Anda di halaman 1dari 59

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 1

BAB I .................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3

A. Latar Belakang......................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4

C. Tujuan ..................................................................................................................... 4

BAB II ................................................................................................................................... 6

TINJAUAN TEORITIS............................................................................................................. 6

A. Sistem Pernapasan Pada Kehamilan ....................................................................... 6

Fungsi Paru .......................................................................................................... 6

Perubahan Sistem Pernapasan Pada Masa Kehamilan..................................... 11

Pathway............................................................................................................. 14

Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 15

B. Tuberculosis paru .................................................................................................. 15

1. Pengertian Tuberkulosis Paru ............................................................................... 15

2. Etiologi .............................................................................................................. 16

3. Patofisiologi....................................................................................................... 18

4. Pathway TB secara Umum dan Pada Ibu Hamil ................................................ 20

Diagnosa Keperawatan Tb Paru Secara Teortis ................................................ 23

Pemeriksaan Penunjang.................................................................................... 23

Komplikasi ......................................................................................................... 26

Tuberkulosis Pada Kehamilan ........................................................................... 26

Penatalaksanaan ............................................................................................... 28

Pencegahan Tb Paru..................................................................................... 29

1
Konsep Asuhan TB pada Ibu Hamil ............................................................... 31

Tinjauan Kasus............................................................................................... 42

BAB III ................................................................................................................................ 58

PENUTUP ........................................................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 59

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkolusis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis
masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection.

Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh


dunia, demikian juga tuberkulosis pada kehamilan. Insidens TBC pada
kehamilan adalah 1/10.000 kehamilan.Penelitian pada tahun 1985-1990 di
New York, memperlihatkan insidens TBC pada kehamilan adalah 12 kasus
per 100.000 kelahiran dan pada tahun 1991-1992 insidens meningkat
menjadi 95 kasus per 100.000 kelahiran. Penelitian di London tahun 1997-
2001, menunjukkan 32 wanita hamil menderita TBC, dengan insidens
252/100.000 kelahiran. Lima puluh tiga persen didiagnosis sebagai TBC
ekstrapulmonal, 38% TBC pulmonal dan 9% TBC ekstra dan intra
pulmonal.

Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi


di dunia setelah cina dan india berdasarkan survei kesehatan rumah tangga
1985 dan survei kesehatan nasional 2001 TB menempati rangking no 3
sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Berdasarkan data tersebut, banyak diantanya yang terserang adalah


wanita yang berpotensi hamil. Sehingga menimbulkan banyak pertanyaan
akan perkembangan serta keselamatan janin yang dikandungnya.Faktor lain
yang berperan adalah pemberian regimen terapi yang tepat. Risiko yang
dihadapi oleh ibu dan janin lebih besar bila tidak mendapatkan pengobatan
TBC dibandingkan risiko pengobatan itu sendiri. Pemberian regimen
kemoterapi yang tepat dan adekuat akan memperbaiki kualitas hidup ibu,

3
mengurangi efek samping obat anti tuberculosis (OAT) terhadap janin dan
mencegah infeksi yang terjadi pada bayi yang baru lahir.

Maka dari itu, sesuai kasus yang diberikan oleh dosen pembimbing,
penulis berusaha menguraikan tentang kaitan antara penyakit TB paru
dengan kondisi ibu yang sedang hamil (antenatal).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Bagaimana sistem pernapasan pada kehamilan?

2. Apa pengertian dari tuberculosis paru ?

3. Bagaimana etiologi dari tuberkolosis ?

4. Apa manifestasi klinis daru tuberkolosis?

5. Bagaimana patofisiologi dari tuberkolosis pada antenatal?

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari tuberculosis paru ?

7. Bagaimana efek tuberculosis pada ibu hamil ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan tuberkolosis pada masa antenatal


?

9. Bagaimana pencegahan tuberculosis paru pada ibu hamil?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui perubahan pernapasan pada kehamilan

2. Menjelaskan pengertian dari tuberculosis paru

3. Mengetahui etiologi dari tuberkolosis

4. Mengetahui manifestasi klinis daru tuberkolosis

5. Mengetahui patofisiologi dari tuberkolosis pada antenatal

4
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari tuberculosis paru

7. Mengetahui efek tuberculosis pada ibu hamil

8. Mengetahui asuhan keperawatan tuberkolosis pada masa antenatal

9. Mengetahui pencegahan tuberculosis paru pada ibu hamil.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Sistem Pernapasan Pada Kehamilan

Fungsi Paru

Wanita hamil bernapas lebih dalam (meningkatkan volume tidal,


volume gas bergerak masuk atau keluar traktus respiratorius padasetiap
tarikan napas), tetapi frekuensi napasnya hanya sedikit meningkat (kira-kira
dua kali bernapas dalam satu menit). Peningkatan volume tidal pernapasan,
yang berhubungan dengan frekuensi napas normal, menyebabkan
peningkatan volume napas satu menit sekitar 26%. Peningkatan volume
napas satu menit disebut hiperventilasi kehamilan, yang menyebabkan
konsentrasi karbon dioksida di alveoli menurun. Peningkatan kadar
progesteron tampaknya menyebabkan hiperventilasi kehamilan karena
hiperventilasi terjadi pada pria yang diberi progesteron (Scott, dkk., 1990).

Selama masa hamil, perubahan pada pusat pernapasan menyebabkan


penurunan ambang karbon dioksida. Progesteron dan estrogen diduga
menyebabkan peningkatan sensitivitas pusat pernapasan terhadap karbon
dioksida. Selain itu, kesadaran wanita hamil akan kebutuhan napas
meningkat. Beberapa wanita mengeluh mengalami dispnea saat istirahat.

Walaupun fungsi paru tidak terganggu oleh kehamilan, penyakit


traktus pernapasan dapat menjadi lebih berat selama masa hamil
(Cunningham, dkk., 1993). Salah satu faktor yang penting ialah peningkatan
kebutuhan oksigen.

