supra-ventrikuular maupun ventricular ) dan ventricular
ekstra sistol (VES). Selainitu, obat ini tidak menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
aman diberikan pada pasien gagal jantung.
Kelas IV. Obat-obat ini memperpanjang konduksi danmasa refrakter nodus AV sehingga
memperpanjang interval PR. Termasuk di dalam golongan ini adalah CCB non-diidropiridin:
Verapamil dan diltiazem adalah CCB non-dihidropiridin yang digunakan pada artimia.
Obat anti-aritmia kelas I
a. Sulfas kinidin memiliki efek seperti diisopiramide kecuali efek sampingnya lebih
banyak yaitu diare, tinnitus, sakit kepala, dan demam. Reaksi imunologi yang sering
timbul trombositopenia, hepatitis, depresi sumsum dan sindromlupus (jajrang). Sulfas
kinidin dahulu merupakan obat pilihanuntuk fibrilasi trium, namun karena efek
sampingnya yang banyak, dan sudah ditemukanobat lain seperti amiodarone, atau
metode karioversi yang lebih efektif, saat ii sulfaskinidin sudahjarang digunakan.
Dosis oral adalah 4 x 300 mg sehari.
b. Lignokain ( Lidocaine atau Xylocaine ) menurunkan kecepatan konduksi dan
mempercepat repolarisasi membrane pada keadaan iskemia. Obat ini efektif
mencegah VT yang timbul akibat infark miokard akut. Dosis (I.V) adalah 1 mg/kgBB
bolus diikuti 4 mg per menit pada jam pertama, 3 mg permenit pada jam kedua, 2 mg
per menit pada jamketiga kemudian 1 mg per menit selama satu atau dua kemudian
c. Meksiletin ( mxitex,mxitil ) adalahanalog dari lignokain, tersedia dalam kapsul 150,
200 dan 250 mg. dosis oral 3 kali 200 – 300 mg sehari untuk aritmia ventrikular.
Obat anti aritmia kelas II
a. Propanolol
Beta blocker terutama digunakan untuk pengobatan takiaritmia dan supraventikular
seperti sinus takikardi, SVT atau fibrilasi atrium respon cepat yang disebabkan oleh
hiperakif saraf simpatis, hipertiroidisme atau pengaruh obat
simptomimetik.Propranolol (Inderal)  PO/IV. 90% terikat protein. Dimetabolisme
oleh hati, dieksresi oleh ginjal. Propranolol terutama diberikan peroral untuk
pengobatan aritmia jangka lama. Dosis berkisar dari 30-320 mg per hari untuk
pengobatan aritmia yang sensitif terhadap obat ini. Untuk menekan beberapa jenis
aritmia ventrikel mungkin diperlukan dosis sebesar 1000 mg per hari.propranolol
biasanya diberikan sebanyak 3-4 kali sehari. Lama kerja dapat diperpanjang dengan
pemberian dosis lebih besar, karena propranolol mempunyai batas keamanan lebih
lebar dari obat antiaritmia yang lain. Dalam keadaan darurat, propranolol dapat
diberikan secara intravena dengan dosis antara 1-3 mg.

