Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ini secara klinis tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi
timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh manapun sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik.1
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Beberapa faktor dapat memicu timbulnya
psoriasis, yaitu stress, konsumsi alkohol, merokok, sinar matahari, adanya
penyakit sistemik seperti infeksi streptococcus dan HIV serta faktor endokrin.
Pada psoriasis vulgaris terjadi percepatan proliferasi sel-sel epidermis
dibandingkan sel-sel pada kulit normal. Pergantian epidermis hanya terjadi dalam
3-4 hari sedangkan turn over epidermis normalnya adalah 28-56 hari. Psoriasis
juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun dimana sel T menjadi
aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan sitokin (TNF-α, pada
umumnya) menyebabkan terjadinya inflamasi dan produksi sel kulit yang cepat.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFENISI
Kata psoriasis berasal dari bahasa Yunani “psora” yang berarti gatal.
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit yang bersifat kronik residif dengan
gambaran klinik bervariasi. Kelainan ini dikelompokkan dalam penyakit
eritroskuamosa dan ditandai bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat seperti mika disertai
fenomena tetesan lilin, tanda auspitz dan fenomena kobner.1
Ada beberapa tipe psoriasis yaitu meliputi psoriasis plak, psoriasis
pustular, psoriasis guttata, psoriasis eritroderma, dan pada lokasi tertentu seperti
psoriasis scalp, psoriasis fleksular, psoriasis pada mukosa oral, psoriasis kuku,
dan psoriasis arthritis. Psoriasis plak atau dikenal juga sebagai psoriasis vulgaris
merupakan tipe yang paling sering dijumpai, ditemukan sekitar 80-90% dari
penderita psoriasis.3

II. EPIDEMIOLOGI
Kasus psoriasis sering dijumpai secara universal di berbagai belahan
dunia. Prevalensi kasus psoriasis pada berbagai populasi bervariasi dari 0,1%
hingga 11,8% berdasarkan laporan yang dipublikasikan. Di Eropa insiden
tertinggi yang dilaporkan, yaitu Denmark (2,9%) dan Faeroe Island (2,8%),
dengan prevalensi rata-rata dari Eropa Utara sekitar 2%. Di Amerika Serikat
prevalensinya berkisar dari 2,2% sampai 2,6% dengan hampir 150.000 kasus baru
yang didiagnosis setiap tahunnya. Pada bangsa berkulit hitam misalnya di Afrika
jarang dilaporkan demikian pula bangsa Indian di Amerika. Sementara insiden
psoriasis di Asia hanya 0,4%.2
Dalam sebuah survey besar USA, usia rata-rata penderita adalah 28 tahun,
sedangkan di Cina dilaporkan rata-rata usia penderita adalah 36 tahun. Telah
dilaporkan bahwa 35% dari kasus penyakit onset sebelum usia 20 tahun dan 58%
sebelum 30 tahun. Dalam sebuah penelitian di Jerman, psoriasis memiliki dua

2
puncak onset yaitu puncak onset pertama pada masa remaja dan dewasa muda (16
hingga 22 tahun) dan puncak onset kedua pada usia lanjut (57 hingga 60 tahun).3
Laki-laki dan perempuan memiliki prevalensi yang sama untuk terjadinya
psoriasis vulgaris. Sebuah penelitian di Jerman menunjukkan awal penyakit
psoriasis puncaknya terjadi pada onset usia 22 tahun pada pria dan 16 tahun pada
wanita.3
Di Indonesia sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen
(bahkan bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia
saat ini berkisar 200 juta, berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita
psopriasis yang hanya sebagian kecil saja sudah terdiagnosis dan tertangani secara
medis.1

III. ETIOPATOGENESIS
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan dalam
penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapatkan
psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis maka
resikonya mencapai 34-39%. 1
Psoriasis juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun dimana
sel T menjadi aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan sitokin (TNF-α,
pada umumnya) menyebabkan proliferasi keratinosit, angiogenesis dan terjadinya
kemotaksis dari sel-sel radang dalam dermis dan epidermis.4 Sel langerhans juga
berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis di
awali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat,
hanya 3 - 4 hari sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.4,5

