Anda di halaman 1dari 19

Struktur dan Reaktivitas Molekul Anorganik

TEORI ORBITAL MOLEKUL

KELOMPOK III

EVANA YUSLIMAH YUSUF S. P1100214002


IRWAN R. P1100214010

PROGRAM PASCASARJANA KIMIA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
BAB I

PENDAHULUAN

Teori Orbital Molekul merupakan teori modern dari kimia koordinasi yang

muncul untuk menjelaskan suatu senyawa kompleks yang belum dijelaskan dalam

teori ikatan valensi dan teori medan Kristal. Teori koordinasi diperkenalkan oleh

Werner untuk menjelaskan sifat-sifat serta stereokimia dari banyak senyawa

kompleks.

Teori ikatan dalam senyawa-senyawa kompleks mula-mula diberikan oleh

Lewis dan Sidgwick. Teori ini tidak dapat menjelaskan bentuk-bentuk geometri

senyawa-senyawa kompleks. Tiga teori yang timbul adalah:

1. Teori ikatan valensi atau valence bond theory (VBT)

2. Teori medan Kristal atau crystal field theory (CFT) dan

3. Teori orbital molekul atau molecular orbital theory (MOT)

Teori ikatan valensi menjelaskan pembentukan senyawa kompleks

berdasarkan harga momen magnet yang mempengaruhi proses hibridisasi. Jika

momen magnet besar maka elektron tidak berpasangan juga besar. Namun teori

ikatan valensi memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan warna-

warna dalam senyawa kompleks, tidak dapat menjelaskan terjadinya spectra

elektronik, tidak dapat menjelaskan kompleks ionik dan kovalen dalam senyawa

kompleks.

Teori medan Kristal menjelaskan terjadinya spilitting pada orbital 3d

akibat adanya pengaruh ligan terhadap elektron pada orbital atom pusat. Namun,

teori ini tidak dapat menjeaskan sifat kovalen dari senyawa kompleks karena

Teori Orbital Molekul 2


menurut teori medan Kristal adanya spilitting timbul akibat gaya tolak

elektrostatik elektron d oleh ligan-ligan.

Munculnya teori orbital molekul disebabkan karena dalam senyawa

kompleks pada kenyataannya menunjukkan bahwa ikatan dalam kompleks

sebagian bersifat kovalen. Ikatan ini berupa ikatan sigma (σ) dan atau ikatan phi

(π) antara ion pusat dengan ligan. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital

Theory) melibatkan pembentukan ikatan kovalen.Dalam Teori Orbital Molekul,

ikatan dalam kompleks terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital

molekul merupakan orbital yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom

yang dimiliki logam dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan.Oleh karena itu

orbital molekul dapat dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear

Combination Atomic Orbital (LCAO).

Teori Orbital Molekul 3


BAB II

TEORI ORBITAL MOLEKUL

Teori Medan Kristal didasarkan atas asumsi bahwa interaksi yang terjadi

antara ligan dan logam pusat murni merupakan interaksi elektrostatik. Teori ini

dapat menjelsakan bentuk geometris; spektra; dan kemagnetan dari senyawa

kompleks dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini mengabaikan

kemungkinan terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal ini ternyata

bertentangan dengan fakta yang diperoleh sdari sejumlah eksperimen. Beberapa

kelemahan dari Teori Medan Kristal adalah sebagai berikut :

1. Sejumlah senyawa dengan tingkat oksidasi nol (misalnya pada

kompleks [Ni(CO)4] tidak mengalami gaya tarik-menarik elektrostatik

antara logam dengan ligan, sehingga dapat dipastikan bahwa ikatan

yang terbentuk dalam kompleks merupakan suatu ikatan kovalen

2. Urutan ligan dalam spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya dengan

berdasarkan pada keadaan elektrostatik

3. Bukti dari spektrum resonansi magnetik inti dan resonansi spin

elektron menunjukkan keberadaan densitas elektron tidak berpasangan

pada ligan, hal ini mengindikasikan adanya pembagian elektron

bersama, sehingga dapat diasumsikan terjadi kovalensi dalam

kompleks

Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan

ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks

terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital

Teori Orbital Molekul 4


yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan

orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu orbital molekul dapat

dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear Combination Atomic Orbital

(LCAO).

Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan

menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti

ikatan). Bagaimana orbital molekul ini terbentuk akan dibahas lebih terperinci

dalam Ikatan Kimia.

Pembentukan Orbital σ

Pembentukan ikatan melalui orbital σ yang paling sederhana dapat

dicontohkan dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2.

Energi
1s
destabilisasi karena orbital
a
antiikatan

1s 1s
a stabilisasi karena orbital
ikatan
1s
H H:H H
Gambar 1. Diagram enegi Orbital Molekul H2

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-

masing satu buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut

kemudian bergabung membentuk orbital molekul σ, sehingga terbentuk dua

macam orbital, orbital σ yang merupakan orbital bonding, dan orbital σ* yang

merupakan orbital antibonding. Molekul H2 ini merupakan molekul yang lebih

Teori Orbital Molekul 5


stabil dari atom-atomnya. Diagram energi dari molekul H2 seperti pada gambar 1.

Perbedaan energy antara orbital atom dan orbital molekul yaitu a, tergantung dari

besarnya overlap orbital atom. Makin besar overlap, makin besar a sehingga

makin kuat ikatan yang terjasi. Ikatan yang terjadi pada orbital sigma (σ)

distabilkan oleh orbital ikatan.

Teori orbital molekul juga dapat digunakan untuk menjelaskan

ketidakstabilan dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut :

Energi
1s
a

1s 1s
a

1s
He H e: He He

Gambar 2. Diagram orbital molekul helium

Molekul He2 menurut teori memiliki diagram orbital seperti pada gambar

2. Namun, pada kenyataanya molekul He2 sangat tidak stabil sehingga tidak ada

dalam bentuk He2. Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital

1s. saat orbital-orbital atom 1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk

orbital molekul, terbentuk 2 macam orbital molekul pula, orbital σ dan σ*.

Elektron-elektron mula-mula mengisi orbital bonding σ yang tingkat energinya

lebih rendah, kemudian mengisi orbital antibonding σ*. Karena baik orbital

bonding maupun orbital antibonding sama-sama terisi elektron, maka keduanya

akan saling meniadakan, sehingga molekul He2 menjadi sangat tidak stabil. Hal

Teori Orbital Molekul 6


ini dapat dijelaskan dengan interaksi orbital HOMO – LUMO. HOMO (Highest

Occupied Molecular Orbital) merupakan orbital yang terisi penuh electron

berenergi tinggi dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) adalah

orbital molekul yang tidak terisi electron berenergi rendah. Orbital HOMO dan

LUMO adalah sepasang orbital yang terletak secara berdekatan dan memiliki

energi dari dua atom yang saling membentuk sehingga memberikan ikatan yang

sangat kuat dan disebut interaksi orbital “penuh-kosong” HOMO – LUMO.

Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk

molekul diatomik yang heterogen, sehingga orbital atom yang digunakan dalam

pembentukan orbital molekul memiliki tingkat energi yang sama. Pada molekul

diatomik yang heterogen, atom yang lebih elektronegatif orbital atomnya

memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi antar orbital

atom dari dua atom berbeda yang saling berikatan merupakan ukuran dari sifat

ionik ikatan yang terbentuk antara kedua atom tersebut. Sedangkan perbedaan

tingkat energi antara orbital bonding molekul yang terbentuk dengan orbital atom

(dari atom yang tingkat energinya lebih rendah) merupakan ukuran sifat kovalen

ikatan yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar diagram berikut:

Teori Orbital Molekul 7


Energi
s
c

2s
d

c 2s

s

a s
b
1s
a 1s

s

A A-B B

Gambar 3. Diagram energi orbital molekul dari molekul AB

Pada gambar 3 diatas menunjukkan diagram orbital molekul AB, atom B

memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan orbital atom A karena

makin elektronegatif suatu unsure maka makin rendah energi orbital atomnya.

Oleh karena itu, orbital molekul (OM) σ yang terbentuk memiliki karakteristik

yang lebih mirip dengan orbital atom B. Perbedaan energi orbital atom dari dua

unsur, dalam hal ini b dan d, merupakan ukuran sifat ionik dari ikatan. Besarnya a

dan c tergantung besar kecilnya overlapping orbital atom dari atom A dan B, jadi

juga merupakan ukuran sifat kovalen dari ikatan sehingga semakin besar a dan c

makin besar overlapping, makin kovalen ikatan yang terjadi.