b. Esmolol
Esmolol diberikan pada pasien takikardi sinus, flutter atrium, fibrilasi atrium,
reentry A-V, Woff-parkinson-white. Esmolol (Kerlone)  PO. Dimetabolisme
oleh esterase eritrosit. Metabolit dieksresi oleh ginjal. Kadar serum tidak
berpengaruh dengan gagal hati atau ginjal. Esmolol diberikan secara intravena
untuk pengobatan jangka pendek atau sebagai pengobatan kegawatan pada
takikardia supraventrikel.
Obat anti aritmia kelas III
a. Amiodarone (Cordarone, Kendarone, Tyarit ) merupakan analog hormone tiroid.
Selain memperpanjang masa refrakter efektif melalui blockade kanal K+, obat ini
memiliki efek farmakologi multiple. Amiodarone adalah obat antiaritmia yang paling
luas jagkauan terapeutiknya karena efektif terhadap semua jenis takiaritmia.
Amiodarone intravenous ( cordarone ) diberikan padakondisi akut misalnya VT, SVT
ataiu fibrilasi atrium rapid response. Loadingdose adalah 5 mg/kgBB bolus pelan
diikuti maintance dose 100-400 mg sehari. Amiodarone kontraindikasi pada
pasienhipotensi karena menyebabkan vasodilatasi.
b. Sotalol adalah beta blocker non selektif yang memiliki efek memperpanjang efek
potensial aksi miokard. Obat ini efektif terhadap takikardi ventricular atau
supraventricular dan fibrilasi atrium. Dosis awal adalah 2 kali 80 mg sehari dan dapat
ditingkatkan sampai 2 kali 320 mg sehari.
Obat anti aritmia kelas IV
Verapamil dan diltiazem adalah CCB non hidropiridin yang digunakan pada sinus
takikardi .
a. Verapamil
Verapamil bekerja dengan memblok saluran Ca 2+. Efek elektrofisiologis utama
yang disebabkan oleh blok saluran Ca2+ di jantung adalah pada jaringan berespon
lambat, nodus sinus dan nodus AV. Verapamil pada konsentrasi tertentu lebih
memperpanjang interval PR jika diberikan secara intravena dibandingkan secara
oral.
Verapamil dengan dosis 5-10 mg diberikan secara intravena selama 2-3 menit.
Untuk mengendalikan irama ventrikel pada fibrilasi atrium, diberikan dosis 10 mg
selama 2-5 menit dan bila perlu diulangi dalam waktu 30 menit. Untuk
mengontrol irama ventrikel pada fibrilasi atrium, diberikan dosis oral 240-480
mg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Untuk diltiazem dosisnya adalah 60-90 mg
diberikan tiap 6 jam.
Verapamil termasuk zat penghambat kalnal kalsium seperti juga nifedipin dan
diltiazem. Dari sudut struktur kimia termasuk suatu derivate fenilasetonitril atau
derivate fenilalkilamin maka berbeda dari nifedipin yang merupakan derivate
dihidropiridin dan diltiazem suatu deruvat benzotiazepin. Walaupun verapamil
seperti juaga nifedipin, berefek vasodilatasi pada pembuluh darah resistensi dan
pembuluh darah koroner, namun efek antagonis Ca 2+ terhadap jantung lebih
lama.
Obat anti aritmia kelas V
a. Adenosin merangsang adenosine Al-reseptor yang selanjutnya mengaktifkan arus K+
yang sensitive terhadap asetil kolin di SA dan AV node, juga diatrium sehingga
menimbulkan perpendekan durasi potensial aksi, hiperpolarisasi membrane sel
danmenghambat otomatisasi. Injeksi adenosine secara cepat (I.V) sangat
efektifmenekan siklus re-entri pada SVT.
b. Digoksin meingkatkan tonus vagus( parasimpatis ) sehingga indikasi utama digoksin
adlah untuk kontrol laju ventrikel pada pasien fibrilasi atrium. Pada AF akut dengan
respon ventricular cepat yang belum terjadi gangguan hmodinamik, maka tindakan
pertama ialah meurunkan laju ventrikel denganpemberian digoksin I.V mulai dengan
loading dose yaitu (I.V) 0.5 mg perlahan-lahan kemudian dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan.
c. Glikosida digitalis memberikan efek inotropik positif dan digunakan secara luas untuk
gagal jantung. Kerja inotropiknya merupakan hasil peningkatan Ca 2+ intrasel.
Glikosida digitalis menyebabkan kemiringan fase 4 (yaitu peningkatan laju
automatisitas), terutama jika konsentrasi K rendah. Glikosida digitalis juga
memberikan kerja vagotonus yang mencolok menyebabkan penghambatan arus Ca 2+
di nodus AV dan aktivasi arus K+ yang diperantarai asetilkolin di atrium. Dengan
demikian efek elektrofisiologis “tidak langsung” glikosida digitalis yang utama adalah
hiperpolarisasi, pemendekan potensial aksi atrium, dan meningkatkan kerefrakteran
nodus AV. Peningkatan kerefrakteran nodus AV menjadi dasar kegunaan digitalis
untuk menghentikan aritmia reentry yang melibatkan nodus AV, dan mengendalikan
respon ventrikel pada ppasien yang mengalami fibrilasi atrium. Efek utama glikosida
jantung terhadap EKG adalah perpanjangan PR dan perubahan repolarisasi ventrikel
non spesifik (segmen ST), yang mekanisme penyebabnya belum dipahami.
Obat-obat bradiaritmia
Atropine
Atropine menghambat aktivitas saraf vagus (parasimpatis) pada jantung
sehinggameingkatkan laju jantung. Dosis kecil atropine menghambat sekresi air liur, bronkus
dan keringat, menurunkan sekresilambung, menurunkan motilitas otot polos visceral
termasuk saluran cerna, saluran urogenital, dan empedu. Pada orag tua dimana tonus
vauslemah, maka efek atropine biasanya tidak nyataa.
Aminofilin
Aminofilin merupakan antagonis reseptor adenosine. Perangsangan adenosine Al-
reseptor di jantung menimbulkan bradikardi. Pada pasien bradikardi yang tidak respon
dengan atropine dapat dicoba dengan aminofilin ( i.V ) dosis 120 mg dilanjutkan dengan
drips (0.2 mg/kgBB/jam).

