SMF BEDAH
1
Tumor <=1cm, biopsy eksisional
(dengan batas 1 cm keliling
tumor). Tumor > 1 cm, biopsy
insisional.
Untuk keperluan staging:
Untuk mengetahui infiltrasi, bila
tumor sangat dekat dengan
tulang mandibular: X-Ray
mandibular AP-Lateral +
panoramic; bila tumor sangat
dekat dengan tulang maksila: X-
Ray Waters
Mengetahui metastase jauh: X-
Ray thoraks, USG hepar.
Hasil PA menunjukkan
keganasan.
7. Terapi Eksisi luas sampai 1-1,5 cm
diluar jaringan patologis kalau
perlu rekonstruksi, nasogastric
feeding 7 hari
8. Edukasi 1. Penjelasan diagnose, diagnose
banding, pemeriksaan
penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan,
lama tindakan, resiko dan
komplikasi.
3. Penjelasan alternatif
tindakan.
4. Penjelasan kemungkinan
rujukan ke fasilitas kesehatan
tipe A atau B.
5. Penjelasan perkiraan lama
2
rawat.
9. Prognosis Stadium dini, diharapkan baik
Stadium lanjut, jelek
10. Tingkat evidens
11. Tingkat Rekomendasi B
12. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medik
Dokter Spesialis Bedah
Umum Indonesia, Prof.Dr.
IDG. Sukardja, dr,
FINACS(K)Onk.
2. Principal of Surgery,
Schwartz’s
3
Trauma Tajam Vaskular
Extremitas Bawah
4
extremitas bawah tanpa trauma
vaskuler
6. Pemeriksaan penunjang Rontgen extremitas bawah
AP/Lateral untuk melihat corpus
alienum atau peluru, melihat
keadaan tulang extremitas
bawah. Laboratorium DL untuk
melihat jumlah haemoglobin,
trombosit.
CT/BT untuk melihat fungsi
pembekuan darah.
7. Terapi 1. Terapi non bedah
dilakukan pada :trauma pada
pembuluh darah kecil dan
perdarahan yang telah
berhenti/tidak aktif,trauma
akibat peluru berkecepatan
rendah/daya tembus rendah
seperti pada peluru senapan
angin; pseudoaneurisma
berdiameter < 5 mm
(observasi/follow-up hati-hati
terhadap kemungkinan
ukurannya berkembang menjadi
semakin membesar).
2. Terapi bedah dilakukan
pada keadaan dengan
thrombosis akut dan total, harus
diusahakan anastomosis
(terselenggaranya aliran darah ke
distal )dilakukan dengan
memperhatikan golden period 6-
5
8 jam, kecuali bila ditemukan
pulsasi di kaki masih teraba,
atau distal perfusion masih
relatif baik (hangat,capillary refill
masih cukup baik), yang
menandakan bahwa pembuluh
kolateral masih cukup efektif
dalam menjamin perfusi jaringan
ke bagian distal dari lokasi
trauma arteri.
Bila perdarahan masih
berlangsung maka harus
dilakukan segera usaha
menghentikan perdarahan
dengan melakukan vascular
clamping di proksimal dan distal.
Debridement harus dilakukan
pada bagian luka arteri yang
compang camping dan nekrosis
(avital), terutama akibat peluru
berkecepatan tinggi. Jika
didapatkan sindrom
kompartemen maka dilakukan
tindakan sesuai PPK sindom
kompartemen.
8. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding, pemeriksaan
penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan,
lama tindakan, resiko dan
komplikasi.
3. Penjelasan perkiraan lama
6
rawat.
9. Prognosis Masuk golden periode 6-8 jam,
diharapkan baik tergantung
keadaan pembuluh darah yang
terkena.
Waktu melebihi golden periode,
hasilnya buruk dapat berakhir
pada amputasi.
10. Tingkat evidens
11. Tingkat Rekomendasi C,B
12. Kepustakaan 1. Vascular Surgery Made Easy,
Manohar B Kalbande.
2. Ilmu Bedah Vaskular Sains dan
Pengalaman Praktis, Prof.H.
Hendro S.Yuwono,dr.
Ph.D.SpB-(K)V
3. Current Diagnosis and
Treatment ed.13, Gerard
M.Doherty,MD
4. Principal of Surgery, Schwartz’s
7
Apendisitis Akut
8
6. Pemeriksaan penunjang Laboratorium rutin
(DL,CT/BT,GDS,HbSAg, Serologi)
dan Urine Lengkap.
Pada perempuan produktif dapat
dilakukan pemeriksaan
kehamilan.
