Anda di halaman 1dari 33

ACARA I

ANALISIS KUALITAS AIR


A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sanitasi acara I “Analisis Kualitas Air” adalah :
1. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat fisik air dengan pengukuran
suhu pada berbagai sampel
2. Mahasiswa mengetahui cara analisis zat padat tersuspensi pada berbagai
sampel
3. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat kimia air dengan menganalisis
kesadan air pada berbagai sampel
B. Tinjauan Pustaka
Air adalah materi esensial yang keberadaannya tidak dapat
digantikan senyawa lain. Air merupakan substansi kimia dengan rumus
kimia H2O : satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat
secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa
(1 bar) dan temperatur 273,15 K (0°C). Zat kimia ini merupakan suatu
pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak
zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan
banyak macam molekul organik (Mifbakhuddin, 2010). Air yang dapat
diminum diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan
ketidakmurnian secara kimiawi. Air yang dapat diminum harus bersih dan
jernih, tidak berwarna dan tidak berbaudan tidak mengandung bahan
tersuspensi atau kekeruhan (Buckle et al., 2010).
Suhu merupakan salah satu parameter air yang sering diukur karena
kegunaannya dalam mempelajari proses fisika, kimia dan biologi. Suhu air
berubah-ubah terhadap keadaan ruang dan waktu. Temperatur air akan
mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat pula
mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila
temperatur sangat tinggi. Temperatur pada air mempengaruhi secara
langsung toksisitas (Alaerts dan Santika, 1987)

1
Menurut Effendi (2003) Total Suspended Solid (TSS)
menyebabkan kekeruhan air, tidak telarut, dan tidak dapat mengendap
langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel - partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan –
bahan organik tertentu, sel sel mikroorganisme dan sebagainya. Padatan
tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga
mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Menurut SNI 06-
6989.3:2004 cara uji padatan tersuspensi total (total suspended solid) secara
gravimetri.
Air sadah adalah air yang mengandung ion kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg). Ion-ion ini terdapat dalam air dalam bentuk sulfat,
klorida, dan hidrogenkarbonat. Kesadahan air alam biasanya disebabkan
garam karbonat atau garam asamnya. Kesadahan merupakan petunjuk
kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur dengan sabun.
Pada air berkesadahan rendah, air akan dapat membentuk busa apabila
dicampur dengan sabun, sedangkan air yang berkesadahan tinggi tidak akan
berbentuk busa. Air sadah digolongkan menjadi dua jenis, berdasarkan jenis
anion yang diikat oleh kation (Ca2+ atau Mg2+), yaitu air sadah sementara
dan air sadah tetap (Mifbakhuddin, 2010). Kesadahan air dianggap sebagai
ukuran kemampuan air untuk mengendapkan sabun atau istilah yang
digunakan pada air yang mengandung kation penyebab kesadahan dalam
jumlah yang tinggi. Pada umumnya kesadahan disebabkan oleh adanya
logam-logam atau kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca
dan Mg. Tetapi penyebab utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg) (Marsidi, 2001).
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan secara
kuantitatif gugus karboksilat yang ada dalam protein guna resin. Metode ini
cukup sensitif untuk mendeteksi perubahan kecil dalam jumlah kelompok
fungsional protein. Berbagai konsentrasi sampel yang digunakan
menunjukkan bahwa mereka mengandung mayoritas tetra fungsional
konten karboksilat. Variasi hasil berasal dari peningkatan konsentrasi

2
sampel dalam penyelidikan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dengan
jelas bahwa titrasi kompleksometri adalah alat yang sangat baik untuk
penentuan kadar karboksilat sampel protein. Perubahan kecil dalam isi
karboksilat juga terdeteksi (Hamidu, 2012).
C. Metodologi
1. Alat
a. Botol plastik
b. Buret
c. Corong pisah
d. Desikator
e. Gelas beaker
f. Gelas kimia 300 ml
g. Gelas ukur 100 ml
h. Labu Erlenmeyer
i. Loyang
j. Oven
k. Penjepit stainless steel
l. Pipet tetes
m. Pipet volume
n. Propipet
o. Statif
p. Stopwatch
q. Termometer
r. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Air minum dalam kemasan
b. Air PDAM
c. Air sumur
d. Air sungai
e. Aquades
f. Indikator Eriochrome Black T (EBT)

3
g. Kertas saring Whattman
h. Larutan buffer pH 10
i. Larutan NaEDTA
3. Cara Kerja

a. Pengukuran Suhu Air

Sampel Air PDAM/Air Sumur/Air Sungai/Air Kemasan

Pencelupan termometer

Pendiaman beberapa saat

Pembacaan suhu termometer

Pencatatan hasil

Gambar 1.1 Diagram Alir Pengukuran Suhu Air


b. Perhitungan Padatan Tersuspensi
 Penyiapan Kertas Kertas Saring

Kertas Saring

Pemasukan ke dalam oven suhu 103-105ºC selama 30 menit

Pemasukan ke dalam desikator selama 15 menit

Penimbangan (A mg)

Gambar 1.2 Diagram Alir Penyiapan Kertas

4
 Perlakuan Sampel

50 ml sampel Air PDAM/Air Sumur/Air Sungai/Air Kemasan

Penyaringan menggunakan kertas saring

Pengambilan filtrat dan kertas saring

Pemasukan ke dalam oven suhu 103-105ºC selama 1 jam

Pemasukan ke dalam desikator selama 15 menit

Penimbangan (B gram)
Gambar 1.3 Diagram Alir Perlakuan Sampel Perhitungan TSS

c. Pengukuran Kesadahan Air

25 ml Sampel Air PDAM/Air Sumur/Air


Sungai/Air Kemasan

Pemasukan ke dalam erlenmeyer

2,5 ml larutan buffer


Penambahan
pH 10

Penambahan 2-3 tetes indikator EBT

Penitrasian dengan Na2EDTA 0,1 N


hingga warna berubah merah anggur
menjadi biru

Pencatatan volume titran

Gambar 1.4 Diagram Alir Pengukuran Kesadahan Air

5
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1.Hasil Pengamatan Suhu Air Shift II