Tatalaksana NSTEMI
Penanganan awal dimulai saat diagnosis Angina Pektoris Tidak Stabil dan NSTEMI
ditegakkan atau bahkan saat kecurigaan terhadap Sindrom Koroner Akut cukup tinggi,
meliputi :
1. Atasi nyeri dada akibat iskemia.
2. Melakukan penilaian status hemodinamik dan perbaiki kelainannya. Sebagia contoh
hipertensi dan takikardia merupakan keadaan kebutuaan konsumsi oksigen, dan bisa
diatasi dengan pemberian penyekat beta dan nitrogliserin intravena.
3. Risiko untuk terjadi komplikasi disetimasi menggunakan stratifikasi risiko dini.
4. Berdasarkan estimasi stratifikasi risiko, strategi tatalaksana ditentukan antara strategi
invasif(angiografi coroner dengan tujuan revaskularisasi ) atau konservatif (
medikamentosa).
5. Insiasi terapi antitrombotik ( antiplatelet dan antikoagulan ) untuk mencegah
terjadinya trombosis baru dan embolisasi dari plak aterosklerosis yang ruptur dan
erosi
6. Pemberian penyekat beta untuk mencegah terjadinya iskemia berulang dan artimia
ventrikular maligna.

Penanganan awal diikuti dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah
terbukti dapat memperbaiki prognosis jangka panjang, seperti dibawah ini :
1. Pemberian antiplatelet jangka panjang untukmenurunkan risiko trombosis arteri
koroner berulang
2. Penyekat beta
3. Statin
A. Penyekat Beta (Beta blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang
mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Obat ini memiliki efek inotropic dan kronotropik negatif sehingga meningkatkan suplai O2
dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung.
Beta blocker non selektif yang tidk memilikiintrinsic sympathomimetic activity ( ISA )
seperti propranolol, telah dibuktikan efektif dalam mengobati AP stabil namun tidak efektif
pada angina Prinzmetal.
Beta blocker yang kardioselektif (B1 – selektif ) seperti atenolol, metoprolol atau bisoprolol
sangat efektif terhadap AP stabil danpada silent ischemia. Bisoprolol ( concor, maintate) adalah
penyekat B1 selektif yang tidak memiliki ISA dan bekerja lama Bisoprolol mampu menekan
variasi sirkadian sehingga efektif dalam mengurangi total ischemic burden.
Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler
yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus,
preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi
Tabel Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
Penyekat Selektivitas Aktivitas agonis Dosis untuk
beta parsial angina
Atenolol B1 - 50-200 mg/hari
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
Carvedilol + 2x6,25 mg/hari,
titrasi sampai
maksimum 2x25
mg/hari
Metoprolol B1 - 50-200 mg/hari
Propanolol Nonselektif - 2x20-80 mg/hari