Besarnya energi yang terlepas pada pembentukan molekul AB tergantung

jumlah dan energi electron A dan B yang membentuk molekul, dan dapat dilihat

pada tabel 1 berikut.

Teori Orbital Molekul 8


Tabel 1. Energi lepas pada pembentukan molekul AB

Elektron dari A Elektron dari B Energi yang lepas

1s1 0 a+b
0 1s1 a
1s1 1s1 2a + b
1s2 0 2a + 2b
1s2 1s2 0
1s2 2s1 1s2 c+d
1s2 1s2 2s1 c
1s2 1s2 2s2 2c
1s2 2s1 1s2 2s2 c
1s2 2s2 1s2 2s2 c2

Orde Ikatan

Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di

orbital ikatan dikurangi dengan jumlah elektron yang ada di orbital anti ikatan.

Misalnya, dalam N2 atau CO, orde ikatannya adalah (8 – 2)/2= 3 dan nilai ini

konsisten dengan struktur Lewisnya.

Berikut ini adalah aturan-aturan yang digunakan dalam menggambarkan

diagram orbital molekul

1. Tentukan jumlah elektron dalam molekul. Jumlah elektron per atom

diperoleh dari nomor atom pada tabel periodik (Jumlah total elektron

bukan hanya elektron valensi)

2. Isi orbital molekul dari bawah hingga ke atas sampai semua elektron terisi

3. Orbital harus terisi dengan spin yang sejajar sebelum elektron nya mulai

berpasangan (Kaidah Hund)

Teori Orbital Molekul 9


Kemudian kestabilan suatu molekul ditentukan melalui orde ikatan (Bond

Order)

Orde Ikatan = ½ .e. bonding - .e. antibonding

Orde ikatan digunakan untuk meramalkan kestabilan molekul:

1. Jika orde ikatan suatu molekul sama dengan nol (0) maka molekul tersebut

tidak stabil

2. Jika orde ikatan lebih dari nol (0) maka molekul tersebut stabil

3. Semakin besar nilai dari orde ikatan, semakin stabi ikatan dalam molekul

Kita juga dapat menentukan molekul tersebut bersifat paramagnetik atau

diamagnetik. Jika semua elektron telah berpasangan maka molekul tersebut

bersifat diamagnetik. Jika salah satu atau lebih elektron belum berpasangan maka

molekul tersebut bersifat paramagnetik.

Contoh:

 Diagram molekul H2

Orde Ikatan = ½ .e. bonding - .e. antibonding

= 1⁄2 (2 − 0) = 1

orde ikatan lebih besar dari pada nol (0) berarti molekul H2 stabil, semua elektron

dalam molekul H2 telah berpasangan berarti H2 bersifat diamagnetik.

 Diagram molekul He2

Orde Ikatan = ½ .e. bonding - .e. antibonding

= 1⁄2 (2 − 2) = 0

Orde ikatan sama dengan nol, maka molekul He2 tidak stabil.

Teori Orbital Molekul 10


Pembentukan Orbital Molekul σ Dalam Senyawa Kompleks

Pada senyawa kompleks, orbital molekul terbentuk sebagai

gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan.

Orbital atom logam dapat bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-orbital

atom tersebut memiliki simetri yang sama.

Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk orbital

molekul adalah orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2), 4s, 4p, 4px, 4py dan 4pz. Orbital-

orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) dari logam tidak dapat membentuk orbital σ karena

orientasi arahnya yang berada di antara sumbu x, y dan z. Oleh karena itu ketiga

orbital tersebut disebut sebagai orbital nonbonding. Meskipun tidak dapat

membentuk orbital σ, orbital-orbital t2g tersebut dapat membentuk orbital molekul

π dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital atom logam.

Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika

posisinya segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung

ion pusat dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan

orbital atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil hibridisasi antara orbital

s dan p.

Karena jauh lebih banyak orbital dan elektron yang terlibat, maka diagram

pembentukan orbital molekul dalam senyawa kompleks lebih rumit dibandingkan

diagram pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomik sederhana.