Pemeriksaan USG tidak rutin.
7. Terapi Pemberian Cefazolin 2 gr 1 jam
pre operasi intravena, pemberian
cefazolin 15-20 mg/kgbb
intravena pada anak-anak,
pemberian anti piretik jika
demam.
Teknik operasi:
Penderita dalam posisi terlentang,
ahli bedah dalam general
anestesi. Dilakukan tindakan
aseptik dan antiseptik pada
seluruh abdomen dan dada
bagian bawah, kemudian
lapangan operasi dipersempit
dengan doek steril. Dilakukan
insisi dengan arah oblik melalui
titikMc Burney tegak lurus
antara SIAS dan umbilikus
(Irisan Gridiron), irisan lain
yangdapatdilakukan adalah
insisi tranversal dan
paramedian. Irisan diperdalam
denganmemotong lemak dan
mencapai aponeurosis
muskulus Oblikus Abdominis
9
Ekternus(MOE), MOE dibuka
sedikit dengan skalpel searah
dengan seratnya, kemudian
diperlebar ke lateral dan ke
medial dengan pertolongan
pinset anatomi. Wond Haak
tumpul dipasang di bawah
MOE, tampak di bawah MOE
muskulus Oblikus Internus
(MOI), kemudian dibuka secara
tumpul dengan gunting atau
klem arteri searah dengan
seratnya sampai tampak lemak
peritoneum, dengan haak
Langen Back otot dipisahkan.
Haak dipasang di bawah
muskulus tranversus
abdominis. Peritoneum yang
berwarna putih dipegang
dengan menggunakan 2 pinset
Chirurgis dan dibuka dengan
gunting, perhatikan apa yang
keluar: pus, udara atau cairan
lain (darah, feses dll), periksa
kultur dan tes kepekaan kuman
dari cairan yang keluar tsb.
Kemudian Wond Haak diletakkan
dibawah peritoneum. Kemudian
sekum (yang berwarna lebih
putih, memiliki taenia koli dan
haustra) dicari dan diluksir.
Apendiks yang basisnya terletak
10
pada pertemuan tiga taenia
mempunyai bermacam-macam
posisi antara lain antesekal,
retrosekal, anteileal, retroileal,
dan pelvinal setelah ditemukan,
sekum dipegang dengan darm
pinset dan ditarik keluar, dengan
kassa basah sekum dikeluarkan
kearah mediokaudal, sekum yang
telah keluar dipegang oleh asisten
dengan dengan ibu jari berada
di atas. Mesenterium dengan
ujung spendiks di pegang
dengan klem Kocher kemudian
mesiapendiks dipotong dan
diligasi sampai pada basis
apendiks dengan menggunakan
benang sutera 3/0. Pangkal
apendiks di crush dengan
apendiks klem kocher dan pada
bekas crush tersebut diikat
dengan chromic catgut No 1
atau 1/0. Dibuat jahitan
Tabakzaanaad atau jahitan
pursestring pada serosa sekitar
pangkal appendiks dengan
menggunakan benang sutera
halus 3/0. Dibagian distal dari
ikatan pada pangkal apendiks
diklem dengan Kocher dan
diantara klem kocher dan
ikatan tersebut apendiks
11
dipotong dengan pisau yang
telah diolesi indium. Sisa
apendiks ditanam di dalam
dinding sekum dengan
pertolongan pinset anatomis
didorong ke dalam dan jahitan
tabazaaknaad dieratkan.
Kemudian dibuat jahitan penguat
di atasnya (overhecting), memakai
benang sutera halus, kemudian
sekum dimasukkan ke dalam
rongga perut. Peritoneum
ditutup dengan jahitan jelujur
Feston dari bahan catgut Plain
nomor 1 atau 1/0. Muskulus
Oblikus internus dan
Muskulus Transversus
Abdominis ditutup dengan catgut
chromic nomor 1 secara simpul.
Muskulus Oblikus Eksternus
Abdominis beserta
aponeurosisnya ditutup dengan
jahitan catgut chromic secara
simpul. Lemak ditutup secara
simpul dengan catgut plain 3/0
dan kulit dijahit dengan benang
sutera 2/0 atau 3/0 secara
simpul.
12
2. Penjelasan rencana tindakan,
lama tindakan, resiko dan
komplikasi.
3. Penjelasan perkiraan lama
rawat.
9. Prognosis Dubia ad bonam
13
Hernia Inguinalis
14
6. Pemeriksaan penunjang Laboratorium rutin (DL,CT/BT,
GDS, HbSAg, Serologi)
7. Terapi 1. Operasi segera jika inkarserata.
2. Operasi terencana untuk
hernia reponibilis dan hernia
ireponibilis. Hernioraphy
menurut Bassini/shouldice
atau lebih baik dengan
memakai prolene mesh
(Lichtenstein).