B. Nitrat
Nitrat organic yang digunakan sebagai obat antiangina seperti nitrogliserin, isosorbide
dinitrate akan berubah berubah menjadi nitrc oxide ( NO) setelah berikatan dengan sulfhydyl
group. Nitrat oxide ( NO ) merangsang guanilat siklase meningkatkan pembentukkan
cyclic Guanosine Mono-Phosphate (cGMP) di dalam otot polos pembuluh darah.
Akumulasi cGMP selanjutnya mengaktifkan protein kinase yang tergantung cGMP
(PKG) dan cyclic nucleotide phosphodieterase ( PDEs 2, 3, dan5 ) didalam sel otot polos.
Proses ini menghambat masuknya kalsium ke dalam sel dan meningkatkan ambilan
kalsium oleh retikulum sarkoplasmik, sehingga terjadi penurunan konsentrasi kalsium
intraseluler, disamping itu juga terjadi defosforilasi myosin light – chain mengakibatkan
vasodilatasi . Mekanisme lain dari nitrat yang menyebabkan vasodilatasi adalah
menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2), meningkatkan produksi prostasiklin, dan
meningkatkan pelepasan NO dari sel endotel, menghambat agregasi platelet. Pada jantung
nitrat menghambat pelepasan noradrenalin sebaliknya meningkatkan pelepasan
asetilkolin.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen
miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik
yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis
Tabel . Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA
Nitrat Dosis
Isosorbid dinitrate Sublingual 2,5–15 mg (onset 5
(ISDN) menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Intravena 1,25-5 mg/jam
Isosorbid 5 Oral 2x20 mg/hari
mononitrate Oral (slow release) 120-240
mg/hari

C. Anti platelet

Peran aktivasi dan agregasi platelet sangat besar pada propagasi thrombus, sehingga
merupakan target utama pada penanganan pasien SK. Pemberian antiplatelet harus
dilakukan secepatnya untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian
aterotrombosis berulang.

Saat ini, ada tiga kelas antiplatelet, yaitu :

 Penghambat Siklo oksiginase ( COX1) : aspirin.


Aspirin memiliki efek anti-agregasi . efek ini terjadi karena aspirinmenghambat
aktivitas enzyme Cylo-OXygenase-1 dan 2 ( COX 1 dan 2 ) pada trombosit
selanjutnya menghambat produksi tromboksan, zat yang merangsang agregasi
trombosit danvasokontriksi. Aspirin juga dilaporkan memiliki efekantikoagulan dan
fibrinolitik melalui efeknya menghambat fungsi trombosit.
 Penyekat reseptor P2Y2 : Clopidogrel, Prasugral dan Ticagrelor
Jejas endotel danaterogenesis dapat disebabkan karena lumen pembuluh darah
terpapar komponen trombogenik subendotel seperti tissue factor danvon willebrand
factor.halini selanjutnyamenyebabkan platelet degranulasi dan melepaskan berbagai
platelet activator termasuk ADP. ADP menginduksi agregasi platelet pertama
(initiated) dicetuskan/diperankan oleh P2Y1 reseptor dan kemudian diamplifikasi dan
dipertahankan oleh P2Y12 reseptor secara sinergis. P2Y12 reseptor juga
mengamplifikasi agregasi platelet yang diinduksi oleh berbagai agonis. Clopidogrel
adalah P2Y12 antagonis sehingga memiliki efek anti agregasi danmenghambat respon
patologis terhadap jejasyang mana pada puncaknya terbentuk trombusyang
menyumbat, atau menghambat restenosis setelah dilakukan Percutaneous Coronary
Intervention ( PCI ).
 Penyekat reseptor GPIIBIIIA : Abxicimab, eptifibatibe dan tirofiban
Glycoprotein IIb/IIIa adalah glycoprotein yang terdapat pada permukaan platelet,
glycoprotein ini berfungsi sebagai reseptor untuk fibrinogen dan von willebrand
factor yang mengikat platelet terhadap permukaan asing termasuk platelet yang lain
dalam proses agregasi. Glycoprotein IIb/IIIa inhibitors menghambat reseptor ini
sehingga memiliki efek antiagregasi.

Rekomendasi penggunaan antiplatelet pada pasien APTS dan NSTEMI

1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk
jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan
berlebih
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT
(dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus
peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti
infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau
steroid
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak
kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian iskemik sedang
hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg,
dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi
pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian dihentikan)
6. Clopidogreldirekomendasikanuntukpasienyangtidakbisamenggunakan ticagrelor. Dosis
loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang
dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko
perdarahan yang meningkat
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila
terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan)
setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman.
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX- 2 selektif
dan NSAID non-selektif).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikanselama 12 bulan tanpa memperdulikan jenis stent.

