Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum Islam pada dasarnya merupakan konsep yang baku, namun pada perjalanannya tidak menutup
kemungkinan dilakukan ijtihad - ijtihad di dalam bidang yang dibolehkan selama tidak keluar dari bingkai
Syari`ah Islamiyah. Sehingga Islam memang betul-betul mampu menjawab seluruh perkembangan
zaman.

Demikian juga halnya dengan sistem ekonomi Islam yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem Islam, juga tidak luput dari aktivitas ijtihad. Dengan demikian sistem ekonomi Islam diharapkan
mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh umat manusia, tanpa
keluar dan melanggar ketentuan hukum Allah SWT. Sistem ini memiliki pengawasan yang melekat pada
diri setiap individu pelaku ekonomi yang berakar pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Sistem ini pula menyelaraskan antara kemashlahatan individu dengan kemashlahatan orang banyak.

Konsep keadilan Islam dalam ekonomi ( khususnya dalam distribusi pendapatan ) menghendaki seluruh
element dalam faktor produksi mendapatkan imbalan sesuai dengan kontribusinya masing-masing.
Faktor modal, tenaga kerja, material asset, dan entrepreneurship, harus dihargai secara adil. Dalam
pandangan Islam modal ( uang ) dengan sendirinya tidak memiliki banyak makna, modal baru bermakna
jika ada faktor lain semisal tenaga kerja. Uang dengan sendirinya tidak akan menghasilkan sesuatu, tetapi
jika ingin menghasilkan maka uang harus diinvestasikan pada sektor riil.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah?

2. Apakah Prrinsip-Prinsip dan Bank Syariah?

3. Apakah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia?

4. Apakah produk dan jasa bank syariah ?

C. Tujuan penulis

1.untuk Mengetahui pengertian lembaga keuangan syariah.


2. Untuk menhetahui prinsip prinsip bank syariah.

3. Untuk mengetahui perkembangan bank syariah di indonesia.

4. Untul mengetahui produk dan jasa bank syariah.

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) lembaga keuangan adalah lembaga yang mengeluarkaan produk
keuangan syariah dan mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN- MUI,
2003).Ada unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai institusi yang memiliki
kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa intitusi tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Bank Indonesia sebagai intitusi yang berwenang mengatur dan mengawasi bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat.

2. Departemen Keuangan sebagai intitusi yang berwenang mengatur dan mengawasi asuransi dan pasar
modal.

3. Kantor Menteri Koperasi sebagai istitusi yang berwenang mengatur dan mengawasi koperasi.

Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan
berlandaskan prinsip syariah Islam.Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari Lembaga Keuangan Bank dan
Lembaga Keuangan non Bank (Asuransi, Pegadaian, Reksa Dana, Pasar Modal, BPRS, dan BMT). Lembaga
Keuangan Syariah sendiri memiliki 2 jenis sifat yang berbeda antara lain lembaga keuangan syariah bank
dan lembaga keuangan bukan bank. Menurut Kautsar Riza Salman (2012;4) Bank Syariah dikategorikan
sebagai Lembaga Keuangan Bank. Bank Syariah dapat berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) maupun
Bank Perkreditan Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan syariah mencakup
semua aspek keuangan baik persoalan perbankan maupun kerjasama pembiayaan, keamanan dan
asuransi perusahaan, dan lain sebagainya yang berlangsung di luar konteks perbankan.

B. PRINSIP-PRINSIP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:


1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-
masing pihak

2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga
keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;

3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan
berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;

4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai
dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Adapun prinsip-prinsip yang membedakan Bank Syariah dengan Bank Konevensional adalah:

1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi

2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang
halal.

3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.

4. Larangan menjalankan monopoli.

5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan ya.

C. PERKEMBANGN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Berikut akan dikemukakan beberapa kendala dan perkembangan yang dihadapi perbankan Syari'ah di
Indonesia, sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan secara optimal bagi dunia keuangan dan
masyarakat.

1. Hukum

Sebelum tahun 1998 perbankan syari'ah berjalan tanpa adanya sandaran hukum yang kokoh dan
peraturan operasional perbankan yang sesuai dengan Syari'ah serta perangkat lainnya. Keadaan ini
menyebabkan Perbankan Syari'ah berusaha menyesuaikan produk-produknya dengan hukum dan
peraturan yang berlaku. Akibatnya ciri khusus produk Islami belum bisa ditampilkan. Akibat yang lainnya
adalah produk-produk itu belum sepenuhnya dapat diterima masyarakat.

2. Likuiditas
Bank Indonesia belum menyediakan fasilitas likuiditas tanpa bunga bagi perbankan Syari'ah, hal ini
karena BI menjalankan UU Bank Sentral No.13/1968 yang menyatakan bahwa pendapatan Bank
Indonesia adalah bunga.

3. Earning Assets

Standard yang digunakan BI untuk mengukur kolektibilitas antara perbankan Syari'ah dan konvensional
adalah sama, padahal dalam perbankan Syari'ah dimungkinkan untuk memperoleh pendapatan nol.
Contohnya jika usaha yang dibiayai bank syari'ah secara mudharabah pengembaliannya nol, dalam hal ini
terjadi perbedaan pandangan. Bagi perbankan Syari'ah fenomena ini sesuatu yang normal sebagai
"nature of business cycle" yang mengakibatkan penurunan pendapatan, sementara bank sentral akan
mengukurnya dengan ukuran pembiayaan pada bank konvensional, dan memasukkannya kedalam
kolektibilitas.