3
Gambar 1. Etiopatogenesis Psoriasis Vulgaris

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis, diantaranya stress psikis, infeksi,


trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat (glukokortikoid sistemik, lithium,
obat anti malaria, interferon, dan beta adrenergik blocker), alkohol dan merokok.
Stres psikis merupakan faktor pencetus utama, dan faktor endokrin rupanya
mempengaruhi perjalanan penyakit.6
Psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi yang dipicu oleh
aktivitas sel-sel radang. Mediator inflamasi yang berperan adalah T-cell, cytokine
type 1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN γ dan TNF α serta IL-8 yang
menyebabkan terjadinya akumulasi neutrofil.4 Pada psoriasis terjadi peningkatan
mitosis sel epidermis sehingga terjadi hiperplasia, juga terjadi penebalan dan
pelebaran kapiler sehingga tampak lesi eritematous. Pendarahan terjadi akibat dari
rupture kapiler ketika skuama dikerok.7,8

IV. MANIFESTASI KLINIS


Lesi psoriasis vulgaris berupa plak eritematous, berbatas tegas, simetris,
kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh skuama tebal
berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika. Plak eritematous yang tebal

4
menandakan adanya hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh
darah dan inflamasi. Tempat predileksi lesi psoriasis yaitu pada scalp, ekstensor
lengan, kaki, lutut, siku, dorsum manus dan dorsum pedis. Keluhan yang
dirasakan adalah gatal dan kadang rasa panas yang membuat pasien merasa tidak
nyaman. Bentuk kelainan bervariasi : lentikuler, numular atau plakat dapat
berkonfluensi.1,2,3
Lesi psoriasis memiliki empat karakteristik yaitu: (1) bercak-bercak eritem
yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumskripta dan
merata, tetapi pada stadium lanjut sering eritema yang ditengah menghilang dan
hanya terdapat dipingir, (2) skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih
seperti mika dan transparan, (3) pada kulit terdapat eritema mengkilap yang
homogen dan terdapat perdarahan kecil jika skuama dikerok (Auspitz sign) (4)
ukuran lesi bervariasi-lentikuler, numuler, plakat.1,2,3

Gambar 2. Tampak plak eritematous psoriasis dengan skuama tebal berlapis-lapis


berwarna putih seperti mika

Kelainan kuku ditemukan pada 25-50% pasien dengan psoriasis.


Perubahan pada kuku ini 2 kali lebih sering terjadi pada usia lebih dari 40 tahun,
pada pasien dengan psoriasis sedang hingga berat atau pada pasien yang telah
menderita psoriasis lebih dari 50 tahun. Tanda yang paling umum dari psoriasis
kuku ini adalah pitting selain itu juga perubahan warna lokal yang spesifik yaitu

5
bercak berwarna kuning atau coklat disebabkan karena debris seluler di bawah
kuku. Psoriasis pada kuku mengenai matrix, lempeng kuku, dan hyponychium.1,6

Gambar 3. Kelainan kuku pada psoriasis

Pada psoriasis terdapat fenomena yang khas yaitu fenomena tetesan lilin
dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah
warna menjadi putih yang disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz
sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik
pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang
tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang
merata. Fenomena kobner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma
misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis.1,2,3

Gambar 4. Fenomena koebner

6
Gambar 5. Fenomena Auspitz

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran laboratorium penderita psoriasis tidak menunjukkan angka
yang spesifik dan tidak ditemukan pada semua pasien psoriasis. Kelainan
terutama terdapat pada pasien pustular generalisata dan psoriasis eritroderma. 1,3,7
Stadium lesi yaitu lesi awal, lesi yang berkembang dan lesi lanjut. Pada
awalnya terjadi perubahan pada permukaan dermis saja berupa dilatasi kapiler dan
edema papilla dermis dan infiltrasi limfosit yang mengelilingi pembuluh darah.
Limfosit akan meluas sampai bagian bawah epidermis yang akhirnya akan
mengalami spongiosis. Lesi psoriasis lanjut ditandai oleh akantosis dengan
pemanjangan rete riges, hilangnya lapisan granular, parakeratosis dengan adanya
netrofil pelebaran pembuluh darah di papilla dermis, mitosis suprabasal, penipisan
suprapapillari plate dan sebukan sel radang ringan terdapat pada dermis dan atau
papilla dermis.9

Gambar 6. Gambaran histopatologi psoriasis : tampak adanya penebalan


epidermis, dengan pemanjangan rete riges dan jumlah sel mononuklear
meningkat.