Umumnya orbital atom dari ligan tingkat energinya lebih rendah dibandingkan

orbital atom dari logam pusat, sehingga karakteristik dari orbital molekul yang

terbentuk lebih mirip dengan karakteristik orbital atom ligan dibandingkan orbital

Teori Orbital Molekul 11


atom logam. Berikut ini contoh diagram pembentukan orbital molekul untuk

kompleks [Fe(CN)6]3-.

26Fe : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d6

26Fe : [Ar] 3d6 4s2

3d 4s 4p
Fe0
ground
state dxy dxz dyz dx2-y2 dz
2 px py pz

3d 4s 4p
Fe3+
ground
state dxy dxz dyz dx2-y2 dz
2 px py pz

3d 4s 4p
Fe3+
excited
valency state dxy dxz dyz dx2-y2 dz
2 px py pz

O.A. Fe(III) O.M. [Fe(CN)6]3- O.A. 6 CN-


p
Energi
s

4p d
2 2 2
dx -y dz
4s

3d
dxy dxz dyz

d 6 ligan CN-

p

s

Gambar 4. Diagram orbital molekul [Fe(CN6)]3- low spin

Teori Orbital Molekul 12


Pada kompleks [Fe(CN)6]3- (gambar 4), orbital-orbital 4s, 4px, 4py, 4pz,

3dx2-y2, dan 3dz2 dari logam Fe bergabung dengan keenam orbital px dari atom

ligan CN- membentuk orbital molekul. Orbital molekul σ yang terbentuk masing-

masing diisi dengan sepasang elektron dari ligan CN-. Orbital 3dxy, 3dxz, dan 3dyz

dari Fe3+ tidak bergabung membentuk orbital molekul, ketiga orbital tersebut

merupakan orbital nonbonding (non ikatan) dalam kompleks ini. Selisih antara

tingkat energi nonbonding (dx; dy; dz) dengan orbital σ*d (orbital antibonding)

merupakan harga Δ0 dari kompleks tersebut. Dalam teori orbital molekul,

splitting/pemecahan tingkat energi yang terjadi merupakan akibat dari kovalensi.

Makin besar kovalensi, makin besarpula harga Δ0. Dalam kompleks [Fe(CN)6]3-

tersebut, harga Δ0 cukup besar akibat adanya ligan CN- yang kuat sehingga semua

elektron lebih memilih untuk mengisi orbital nonbonding, kompleks merupakan

kompleks low spin. Karena ada elektron dalam kompleks tidak berpasangan, maka

dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat paramagnetik.

Pada kompleks [FeF6]3-, selisih tingkat energi antara orbital nonbonding

dengan orbital antibonding/orbital σ* yang terbentuk relatif cukup kecil, sehingga

elektron dapat mengisi orbital σ*. Kompleks ini merupakan kompleks high spin.

Diagram pembentukan orbital molekul pada kompleks [FeF6]3- dapat dilihat

berikut ini :

Teori Orbital Molekul 13


O.A. Fe(III) O.M. [FeF6]3- O.A. 6 F-
p
Energi
s

4p

4s
d

3d
dxy dxz dyz

d 6 ligan F-

p

s

Gambar 5. Diagram orbital molekul [FeF6]3- high spin

Orbital-orbital 3dx2-y2; 3dz2; 4s; 4px; 4py; dan 4pz dari logam bergabung

dengan 6 buah orbital px dari keenam ligan F- yang mengelilingi logam pusat

tersebut. Orbital-orbital t2g dari logam membentuk orbital nonbonding atau non-

ikatan. Selisih tingkat energi antara orbital nonbonding ini dengan orbital

antibonding σ* yang terbentuk dinotasikan dengan Δ0. Pada kompleks [FeF6]3-,

karena harga Δ0 relatif cukup kecil, maka sebelum mengisi orbital nonbonding

(dx; dy; dz) secara berpasangan, elektron dari ligan juga mengisi orbital σ*d.

Akibatnya setiap orbital σ*d yang merupakan orbital antibonding masing-masing

terisi satu buah elektron. Terisinya orbital antibonding ini mengakibatkan ikatan

antara logam Fe dengan ligan F- tersebut menjadi lebih lemah. Dalam kompleks

terdapat sejumlah elektron yang tidak berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa

kompleks [FeF6]3- merupakan kompleks yang bersifat paramagnetik.