Kelompok Jenis Sampel Suhu


5 Air PDAM 29 0C
6 Air Sumur 28 0C
7 Air Sungai 30 0C
8 Air Kemasan 27.5 0C
9 Air PDAM 30 0C
Sumber : Hasil Pengamatan
Untuk keperluan air minum, rumah tangga, dan industri, secara
umum dapat digunakan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air,
danau, sumur, dan air hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas
beracun, atau kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut
Suriawiria (2003), sumber air yang dapat kita manfaatkan pada dasarnya
digolongkan sebagai berikut
1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni
yang ketika turun dan melalui udara akan melalui benda-benda yang
terdapat di udara, diantara benda-benda yang terlarut dari udara tersebut
adalah: gas O2, CO2, N2, juga zat-zat renik dan debu. Dalam keadaan murni,
air hujan sangat bersih, tetapi setelah mencapai permukaan bumi, air hujan
tidak murni lagi karena ada pengotoran udara yang disebabkan oleh
pengotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air
hujan sebagai sumber air minum hendaklah menampung air hujan terlebih
dahulu jangan pada saat hujan mulai turun karena masih banyak
mengandung kotoran
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi.
Pada umumnya air permukaan ini akan mengalami pengotoran selama
pengaliran. Dibandingkan dengan sumber lain air permukaan merupakan
sumber air yang tercemar berat. Keadaan ini terutama berlaku bagi tempat-
tempat yang dekat dengan tempat tinggal penduduk. Hampir semua sisa
kegiatan manusia yang menggunakan air atau dicuci dengan air, pada

6
waktunya akan dibuang ke dalam air permukaan. Di samping manusia, flora
dan fauna juga turut mengambil bagian dalam mengotori air permukaan,
misalnya batang-batang kayu, daun-daun, tinja dan lain-lain.
3. Air Tanah
Jumlah air di bumi relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan
bersirkulasi akibat pengaruh cuaca sehingga terjadi suatu siklus yaitu siklus
hidrologi. Pada proses tersebut air hujan jatuh ke permukaan bumi. Air
hujan tersebut ada yang mengalir masuk ke permukaan (mengalami run off)
dan ada juga yang meresap ke dalam tanah (mengalami perkolasi) sehingga
menjadi air tanah baik yang dangkal maupun yang dalam. Air tanah
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami
air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah membuat air
tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan air
permukaan. Secara praktis air tanah adalah air bebas polutan karena berada
di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air
tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan.
4. Air Minum
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum. Semua air yang bersifat alami maupun yang telah mengalami
proses tertentu misalnya desalinasi pada air laut yang memenuhi standar air
minum yang telah ditetapkan ada beberapa jenis air minum dan standar air
minum yang dapat dijadikan acuan dalam menetapkan mutu air minum.
Jenis air minum antara lain yaitu air minum alami dan air mineral proses.
Definisi air mineral alami adalah air yang dapat jelas dibedakan dari air
minum biasa karena kandungan garam-garam mineralnya (trace elements)
lebih tinggi, karena diperoleh langsung dari alam. Air mineral proses
definisikan sebagai air yang telah diperoses, dikemas dan aman diminum.
Persyaratan kualitas air minum dinyatakan sebagai air yang layak
dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air yang
mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum maupun air baku

7
(air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak
berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna.
Menurut Alaerts dan Santika (1987) parameter uji mutu fisik diantaranya:
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter air yang sering diukur
karena kegunaannya dalam mempelajari proses fisika, kimia dan biologi.
Suhu air berubah-ubah terhadap keadaan ruang dan waktu. Temperatur
air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan
dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama
apabila temperatur sangat tinggi.
2. Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya
disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipetipe
tertentu organism mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan
kimia seperti fenol. Bahan–bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini
berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat
bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan rasa ini tergantung
pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak. Untuk
standard air minum dan air bersih diharapkan air tidak berbau dan tidak
berasa.
3. Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu
banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan
warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan
kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang
tersebar dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi. Kekeruhan pada
air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan
air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi
segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan
mengurangi efektivitas usaha desinfeksi.

8
4. Warna
Warna di dalam air terbagi dua, yakni warna semu (apparent
color) adalah warna yang disebabkan oleh partikel-partikel penyebab
kekeruhan (tanah, pasir, dll), partikel halus besi, mangan,
partikelpartikel mikroorganisme, warna industri, dan lain-lain. Kedua
yaitu warna sejati (true color) adalah warna yang berasal dari
penguraian zat organik alami, yakni humus, lignin, tanin dan asam
organik lainnya.
5. Zat Padat Terlarut (TDS) dan Residu Tersuspensi (TSS)
Muatan padatan terlarut adalah seluruh kandungan partikel baik
berupa bahan organik maupun anorganik yang telarut dalam air. Bahan-
bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik,
akan tetapi jika berlebihan dapat meningkatkan kekeruhan selanjutnya
akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya
akan berpengaruh terhadap proses fotosíntesis di perairan. Perbedaan
pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui
ukuran/diameter partikel-partikelnya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1.1 didapatkan data
pengamatan suhu air berdasarkan dari berbagai sumber air. Diurutkan dari
suhu terendah hingga suhu tertinggi yaitu pada kelompok 5 sampel air
PDAM dengan suhu sebesar 29 0C, kelompok 6 sampel air sumur dengan
suhu sebesar 28 0C, kelompok 7 sampel air sungai dengan suhu sebesar 30
0
C, kelompok 8 sampel air kemasan dengan suhu sebesar 27.5 0C, dan
kelompok 9 sampel air PDAM dengan suhu sebesar 30 0C. Menurut
Priyambada dkk (2008) temperatur air yang diinginkan adalah ±3ºC suhu
udara disekitarnya. Temperatur air mempengaruhi penerimaan masyarakat
akan air tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam
pengolahannya terutama apabila temperatur sangat tinggi. Oleh karena itu,
berdasarkan hasil pengamatan temperatur tersebut sudah sesuai dengan
teori. Berikut persyaratan mutu air minum dalam kemasan yang dijelaskan
pada Tabel 1.2 dan standar mutu limbah cair pada Tabel 1.3

9
Tabel 1.2 Persyaratan Mutu Air Minum Dalam Kemasan

Persyaratan
No. Kriteria uji Satuan
Air mineral Air demineral
1. Keadaan
1.1 Bau - Tidak berbau Tidak berbau
1.2 Rasa Normal Normal
1.3 Warna Unit Pt-Co maks. 5 maks. 5
2. pH - 6,0 – 8,5 5,0 – 7,5
3. Kekeruhan NTU maks. 1,5 maks. 1,5
4. Zat yang terlarut mg/l maks. 500 maks. 10
5. Zat organik (angka KMnO4) mg/l maks. 1,0 -
6. Total organik karbon mg/l - maks. 0,5
7. Nitrat (sebagai NO3) mg/l maks. 45 -
8. Nitrit (sebagai NO2) mg/l maks. 0,005 -
9. Amonium (NH4) mg/l maks. 0,15 -
10. Sulfat (SO4) mg/l maks. 200 -
11. Klorida (Cl) mg/l maks. 250 -
12. Fluorida (F) mg/l maks. 1 -
13. Sianida (CN) mg/l maks. 0,05 -
14. Besi (Fe) mg/l maks. 0,1 -
15. Mangan (Mn) mg/l maks. 0,05 -
16. Klor bebas (Cl2) mg/l maks. 0,1 -
17. Kromium (Cr) mg/l maks. 0,05 -
18. Barium (Ba) mg/l maks. 0,7 -
19. Boron (B) mg/l maks. 0,3 -
20 Selenium (Se) mg/l maks. 0,01 -