7
Gambar 7. Gambaran histologi kulit penderita psoriasis dibandingkan dengan
gambaran kulit yang normal

VI. DIAGNOSIS BANDING


Psoriasis dapat di diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang
diantaranya ada yang juga tergolong dermatosis eritroskuamosa, yaitu :
1. Dermatosis seboroik
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat yang seboroik.
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama yang
berlapis-lapis berwarna putih seperti mika disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz.
Tempat predileksinya juga berbeda. Dermatitis seboroik biasanya pada alis, sudut
nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksor. Sedangkan psoriasis banyak
terdapat pada daerah-daerah ekstensor, yaitu siku, lutut dan scalp. 1,3,7

Gambar 8. Dermatitis Seboroik pada wajah.


Tampak makula eritema dengan dengan skuama kekuningan.

8
2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis berarti skuama halus. Hal ini berbeda dengan proriasis dimana
skuamanya tebal. Tanda khas pada Pitiriasis rosea yaitu adanya lesi awal berupa
herald patch, umumnya di badan, solitar, berbentuk oval dan anular, diameternya
kira-kira 3 cm. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi
gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya
sejajar dengan kosta, hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat
predileksi pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas.1,3,7

(9.1) (9.2)
Gambar 9. Pitiriasis Rosea.
9.1. gambaran lesi mengikuti garis costa
9.2. Herald patch

3. Liken planus
Gejala klinis sangat gatal, umumnya setelah satu atau beberapa minggu
setelah kelainan pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi. Tempat predileksi
yang paling sering yaitu pada pergelangan tangan bagian fleksor atau lengan
bawah. Kelainan yang khas terdiri atas papul yang poligonal, berskuama, datar
dan berkilat. Kadang-kadang ada cekungan di sentral. Garis-garis anyaman
berwarna putih. Terdapat fenomena Kobner.1,3

9
Gambar 10. Liken Planus

VII. PENATALAKSANAAN
Psoriasis merupakan suatu penyakit dengan penatalaksanaan yang
kompleks. Meskipun penyakit ini tidak dapat disembuhkan, beberapa terapi yang
ada saat ini dapat meminimalisir lesi-lesi kulit dan gejala-gejala lainnya. Sebagian
besar penderita tidak pernah mencapai suatu keadaan remisi yang bebas terapi.
Pemilihan terapi untuk psoriasis harus diperhatikan derajat keparahan penyakit,
lokasi psoriasis, tipe psoriasis, riwayat penyakit yang pernah diderita, gaya hidup,
usia dan jenis kelamin, dan obat psoriasis yang tersedia.10
Faktor pencetus harus tetap dihindari meskipun pasien dalam keadaan
diterapi. Strategi pengobatan psoriasis dapat dibagi menjadi tiga langkah yaitu
langkah pertama adalah terapi topikal (apabila luas permukaan yang terkena
kurang dari 20 persen), langkah kedua adalah fototerapi dan langkah ketiga adalah
obat sistemik (apabila luas lesi melebihi 20 persen luas permukaan lesi).14,15
1. Topikal
Terapi-terapi topikal yang digunakan untuk penatalaksanaan psoriasis
meliputi preparat ter, kortikosteroid topikal, antralin, calcipotriol, derivate vitamin
D topikal dan analog vitamin A, imunomodulator topikal (takrolimus dan
pimekrolimus), dan keratolitik (seperti asam salisilat). Terapi-terapi tersebut
merupakan pilihan untuk penderita-penderita dengan psoriasis plak yang terbatas
atau menyerang kurang dari 20% luas permukaan tubuh. Terapi topikal