6
Pada awal kehamilan dan dengan demikian bukan di sebabkan oleh
uterus, diafragma terdorong keatas sebanyak 4 cm. Gerakan respirasi
diafragma meningkat dan terjadi peningkatan iga bagian bawah sternal dari
68° pada awal kehamilan menjadi 103° pada akhir kehamilan. Peningkatan
kompensatorik garis tengah toraks sebesar 2 cm ini berarti volume rongga
toraks hampir sama dengan keadaan sebelum hamil. Diafragma melakukan
sebagian besar kerja respirasi, bernafas lebih bersifat torakalis daripada
abdominalis. Pengaruh hormon menyebabkan otot dan tulang rawan di regio
toraks melemas sehingga toraks melebar. Penurunan compliance dinding
toraks menyebabkan dinding toraks dapat bergerak semakin kedalam
sehingga udara yang terperangkap lebih sedikit dan volume residua
menurun.
Progesteron menurunkan kepekaan kemoreseptor periver dan sentral untuk
karbon dioksida. Hal ini berarti dorongan pernafasan terpicu pada kadar
karbondioksida yang lebih rendah sehingga wanita hamil bernafas lebih
dalam. Seiring dengan peningkatan kadar progesterone selama kehamilan,
peningkatan responsivitas terhadap PCO2 menyebabkan tidal volume
dan dengan demikian, volume permenit meningkat. Oleh karena itu,
hiperventilasi peningkatan volume alun merupakan hal normal pada
kehamilan. Konsumsi oksigen meningkat,tetapi tekanan oksigen arteri tidak
berubah.

Pada kehamilan,frekuensi pernapasan tidak berubah tetapi ventilasi


per menit meningkat 40 % karena volume alun nafas meningkat. Hal ini
sudah mulai tampak disni kehimilan 7 minggu.Hiperventilasi ini melebihi
peningkatan konsumsi oksigen. Efisiensi pertukaran gas di alviolus sangat
meningkat apabilaa yang meningkat volume alun napas dibandingkan
dengan frekuensi pernapasan.Ventialis alviolus semakin ditingkatkan oleh
berkurangnya volume residual.Sekitar 150 ml udara inspirasi tetap berada
disaluran napas atas dan tidak terjadi pertukaran gas.Walaupun pada
kehamilan ruang mati meningkat sebwsar sekitar 60 ml karena dilatasi
bronkiolus halus,ventilasi alviolus netto meningkat.Peningkatan volume
alun napas berati kapasitas resudual fungsional berkurang sehingga lebih

7
banyak udara segar yang bercampur dengan volume udara sisa yang jumlah
semakin berkurang yang tertinggal di paru.Dengan demikian,ventilasi
alveolus pada kehamilan meningkat sekitar 70% yang menyebabkan
peningkatan efesiensi pencampuran gas sehingga pertukaran gas menjadi
lebih mudah karenagradien difusi meningkat. Peningkatan gradien
konsentrasi karbon dioksida antara darah ibu dan janin membantu
penyaluran karbon dioksida menembus plasenta dan mungkin penting pada
keadaan yang merugikan. Progesteron meningkatkan kadar karbonat
anhidrase di sel darah merah sehingga efisiensi pemindahan karbon dioksida
semakintinggi .
Tekanan parsial oksigen pada ibu sedikit meningkat dari 90-100 menjadi
101-106 mmHg dan kadar karbon dioksida menurun dari 35-40 mmHg
menjadi 26-34 mmHg.peningkatan ringan PO2 tidak banyak berefek pada
saturasi hemoglobin.Namun,postur memengaruhi kadar oksigen alveolus
posisi terlentang pada akhir kehamilan menyebabkan tekanan oksigen
alveolus menurun dibandingakan dengan posisi duduk. Perubahan
oksigenasi alveolus ini mungkin kurang bermakna bagi janin walaupun
mungkin dapat menjasi kompensasi apabila ibu berada di tempat tinggi.
Perjalanan udara dikaitkan dengan peningkatan dispnea dan frekuensi
pernapasa. Penurunan kadar karbon dioksida pada kehamilan menyebabkan
alkalosis respiratorik ringan. Perubahan pH memengaruhi kadar kation
dalam darah, misalnya natrium, kalium, dan kalsium, yang membantu
pemindahan melalui plasenta dan meningkatkan pnyediaan bagi
prtumbuhan janin. Terjadi kompensasi metabolik berupa peningkatan
ekskresi ion bikarbonat oleh ginjal. Penurunan bikarbonat serum
menyebabkan pH ibu meningkat ke batas atas rentang fisiologis dari 7,40
menjadi 7,45. Dengan demikian kemampuan ibu untuk mengompensasi
asidosis metabolik menurun, yang mungkin menimbulkan masalah pada
persalinan lama atau apabila terjadi penurunan perfusi jaringan.
Progesteron memiliki efek lokal pada tonus otot polos jalan napas dan
pembuluh darah paru. Kapasitas difusi adalah tingkat kemudahan gas
menembus membran paru. Pada awal kehamilan, kapasitas difusi menurun

8
mungkin karena efek estrogen pada komposisi mukopolisakarida dinding
kapiler, yang meningkatkan jarak temouh difusi (de swiet, 1998b). Efek ini
mungkin berlangsung selama beberapa bulan setelah persalinan.
Peningkatan retensi air di jaringan paru juga mengakibatkan penurunan
kapasitas difusi. Terjadi peningkatan closing volume yang mengisyaratkan
diameter saluran napas kecil berkurang; hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan cairan paru. Penurunan efisiensi pemindahan gas di paru
dikompensasi secara parsial oleh relaksasi otot polos bronkiolus yang dipicu
oleh progesteron, yang menurunkan resistensi saluran napas. Penurunan
resistensi saluran napas berarti aliran udara meningkat. Prostaglandin juga
memengaruhi otot polos bronkiolus. Prostaglandin F2α , yang meningkat
sepanjang kehamilan, adalah konstriktor otot polos; prostaglandin E1 dan
E2, yang meningkat pada trimester ketiga, merupakan dilator otot polos.
Bagaimana mereka memengaruhi efisiensi pernapasan pada kehamilan
masih belumlah jelas, walaupun apabila digunakan untuk menginduksi
abortus terapetik prostaglandin F2α dapat menyebabkan asma pada Wanita
yang rentan (kreisman, van de weil, & mitchell, 1975). Usaha/kerja
bernapas mungkin tidak berubah karna penurunan resissistensi jalan napas
mengompensasi kongesti di kapiler dinding bronkus.