21 Cemaran logam
21.1 Timbal (Pb) mg/l maks. 0,005 maks. 0,005
21.2 Tembaga (Cu) mg/l maks. 0,5 maks. 0,5
21.3 Kadmium (Cd) mg/l maks. 0,003 maks. 0,003
21.4 Raksa (Hg) mg/l maks. 0,001 maks. 0,001
21.5 Perak (Ag) mg/l - maks. 0,025
21.6 Kobalt (Co) mg/l - maks. 0,01

22 Cemaran arsen mg/l maks. 0,01 maks. 0,01


23 Cemaran mikroba :
23.1 Angka lempeng total awal *) Koloni/ml maks. 1,0 x 102 maks. 1,0 x 102
23.2 Angka lempeng total akhir **) Koloni/ml maks. 1,0 x 105 maks. 1,0 x 105
23.3 Bakteri bentuk koli APM/100ml <2 <2
23.4 Salmonella - Negatif/100ml Negatif/100ml
23.5 Pseudomonas aeruginosa Koloni/ml Nol Nol

Sumber : SNI 01-3553-2006

Keterangan *) Di Pabrik
**) Di Pasaran

10
Tabel 1.3 Standar Mutu Limbah Cair

Parameter Kadar Beban Pencemaran


Maksiumum Maksimum (gram/satuan
(mg/L) produk)

BOD5 75 22,5
COD 125 37,5
TSS 50 15
Fenol 0,25 0,08
Amonia total (sebagai N) 4 1,2
pH 6-9
Debit limbah maksimum 0,3 m3/ satuan produk
Sumber: Keputusan Menteri LHK Nomor 112 Tahun 2003

Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air


tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya
terutama apabila temperatur sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan
adalah ±3ºC suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar,
tetapi iklim setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi
temperatur air. Disamping itu, temperatur pada air mempengaruhi secara
langsung toksisitas (Priyambada dkk., 2008).

Tabel 1.4. Hasil Pengamatan Total Suspended Solids Shift II

Berat Kertas Berat Kertas


Jenis TSS
Kelompok Saring Awal Saring +
Sampel (mg/L)
(mg) Filtrat (mg)
5 Air PDAM 756 752 -80
6 Air Sumur 766 762 -80
7 Air Sungai 738 738 0
8 Air Minum 730 724 -120
Kemasan
9 Air PDAM 802 808 120
Sumber: Hasil Pengamataan
Total padatan terlarut (Total Dissolved Solid) adalah bahan-bahan
terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter < 10-6 mm hingga
< 10-3 mm) yang berupa senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak
tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm. Total suspended solid

11
atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih
besar dari ukuran partikel koloid. TSS umumnya dihilangkan dengan
flokulasi dan penyaringan.TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan
visibilitas di perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke
nilai TSS (En and Gan, 2011).
Jenis-jenis pengukuran solid dalam air diantaran menggunkana
metode gravimetri. Menurut SNI 06-6989.3:2004 cara uji padatan
tersuspensi total (total suspended solid) secara gravimetri. Prinsip dari uji
ini yaitu larutan yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang
telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai
mencapai berat konstan pada suhu 1040C ± 10C. Kenaikan berat saringan
mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi
menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter kertas saring
perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh
estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan
total.
Selain itu, pengujian padatan solid dalam air yaitu elektrikal
konduktiviti. Elektrikal konduktiviti ini adalah mengukur konduktivitas
listrik bahan-bahan yang terkandung dalam air. Semakin banyak bahan
(mineral logam maupun nonlogam) dalam air, maka hasil pengukuran akan
semakin besar pula. Sebaliknya, bila sangat sedikit bahan yang terkandung
dalam air maka hasilnya mendekati nol, atau yang kita sebut dengan air
murni (pure water). Konduktiviti meter adalah alat yang digunakan untuk
menentukan daya hantar suatu larutan dan mengukur derajat ionisasi suatu
larutan elektrolit dalam air dengan cara menetapkan hambatan suatu kolom
cairan selain itu konduktiviti meter memiliki kegunaan yang lain yaitu
mengukur daya hantar listrik yang diakibatkan oleh gerakan partikel di
dalam sebuah larutan. Menurut literatur faktor-faktor yang mempengaruhi
daya hantar adalah perubahan suhu dan konsentrasi. Dimana jika semakin

12
besar suhunya maka daya hantar pun juga akan semakin besar dan apabila
semakin kecil suhu yang digunakan maka sangat kecil pula daya hantar yang
dihasilkan dan begitu dengan sebaliknya antara konsentrasi dan daya hantar.
Oleh sebab itu pengaruh suhu dan konsentrasi dapat mempengaruhi daya
hantar. Prinsip kerja elektrikal konduktiviti adalah dua buah probe
dihubungkan ke larutan yang akan diukur, kemudian dengan rangkaian
pemprosesan sinyal akan mengeluarkan output yang menunjukkan besar
konduktifitas/daya hantar listrik sampel air tersebut (Mahvi et.al., 2005).
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi
terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil
daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel
mikroorganisme, dan sebagainya. Sebagai contoh, air permukaan
mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat tahan sampai
berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain
sehingga mengakibatkan terjadi penggumpalan, kemudian diikuti dengan
pengendapan. Selain mengandung padatan tersuspensi, air buangan juga
sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, misalnya protein
(Masduqi, 2004).
Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran
lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri senyawa-
senyawa anorganik dan organik yang larut air, mineral dan garam-
garamnya. Sebagai contoh, air buangan pabrik gula biasanya mengandung
berbagai jenis gula yang larut, sedangkan air buangan industri kimia sering
mengandung mineral-mineral seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenic
(As), cadmium (Cd), Khromium (Cr), Nikel (Ni), Cl2, serta garam-garam
kalsium dan magnesium yang mempengaruhi kesadahan air. Selain itu air
buangan juga sering mengandung sabun, deterjen dan surfaktan yang larut
air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian
(Masduqi, 2004).