10
digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan
fototerapi.1,9

a) Preparat ter
Preparat ter biasanya kurang efektif jika digunakan tunggal. Hasilnya akan
lebih baik jika dikombinasikan dengan terapi sinar ultraviolet. Preparat ter
berfungsi sebagai anti proliferasi dan anti inflamasi.1
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif, sehingga yang
biasa digunakan adalah yang berasal dari kayu atau batubara. Ter dari batubara
lebih efektif dari kayu, tapi kemungkinan dapat juga memberikan iritasi yang
besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal
dari batubara, dan untuk yang akut biasanya digunakan ter yang berasal dari
kayu.1,9
Folikulitis adalah efek samping utama dari ter batubara. Iritasi dan alergi
jarang terjadi dan meskipun ter batubara telah terbukti menjadi karsinogen dalam
percobaan hewan, karsinoma hanya diprovokasi oleh aplikasi klinis yang jarang
terjadi.9
Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5% dimulai dengan konsentrasi
rendah jika tidak ada perbaikan maka dapat ditingkatkan. Untuk meningkatkan
hasil pengobatan maka daya penetrasinya harus dipertinggi dengan cara
menambahkan asam salisilat 3-5%.3,7
b) Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal yang digunakan dalam bentuk cream, salep dan
lotion. Kortikosteroid kelas I digunakan maksimal selama 2 minggu. Terapi
kortikosteroid dikenal sebagai anti-inflamasi, anti-proliferatif, dan imunosupresif.
Obat ini merupakan jenis yang paling banyak dipakai untuk pengobatan psoriasis
ringan atau terbatas. Dalam suatu penelitian terhadap para spesialis kulit di
Amerika Serikat terlihat 85% responden memilihnya sebagai pilihan pertama. Di
Indonesia, kortikosteroid topikal tersedia dalam bentuk salep, krim, dan
solusio.15,17

11
Pada kulit kepala, muka dan daerah lipatan digunakan krim, dan ditempat
lain digunakan salep. Pada daerah muka, lipatan, dan genitalia eksterna dipilih
potensi sedang misalnya Triamcinolon acetoninide. Jika diberikan potensi kuat
pada mata dapat memberikan efek samping diantaranya teleangiektasis,
sedangkan di lipatan berupa stria attrifikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas
digunakan salep dengan potensi kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah
terjadi perbaikan maka potensinya harus dikurangi.1,9

c) Antralin
Antralin merupakan obat lama untuk mengobati psoriasis ringan sampai
sedang. Antralin mempunyai efek anti mitotik dan menghambat beberapa enzim
yang terlibat di dalam proliferasi epidermal.7
Obat ini dikatakan efektif tetapi bersifat iritatif dan kekurangan lainnya
ialah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi 0,1 sampai 1% dengan kontak
singkat (15-30 menit) untuk mencegah iritasi. Digunakan setiap hari mampu
membersihkan lesi psoriasis. Efek samping yang dijumpai adalah iritasi. Sediaan
ini banyak diterima oleh pasien karena pemakaiannya malam hari. Penyembuhan
dalam 3 minggu. Untuk penggunaan 24 jam dapat digunakan 0,1%, jika tidak
terdapat efek samping konsentrasinya dapat ditingkatkan, setiap3-4 hari, dan
maksimum sampai 1%. Antralin digunakan hanya pada plak yang kronik.
Pengobatan psoriasis dengan antralin memberikan efek yang maksimal ketika
dikombinasikan dengan UVB.19
d) Calcipotriol
Calcipotriol merupakan sintetik dari vitamin D, preparatnya berupa salep
atau krim. Calcipotriol merupakan pilihan utama atau kedua dalam pengobatan
psoriasis. Walaupun tidak seefektif kortikosteroid superpoten, obat ini hanya
memiliki sedikit efek samping. Obat ini mampu mengobati psoriasis ringan
sampai sedang. Mekanisme kerja sediaan ini adalah anti-proliferasi keratinosit,
menghambat proliferasi, dan meningkatkan diferensiasi sel, juga menghambat
produksi sitokin yang berasal dari keratinosit maupun limfosit. Respon terapi
terlihat setelah dua minggu pengobatan, respons maksimal baru terlihat setelah 6-