Banyak wanita hamil mengalami dispnea, yang menimbulkan rasa


tidak nyaman dan kecemasan, sering pada awal kehamilan sebelum terjadi
perubahan dalam tekanan intraabdomen. Hal ini berkaitan berat dengan
PCO2 dan mungkin disebabkan oleh hiperventilasi (de swiet, 1998b).

Kapiler disaluran napas atas mengalami pembengkakan, yang dapat


menimbulkan kesulitan bernapas melalui hidung dan memperparah infeksi
saluran napas. Perubahan laring dan edema pita suara yang disebabkan oleh
dilatasi vaskular dapat menyebabkan suara serak dan lebih berat, serta batuk
menetap. Pada kasus yang berat, perubahan berupa penebalan laring dapat
menyebabkan penyulit apabila akan dilakukan intubasi, misalnya pada
anestesia. Pada kehamilan, volume ekspirasi paksa pada 1 detik dan laju
arus puncak biasanya tidak terpengruh.

9
Volume dan kapasitas paru

Parameter Definisi Rentang normal Perubahan pada kehamilan :

1. Volume alun napas (tidal volume, TV) Volume bernapas normal saat
istirahat 500 ml Meningkat sampai 150-200 ml (25-40%) 75 % meningkat
pada trimester pertama
2. Frekuensi pernapasan (respiratory rate, RR) Jumlah pernapasan permenit 12
kali/menit Tidak berubah/sedikit meningkat menjadi 15 kali/menit
Volume per menit (minute volume, MV) Udara total yang dihirup dalam
satu menit pernapasa (= TV x RR) 6000 ml/menit 6,5 l/menit Meningkat
sekitar 40% 10 l/menit
3. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, IRV) Volume
udara yang dapat diinspirasi di atas volume alun napas 3100 ml Tidak
berubah
4. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume, ERV) Volume gas
yang dapat di ekspirasi selain volume alun napas 1200 ml Menurun secara
progresif dari awal kehamilan menjadi sekitar 1100 ml
5. Volume residual (residual volume, RV) Voleme gas yang tertinggal di paru
setelah ekspirasi maksimum 1200 ml Menurun secara prgresif
6. Kapasitas paru total (total lung capacity. TLC) Volume maksimum paru
(=TV +IRV+ ERV+ruang mati) 6000 ml Tidak berubah
Kapasitas vital (vital capacity, VC) Volume total gas yang dapat masuk-
keluar paru (= TLC – volume volume residual) 4800 ml Meningkat 100-200
ml pada akhir kehamilan tidak jelas pada wanita gemuktidak berubah
Kapasitas inspirasi Kemampuan inspirasi total paru (= IRC+TV) 2200 ml
Meningkat menjadi sekitar 2500 ml pada aterm
7. Kapasitas residual fungsional (functional residual capacity, FRC) Volume
gas yang tertinggal di paru setelah bernapas biasa (=ERV+RV) 2800 ml
Menurun secara progresif menjadi 2300 ml – meningkatkan efisiensi
pencampuran
8. Volume residual (residual volume, RV) Volume gas yang tertinggal setelah
ekspirasi maksimum (= FRC-ERV) 2400 ml Ruang mati fisiologis

10
Meningkat sekitar 60 ml Ventilasi alveolus Perbedaan antara TV dan
volume ruang mati fisiologis Meningkat

Perubahan Sistem Pernapasan Pada Masa Kehamilan

a) Trimester I

Kebutuhan oksigen meningkat sampai 20%, selain itu diafragma


juga terdorong terjadi hiperventilasi dangkal (20-24x/menit) akibat
kompliansi dada (chest compliance) menurun. Volume tidal meningkat.
Volume residu paru (functional residual capacity) menurun. Kapasitas vital
menurun
Adaptasi ventilasi dan structural selama masa hamil bertujuan
menyediakan kebutuhan ibu dan janin. Kebutuhan oksigen ibu meningkat
sebagai respon terhadap percepatan laju metabolic dan peningkatan
kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara. Janin membutuhkan
oksigen dan suatu cara untuk memebuang karbondioksida.
Peningkatan kadar estrogen menyebabkan ligamentum pada
kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada meningkat.

b) Trisemester II
Selama periode kehamilan, sistem respirasi berubah, hal ini terjadi
karena kebutuhan O2 semakin meningkat. Disamping itu terjadi pula
desakan diafragma karena dorongan rahim. Ibu hamil bernapas lebih dalam
sekitar 20-25% dari biasanya. Ibu hamil dapat merasa lelah karena kerja
jantung dan paru-paru menjadi lebih berat. Penurunan adanya penekanan
CO2 seorang wanita hamil sering mengeluarkan sesak nafas sehingga
meningkatkan usaha bernafas.

 16 minggu : serabut-serabut elastik terbentuk di paru-paru, terlihat


brochiolus terminal dan respiratorius.
 18 minggu : gerakan pernafasan dapat terdeteksi namun perkembangan
struktur alveolus paru belum mencukupi bagi kemungkinan hidup janin
sebelum minggu ke 27-28.