Teknik operasi:
Hernia inguinalis lateralis dan
medialis:
Penderita dalam posisi supine
dan dilakukan anestesi umum,
spinal anestesi atau lokal anestesi
Dilakukan aseptik dan antiseptik
pada lapangan operasi
Lapangan operasi ditutup dengan
doek steril
Dilakukan insisi oblique atau
skin crease sejajar logamentum
inguinal
Insisi diperdalam sampai tampak
aponeurosis MOE
Aponeurosis MOE dibuka secara
tajam
Funikulus spermatikus diluksir
dan kantong hernia diidentifikasi
Isi hernia dimasukan ke dalam
cavum abdomen, kantong hernia
dipotong secara transversal
15
Kantong hernia diligasi setinggi
lemak preperitonium ,
dilanjutkan dengan herniotomi
Perdarahan dirawat, dilanjutkan
dengan hernioplasty atau ditutup
dengan mesh graft
Luka operasi ditutup lapis demi
lapis.
8. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding, pemeriksaan
penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan,
lama tindakan, resiko dan
komplikasi.
3. Penjelasan perkiraan lama
rawat.
4. Prognosis Diharapkan baik
5. Tingkat evidens
6. Tingkat Rekomendasi C
7. Kepustakaan 1. Current Diagnosis and
Treatment ed.13, Gerard
M.Doherty,MD
2. Principal of Surgery,
Schwartz’s
3. Pedoman Pelayanan Medik
Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia, Prof.Dr.IDG.
Sukardja,dr,FINACS (K) Onk
4. Buku Ajar Ilmu Bedah,
Sjamsuhidayat.
16
Tumor Jinak Payudara
17
kulit atau musculus pektoralis,
sangat mobile dalam korpus
mamma, tidak ada tanda-tanda
invasi atau metastase, vena
subkutan melebar.
4. Diagnosis kerja 1. Fibroadenoma mamma
2. Tumor filodes
5. Diagnosis banding 1. Karsinoma payudara
2. Dysplasia mamma
3. Hipertropi mamma
6. Pemeriksaan penunjang Laboratorium rutin (DL,CT/BT,
GDS, HbSAg, Serologi)
USG mamma
Sitology atau histopatologi: FNA,
imprint sitology dari cairan
putting susu, core biopsy atau
open biopsy.
7. Terapi/teknik operasi Tidak diberikan antibiotic
preoperasi.
Post operasi diberikan analgetik
asam mefenamat 500 mg setiap 8
jam per oral.
Teknik operasi:
1. Dengan pembiusan general,
punggung penderita diganjal
bantal tipis, sendi bahu
diabduksikan kearah kranial.
2. Lokasi tumor ditandai dengan
spidol/tinta.
3. Desinfeksi lapangan operasi
(dibawah clavicula), midsternal,
linea aksilaris posterior, sela
18
iga 8, dengan larutan desinfeksi
povidone iodine.
4. Lapangan operasi dipersempit
dengan duk steril. Bila
memungkinkan insisi
dilakukan sirkumareolar, tetapi
bila lokasi tumor cukup jauh
dari areola (> 4 cm) maka insisi
dikerjakan diatas tumor sesuai
dengan garis Langer atau
diletakkan pada daerah-daerah
yang tersembunyi.
5. Untuk insisi sirkumareolar
maka putting susu dipegang
dengan jari telunjuk dan
ibujari, dilakukan insisi marker
insisi. Dengan pisau dilakukan
insisi periareolar sampai fascia
superficialis subkutan.
6. Flap kulit diangkat keatas
dengan bantuan hak tajam,
dengan gunting dilakukan
undermining sepanjang fascia
superficial kearah lokasi tumor.
7. Rawat perdarahan lalu
identifikasi tumor.
8. Jepit jaringan sekitar tumor
pada 3 tempat dengan kocher,
lalu dilakukan eksisi tumor
sesuai tuntunan kocher.
9. Rawat perdarahan lagi,
orientasi seluruh bed tumor
19
lalu dipasang redon drain
dengan lubang di kuadran
lateral bawah (bila
menggunakan penrose drain,
drain dikeluarkan di garis
insisi).
10. Jahit subkutan fat dengan
plain cat gut 3.0
11. Jahit luka dengan prolene 4.0
12. Luka operasi ditutup dengan
kasa betadine
13. Dilakukan dressing luka
operasi dengan teknik
suspense payudara (BH
buatan) tanpa menggerakkan
sendi bahu.