12
8 minggu. Reaksi iritasi dapat mengawali keberhasilan terapi, tetapi ada pula yang
tetap teriritasi dalam pemakaian ulangan. Walaupun lesi dapat menghilang
sempurna, tetapi eritema dapat bertahan. Untuk meredakan proses iritasi,
calcipotriol dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid superpoten.1,9

e) Tazaroten
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetelinik topikal, efeknya
menghambat proliferasi dan normalisasi dari differensiasi keratinosit dan
menghambat inflamasi. Indikasinya diberikan pada psoriasis sedang sampai berat,
dan terutama diberikan pada daerah badan. Tazaroten tersedia dalam bentuk gel
dan krim dengan konsentrasi 0,05%-0,1%. Bila dikombinasikan dengan steroid
topikal potensi sedang dan kuat maka akan mempercepat penyembuhan dan
mengurangi iritasi. Efek sampingnya adalah iritasi berupa gatal dan rasa terbakar,
dan eritema pada 30% pada kasus yang bersifat fotosintesis. Tazaroten digunakan
satu kali dalam sehari pada kulit yang kering, dapat digunakan sebagai monoterapi
atau dikombinasikan dengan obat lain seperti steroid topikal pada lokasi plak
psoriasis.9

f) Emolien
Terapi topikal apapun yang dipakai, penetrasi akan lebih baik dan terapi
lebih efektif, jika terlebih dahulu skuama psoriasis yang kering dikendurkan
(loosen), dilunakkan (soften) dan atau dilepaskan, yaitu dengan menggunakan
moisturizer dan emolien. Efek emolien adalah melembutkan permukaan tubuh
selain lipatan, juga pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya digunakan salep
dengan bahan dasar vaselin, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat
meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien yang lain adalah lanolin dan
minyak mineral. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.9

13
2. Sistemik
a. Metotreksat
Metotrexat adalah antagonis asam folat yang menghambat dihydrofolat
reduktase. Sintesis DNA terhambat setelah pemakaian Metoteksat akibat
penurunan tiamin dan purin. Metotreksat menekan reproduksi sel epidermal,
sebagai anti inflamasi dan immunosupresif sehingga kontraindikasi pada pasien
dengan infeksi sistemik. Metotreksat biasanya dipakai bila pengobatan topikal dan
fototerapi tidak berhasil. Obat ini terbukti merupakan obat yang efektif
dibandingkan dengan obat oral lainnya. Metotreksat berespon baik dalam
pengobatan psoriasis arthritis. Obat ini juga diberikan dalam jangka panjang pada
psoriasis berat dan efektif untuk mengontrol psoriasis pustulosa dan psoriasis
eritroderma. Metotreksat mampu menekan proliferasi limfosit dan produksi
sitokin.9
Cara pemberian mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg untuk
mengetahui apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika terjadi efek yang
tidak dikehendaki maka diberikan dosis 3 x 2,5 mg dengan interval 12 jam dalam
seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan
2,5 mg – 5 mg per minggu. Cara lain dengan diberikan i.m 7,5 mg-25 mg dosis
tunggal setiap minggu.9
Toksisitas sum-sum tulang belakang merupakan efek samping yang akut,
sebaliknya hepatotoksisitas adalah efek samping jangka panjang. Dengan
demikian metotreksat tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan hati dan
alkoholisme. Sebelum memberikan metotreksat, fungsi hati, ginjal, dan sistem
hematopoetik pasien harus dalam kondisi yang baik.9

b. Acitretin
Acitretin merupakan bentuk metabolit dari Etretinat. Etretinat disetujui
untuk pengobatan psoriasis tetapi karena keberadaannya dalam jaringan tubuh
persisten, memungkinkan terjadi teratogenitas tetapi acitretin memiliki waktu
paruh yang lebih cepat dibandingkan etretinat.15,17