11
 20 minggu : lubang hidung terbuka kembali.
 22 minggu : gerakan nafas yang diikuti oleh bunyi suara yang lemah.
 24 minggu : sakus dan duktus alveolus terbentuk, gerakan seperti
pernafasan mulai terlihat, terlihat lesitin dalam cairan amnion.
 28 minggu : terbentuk surfaktan di permukaan alveolar.

c) Trisemester III

Pernafasan masih diafragmatik selama kehamilan, tetapi karena


pergerakan diafragma terbatas setelah minggu ke-30, wanita hamil bernafas
lebih dalam, dengan meningkatkan volume tidal dan kecepatan ventilasi,
sehingga memungkinkan pencampuran gas meningkat dan konsumsi
oksigen meningkat 20%. Diperkirakan efek ini disebabkan oleh
meningkatnya sekresi progesteron. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
pernafasan berlebih .Ph kehamilan 32 mg, menyebabkan ibu hamil sulit
bernafas (sesak nafas & pendek nafas) sbg kompensasi tjdnya desakan
rahim & keb O2 ä, ibu hamil akan bernafas lbh dlm sktr 20 s/d 35% dr
biasanya.
Pada 32 minggu keatas karena usus-usus tertekan uterus yang
membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa bergerak
mengakibatkan kebanyakan wanita hamil mengalami derajat kesulitan
bernafas.
Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang
mengeluh tentang rasa sesak dan pendek nafas. Hal ini ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas oleh karena usus-usus yang tertekan oleh
uterus yang membesar kea rah difragma, sehingga diafragma kurang leluasa
bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat ± 20%,
seorang wanita hamilselalu bernafas lebih dalam, dan bagian bawah
toraksnya juga melebar ke sisi, yang sesudah partus kadang-kadang
menetap jika tidak dirawat dengan baik. Hal ini berpengaruh pada jumlah
sel darah merah. Produksi sel darah merah akan meningkat sebagai akibat
dari akselererasi kebutuhan oksigen ekstra untuk maternal dan jaringan
plasenta.peningkatan kebutuhan oksigen dibandingkan dengan wanita yang

12
tidak hamil adalah sebesar 1400-1650 ml yang dapat ditingkatkan lagi
sampai 30 % bila diberikan suplemen zat besi. Selama masa hamil,
perubahan pada pusat pernafasan menyebabkan penurunan ambang
karbondioksida.progesteron dan estrogen diduga menyebabkan peingkatan
sensitivitas pusat pernafasan terhadap karbondioksida

13
Pathway Commented [I1]:

14
Diagnosa Keperawatan
a. Trisemester 1
- Gangguan pertukaran gas
b. Trisemester 2
- Pola napas tidak efektif
- Intoleransi aktivitas
c. Trisemester 3
- Pola napas tidak efektif

B. Tuberculosis paru

1. Pengertian Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman
Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).

Tuberkolosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh


Mycobacterium Tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (Cell-
Mediated-Hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat
mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk
penyakit yang efektif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan
berakhir dengan kematian .

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh


basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke
dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995.
hal 73)

15
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda,
2001).

2. Etiologi

Penyebab tubercolosis adalah Microbakterium Tubercolosis sejenis


kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 -4/ um dan tebal 0,3-0,6/um.
Sebagian dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan
arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam(BTA). Ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
maupaun dalam keadaan dingin (dapat bertahan tahun tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi
aktif lagi. Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni
salam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosi malah
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menujukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigenny. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical
lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempata
predileksi penyakit tuberculosis. Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya,
mereka memecah diri setiap 16-20 jam.

 Ibu
Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA
positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara
dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama

16
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung
kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

 Janin
Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim,
menghirup atau menelan cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup
udara yang mengandung kuman TBC setelah lahir.

2.2.3 Manifestasi Klinis

 Ibu

a) Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Serangan demam


pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
Begitulah seterusnya, hilang timbulnya demam influenza ini. Sehingga klien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh klien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
b) Batuk/batuk berdarah, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang pada jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari

17
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh hdarah yang pecah. Kebanyakan bentuk darah
pada tuberculosis terjadi pada kavitas tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
c) Sesak nafas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d) Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot dan keringat di waktu di malam hari.

 Bayi

Abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan


terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion
(disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati
pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam,
berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat
ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

3. Patofisiologi

Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi


percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau
alveolus. Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil
menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati
saluran napas bawah, maka pejamu akan melakukan respons imun dan
peradangan yang kuat. Karena respons yang hebat ini, akibat diperantarai oleh
sel T, maka hanya sekitar 5 % orang yang terpajan basil tersebut menderita
tuberculosis aktif. Penderita TBC yang bersifat menular bagi orang lain adalah

18
mereka yang mengidap infeksi tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi
aktif.

Basil mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah


mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respons imun adalah lebih
untuk mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respons
selular melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti
oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag basil tersebut.
Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang
dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-x toraks. Sebelum ingesti bakteri selesai,
bahan mengalami perlunakan (perkijuan). Mikro-organisme hidup dapat
memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke
orang lain. Bahkan walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat
bertahan hidup dalam tuberkel.

Apabila partikel infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada
jalan nafas atau paru-paru. Kuman menetap di jaringan paru akan bertumbuh
dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa
masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru
akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi


sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang
lebih besar cenderung tertahan di salurang hidung dan cabang besar bronkus.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.Kerusakan pada paru
akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan
yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut permanen di
alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga
pertukaran gas menurun.(Corwin, 2001: 414).

19
Pada ibu hamil mycobacterium tuberkolosis ini menular pada janin
melaui plasenta.Selama kehamilan terjadi transmisi basil ke janin.Transmisi
ini biasanya terjadi secara limfatik, hematogen atau secara langsung.Janin dapat
terinfeksi melalui darah yang berasal dari infeksi plasenta melalui vena
umbilikalis atau aspirasi cairan amnion.

4. Pathway TB secara Umum dan Pada Ibu Hamil


Patwhay secara umum

20
Pathway pada Ibu Hamil

21
22
Diagnosa Keperawatan Tb Paru Secara Teortis
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d batuk produktif ,batu darah

2. Gangguan pertukaran gas b.d hiperventilasi

3. Pola napas tidak efektif b.d perubahan cairan intrapleura

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d reaksi sistematik tubuh

5. Intoleransi aktivita b.d reaksi sistemik tubuh

6. Kurangnya pengetahuan

Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menguji
seseorang positif terkena TB Paru:

a) Uji Serologi

Mendiagnosis tuberkulosis yang berdasarkan pengenalan antibodi Ig


G serum terhadap antigen mikrobacterium tertentu dan menggunakan
teknik ELIZA (Enzim Linket Imunoserbent). Penerapan ini paling besar
kemungkinan pada anak dan klien tuberkulosis ekstra pulmunal yaitu pada
kasus sputumnya tidak ada.

b) Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TB yang masih


aktif, bila didapatkan gambaran bayangan berawan / nodular di bagian tas paru,
gambaran kavitas (lubang pada paru), terutama lebih dari satu yang dikelilingi
oleh bayangan opak (putih) berawan atau nodular, bayangan bercak milier
(berbintik-bintik putih seukuran jarum pentul) yang berupa gambaran nodul-
nodul (becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan paru, dan gambaran
berupa efusi pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru).