Perawatan pasca bedah:
1. Drain handschoen/penrose
diangkat hari ke 2, drain
continuous dilepas bila
produksi < 10cc/24 jam
2. Jahitan diangkat pada hari ke
7 sampai 10.
3. Bila masih ada seroma dapat
dilakukan aspirasi.
8. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding, pemeriksaan
penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan,
lama tindakan, resiko dan
komplikasi.
3. Penjelasan perkiraan lama
20
rawat.
4. Prognosis Diharapkan baik
5. Tingkat evidens
6. Tingkat Rekomendasi C
7. Kepustakaan 1. Current Diagnosis and
Treatment ed.13, Gerard
M.Doherty,MD
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Pedoman Pelayanan Medik
Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia, Prof. Dr .IDG .
Sukardja, dr , FINACS (K) Onk
4. Buku Ajar Ilmu Bedah,
Sjamsuhidayat.
21
Luka Bakar
22
tingkat II-III 20% atau lebih
sudah ada indikasi untuk
pemberian infus karena
kemungkinan timbulnya syok.
Sedangkan pada orangtua dan
anak-anak batasnya 10%.
Formula yang dipakai untuk
pemberiaan cairan adalah
formula menurut Baxter.
Formula Baxter terhitung dari
saat kejadian maka (orang
dewasa):
8 jam pertama ½ (4 cc x
KgBB x % luas luka bakar) Ringer
Laktat
16 jam berikutnya ½(4 cc x
KgBB x % luas luka bakar) Ringer
Laktat ditambah 500- 1000 cc
koloid.
Modifikasi Baxter untuk anak-
anak adalah:
Replacement : 2cc/KgBB/% luas
luka bakar
Kebutuhan faali: umur sampai 1
tahun 100 cc/kgBB
Umur 1-5 tahun 75 cc/kgBB
:………
Umur 5-15 tahun 50
cc/kgBB:……
Sesuai dengan anjuran Moncrief
maka 17/20 bagian total cairan
diberikan dalam bentuk larutan
23
Ringer Laktat dan 3/20 bagian
diberikan dalam bentuk koloid.
Ringer laktat dan koloid diberikan
bersama dalam botol yang sama.
Dalam 8 jam pertama diberikan ½
jumlah total cairan dan dalam 16
jam berikutnya diberikan ½
jumlah total cairan. Formula
tersebut hanyalah suatu
pedoman, suatu estimasi kasar.
Jangan sekali-sekali terlalu
terpaku pada formula tersebut
melainkan selalu dikoreksi
melalui tanda-tanda klinis
penderita dan laboratorium
apakah cairan yang diberikan
sudah memadai.
2. Pengelolaan nyeri
Nyeri yang hebat dapat
menyebabkan neurogenik syok
yang terjadi pada jam-jam
pertama setelah trauma.
Morphin diberikan dalam dosis
0,05 mg/kgbb (iv).
3. Perawatan luka
Perawatan pertama
Segera setelah terbakar,
dinginkan luka dengan air
dingin, yang terbaik dengan
temperature 20◦C selama 15
menit.
Luka bakar tingkat II dan III,
24
penderita dibersihkan seluruh
tubuhnya, rambutnya
dikeramas, kuku-kukunya
dipotong, lalu lukanya dibilas
dengan cairan yang
mengandung desinfektan seperti
sabun cetrimid 0,5% (savlon)
atau kalium permanganate.
Kulit-kulit yang mati dibuang,
bullae dibuka karena
kebanyakan cairan didalamnya
akan terinfeksi.
Perawatan definitif
- Perawatan tertutup
Setelah luka bersih, ditutup
dengan selapis kain steril
berlubang-lubang (tulle) yang
mengandung vaselin dengan
atau tanpa antibiotik lalu
dibebat tebal untuk mencegah
evaporasi dan melindungi kulit
dari trauma dan bakteri.
Sendi-sendi ditempatkan pada
posisi full extension.
- Perawatan terbuka
Eksudat yang keluar dari luka
beserta debris akan mengering
dan menjadi lapisan eschar.
Penyembuhan akan
berlangsung dibawah eschar.
Penderita di rawat di dalam
ruangan isolasi jika tersedia.
25
Setiap eschar yang pecah
harus diberikan obat-obatan
local dan dikontrol bila ada
penumpukan pus dibawah
eschar maka harus dilakukan
pemupukan eschar
(escharotomi).