14
Dosis optimal penggunaan acitretin pada orang dewasa adalah 25-50
mg/hari. Toksisitas yang dapat timbul pada penggunaan acitretin adalah
hipervitaminosis A. Efek samping yang umum adalah kulit dan membran mukosa
kering, xerofthalmia, dan kerontokan rambut. Acitretin bersifat teratogen dan
dapat menyebabkan kelainan bawaan. Efek samping sistemik yang sering terjadi
adalah kenaikan lipid serum terutama trigliserida. Efek samping yang juga
mungkin muncul adalah osteoporosis, kalsifikasi ligamen, dan hiperostosis
skeletal. Pemakaian obat dengan pemantauan yang teliti dapat mengurangi efek
samping.9
c. Siklosporin
Siklosporin merupakan pengobatan yang sangat efektif pada penyakit
psoriasis. Obat ini menghambat calcineurin fosfatase dan transkripsi IL-2 pada sel
T, juga menghambat presentasi antigen oleh sel Langerhans dan degranulasi sel
mast yang dimana hal itu berkontribusi pada patogenesis terjadinya psoriasis.
Siklosporin dalam bentuk mikroemulsi lebih baik diserap oleh lambung daripada
jenis sebelumnya. Dosis rendah 2,5 mg/kgBB/hari dipakai sebagai terapi awal
dengan dosis maksimum 4 mg/kgBB/hari.15
Hipertensi dan disfungsi ginjal adalah efek samping yang harus
diperhatikan dalam penggunaan silosporin. Efek samping ini merupakan akibat
dari berkurangnya aliran darah ke ginjal dan efek toxic pada sel-sel ginjal.
Perubahan anatomik yang dapat terjadi antara lain fibrosis intestinal, atrofi
tubular, arteriolpati. Biasa terjadi pada pasien yang mengkonsumsi siklosporin
jangka panjang ( ± 1 tahun).6
Efek samping umum yang mungkin muncul adalah intoleransi
gastrointestinal yang bermanifestasi diare, mual, muntah, nyeri abdominal dan
penekanan sumsum tulang. Siklosporin sangat efektif untuk segala bentuk
psoriasis tetapi dengan mempertimbangkan berbagai efek samping dan kurangnya
pengalaman, obat ini jarang dipakai oleh dermatologis. Bersifat nerotoksik dan
hepatotoksik.6

15
3. Fototerapi
Sinar ultravioet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan
maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ultraviolet
artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan
preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif
pada 85 % kasus ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.6,9
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek
sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgBB secara oral 2 jam sebelum penyinaran
ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali pengobatan.
Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2 bulan. Efek
samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing dan sakit kepala.
Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamosa) yang dianggap sebagai resiko
PUVA masih kontroversial.9

Gambar 13. Terapi penyinaran ultraviolet


VIII. PROGNOSIS
Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka
kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Jarang
dilaporkan kematian karena kasus ini, tetapi biasanya angka kesakitan pasien akan
meningkat akibat seringnya kekambuhan dari penyakit.2,3

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa . Dalam : Djuanda A, Hamzah M,


Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI.
2007. Hal. 189-196.
2. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In : Feedberg IM et al, Editors. Psoriasis
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 5th Edition. Volume 1. New
York : The McGraw-Hill Companies; 2008. p. 169-193.
3. Griffiths C Camp R, Barker J. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Editors. Rook’s Textbook Of Dermatology. 7th Edition. Volume 1-4. USA:
Blackwell Publishing. Massachusetts; 2004. p. 20.1-60.
4. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of Disease Psoriasis. N Eng J
Med. Inggris: Massachusetts medical society. 2009; 361. 496-509.
5. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis Pathophysiologi : Current concept of
pathogenesis. Ann Rheum Dis 2005; 64: ii30-ii36.
6. Kerkhof P, Schalkwijk J. Psoriasis. In : Bolognia JL, Rapini RP, eds.
Dermatology. 2ndEdition. Vol. 1. Phiadelphia : Mosby; 2003. p. 125-40.
7. James WD, Berger TG, Elder JT. Psoriasis. Andrew’s Desease of The skin,
Clinical Dermatology. 10 ed. New York: Sauders Elsevier; 2006. p.193-201.
8. Jariwala SP. The Role of Dendritic Cells In the Imunopathogenesis
Psoriasis. Arch Dermatol Res 2007; 229 : 359-64.
9. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological Pharmacology. In :
Hardman JG, Limbird LE, Eds. The Pharmacological Basis of Therapeutics.
10thEdition. New York : The McGraw-Hill Companies. 2006. p. 1804-9.
10. Vakirlis E, Kantanis A, Ioannides D. Calcipotriol/bethamethason
Dipropionate in the Treatment of Psoriasis Vulgaris. The Clin Risk Manag
2008 ; 4: 141-148

17

Anda mungkin juga menyukai