13
TSS penting untuk menjadi parameter uji fisik air. Menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 mengatakan
tingginya zat padat yang masuk ke suatu perairan dapat menjadi indikator
awal adanya pencemaran. TSS merupakan salah satu faktor penting
menurunnya kualitas perairan sehingga menyebabkan perubahan secara
fisika, kimia dan biologi. Perubahan secara fisika meliputi penambahan zat
padat baik bahan organik mau pun anorganik ke dalam perairan sehingga
meningkatkan kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi
cahaya matahari ke badan air. Berkurangnya penetrasi cahaya matahari akan
berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton
dan tumbuhan air lainnya. Banyaknya TSS yang berada dalam perairan
dapat menurunkan kesediaan oksigen terlarut. Jika menurunnya
ketersediaan oksigen berlangsung lama akan menyebabkan perairan
menjadi anaerob, sehinggga organisme aerob akan mati. Tingginya TSS
juga dapat secara langsung menganggu biota perairan seperti ikan karena
tersaring oleh insang. Nilai TSS dapat menjadi salah satu parameter biofisik
perairan yang secara dinamis mencerminkan perubahan yang terjadi di
daratan maupun di perairan.TSS sangat berguna dalam analisis perairan dan
buangan domestik yang tercemar serta dapat digunakan untuk mengevaluasi
mutu air, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan (Karningsih, 2013).
Berdasarkan Tabel 1.2 didapatkan mg/L TSS dari berbagai sumber
sampel air. Dari berbagai sampel yang diuji, hanya kelompok 9 dengan
sampel air PDAM yang mendapat nilai positif dengan nilai TSS sebesar 120
mg/L. Selain itu, terdapat penyimpangan dimana menghasilkan nilai TSS
negatif pada kelompok 5 sampel air PDAM, kelompok 6 sampel air sumur,
kelompok 7 sampel air sungai, kelompok 8 sampel air minum kemasan.
Berdasarkan Pergub DKI No 582 Tahun 1995, kualitas air PDAM DKI
Jakarta minimal sebesar 100 mg/L. Hal tersebut membuat TSS air PDAM
kelompok 9 masih lebih tinggi dengan syarat tersebut. Syarat lain
berdasarkan sumber air diantaranya yaitu menurut Perda Prov Jatim No. 2
Thn 2008 batas minimal TSS air sungai sebesar 50 mg/L, ambang batas

14
menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
2010 untuk air sumur sebesar 150 mg/L, dan batas air kemasan sebesar 30
mg/L (Kurniawan, 2016). Menurut Day dan Underwood (1990) berikut
merupakan persyaratan yang haruslah dipenuhi agar metode gravimetri
berhasil yaitu proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga
kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tidak dapat dideteksi
(biasanya 0,1 mg atau kurang, dalam menetapkan penyusunan utama dari
suatu makro). Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang
pasti dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan
diperoleh hasil yang galat. Endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan
dengan mudah dari larutan. Berdasarkan faktor persyaratan keberhasilan
menggunakan metode gravimetri tersebut, maka hasil yang didapatkan pada
praktikum tidak akurat sehingga mendapatkan nilai negatif/menyimpang.
Tabel 1.5. Hasil Pengamatan Kesadahan Air Shift II

Volume
Jenis N Perubahan ppm
Kelompok titran
Sampel Titran Warna CaCO3
(ml)
5 Air PDAM 0,7 0,1 Semburat biru 280
6 Air Sumur 0,5 0,1 Semburat biru 200
7 Air Sungai 0,2 0,1 Semburat biru 80
8 Air Minum 0,6 0,1 Semburat biru 240
Kemasan
9 Air PDAM 0,7 0,1 Semburat biru 280
Sumber: Hasil Pengamatan
Air bersih yang baik adalah air yang tidak tercemar secara
berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain besi
(Fe), flourida (F), mangan (Mn), derajat keasaman (pH), nitrit (NO2), nitrat
(NO3) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang
digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan untuk standar baku mutu air minum dan air bersi. Menurut
(Reid,1961) berikut parameter uji kimia pada air yaitu
1. Besi (Fe) dan Mangan (Mn)
Air sungai pada umumnya mengandung besi (iron, Fe) dan
mangan (Mn). Kandungan besi dan mangan dalam air berasal dari tanah

15
yang memang mengandung banyak kandungan mineral dan logam yang
larut dalam air tanah. Besi larut dalam air dalam bentuk fero-oksida.
Kedua jenis logam ini, pada konsentrasi tinggi menyebabkan bercak
noda kuning kecoklatan untuk besi atau kehitaman untuk mangan, yang
mengganggu secara estetika. Kandungan kedua logam ini meninggalkan
endapan coklat dan hitam pada bak mandi, atau alat-alat rumah tangga.
2. Klorida (Cl)
Kadar klorida umumnya meningkat seiring dengan
meningkatnya kadar mineral. Kadar klorida yang tinggi, yang diikuti
oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat
meningkatkan sifat korosivitas air. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l dapat
memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas
klorida untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l.
3. Kesadahan (CaCO3)
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air
bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat
merusak peralatan yang II-20 terbuat dari besi melalui proses
pengkaratan (korosi), juga dapat menimbulkan endapan atau kerak pada
peralatan. Kesadahan yang tinggi di sebabkan sebagian besar oleh
Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum. Masalah yang timbul
adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak suka
memanfaatkan penyediaan air bersih tersebut.
4. Nitrat (NO3N) dan Nitrit (NO2N)
Nitrit merupakan turunan dari amonia. Dari amonia ini, oleh
bantuan bakteri Nitrosomonas sp, diubah menjadi nitrit. Nitrit biasanya
tidak bertahan lama dan biasanya merupakan keadaan sementara proses
oksidasi antara amonia dan nitrat. Keadaan nitrit menggambarkan
berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik dengan
kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit pada perairan relatif
kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat

16
5. Derajat Keasaman (pH)
pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu
cairan encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. Air minum
sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah terjadinya pelarutan
logam berat dan korosi jaringan distribusi air minum. pHstandar untuk
air bersih sebesar 6,5 – 8,5. Air adalah bahan pelarut yang baik sekali,
jika dibantu dengan pH yang tidak netral, dapat melarutkan berbagai
elemen kimia yang dilaluinya.
6. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan penduduk atau Rata-rata industri, dan
untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang
tercemar tersebut. Semakin banyak Kandungan BOD maka, jumlah
bakteri semakin besar. Tingginya kadar BOD dalam air menunjukkan
kandungan zat lain juga kadarnya besar secara otomatis air tersebut di
kategorikan tercemar.
7. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi.
8. Oksigen Terlarut (DO)/DO (Dissolved oxygen)
DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO
dapat diakibatkan oleh pencemaran air yang mengandung bahan organik
sehingga menyebabkan organisme air terganggu. Semakin kecil nilai
DO dalam air, tingkat pencemarannya semakin tinggi. DO penting dan
berkaitan dengan sistem saluran pembuangan maupun pengolahan
limbah.
9. Fluorida (F)
Sumber fluorida di alam adalah fluorspar (CaF2), cryolite
(Na3AlF6), dan fluorapatite. Keberadaan fluorida juga dapat berasal
dari pembakaran batu bara. Fluorida banyak digunakan dalam industri
besi baja, gelas, pelapisan logam, II-22 aluminium, dan pestisida.

17
Sejumlah kecil fluorida menguntungkan bagi pencegahan kerusakan
gigi, akan tetapi konsentrasi yang melebihi kisaran 1,5 mg/liter dapat
mengakibatkan pewarnaan pada enamel gigi, yang dikenal dengan
istilah mottling. Kadar yang berlebihan juga dapat berimplikasi terhadap
kerusakan pada tulang.
10. Seng (Zn)
Kelebihan seng (Zn) hingga dua sampai tiga kali AKG
menurunkan absorbs tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG
mempengaruhi metabolism kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan
tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis
konsumsi seng (Zn) sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan
muntah, diare, demam, kelelahan yang sangat, anemia, dan gangguan
reproduksi. Suplemen seng (Zn) bisa menyebabkan keracunan,
begitupun makanan yang asam dan disimpan dalam kaleng yang dilapisi
seng (Zn).
11. Sulfat (SO4)
Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena
merupakan bentuk oksida paling tinggi dari unsur belerang. Sulfat dapat
dihasilkan dari oksidasenyawa sulfida oleh bakteri. Sulfida tersebut
adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa organosulfur. Sebalikya
oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat direduksi
menjadi asam sulfida.Secara kimia sulfat merupakan bentuk anorganik
daripada sulfida didalam lingkungan aerob. Sulfat didalam lingkungan
(air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia,
misalnya dari limbah industri dan limbah laboratorium. Selain itu dapat
juga berasal dari oksidasi senyawa organik yang mengandung sulfat
adalah antara lain industri kertas,tekstil dan industri logam.
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di
dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam
bentuk garam karbonat. Air sadah atau air keras adalah air yang
memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air

18
dengan kadar mneral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium,
penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun
garam-garam bikarbonat dan sulfat (Sulistyani dkk., 2012). Pembagian
jenis kesadahan air digolongkan menjadi 2 berdasarkan jenis anion yang
diikat oleh kation (Ca2+atau Mg2+), yaitu air sadah sementara dan air
sadah tetap. Berdasarkan sifatnya, kesadahan dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu:
1. Air Sadah Sementara
Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung ion
bikarbonat (HCO3-), atau air tersebut mengndung senyawa kalsium
bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan atau magnesium bikarbonat
(Mg(HCO3)2). Air yang mengandung ion atau senyawa-senyawa
tersebut disebut air sadah sementara karena kesadahannya dapat
dihilangkan dengan pemanasan air, sehingga air tersebut terbebas
dari ion Ca2+ dan Mg2+ (Sengupta ,2013).
2. Air Sadah Tetap
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengandung anion
selain anion bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan
SO42-. Berarti senyawa yang terlarut boleh jadi berupa kalsium
klorida (CaCl2), kalsium nitrat Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4),
magnesium klorida (MgCl2), magnesium nitrat magnesium nitrat
(Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat (MgSO4). Air yang mengandung
senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah tetap, karena
kesadahannya tidak bisa dihilangkan dengan pemanasan. Untuk
membebaskan air tersebut dari kesadahan, harus dilakukan dengan
cara kimia, yaitu dengan mereakskan air tersebut dengan zat-zat
kimia tertentu. Pereaksi yang digunakan adalah larutan karbonat
yaitu Na2CO3 atau K2CO3. Penambahan larutan karbonat
diimaksudkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan Mg2+. Dengan
terbentuknya endapan CaCO3 atau MgCO3 berarti ar tersebut telah
terbebas dari ion Ca2+ dan Mg2+ (Widayat, 2002).

19
Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah
dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang
banyak. Pada air sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau
menghasilkan sedikit busa . Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan
ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3. Kemudian untuk mengetahui jenis
kesadahan air adalah dengan pemanasan. Jika ternyata setelah dilakukan
pemanasan, sabun tetap sukar berbuih, berarti air yang digunakan adalah air
sadah tetap. Metode lain yaitu dengan metode titrasi. Metode Titrasi
Kompleksometri Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA). Titrasi
Kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks yang terbentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dan
sebuah anion atau molekul netral (Triwahyuni dkk., 2008).
Prinsip pengukuran didasarkan atas kemampuan senyawa EDTA
membentuk senyawa kompleks kalsium dan magnesium pada kondisi pH
tertentu. Indikator yang digunakan adalah Eriochrome Black T. (EBT).
Eriochrome Black T. (EBT) membentuk senyawa kompleks Ca-EDTA dan
MgEDTA. Titik akhir titrasi diamati dengan perubahan warna merah-ungu
menjadi biru muda. Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan
indikator logam. Salah satu indikator yang digunakan pada titrasi
kompleksometri adalah eriokrom black T (EBT) (Septiana dkk., 2013).
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk bergantung pada
sifat kation dan pH larutan. Oleh karena itu, titrasi dilakukan pada pH
tertentu dengan cara menambahkan larutan buffer sesuai pH yang telah
ditentukan, yang berguna untuk menstabilkan pH larutan pada saat titrasi
berlangsung. Suatu kelemahan Eriochrome Black T adalah larutannya tidak
stabil. Bila disimpan akan terjadi penguraian secara lambat, sehingga
setelah jangka waktu tertentu indikator tidak berfungsi lagi. Indikator EBT
berwarna biru langit dalam larutan tetapi membentuk kompleks merah
anggur (Ca – EBT)2+ (aq) dan (Mg – EBT)2+ (aq), reaksinya sebagai berikut
: Ca2+ (aq) + EBT (aq) –> (Ca – EBT)2+ (aq)
Mg2+ (aq) + EBT (aq) –> (Mg – EBT)2+ (aq)