- Perawatan semi terbuka
Sama seperti perawatan
terbuka tetapi diberikan juga
obat-obatan local. Obat local
berbentuk krim yang akan
melunakkan eschar dan
memudahkan perawatan
untuk dibersihkan.
4. Obat-obatan local
Silver sulfadiazine krim 1%
diberikan sehari sekali. Silver
sulfadiazine bekerja sebagai
bakterisida yang efektif
terhadap kuman gram positif.
5. Mandi
Badan penderita setiap 1-2
hari setelah resusitasi selesai
harus diberikan dari kotoran
yang melekat dengan
memandikannya. Luka dibilas
dengan cairan desinfektan
(savlon 1:30 atau kalium
permanganate 1:10000).
Escharotomi pada perawatan
terbuka umumnya dikerjakan
26
pada minggu kedua dengan
cara eksisi memakai pisau,
dermatom, elektro eksisi atau
enzimatik (kolagenase).
6. Skin grafting
Skin grafting sangat penting
untuk penderita untuk
mempercepat penyembuhan,
mengurangi kehilangan cairan.
7. Antibiotika sistemik
Bakteri yang berada pada luka
umumnya gram positif dan
hanya berkembang setempat,
tetapi bakteri gram negative
seperti pseudomonas sangat
invasive dan banyak
menimbulkan sepsis. Karena
banyaknya jaringan nekrotik
pada luka bakar maka
penetrasi antibiotika sistemik
ke luka tidaklah meyakinkan.
Oleh karena itu antibiotika
sistemik digunakan bila timbul
gejala sepsis. Macam
antibiotika ditentukan dari
kultur dari bagian yang
terinfeksi, baik luka, darah
maupun urin.
8. Nutrisi
Dukungan nutrisi yang baik
sangat membantu
penyembuhan luka bakar.
27
8. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding, pemeriksaan
penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan,
lama tindakan, resiko dan
komplikasi.
3. Penjelasan perkiraan lama
rawat.
9. Prognosis Diharapkan baik jika persentasi
luka bakar < 50%
Buruk jika luka bakar > 50%
10. Tingkat evidens
11. Tingkat Rekomendasi C
12. Kepustakaan 1. Current Diagnosis and
Treatment ed.13, Gerard
M.Doherty,MD
2. Principal of Surgery,
Schwartz’s
3. Pedoman Pelayanan Medik
Dokter Spesialis Bedah Umum
Indonesia, Prof.Dr.IDG.
Sukardja,dr,FINACS (K) Onk
4. Buku Ajar Ilmu Bedah,
Sjamsuhidayat.
28
Benign Prostat Hiperplasia
29
diameter > 4cm = grade 4.
16. Diagnosis kerja Hipertropi prostat sesuai grading
17. Diagnosis banding - Striktur ureter
- Batu urethra posterior
19. Terapi
30
sedikit fleksi.
▪ Pasang kateter urin, isi buli-buli dengan
air steril 300cc, lepaskan kateter.
▪ Desinfeksi lapangan pembedahan
dengan larutan antiseptik.
▪ Lapangan pembedahan dipersempit
dengan linen steril.
▪ Insisi kulit di garis tengah infraumbilikal
diperdalam sampai membuka fasia
rektus (linea alba)
▪ Lemak perivesika disisihkan ke
proksimal, identifikasi buli-buli, pasang
retraktor.
▪ Buat jahitan hemostasis dengan chromic
catgut di proksimal dan distal tempat
yang akan diinsisi pada buli. Insisi buli
diantara kedua jahitan, perlebar dengan
klem. Identifikasi leher buli, trigonum
dan muara ereter.
▪ Insisi mukosa yang mengelilingi
penonjolan adenoma dengan kauter,
pisahkan mukosa dengan adenoma
menggunakan gunting bengkok.
▪ Enukleasi adenoma prostat di antara
kapsul dan adenoma dengan jari. Potong
sisa mukosa dengan gunting. Bekas
enukleasi di tekan dengan kasa selama
± 5 menit untuk menghentikan
perdarahan, jahit dasar prostat pada
jam 5 dan 7 untuk hemostasis.
▪ Pasang kateter lubang tiga no. 24F
31
sampai ke buli-buli (balon jangan diisi
dulu)
▪ Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa
muskularis dengan plain catgut 3-0
secara jelujur, tunika serosa dengan vio
3-0.
▪ Tes evaluasi kebocoran buli-buli dengan
memasukkan cairan NaCL 0,9% 250 cc
melalui kateter, bila tidak ada kebocoran
isi balon kateter balon dengan air 40 cc
dan ditraksi kemudian dipasang spoel
dengan NaCL 0,9%.