4. Akuntansi

Sistem akutansi perbankan di Indonesia mengacu kepada Standard dan Ketentuan Akuntansi Perbankan
Indonesia (SKAPI) tanpa ada ketentuan khusus tentang perbankan Syari'ah didalamnya. Ini akan
membuat penilaian terhadap pembukuan dalam perbankan Syari'ah tidak sesuai, karena asumsi yang
digunakan dalam SKAPI adalah perbankan konvensional.

5. Perpajakan

Perbankan Syari'ah memiliki produk bai' (jual beli), dalam hal ini Perbankan Syari'ah mengalami kendala
perpajakan. Produk bai' seharusnya diperlakukan sebagai jual beli riil, bukan pembiayaan, sehingga akan
terjadi pajak ganda (double taxation), yaitu pajak jual beli ketika transaksi dan pajak

pendapatan pada akhir tahun.

6. Standard Fatwa

Belum adanya keseragaman fatwa tentang beberapa produk perbankan Syari'ah, walaupun sudah ada

Dewan Syari'ah Nasional, tetapi setiap Dewan Pengawas Syari'ah di setiap institusi dapat mengeluarkan
fatwanya sendiri yang memiliki kemungkinan berbeda dengan yang lain. Hal semacam ini akan
membingungkan ummat dan menyulitkan pelaksana di lapangan.

7. Jaringan Bank Syari'ah

Jaringan Bank Syari'ah masih sangat terbatas, keterbatasan jaringan ini sangat berpengaruh terhadap
kemampuan pelayanan bank Syari'ah terhadap masyarakat yang mendambakan produk-produk bank
Syari'ah.

8. Sumber Daya Insani


Masih sangat terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan prinsip maupun
keterampilan teknis, sehingga akan berpengaruh pada kualitas pelayanan.

9. Persepsi masyarakat

Secara umum masyarakat memiliki pemahaman yang terbatas mengenai kegiatan operasional perbankan
Syari'ah ; keterbatasan ini menyebabkan sebagian masyarakat memiliki persepsi yang tidak tepat
mengenai operasional perbankan Syari'ah.

D. JASA DAN PRODUK BANK SYARIAH.

Berikut jenis-jenis produk perbankan syariah lainnya :

1. Wakalah

Wakalah atau perwakilan, berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Yakni bank
diberikan mandat oleh nasabah untuk melaksanakan suatu perkara sesuai dengan amanah/permintaan
nasabah. Secara teknis perbankan, wakalah adalah akad pemberi wewenang/kuasa dari
lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai wakil, dalam hal ini bank)
untuk mewakili dirinya melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan dalam waktu tertentu.
Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberi kuasa. Bank dan
nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum.

2.Kafalah

Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah berarti mengalihkan
tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai
penjamin (QS. Yusuf 12:72).Secara teknis perbankan, kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah
dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin
(makfullah). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas
suatu kewajiban pembayaran.

Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai
jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memperlakukannya denagn prinsip wadiah. Dalam hal ini bank
mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.

3.Sharf

Layanan jasa perbankan jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak
sejenis ini penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama berdasarkna kurs jual atau kurs beli
yang berlaku pada saat itu juga (transaksi spot).

Jenis layanan berdasarkan transaksi spot adalah : today, tomorrow, dan spot.Bank syariah tidak melayani
transaksi forward, swap, dan option yang dalam transaksinya diterapkan hedging sebagaimana telah
dijelaskan di atas. Karena transaksi ini penyerahannya dilakukan pada masa yang akan datang dan
mengandung unsur spekulasi.

4Qardh

Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Menurut
teknis perbankan, qardh adalah pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan
untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman
yang bersifat konsumtif.

Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) sebesar
pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan pembayarannya dilakukan secara angsuran atau
sekaligus. Bank dapat meminta jaminan atas pinjaman ini kepada peminjam (QS al-Hadid 57:11).

5.Rahn

Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan. Secara sederhana rahn adalah jaminan hutang atau gadai. Biasanya
akad yang digunakan adalah akad qardh wal ijarah, yaitu akad pemberian pinjaman dari bank untuk
nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diserahkan.

Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria, yaitu milik nasabah sendiri; memiliki nilai ekonomis
sehingga bank memperoleh jaminan untuk dapat mengambil seluruh atau sebagian piutangnya; harus
jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar; dapat dikuasai namun tidak boleh
dimanfaatkan bank.

6.Hiwalah

Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah fasilitas hiwalah
lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan utang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan
timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran
transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berhutang.

Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan
dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk
mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

7.Ijarah

Akad ijarah selain menjadi landasan syariah untuk produk pembiayaan, yaitu sewa cicil, juga menjadi
prinsip dasar pada jasa perbankan lainnya, antara lain layanan penyewaan kotak simpanan atau SDB
(safe deposit box). Bank mendapat imbalan sewa atas jasa tersebut.

8.Al-Wadiah
Akad al-wadiah selain menjadi landasan syariah produk tabungan, termasuk giro, juga menjadi prinsip
dasar layanan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapatkan imbalan atas jasa
tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar rujukan

https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/5834/Bab%202.pdf?
sequence=9

https://www.cnbcindonesia.com/syariah/20180205183112-29-3579/mengenal-produk-bank-syariah-
selain-pembiayaan-dan-tabungan

Anda mungkin juga menyukai