23
Sedangkan pada gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif,
bila didapatkan gambaran fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut
putih yang halus) pada bagian atas paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang
tampak putih), atelektasis (jaringan paru yang tidak mengembang), fibrothorax
dan atau penebalan pleura (selaput pelapis paru-paru). Pada tuberkulosis kronis
dapat terjadi pneumothoraks (timbulnya udara yang mendesak jaringan paru-
paru)dengan atau tanpa efusi (cairan), yang secara radiologis memberikan
gambaran radiolusen (lebih hitam) dengan corakan bronkovaskuler (paru)
menghilang pada pleura yang terisi udara, gambaran kolaps, cairan, atau
desakan jantung.

c) Pemeriksaan Dahak

Spesimen dahak dikumpulkan/ditampung dalam pot dahak yang


bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor, pot ini harus selalu tersedia di Unit pelayanan
kesehatan. Diagnosa tubercolosis ditegakkan dengan pemeriksaan spesimen
dahak sewaktu pagi sewaktu (SPS). Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan
dalam 2 hari kunjungan yang berurutan ( Depkes RI, 2002 ).

Adapun waktu pelaksanaan pengumpulan dahak sebagai berikut:


Sewaktu yaitu Dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC paru datang
berkunjung pertama kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak
untuk mengumpulkan dahak hari kedua. Pagi yaitu dahak dikumpulkan di
rumah pada hari kedua, segera setelah bangun tidur pot dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di Unit pelayanan kesehatan. Sewaktu yaitu dahak
dikumpulkan di Unit pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi ( Depkes RI, 2002).

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya


kuman BTA. Diagnosis tuberkolusis dapat ditegakkan. Kriteria BTA sputum

24
positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA
pada satu sedian dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum
.

d) Pemeriksaan Darah

Pemeriksaaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya


kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkolusis mulai aktif, akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju
endap darah perlahan turun sampai normal. Hasil pemeriksaan darah
didapatkan, anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama
globulin meningkat, kadar natrium dan darah menurun (Zulkifli, 2007).

e) Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc
tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang
terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen
tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
3) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positive
4) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif kuat

Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg


positif (99,8%) Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian

25
BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak
ditemukan daripada positif palsu .

Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
2. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

Tuberkulosis Pada Kehamilan

a) Efek tuberculosis terhadap kehamilan

Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Usia
kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa
merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam
kehamilan dengan TB.

26
Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan
diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah
mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi
aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB. Selain paru-paru,
kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak,
tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi,
kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang.
Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan.
Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah
mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang
organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk
hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.

Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun


aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari.
Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan
kesuburan.

b) Efek tuberculosis terhadap janin

Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan


ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan
obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah
sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana,
KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB
ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha
tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka
dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis

27
selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi
dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir
rendah (<2500 ).

Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus,


terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan
TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital).
Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan
bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan
limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah
bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

Penatalaksanaan
Dalam perawatan klien hamil dengan TB perawat harus mampu
memberikan pendidikan pada klien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan
pencegahannya, tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta
hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat. Klien dan keluarga harus tahu system pelayanan pengobatan TB
sehingga klien tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga
berperan sebagai pengawas minum obat bagi klien. Pemantuan kesehatan ibu dan
janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin
terjadi akibat TB.Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat
penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang
timbul terhadap janin.Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan
klien penting diberikan untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

28
Pengobatan farmakologik yang dapat diberikan kepada ibu hamil dengan
TB paru adalah:

1. Isoniazid 5mg/Kg, jangan melebihi 300mg/hari. Bersama dengan peridoksin


50mg/hari
2. Rifampin 10mg/Kg/hari, jangan melebihu 500mg/hari
3. Etambutol 5-25mg/kg/hari, jangan melebihi 2,5gr/hari

Pencegahan Tb Paru
1. Pencegahan Primer

Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi


promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host,
agent dan lingkungan. Contohnya :

a) Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan mengurangi


penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu mycobacterium
tuberkulosa serendah mungkin dengan melakukan isolasi pada penderita
tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.
b) Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan tuberkulosa
seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan menyediakan ventilasi pada
rumah dan mengusahakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
c) Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi individu,
pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.
d) Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan
penderita karena bisa menyebabkan penularan.
e) Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberkulosa
definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti
imunisasi BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.

29
2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi


diagnosa dini dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit,
untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya
komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita tuberkulosa
(masa tunas). Contohnya :

a) Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosa paru sesuai
dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau rifampizin.
b) Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa
pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.
c) diagnosa dengan tes tuberculin
d) Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
e) melakukan foto thorax
f) Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan


mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanent, mencegah
bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga
dilakukan rehbilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis dan sosialnya.

a) Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis dan


berjenjang.
b) Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap pengobatan.
c) Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian
paru-paru untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang
belakang akibat tulang belakang

30
Konsep Asuhan TB pada Ibu Hamil
a. Identitas klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah
dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan
Nodesul, 1996)

b. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di


rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita
untuk mencari pengobatan.

c. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang


mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

· Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita


penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

· Riwayat psikososial

Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi


kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan
Nodesul, 1996).

31
Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan,


kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang
sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996)

2) Pola nutrisi dan metabolik

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan


menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).

3) Pola eliminasi

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi

4) Pola aktivitas dan latihan

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
(Marilyn. E. Doegoes, 1999).

5) Pola tidur dan istirahat

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E.
Doenges, 1999).

6) Pola hubungan dan peran

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit


menular (Marilyn. E. Doenges, 1999).