20
Jika titran H2Y2- ditambahkan pada analit, maka akan terjadi reaksi
pembentukan kompleks dengan ion Ca2+ dan Mg2+ seperti berikut:
Ca2+ (aq) + H2Y2- (aq) –> (CaY)2- (aq) + 2H+ (aq)
Mg2+ (aq) + H2Y2- (aq) –> (MgY)2- (aq) + 2H+ (aq)
Dan titik akhir dicapai, semua ion sadah telah terkompleksikan dengan
H2Y2-
(Ca – EBT)2+(aq)+H2Y2- (aq) –> CaY(aq) + 2H+ (aq) + EBT(aq)
(Mg–EBT)2+(aq)+H2Y2- (aq) –> MgY(aq) + 2H+ (aq) + EBT(aq)
Senyawa dititrasi menggunakan Na2EDTA sebagai titran, maka ion-ion
kalsium dan magnesium akan membentuk senyawa kompleks, molekul
indikator terlepas kembali, dan pada titik akhir titrasi larutan akan berubah
warna dari merah keunguan menjadi biru. Dari cara ini akan didapat
kesadahan total (Ca + Mg). Kalsium dapat ditentukan secara langsung
dengan EDTA bila pH contoh uji dibuat cukup tinggi (12-13), sehingga
magnesium akan mengendap sebagai magnesium hidroksida dan pada titik
akhir titrasi indicator. Eirochrome Black T (EBT) hanya akan bereaksi
dengan kalsium saja membentuk larutan berwarna biru. Dari cara ini akan
didapat kadar kalsium dalam air (Ca). Dari kedua cara tersebut dapat
dihitung kadar magnesium dengan cara mengurangkan hasil kesadahan total
dengan kadar kalsium yang diperoleh, yang dihitung sebagai CaCO3
(Triwahyuni dkk., 2008).
Setiap daerah memiliki kesadahan air yang berbeda-beda. Perbedaan
ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya, keadaan geologi suatu daerah
susunan lapisan tanah suatu daerah apakah termasuk tanah yang banyak
mengandung kalsium, selain itu polusi dan limbah industri juga dapat
mengakibatkan kesadahan air suatu wilayah. Air tanah banyak mengandung
mineral-mineral terlarut seperti Ca2+ dan Mg2+ yang menyebabkan
kesadahan pada air. Selain itu terdapat juga kation bikarbonat dan gas
terlarut CO2. Dengan naiknya pH akibat lepasnya CO2 ke fase gas, maka
akan terjadi suatu reaksi kesetimbangan pembentukan kerak CaCO3.
Pembentukan kerak CaCO3 oleh air sadah pada sistem perpipaan di industri

21
maupun rumah tangga menimbulkan banyak permasalahan teknis dan
ekonomis. Hal ini disebabkan scale (kerak) dapat menutupi (menyumbat)
air yang mengalir dalam pipa dan sekaligus menghambat proses
perpindahan panas pada peralatan penukaran panas (Mifbakhuddin, 2010).
Berdasarkan Tabel 1.3, didapatkan data ppm CaCO3 dari berbagai
jenis sumber air. Diurutkan dari kadar ppm CaCO3 terkecil hingga terbesar
didapatkan urutan yaitu kelompok 7 sampel air sungai dengan kadar sebesar
80 ppm CaCO3, kelompok 6 sampel air sumur dengan kadar sebesar 200
ppm CaCO3, kelompok 8 sampel air minum kemasan dengan kadar sebesar
240 ppm CaCO3, kelompok 5 dan 9 sampel air PDAM dengan kadar sebesar
280 ppm CaCO3. Menurut Sulistyani dkk (2012), konsentrasi normal
kesadahan air yang normal yaitu 200 ppm. Apabila lebih dari 200 ppm maka
air tersebut tidak layak untuk di konsumsi karena mengandung mineral yang
berlebihan. Sedangkan menurut Permenkes RI
No.416/MENKES/PER/IX/1990 dalam standar kualitas air minum
(Depkes), kesadahan maksimum yang diperbolehkan adalah 500 mg/l
(sebagai CaCO3),dan kadar minimun yg diperbolehkan adalah 75 mg/l. Air
yang masih bisa untuk dikonsumsi dengan aman yaitu air sampel kelompok
6 dan 7 yaitu air sumur dan air sungai.
Pengujian dilakukan pada pH yang cukup tinggi karena indikator
Eriochrome Black T (EBT) memiliki range pH dari 7 sampai 11. Indikator
EBT berwarna biru langit dalam larutan, lalu berubah menjadi merah ketika
membentuk kompleks dengan kalsium, magnesium atau ion logam lain.
Perubahan warna yang ditimbulkan pada sebelum dan sesudah titrasi yaitu,
dari merah anggur menjadi biru. Dipilihnya indikator EBT pada praktikum
titasi kompleksometri ini, karena EBT dapat bereaksi (berikatan membentuk
senyawa kompleks) dengan ion-ion kalsium dan magnesium, sehingga
mempermudah dalam pengamatan apabila titrasi telah mencapai titik
akhirnya (Khopkar, 2008).
Penggunaan air sadah dapat menimbulkan beberapa masalah. Jika
digunakan untuk mencuci, air sadah yang bercampur sabun dapat

22
membentuk gumpalan yang sukar dihilangkan sehingga menyebabkan
pemborosan sabun di rumah tangga. Pada pemenuhan kebutuhan industri,
penggunaan air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral yang
menyumbat saluran pipa dan keran. Oleh karena itu, kesadahan air yang
digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah kerugian. Air sadah tidak
langsung berbahaya untuk diminum, akan tetapi dapat menyebabkan
masalah cukup serius dalam jangka panjang. Air sadah mengandung kadar
kalsium yang tinggi, kalsium termasuk jenis kalsium anorganik. Kalsium
anorganik sangat berbahaya karena tidak dapat diserap oleh tubuh. Jika
kalsium anorganik dikonsumsi, maka akan langsung dibuang melalui sistem
sekresi dan sebagian akan mengendap di ginjal. Pada jangka waktu tertentu
akumulasi kalsium dalam tubuh akan menyebabkan batu ginjal dan sebagian
lagi akan mengendap di dalam darah menyebabkan pengapuran yang dapat
berakibat fatal bagi kesehatan (World Health Organization, 1996).
Chemical Oxygen Demand atau COD adalah jumlah oksigen terlarut
(mg O2) yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O
(kalium dikromat) digunakan sebagai sumber oksigen. Nilai COD dalam air
limbah biasanya lebih tinggi daripada nilai BOD karena lebih banyak
senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dibandingkan oksidasi
biologi. Pengujian nilai COD dapat menggunakan sprektrofotometri.
Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji
dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah
oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L)
diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi
pada panjang gelombang 400 nm dan Cr3+. kuat mengabsorpsi pada panjang
gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L
ditentukan kenaikan Cr3+. pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji
dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu
sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L