▪ Pasang redon drain peri vesikal.
▪ Tutup lapangan operasi lapis demi
lapis.
Post Operasi:
Dipasang traksi pada urethra selama 24
jam.
Pasang spooling dengan NaCl 0,9%
tetesan 40 tetes/menit.
32
23. Tingkat Rekomendasi C
24. Kepustakaan 3. Pedoman Pelayanan Medik Dokter
Spesialis Bedah Umum Indonesia,
Prof.Dr. IDG. Sukardja, dr,
FINACS(K)Onk.
4. Schwartz SI. Principles of Surgery. 7th
ed. New York: McGraw-Hill; 1999.
p.1819-21.
5. Stutzman RE. Open prostatectomy in:
Graham SD (ed). Glenn’s Urologic
Surgery. 5th ed. Philadelphia:
Lippincot-Raven Publishers; 1998.
p.255-61.
6. Oesterling JE. Retropubic and
Suprapubic Prostatectomy in: Wals PC
(ed). Campbell’s Urology. 7th ed.
Philadelphia: W.B.Saunders Company;
1998. p.1529-40.
7. Lyerly HK. The Male Genital System
in: Sabiston DC (ed). Textbook of
surgery. 15th ed. Philadelphia: WB
Saunders Company; 1997. p.1563-5.
8. Presti JC. Neoplasma of the Prostate
Gland in: Tanagho EA, Mc Aninch JW
(eds). Smith’s General Urology. 15th
ed. New York: Lange Medical
Book/McGraw-Hill; 2000. p.404-5.
33
Hemoroid
34
3. Jika ada perdarahan diberikan asam
traneksamat 3x500mg peroral atau injeksi
Indikasi operasi
1. Penderita dengan keluhan menahun dan
hemoroid derajat III dan IV.
2. Perdarahan berulang dan anemia yang
tidak sembuhdengan terapi lain yang
lebih sederhana.
3. Hemoroid derajat IV dengan thrombus
dan nyeri hebat.
Teknik operasi
- Posisi pasien litotomi atau knee-chest.
- Anestesia dapat dilakukan dengan general,
regional atau lokal anestesia.
- Dilakukan identifikasi hemorrhoid.
- Dibuat insisi triangular mulai dari kulit
anal hingga pedikel hemorrhoid.
- Jaringan hemorrhoid di eksisi dengan
gunting atau pisau, pedikel hemorrhoid
diligasi dengan chromic target 3-0.
- Defek kulit dan mukosa dapat dirawat
secara terbuka atau dijahit sebagian atau
dijahit seluruhnya.
35
13. Tingkat C
Rekomendasi
14. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medik Dokter
Spesialis Bedah Umum Indonesia, Prof.
Dr. IDG. Sukardja, dr, FINACS(K)Onk.
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. De Jong W, Sjamsuhidayat ,Buku Ajar
Ilmu Bedah 2nded,EGC, 2005
4. Atlas Of Surgical Technique Zollinger
7thed, Mc Graw Hill Inc, 1993
36
Kista Baker
37
jaringan sekitarnya sampai dengan
pangkal kista. Kemudian dipotong dan
dilakukan kauterisasi sisa kantong kista.
Luka operasi kemudian ditutup lapis demi
lapis.
38
Hirschsprung
39
Teknik operasi :
Secara singkat teknik operasi kolostomi
dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah
penderita diberi narkose dengan
endotracheal tube, penderita dalam posisi
terlentang. Desinfeksi lapangan
pembedahan dengan larutan antiseptik,
kemudian dipersempit dengan linen
steril. Dibuat insisi tranversal setinggi
pertengahan antara arcus costa dan
umbilikus kanan maupun kiri. Dibuka
lapis demi lapis sehingga peritoneum
kemudian dilakukan identifikasi kolon
tranversum. Kemudian kolon dikeluarkan
ke dinding abdomen dan dilakukan
penjahitan ”spur” 3 – 4 jahitan dengan
benang sutera 3/0 sehingga membentuk
double loop. Kemudian usus dijahit ke
peritonium fascia dan kulit sehingga
kedap air ( water tied ). Selanjutnya usus
dibuka transversal dan dijahit ke kulit
kemudian tepi luka diberi vaselin.
40
12. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medik Dokter
Spesialis Bedah Umum Indonesia, Prof.
Dr. IDG. Sukardja, dr, FINACS(K)Onk.