7) Pola sensori dan kognitif

32
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).

9) Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.

10) Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan
(Hendrawan Nodesul, 1996).

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.

2) Pemeriksaan fisik

Berdasarkan sistem-sistem tubuh :

a. Sistem integumen

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

b. Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :

Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas


yang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).

33
Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).

Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).

c. Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.

d. Sistem kordiovaskuler

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman,


1998).

e. Sistem gastrointestinal

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman,


1998).

f. Sistem muskuloskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan


sehari-hari yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)

g. Sistem neurologis

Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456

h. Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

B. Fokus Intervensi

Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan diagnosa


keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam

34
tahap perencanaan ini dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat
disusun rencana keperawatan sebagai berikut :

Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret kental atau
secret darah.

· Tujuan : jalan nafas efektif

· Kriteria hasil :

– Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan

– Klien dapat mempertahankan jalan nafas

– Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit)

Rencana tindakan :

a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan


kedalaman penggunaan otot aksesori

Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi


menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja penafasan

b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif

Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan
oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut

c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan
latihan untuk nafas dalam

35
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
napas bebas untuk dilakukan

d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea

Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak


mampu mengeluaran sekret

e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada


kontraindikasi

Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya


mudah dilakukan

f) Lembabkan udara respirasi

Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret

g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan


kortikosteroid

Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen


percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia

Diagnosa keperawatan kedua

2.gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane alveolar-


kalpiler secret kental.

· Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal

· Kreteria hasil :

– Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea

36
– Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan

-Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA


dalam rentang normal

Rencana tindakan dan rasional

a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya


pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada

TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan

b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan


warna kulit, termasuk membran mukosa

Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ


vital dan jarigan

c) Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi

Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu


menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas
pendek

d) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri


sesuai keperluan

Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat


menurunkan beratnya gejala

e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri

Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan


PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi

37
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai

Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap


penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru

Diagnosa keperawatan ketiga

3. hipetermi berhubungan dengan proses inflamasi.

· Tujuan : Suhu tubuh normal (36 °C – 37°C)

· Kriteria hasil :

– Klien mengatakan badannya sudah tidak panas

-Suhu tubuh pasien 36°C

– Rencana tindakan dan rasional

a) Observasi TTV

b) Anjurkan klien untuk minum sedikit tapi sering

c) Libatkan keluarga untuk menyediakan minuman kesukaan pasien

d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik : paracetamol

Diagnosa keperawatan keempat

4. pola napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan


kurangnya upaya batuk.

· Tujuan : Pola nafas efektif

· Kriteria hasil :

– Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif

– Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)

38
· Dispneu berkurang

· Rencana tindakan dan rasional

a) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori


pernapasan : catat setiap perubahan

b) Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya secret

Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi

Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan


selanjutnya

c) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam

Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas

d) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler


tinggi

Membantu mengembangkan secara maksimal

e) Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2
jam sampai 4 jam

Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar

f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan

Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan


memperbesar ukuran lumen trakeobroncial

Diagnosa keperawatan kelima

5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan


anoreksia, keletihan atau dispnea.

39
· Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan
bebas tanda malnutrisi

· Kriteria hasil

– Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat

– Berat badan stabil dalam batas yang normal

Rencana tindakan dan rasional

a) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa
oral, riwayat mual/muntah atau diare

Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi


yang tepat

b) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak

Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan


keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet

c) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik

Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan

d) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah

e) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat

Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster

f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet

40
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet

Diagnosa keperawatan keenam

6. Resiko infeksi yang sehubungan dengan penurunan/ penekanan proses


inflamasi.

· Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit


seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit
positif.

· Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit


yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.

Rencana tindakan dan rasional

a) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat

Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran
infeksi

b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat

Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi

c) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi


pernafasan

Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma


sosial sehubungan dengan penyakit menular

d) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang


tuberkulasis

41
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari insiden eksaserbasi

e) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan

f) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal

Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan


penyebaran infeksi

Tinjauan Kasus
1. Kasus Tuberkulosis Paru

Seorang perempuan, usia 38 tahun, G5P4A0H4, hamil 20 minggu,


datang ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Hasil
pengkajian : batuk sejak dua bulan yang lalu dan tidak sembuh – sembuh,
sekret (+), hampir setiap malam keringat dingin, suami (+) TB Paru dan
sedang dalam pengobatan, BB : 35 Kg, TB : 140 cm, LILA : 20cm, ibu belum
pernah memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan, dan tidak
pernah menggunakan alat kontrasepsi.

2. Pengkajian

Identitas pasien

Nama : Ny. M

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

42
Tempat tinggal : Jalan Muaro

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

BB : 35 Kg

Tinggi : 140 cm

LILA : 120 cm

3. Riwayat penyakit sekarang

Klien mengeluh batuk (ada secret )sejak 2 bulan,dan keringat malam, nafsu
makan menurun .

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien tidak pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan


tuberkulosis ini sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga

Suami klien menderita (+) TB Paru dan sedang dalam pengobatan.

6. Riwayat psikososial

Status ekonomi klien menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang


kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita tuberkulosis paru seperti suaminya.

7. Pola fungsi kesehatan

 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

klien tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya matahari,


kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek

43
 Pola nutrisi dan metabolic

klien mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun

 Pola eliminasi

Klien tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun


defekasi

 Pola aktivitas dan latihan

Dengan adanya batuk, klien ternganggu beraktivitas

 Pola tidur dan istirahat

Dengan adanya batuk pada klien terganggunya kenyamanan tidur dan


istirahatnya

 Pola hubungan dan peran

Klien mengalami perasaan asolasi karena penyakit

 Pola sensori dan kognitif

Klien tidak mengalami gannguan daya panca indera (penciuman, perabaan,


rasa, penglihatan, dan pendengaran)

 Pola persepsi dan konsep diri

Karena batuk bersekret tadi emosi klien meningkat dan merasa kawatir
dengan penyakitnya

 Pola reproduksi dan seksual

klien mengalami perubahan pada reproduksi dan seksual akan berubah


karena kelemahan dan batuk yang diderita.