23
ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O72- pada panjang gelombang 420
nm (Kasam dan Sukma, 2005).
BOD (biochemical oxygen demand) menunjukkan jumlah oksigen
terlarutyang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau
mengoksidasi bahan- bahan buangan di dalam air. Nilai BOD tidak
menunjukkan jumlah bahan organikyang sebenarnya, tetapi hanya
mengukur secara relatif jumlah oksigen yangdibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Prinsip analisa BOD sama
dengan penganalisaan Oksigen Terlarut salah satunya adalah metode
winkler. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang
akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH-KI,
sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan
H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga
akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi denganlarutan
standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan
amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan:
MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
(Pujiastuti, 2010)
DO atau kadar oksigen terlarut menyatakan kandungan oksigen di
dalam air. Kemampuan air dalam melarutkan oksigen sangat tergantung
pada suhu air, tekanan gas oksigen dan kemurnian air. Dilihat dari
jumlahnya, oksigen terlarut adalah satu jenis gas terlarut dalam air pada
urutan kedua setelah Nitrogen. Namun jika dilihat kepentingannya bagi
kehidupan ikan dan udang, Oksigen menempati urutan paling atas. Oksigen
yang sangat diperlukan udang untuk pernafasannya harus dalam bentuk
terlarut dalam air, karena udang tidak dapat memanfaatkan Oksigen
langsung dari udara. Pengujian nilai DO dapat menggunakan titrasi. Metode

24
Titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan
MnCl2 den NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan
menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut
kembali dan juga akan membebaskan molekul Iodium (I2) yang ekivalen
dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi
dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan
indikator larutan amilum (kanji) (Mubarokah, 2010).
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis.
Dengan uji BOD kita akan mengetahui kebutuhan oksigen biokima yang
menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh
bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar
BOD nya sedangkan DO akan makin rendah. Dengan mengukur nilai COD
diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan
secara biologis maupun terhadap senyawa yang sukar/ tidak bisa diuraikan
secara biologis (Pranoto, 2005).
Menurut Sugiharto (2007), Water Treatment System atau proses
pengolahan air yang merupakan pengolahan air yang tidak layak pakai (air
kotor) menjadi air bersih yang layak higienis dan terbebas dari unsur - unsur
berlebih dari segi fisika maupun kimia. Proses pengolahan air bersih ada
berbagai macam cara yang bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan antara
lain dengan proses :
A. Proses Fisika
Proses Fisika merupakan perlakuan yang didalam terjadi proses secara
fisika yang antara lain yaitu proses penyaringan koloid kasar diatas 20
micron, proses penyaringan koloid halus antara 20 – 1 micron ,proses
penyaringan koloid antara 1 – 0,1 mikron, proses penyaringan antara

25
0,01 – 0,1 mikron, proses penyaringan molekul antara 0,001 – 0,01
micron, dan proses penyaringan atom dibawah 0,0001 mikron
B. Proses Kimia
a) Proses oksidasi adalah proses perubahan ion terlarut menjadi ion tak
terlarut
b) Proses koagulasi adalah proses selanjutnya dari proses oksidasi yaitu
proses penggumpalan ion tak terlarut menjadi endapan yang
mempunyai berat jenis lebih berat dari berat jenis air. Proses ini
biasanya dilakukan dengan penambahan bahan koagulator seperti
PAC dan tawas
c) Proses ion exchange adalah proses pertukaran ion atau pengikatan
ion positive dan ion negative. Proses ini pengikatan ion + / - atau
pertukaran +/- oleh media yang disebut media yang mempunyai
KTK (Kapasitas Tukar Kation). Biasanya media yang digunakan
yaitu Resin Cation , Resin Anion ( Buatan ) atau Zeolite (alami).
C. Proses Kimia & Fisika
a) Proses sedimentasi adalah proses pengendapan setelah proses
oksidasi proses ini hampir sama dengan proses koagulasi
b) Proses absorp , proses penyerapan oleh media yang mempunyai
daya serap tinggi, biasanya proses ini mengabsorb kimia yang
bersifat gas seperti NH4+ , NO3- , H2S. Media yang biasa
digunakan yaitu Carbon active dan Zeolite Actived
c) Oksidasi dengan gas Ozone adalah proses oksidasi dengan
menggunakan gas ozone yang diperoleh secara electro fisika.
D. Proses Biologi Perlakuan
Teknologi yang digunakan yaitu menggunakan mikroorganisme
anaerob dan aerob (Teknologi Biofilter anaerob dan aerob).

26
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Sanitasi Acara I “Analisis Kualitas Air”
adalah :
1. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengujian suhu air dilakukan
dengan pengukuran menggunakan termometer. Diurutkan dari suhu
terendah hingga suhu tertinggi yaitu pada kelompok 5 sampel air PDAM
dengan suhu sebesar 29 0C, kelompok 6 sampel air sumur dengan suhu
sebesar 28 0C, kelompok 7 sampel air sungai dengan suhu sebesar 30 0C,
kelompok 8 sampel air kemasan dengan suhu sebesar 27.5 0C, dan
kelompok 9 sampel air PDAM dengan suhu sebesar 30 0C.
2. Analisis Total Suspended Solid (TSS) dilakukan dengan menggunakan
metode gravimetri yaitu mengukur kadar zat tersuspensi di dalam sampel
air yang dipisahkan melalui filtrasi dengan kertas Whattman. Berdasarkan
analisis tersebut, didapatkan data Total Suspended Solid (TSS) masing-
masing sampel air PDAM sebesar -80 mg/L dan 120 mg/L, air sumur
sebesar -80 mg/L, air sungai sebesar 0 mg/L, dan air minum kemasan
sebesar -120 mg/L.
3. Analisis kesadahan air dilakukan dengan metode titrasi kompleksometri
senyawa EDTA yang membentuk senyawa kompleks dengan indikator
Eriochrome Black T (EBT) berwarna semburat biru. Berdasarkan analisis
tersebut, didapatkan data kadar ppm CaCO3 masing-masing sampel air
PDAM sebesar 280 ppm, air sumur sebesar 200 ppm, air sungai sebesar 80
ppm, dan air minum kemasan sebesar 240 ppm.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan Santika, S. S. 1987. Metoda Penelitian Air. Penerbit Usaha