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Buku Teks Ajar Aschraft
4. Buku Teks Ajar Swenson’s
5. Buku Atlas Pediatric Surgery Ziegler
41
Amputasi Extremitas
42
secara fungsional. Masalah weight bearing
dan menyisakan soft tissue untuk menutupi
stump sangat mempengaruhi pemilihan
tempat amputasi pada ekstremias inferior.
Pada amputasi below knee stump yang
terlalu panjang tidak disarankan karena
akan mempersulit penggunaan prostesa.
Batas anterior tibia harus di bevel dan
harus tersedia soft tissue yang cukup untuk
menutupinya dengan cara membuat flap
diposterior lebih panjang. Amputasi setinggi
pergelangan kaki mempunyai indikasi yang
cukup jarang, umumnya pada trauma.
Amputasi Syme bermanfaat untuk end
weight bearing prosthesis. Untuk amputasi
telapak kaki kesepakatan umum yang
dipakai adalah trans metatarsal (level
amputasi lihat gambar skematis).
Lokasi melakukan amputasi
43
44
Teknik operasi
Amputasi atas-lutut
Tempat terbaik untuk membagi femur
adalah 8-10 cm ( selebarsatutangan).
Gunakan spidol kulit untuk merencanakan
insisi, yang harus membuat flap anterior
maupun flap posterior memiliki panjang
sama atau yang anterior sedikit lebih
panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan
sepanjang garis yang direncanakan.
Hemostasis biasanya tidak sukar pada
anggota gerak yang iskemik namun bias
terjadi perdarahan hebat pada anggota
gerak yang septik. Ikat semua vena dengan
menggunakan jarum serap 2/0. Perdalam
insisi anterior sampai tulang, sambil
memotong tendon quadriceps femoris. Vasa
femoralis bersama-sama nervus poplitea
media dan lateral dijumpai pada posisi
posteromedial. Ikat rangkap pembuluh
darah dengan benang serap. Sebelum
memotong saraf, beri tegangan pada saraf
sehingga saraf tertarik kedalam punting
pada amputasi. Jika amputasi dilakukan
pada tingkat yang lebih tinggi, nervus
sciaticus bias dijumpai. Nervus sciaticus
diikuti oleh arteri yang harus didiseksi
secara terpisah dan diikat sebelum saraf
dipotong. Setelah memotong semua otot di
sekeliling femur, ikat pembuluh yang tinggal
dan hindari pemakaian diatermi. Periksa
titik amputasi yang tepat dari femur dan
45
kerok periosteum dari tulang di daerah ini.
Otot-otot paha harus diretraksi ke arah
proksimal untuk memberikan cukup ruang
dalam menggunakan gergaji. Ini bisa
dilakukan dengan bantuan beberapa
pembalut abdomen atau retraktor khusus.
Setelah memotong femur dan melepas
tungkai bawah, tempatkan handuk bersih
di bawah puntung dan istirahatkan
puntung pada mangkok yang dibalik.
Gunakan kikir untuk menghaluskan pinggir
femur, kemudian bawa otot-otot depan dan
belakang bersamaan menutup tulang
dengan jahitan terputus benang serap
ukuran 1. Pasang suction drain Insisi kulit
Titik pemotongan tulang di bawah lapisan
otot. Tempatkan jahitan lapis kedua yang
lebih superfisial dalam otot dan jaringan
subkutan karena ini akan membantu
mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit
dengan beberapa jahitan putus dengan
benang non serap 2/0. Hindari memetik
pinggir kulit dengan forsep bergigi. Tutup
puntung dengan kasa dan kapas dan balut
dengan crepe bandage.
Amputasi bawah-lutut
Titik optimum untuk amputasi adalah 14
cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2 cm
proksimal dari ini. Beri tanda insisi, dengan
flap anterior berakhir tepat distal dari garis
pemotongan tulang pada tibia dan flap
posterior meluas ke bawah sampai tendon
Achilles. Buat insisi sepanjang garis yang
telah diberi tanda. Di posterior potong
tendon Achilles dan perdalam insisi untuk
memotong sisa otot dan tendon sampai
tulang. Potong otot ke dalam sampai
melintasi bagian depan. Fibula dipotong
miring dengan gergaji Gigli, kemudian belah
tibia 2 cm distal dari ini. Bersihkan otot dari
tulang dengan elevator periosteum. Potong
bevel anterior pertama kali dengan gergaji
diagonal kemudian potong tegak lurus tibia.
Bentuk sudut pada ujung bawah tibia ke
arah atas dan pisahkan massa otot dari
aspek posteriornya. Ikat rangkap semua
pembuluh darah dan potong setiap saraf
46
yang tegang. Lepas tungkai bagian distal.