 Pola penanggulangan stress

44
Klien belum pernah berobat dan memeriksakan kesehatan kehamilan
sebelumnya

 Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena batuk tadi klien aktifitas ibadah klien terganggu.

8. Pemeriksaan Fisik Antenatal

 Kunjungan pertama

1. Anamnesis

Pertanyaan kapan haid terakhir,riwayat kehamilan,persalinan, dan nifas


sebelumnya.riwayat penyakit yang pernah diderita,kesehatan
keluarga,kontrasepsi,dll

2. Pemeriksaan umum

Status gizi,tanda vital.

3. Pemeriksaan berat badan : pada kasus 35 kg

4. Pemeriksaan tinggi badan : pada kasus 120 cm

5. Pemeriksaan urin

6. Pemeriksaan obstetric

- Pemeriksaan luar

- Pemeriksaan dalam

- Pemeriksaan panggul

45
- Pemeriksaan laboratorium

 Kunjungan selanjutnya

1. Pemeriksaan detak jantung

2. Pemeriksaan perut

3. Pemeriksaan kaki

4. Pemeriksaan darah

9. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d batuk produktif ,batu darah

2. Gangguan pertukaran gas b.d hiperventilasi

3. Pola napas tidak efektif b.d perubahan cairan intrapleura

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d reaksi sistematik tubuh

5. Risiko infeksi b.d factor lingkungan

6. Intoleransi aktivitas b.d reaksi sistemik tubuh

7. Kurangnya pengetahuan

10. Intervensi

46
47
N DIAGNOSA NOC NIC
o

1 Bersihan jalan napas tidak Status respirasi : Airway Management


efektif b.d batuk produktif kepatenan jalan nafas Aktifitas :
Indikator: 1. Buka jalan nafas, gunakan
DO : batuk produktif (secret)
1. rata- rata pernafasan teknik chin lift atau ut;ter
DS : klien mengeluh sudah 2 2. ritme pernafasan thrust bila perlu
bulan batuk tapi belum sembuh 3. kedalaman inspirasi 2. Posisikan pasien untuk
4. kemampuan memaksimalkan ventilasi
membersihkan sekresi 3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
Status Respirasi : buatan
Ventilasi 4. Lakukan fisioterapi dada
Indikator : jika perlu
1. rata-rata pernafasan 5. Keluarkan sekret dengan
2. ritme perafasan batuk atau suction
3. kedalaman inspirasi 6. Auskultasi suara nafas, catat
4. volume tidal adanya suara tambahan
5. kapasitas vital 7. Berikan bronkodilator bila
perlu
8. Monitor respirasi dan
position O2

Monitor Respirasi
Aktifitas:
1. monitor frekuensi, ritme,
dan usaha respirasi

48
2. catat pergerakan dada, lihat
kesimetrisan, gunakan
aksesori otot, dan
supraclavicular juga
intercostal retraksi otot
3. monitor pola nafas:
bradipnea, takipnea,
hyperventilation,
pernafasan kussmaul,
cheyne stokes, apnuestic,
pernafasan biot, dan pola
attaxic.
4. monitor kebisingan
respirasi
5. monitor sekresi respirasi
pasien
6. Auskultasi bunyi paru
setelah perawatan dan catat
hasilnya
7. Monitor kemampuan pasien
untuk batuk secara efektif
2 Gangguan Pertukaran Gas B.d Status respiratori Monitor pernapasan
Hiperventilasi :pertukaran gas Aktivitas :
Indicator : 1. monitor frekuensi, ritme,
DO : Kadar CO2 Menurun
1. Mudah bernafas dan usaha respirasi
DS : sesak saat bernapas 2. Tidak ada dispnea saat 2. catat pergerakan dada, lihat
istirahat kesimetrisan, gunakan
3. Tidak ada kegelisahan aksesori otot, dan
4. Tidak ada sianosis

49
5. PaO2 dalam batas supraclavicular juga
normal intercostal retraksi otot
6. PaCO2 dalam batas 3. monitor pola nafas:
normal bradipnea, takipnea,
7. pH arteri dalam batas hyperventilation,
normal pernafasan kussmaul,
cheyne stokes, apnuestic,
Status respiratori pernafasan biot, dan pola
:ventilasi attaxic.
Indikator : 4. monitor kebisingan
1. Rata- rata pernapasan respirasi
2. ritme perafasan 5. monitor sekresi respirasi
3. kedalaman inspirasi pasien
4. suara perkusi 6. Auskultasi bunyi paru
5. volume tidal setelah perawatan dan catat
6. kapasitas vital hasilnya
7. Monitor dyspnea dan hal-
hal yang meingkatkan atau
memperburuknya

Airway management
Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Terapi oksigen

50
3 Pola napas tidak efektif Status Respirasi : Monitor jalan napas
Ventilasi Menajemen pernapasan
Indikator : Terapo oksigen
1. rata-rata pernafasan
2. ritme perafasan
3. kedalaman inspirasi
4. volume tidal
5. kapasitas vital

4 Nutrisi kurang dari kebutuhan Status nutrisi Menajemen Nutrisi


tubuh b.d penekanan abdomen Indikator :
Aktivitas :
karena pembesaran uterus
1. Asupan zat gizi
1. Mengontrol penyerapan
Do : BB :35 kg , Tb : 140 cm 2. Asupan makanan dan
makanan/cairan dan
cairan
Ds : klien mengatakan nafsu menghitung intake kalori
3. Energi
makan menurun, sering mual harian, jika diperlukan
4. Indeks masa tubuh
mual 2. Memantau ketepatan urutan
5. Berat badan
makanan untuk memenuhi
6. Biochemical measures
kebutuhan nutrisi harian
Status nutrisi: intake
3. Menentukan jimlah kalori
makanan dan cairan
dan jenis zat makanan yang
Indikator :
diperlukan untuk memenuhi
1. Intake makanan di
kebutuhan nutrisi, ketika
mulut
berkolaborasi dengan ahli
2. Intake di saluran
makanan, jika diperlukan
makanan
4. Menetukan kebutuhan
3. Intake cairan di mulut
makanan saluran
4. Intake cairan
nasogastric
5. Intake TPN*