Teori Orbital Molekul 14


Pembentukan Orbital π

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital σ dapat terbentuk antar

orbital atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital π dapat terbentuk antara

orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang

tidak searah dengan orbital logam. Salah satu contoh bagaimana orbital π dapat

terbentuk antara orbital atom dari logam dengan orbital atom yang dimiliki ligan

ditunjukkan dalam gambar berikut :

- + y

- - + +
x

+ + - -
+ -

Gambar 6. Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari ligan

Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa orbital dxz berada sejajar dengan

orbital py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom logam dan

orbital atom ligan tersebut dapat menghasilkan orbital molekul π. Selain dari

penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz, orbital molekul π

juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital pz dari logam dengan

Teori Orbital Molekul 15


orbital pz dari ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

y
+
+ + +
+ - x

- - -
-
Gambar 7. Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam posisi
yang sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan orbital
molekul π.

Jika pada pembentukan ikatan σ ligan berperan sebagai penyumbang

pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan π ini, ligan dapat bertindak

sebagai penerima pasangan elektron yang didonorkan oleh logam.

Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan,

sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai

pembentukan ikatan π juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret

Spektrokimia.

Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung

keterisian orbital π yang dimiliki oleh ligan tersebut.

Teori Orbital Molekul 16


(a) Ligan akseptor π

Sejumlah ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital π kosong yang

dapat bertumpang tindih dengan orbital t2g dari logam, membentuk ikatan

π. Interaksi semacam ini seringkali disebut sebagai pembentukan ikatan

balik (backbonding). Tingkat energi dari orbital π yang dimiliki ligan ini

seringkali lebih tinggi dibandingkan tingkat energi dari logam, sehingga

dapat menaikkan harga ∆0. Ligan-ligan semacam ini merupakan ligan

medan kuat dan pada Deret Spektrokimia berada di sebelah kanan.

(b) Ligan Donor π

Sejumlah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan

mengalami overlap dengan orbital t2g dari logam, menghasilkan ikatan π.

Rapatan elektron akan ditransfer dari ligan menuju logam melalui ikatan π

ini. Selain dari ikatan π yang terbentuk tadi, transfer elektron dari ligan ke

logam juga terjadi melalui ikatan σ. Interaksi semacam ini lebih sering

terjadi pada kompleks dari logam dengan bilangan oksidasi yang tinggi,

sehingga logam tersebut ”kekurangan elektron”. Orbital π dari ligan

biasanya memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan orbital

t2g logam, sehingga delokalisasi elektron π dari ligan melalui cara ini akan

memperkecil harga ∆0. Ligan yang merupakan donor π terletak di sebelah

kiri dari Deret Spektrokimia.

Teori Orbital Molekul 17


BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dalam pembahasan teori orbital molekul adalah

1. Teori orbital molekul menjelaskan ukuran sifat ionik dan kovalen dari

senyawa kompleks.

2. Spiliting yang terjadi pada orbital molekul akibat sifat kovalen dari orbital

atom logam dan ligan yang berikatan.

3. Kuat lemahnya ligan yang berikatan dengan atom logam/pusat memberikan

energi pemisahan yang berbeda sehingga sifat berbeda.

Teori Orbital Molekul 18


DAFTAR PUSTAKA

Bird, T., 1987, Kimia Fisik untuk Universitas, Jakarta

Housecroft, C.E., dan Sharpe, A.G., 2005, Inorganic Chemistry Second Edition,
Pearson Education Limited, London

Sukardjo, 1985, Ikatan Kimia, Rineka Cipta, Jakarta

Tahir, I., Makky, F.E., Pranowo, H.D., Wijaya, K., 2005, Analisis Sifat
Fotosensitivitas Senyawa Antibakteri Turunan Fluorokuinolon
Berdasarkan Data Transisi Elektronik dan Selisih Energi Orbital HOMO-
LUMO, Conference on Pharmaceutical and Biomedical Analysis School
of Pharmacy, ITB

Teori Orbital Molekul 19

Anda mungkin juga menyukai