Tabel Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA9


Antiplatel Dosis
et
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis pemeliharaan 75-100 mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari

D. Antikogulan.
Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya. Banyak studi telah
membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi serangan
jantung akibat thrombosis.
Ada beberapa macam antikoagulan yaitu:
- Penghambat thrombin indirek unfractioned : Heparin (UFH), LMWH
- Penghambat faktor Xa indirek : LMWH dan Fondaparinux
- Penghambat Xa direk : Bivalirudin
 Heparin
Heparin adalah pentasakarida yang disekresi terutama dari sel mast di paru. Hepari
memiliki efek antikoagulasi, hal ini disebabkan karena heparin meningkatkan aktivitas
antithrombin, sebaliknya menurunkan aktivitas thrombin dan faktor-faktor koagulasi
seperti factor XI, X, IX, dan VIIa .selain itu, heparin juga berikatan dengan sel darah (
seperti makrofag dan platelet ) dan plasma protein ( seperti fibrinogen, fibronectin, dan
von wilenbrand factor).
Heparin meningkatkan activated partial thromboplastin time ( aPTT), prothrombin
time dan thrombin time. Indikasi utama heparin adlah untuk deep vein thrombosis ( DVT
) dan emboli paru. Dosis yang diberikan adalah bolus 5000 unit (I.V) diikuti 1,200-1,600
unit setiap jam melalui infus pump sampai mencapai nilai aPTT 1,8 – 2,5 kali dari
control ( aPTT diperiksa setiap 6 jam .

 Low Molecule Weight Heparin


Low Molecule Weight Heparin adalah bentuk depolimerasasi dari heparin babi. LMWH
memiliki efek lemah terhadap thrombin. Mekanisme kerja obat ini sebagai antikoagulan
adalah : a. menghambat faktor Xa; b. meningkatkan tissue factor pathway inhibitor (
TFPI) dari endotel.
Rekomendasi penggunaan antikoagulan.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi
antiplatelet
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling
baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan
4. Bilaantikoagulanyangdiberikanawaladalahfondaparinuks, penambahan bolus UFH (85
IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan
rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan
apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia
Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat
pasien dipulangkan dari rumah sakit
TFPI akan berikatan dengan faktor Xa dan menghambat tissue facr-facr VIIa complex ; c.
menghambat penggabungan faktor Xa dengan platelet
Tabel Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA

Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Heparin tidak Bolus i.v. 60 U/g, dosis
terfraksi maksimal 4000 U.
Infus i.v. 12 U/kg selama
24-48 jam dengan dosis maksimal 1000
U/jam target aPTT 11/2-2x control

III. SUMBER KEPUSTAKAAN


1. PERKI. 2015. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung Edisi Pertama .PERKI :
Jakarta
2. Kabo, Peter.2014. Bagiamana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara
rasonal . FKUI : Jakarta
3. Rilantono , Lili. 2013. Penyakit kardiovakular . FKUI : Jakarta
4. Hurst, Willis.1988. Diagnostic Atlas of the Heart. Raven Press : Newyork
5. PERKI. 2015. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung Edisi Pertama . PERKI :
Jakarta
6. PERKI. 2015. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut. PERKI : Jakarta
7. PERKI. 2015. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium :.PERKI : Jakarta
8. Loscalzo, Joseph. 2010. Harrison’s Cardiovascular Medicine 17 th
edition.McGraw Hill : Boston
9. Dec, William . 2005. Heart Failure . Marcell Dekker : New York
10. Opie, Lionel. 2012. Drugs for the heart. Elsevier Saunders: South African
11. Runge, Marshall. 2010.Netter’s Cardiology second edition : Saunders Elsevier
IV. TUGAS MODUL
A. Tugas Individu
B. Tugas Diskusi
C. Soal Ujian

V. INDIKATOR PENILAIAN

VI. INTEGRASI ISLAM

Anda mungkin juga menyukai