51
5. Anjurkan pasien untuk
memilih makanan ringan,
jika kekurangan air liur
mengganggu proses
menelan
6. Memastikan bahwa
makanan berupa makanan
yang tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Mengatur pemasukan
makanan, jika diperlukan
8. Menyarankan pemeriksaan
eliminasi makanan yang
mengandung laktosa, jika
diperlukan

Monitor Nutrisi

Aktivitas :

1. Timbang berat badan klien


2. Monitor kehilangan dan
pertambahan berat badan
3. Monitor tipe dan kuantitas
olah raga
4. Jadwalkan perawatan, dan
tindakan keperawatan agar
tidak mengganggu jadwal
makan
5. Monitor adanya mual dan
muntah

52
6. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
7. Monitor tingkat energi,
lelah, lesu, dan lemah
8. Monitor intake kalori dan
nutrisi

Terapi Nutrisi

Aktivitas:

1. Mengontrol penyerapan
makanan/cairan dan
menghitung intake kalori
harian, jika diperlukan
2. Menentukan jimlah kalori
dan jenis zat makanan yang
diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi, ketika
berkolaborasi dengan ahli
makanan, jika diperlukan
3. Anjurkan pasien untuk
memilih makanan ringan,
jika kekurangan air liur
mengganggu proses
menelan
4. Membantu pasien untuk
memilih makanan lembut,
lunak dan tidak asam, jika
diperlukan

53
5. Mengatur pemasukan
makanan, jika diperlukan

5 Risiko tinggi infeksi b.d sanitasi Kontrol resiko Proteksi Infeksi


lingkungan yg buruk Indicator :
Aktivitas :
1. Menyatakan resiko
Do : -
2. Memantau faktor resiko 1. Monitor tanda-tanda dan
Ds : klien mengtakan suaminya (+) lingkungan gejala sistemik dan local
TB dan dalam proses 3. Melakukan strategi dari infeksi.
pengobatan kontrol risiko 2. Monitor jumlah granulosit,
4. Modifikasi gaya hidup WBC, dan perbedaan nilai.
untuk menurunkan 3. Pertahankan teknik asepsis
resiko untuk pasien yang berisiko.
5. Berpartisipasi dlm 4. Pertahankan teknik isolasi.
skrining utk 5. Anjurkan istirahat.
mengidentifikasi risiko 6. Monitor perubahan tingkat
energi / malaise.
7. Beri agen imun.
8. Instruksi pasien untuk
mendapatkan antibiotik
sesuai resep.
9. adanya infeksi dalam upaya
pengendalian infeksi.

6 Kurangnya pengetahuan b.d Pengetahuan Proses Mengajarkan Proses Penyakit


rendahnya tingkat pendidkan Penyakit
Aktivitas :
Do : - Indikator :
1 Gambarkan tanda dan
Ds : klien hanya tamatan Sekolah 1 Kenal dengan nama gejala yang biasa muncul
sederajat penyakit

54
2 Deskripsi dari proses pada penyakit dengan cara
penyakit yang benar.

3 Deskripsi dari penyebab 2 Gambarkan proses penyakit


atau faktor kontribusi dengan cara yang tepat

4 Deskripsi dari faktor 3 Identifikasi kemungkinan


resiko penyebab, dengan cara yang
tepat
5 Deskripsi dari efek
penyakit 4 Hindarkan harapan yang
kosong
6 Deskripsi dari tanda dan
gejala 5 Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
7 Deskripsi untuk
meminimalkan efek 6 Instruksikan pasien
penyakit mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
8 Deskripsi dari tanda dan
pemberi perawatan
gejala komplikasi
kesehatan dengan cara yang
tepat

6 Nyeri akut Tingkat Kenyamanan Manajemen Nyeri


Indicator : Aktivitas :
1 Melaporkan 1 Lakukan penilaian nyeri
Perkembangan Fisik secara komprehensif
2 Melaporkan dimulai dari lokasi,
perkembangan karakteristik, durasi,
kepuasan frekuensi, kualitas,
intensitas dan penyebab.

55
3 Melaporkan 2 Kaji ketidaknyamanan
perkembangan secara nonverbal, terutama
psikologi untuk pasien yang tidak bisa
4 Mengekspresikan mengkomunikasikannya
perasaan dengan secara efektif
lingkungan fisik sekitar 3 Pastikan pasien
5 Mengekspresikan mendapatkan perawatan
perasaan dengan dengan analgesic
hubungan social 4 Gunakan komunikasi yang
6 Mengekspresikan terapeutik agar pasien dapat
perasaan secara spiritual menyatakan
7 Melaporkan kepuasan pengalamannya terhadap
dengan tingkatan nyeri serta dukungan dalam
mandiri merespon nyeri
8 Menekspresikan 5 Tentukan dampak nyeri
kepuasan dengan terhadap kehidupan sehari-
Kontrol nyeri hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood,
hubungan sosial,
performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari)
6 Gunakan metoda penilaian
yang berkembang untuk
memonitor perubahan nyeri
serta mengidentifikasi
faktor aktual dan potensial
dalam mempercepat
penyembuhan

56
7 Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri, bagaimana
kejadiannya,
mengantisipasi
ketidaknyamanan terhadap
prosedur
8 Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada
pasien (suhu ruangan,
pencahayaan, keributan)

57
BAB III

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan


persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang
wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan disertai
sesak napas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit
perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat
mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru
kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru
merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama
pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai
dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru yang
dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-
orang disekelilingnya

5.2 Saran

Dari pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca agar


lebih memahami apa itu tuberculosis paru khususnya pada ibu hamil. Saran
bagi calon ibu agar sering meriksakan kesehatan ibu dan janin agar terhindar
dari risiko penularan penyakit dari ibu ke anak .

58
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9659461/TB_Paru_pada_Antenatal

https://muecliisonatigirl.wordpress.com/2012/04/02/asuhan-keperawatan-pada-ibu-hamil-
dengan-tbc/

59

Anda mungkin juga menyukai