Flap posterior ditarik ke atas membungkus
puntung tulang dan dijahit ke flap anterior.
Flap posterior mungkin perlu dikurangi
dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan
benang serap di antara otot di bagian
posterior dan jaringan subkutan di anterior
dan meninggalkan suction drain di bawah
otot. Satukan pinggir kulit dengan jahitan
putus benang non-serap 2/0. Pangkas
sudut-sudut flap posterior jika perlu agar
bentuknya rapi. Tutup puntung dengan
katun dan balut ketat dengan crepe
bandage.
8. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding, pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama
tindakan, resiko dan komplikasi.
3. Penjelasan alternatif tindakan.
4. Penjelasan perkiraan lama rawat.
9. Prognosis Diharapkanbaik
10. Tingkat evidens
11. Tingkat C
Rekomendasi
12. Kepustakaan 1. PedomanPelayananMedikDokterSpesi
alisBedahUmum Indonesia, Prof.Dr.
IDG. Sukardja, dr, FINACS(K)Onk.
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
47
VESICOLITHIASIS
48
Desinfeksi lapangan pembedahan dengan
larutan antiseptik.
Buli-buli diisi dengan cairan steril 300 cc.
Lapangan pembedahan dipersempit
dengan linen steril.
Insisi kulit dimulai dari atas simfisis
pubis keatas sampai dibawah umbilicus
lapis demi lapis, membuka fasia dan
menyisihkan musculus ructus abdominis
secara tumpul ditengah-tengah. Lemak
dan lipatan peritonium disisihkan ke
atas. Buli-buli dibuka secara median
batru dikeluarkan. Seluruh mukosa
buli-buli diperhatikan dan kalau ada
neoplasms harus di biopsi. Setelah
dibilas buli-buli ditutup 2 lapis dengan
meninggalkan catheter urethra dari buli-
buli. Setelah dibersihkan luka operasi
ditutup lapis demi lapis dengan
meninggalkan draine dari cavum retzii.
49
Prof. Dr. IDG. Sukardja, dr,
FINACS(K)Onk.
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Margaret, Yair Lotan. Urinary
Lithiasis: Etiologi, Epidimiologi and
Pathogenesis in : Walsh PC (ed)
Campbell's Urology 9"' ed.
Saunders Elsevier, 2007. p 1363 –
1392.
4. Stroller ML. Urinary Stone
Disease in : Tanagho EA, Mc
Aninch JW (eds). Smith's General
Urology. 16"' ed. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill-,
2004, p.256-290.
50
Luka Gigitan Ular
51
banding Neurotoksik
6. Pemeriksaan - Pemeriksaan jenis spesies ular
penunjang
- Pemeriksaan laboratorium-laboratorium
(Hemoglobin/Hematokrit, jumlah Trombosit,
Leukosit, plasma serum, Blood Film,
pemeriksaan biokimia (SGOT, SGPT,
Bilirubin,
Ureum dan Kreatinin), Elektrolit, pH dan
Analisa Gas Darah, pemeriksaan Urinalisis (
warna urin, adanya kandungan hemoglobin
dan mioglobin di urin, kandungan protein
urin).
7. Terapi - Penilaian bebasnya jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi, tingkat kesadaran, dan
pencegahan
pada tanda-tanda hipotermi
- Pemberian anti bisa ular sesuai dengan
indikasi dengan adanya gejala sistemik
seperti
abnormalitas hemostasis; perdarahan
spontan
(tampak secara klinis), koagulopati
(abnormalitas nilai Protrombin Time, dan
Leukositosis) atau Trombositopenia (Jumlah
Trombosit < 100.000).
- Adanya gejala Neurotoksik; Ptosis, eksternal,
Opthalmoplegia, paralisis
- Abnormalitas kardiovaskular;hipotensi, syok,
aritmia jantung, abnormal bacaan EKG
- Gangguan ginjal;oliguria/anuria,
peningkatan
Ureum dan Kreatinin dan hemoglobinuria/
52
Mioglobinuria
- Pemberian Anti bisa ular diberikan secara
intravena
- Pemberian dosis Antibisa ular berdasarkan
jenis spesies ular
53
9. Prognosis - Gigitan bisa ular tanpa gejala sistemik dan
neurotoksik, diharapkan prognosis baik
- Gigitan bisa ular dengan gejala sistemik dan
neurotoksik prognosis jelek
10. Tingkat evidens
11. Tingkat A
Rekomendasi
12. Kepustakaan 9. Guideline for The Management of Snake
bites, WHO Southeast Asia, David A Warrel,
WHO 2010
10.Principal of Surgery, Schwartz’s
54