Nasional. Surabaya.
Atmojo, T. Yuni. Bachtiar, T. Radjasa, dan O.K. Sabdono, A. 2003.
Kandungan Koprostanol dan Bakteri Coliform pada Lingkungan
Perairan Sungai, Muara dan Pantai di Banjir Kanal Timur, Semarang
pada Monsun Timur. Jurnal Ilmu Kelautan 9(1): 54-60.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 06-6989.15-2004. Air dan Air
Limbah-Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) dengan Refluks
Terbuka. BSN.Serpong.
Badan Standarisasi Nasional. 2006 . SNI 01-3553-2006: Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet dan M. Wootton. 2010. Ilmu
Pangan. Jakarta. UI-Press.
Day, R.A dan Underwood, A.L. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif edisi
kelima.. Erlangga. Jakarta
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius: Yogyakarta
En, W. L. and Gan., G. L. 2011. Factors associated with use of improved
water sources and sanitation among rural primary school children in
Pursat Cambodia. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and
Public Health 42(4):1022–1031.
Hamidu, Abu Bakar Ahmed, B.A. Aliyu. 2012. Quantitative Determination
of the Carboxylic Groups in Guna Protein (Citrillus Vulgaris) Using
Complexometric Titration Method. IJPBS 2(2): 280-283.
Karningsih, Ninda Asmarani. 2013. Klasifikasi Benthos Berdasarkan
Karakteristik Habitat Mangrove di Teluk Pangpang Taman Nasional
Alas Purwo. Tesis S – 2. Program Studi Ilmu Kehutanan. Sekolah
Pasca Sarjana. UGM. Yogyakarta.
Kasam, Yulianto, A dan Sukma, T. 2005. Penurunan COD (Chemical
Oxygen Demand) dalam Limbah Cair Laboratorium Menggunakan

28
Filter Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa. Jurnal Logika,
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII 2(2)
Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press: Jakarta.
Mahvi AH, Mesdaghinia A, Rafiee MT, Vaezi F. 2005. Evaluation of ferric
chloride and alum efficiencies in enhanced coagulation for TOC
removal and related residual metal concentrations. Iran J Environ
Health Sci 2:189-194.
Marsidi, Ruliasih. 2001. Zeolit Untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal
Teknologi Lingkungan 2(1):1-2
Masduqi A. 2004. Penurunan senyawa fosfat dalam air limbah buatan
dengan proses adsorpsi menggunakan tanah haloisit. Majalah IPTEK
15:1-53.
MENLH. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112
Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. MENLH
Jakarta.
MENLH. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
Tentang Baku Mutu Air Laut. MENLH Jakarta.
Mifbakhuddin. 2010. Pengaruh Ketebalan Karbon Aktif Sebagai Media
Filter Terhadap Penurunan Kesadahan Air Sumur Artetis.
Eksplanasi. Vol.5, No.2, Oktober 2010 : 1-5.
Mifbakhuddin. 2010. Pengaruh Ketebalan Karbon Aktif Sebagai Media
Filter Terhadap Penurunan Kesadahan Air Sumur Artetis. Eksplanasi
5(2): 1-5.
Mubarokah, Isti. 2010. Gabungan Metode Aerasi dan Adsorbsi Dalam
Menurunkan Fenol dan COD pada Limbah Cair UKM Batik Purnama
di Desa Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Tahun
2010. Jurnal Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur. Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan

29
Pengendalian Pencemaran Air Di Provinsi Jawa Timur. Pemerintah
Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur
Pranoto, Mei. 2005. Penggunaan Biofilter Enceng Gondok untuk
Menurunkan Kadar COD Limbah Cair dari Pabrik Tahu. FMIPA
UNNES. Semarang
Priyambada, I, B, Oktiawan, W, Suprapto,R,P,E, 2008, Analisa Pengaruh
Perbedaan Fungsi Tata Guna Lahan terhadap Beban Cemaran BOD
Sungai (Studi Kasus Sungai Serayu Jawa Tengah). Jurnal Presipitasi
5(2):55-62.
Pujiastuti, Ike. 2010. Perbedaan Kadar BOD dan COD Limbah Cair
Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD Karanganyar. Jurnal
Program D IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Reid,G.K. 1961. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
Perairan Teluk Klabat Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan Juni
Bidang Dinamika Laut.Penelitian Oseanografi.LIPI 12(2):59 – 66.
Sengupta, Pallav. 2013. Potential Health Impacts of Hard Water.
International Journal of Preventive Medicine 4(8) : 866 – 875.
Septiana A., Arkle, Frans Arlenata H., Andri Cahyono Kumoro. 2013.
Potensi Jus Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Sebagai Bahan
Pengkelat dalam Proses Pemurnian Minyak Nilam (Patchouli Oil)
dengan Metode Kompleksometri. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri. 2(2)13 : 257-261.
Sugiharto. 2007. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Sulistyani, Sunarto dan Annisa Fillaeli. 2012. Uji Kesadahan Air Tanah Di
Daerah Sekitar Pantai Kecamatan Rembang Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Sains Dasar, Vol. 1, No. 1, Hal. 33-39.
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat.
Penerbit Alumni. Bandung.

30
Triwahyuni M., Endang, Yusrin. 2008. Penggunaan Metode
Kompleksometri pada Penetapan Kadar Seng Sulfat dalam
Campuran Seng Sulfat dengan Vitamin C. Jurnal Unimus 3(2): 1-3.
Widayat, Wahyu. 2002. Teknologi Pengolahan Air Sadah. Jurnal Teknologi
Lingkungan 3(3).
World Health Organization. 1996. The World Health Report 1996: Fighting
Diease- Fostering Development. WHO.Geneva

31
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Perhitungan Total Suspended Solids (Sampel Air PDAM Kelompok 5)


= 100/50 x ((berat kertas saring + fltrat)-berat kertas saring awal)
= 100/50 x (0,752 – 0,756)
= 80 mg/L

2. Perhitungan Kesadahan Air (Sampel Air PDAM Kelompok 5)

Rumus Kesadahan Air


(VxN)Na2EDTA x BE CACO3 x 1000
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(0,7 x 0,1) x 100 x 1000


=
25
= 280 ppm CaCO3

32
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1.5 Pengukuran Suhu Air

Gambar 1.6 Hasil Titrasi Kesadahan Air

33

Anda mungkin juga menyukai