Anda di halaman 1dari 7

A.

Karya-Karya Erving Goffman


1. THE PRESENTATION OF SELF IN EVERYDAY LIFE
Goffman bukan memusatkan perhatiannya pada struktur sosial. Dia lebih tertarik
pada inyeraksi tatap muka atau kehadiran bersama (Co-presence). Interaki tatap-muka itu
dibatasinya (1959:15) sebagai “individu-individu yang saling mempenagruhi tindakan-
tindakan mereka satu sama lain ketika masing-masing berhadapan secara fisik”. Biasanya
terdapat suatu arena kegiatan yang terdiri dari serangkaian tindakan individu itu. Dalam
suatu situasi sosial, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai suatu
penampilan (performance), sedang orang-orang lain yang terlibat di dalam situasi itu
disebut sebagai pengamat atau partisipan lainnya. Para aktor adalah mereka yang
melakukan tindakan-tindakan atau penampilan rutin (routine). Goffman (1959:16)
memebatasi Routine sebagai “pola tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya, terungkap
di saat melakukan pertunjukan dan yang juga bisa dilakukan atau diungkapkan
kesempatan lain.
Di dalam membahas pertunjukan itu, Goffman menyaksikan bahwa individu dapat
menyajikan suatu pertunjukan (show) bagi orang lain, tetapi kesan (impression) si pelaku
terhadap pertunjukan ini bisa berbeda-beda. Seseorang bisa merasa sangat yakin akan
tindakan yang diperlihatkannya, atau bisa pula bersikap sinis terhadap pertunjukan itu.
Seorang dokter, misalnya, dapat sangat berhati-hati atau meragukan kemampuannya
sendiri di dalam menyembuhkan suatu penyakit tertentu. Akan tetapi, pada saat
berinteraksi dengan seorang pasien yang gelisah, sang dokter menunjukkan suatu
pertunjukan, meyakinkan sang pasen bahwa “segalanya akan beres”. Di dalam proses
interaksi sehari-hari, biasanya seorang pelaku dilihat bersama tindakannya, dan penonton
menerima pertunjukan itu. Sebagai misal, ketika seorang dokter membuat resep obat
tertentu untuk menyembuhkan infeksi tenggorokan, dia percaya tindakan ini akan
mengurangi penderitaan dan biasanya sang pasien mempercayai diagnosa berserta
resepnya.
Menurut Goffman, dua bidang penampilan perlul dibedakan : panggung depan (front
region) dan panggung belakang (back stage). Panggung depan adalah “bagian penampilan
individu yang secara teratur berfungsi di dalam mode yang umum dan tetap untuk
mendefinisikan siatuasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu” (Goffman:
1959:22). Di dalamnya termasuk setting dan personal front,yang selanjutnya dapat dibagi
menjadi penampilan (appearence) dan gaya (manner). Bilamana sang dokter dipakai
sebagai contoh, rutin sehari-harinya terjadi dalam suatu setting berupa kantor dengan
perlengkapan yang sepatutnya. Penampilan dibatasi sebagai, (Goffman 1950 : 24)
“dtimuli yang berfungsi memberitahu kita status sosial para si pelaku”. Jas putih serta
stetoskop yang tergantung di leher dapat berfungsi sebagai stimuli yang membedakan sang
dokter dengan para pegawai lainnya. Sedangkan gaya menunjuk pada “stimuli yang
berfungsi mengingatkan kita akan peranan interaksi (interaction role) yang diharapkan si
pelaku harus dimainkan pada situasi mendatang” (Goffman, 1959 : 24). Sebagai misal,
dari seorang dokter kita mengharapkan sikap percaya diri, tidak emosional dan tenang
ketika berhubungan dengan pasien, serta menolong menjaga iklim hubungan baik antara
dokter dan pasien.
Goffman (1959 : 48) menyatakan bahwa selama kegiatan rutin seseorang akan
mengetenghkan sosok dirinya yang ideal (sebagaimana yang dituntut oleh status
sosialnya): “Seorang pelaku cenderung menyembunyikan atau mengenyampingkan
kegiatan, fakta-fakta dan motif-motif yang tidak sesuai dengan citra dirinya dan produk-
produknya yang ideal”. Walaupun individu memiliki berbagai routines, akan tetapi dia
cenderung bertindak seolah-olah routine yang ada “sekarang” inilah yang terpenting.
Dengan demikian seorang dokter mungkin adalah seorang ibu dan istri yang baik, petenis
yang unggul, dan seorang penyair amatir, akan tetapi, ketika sedang tugas, kegiatan
rutinnya sebagai dokter mengatasi semua peranan yang lain. Begitu juga halnya di
lapangan tenis, routinnya sebagai pemain tenis yang tangguh lebih tinggi ketimbang
peranan sebagai dokter. Bagian lain dari sosok diri yang “diidealisir” itu melahirkan
kecenderungan para pelaku untuk memperkuat kesan bahwa pertunjukan dari rutin yangn
sekarang ini serta hubungannya dengan penonton mereka itu memiliki sesuatu yang
istimewa dan unik” (Goffman, 1959 : 48). Tidak ada pasien yang ingin diperlakukan
sebagai komoditi, karena itu dokter harus menegaskan ciri khas hubungan dokter-pasien
tanpa menyimpang dari perilaku profesional yang sebenarnya.
Disamping “panggung depan”, yang merupakan tempat melakukan pertunjukan
tersebut, terdapat juga daerah belakang layar. Identifikas daerah belakang ini tergantung
pada penonton yang bersangkutan. Pada saat istirahat, kantor pribadi seorang dokter bisa
adalah merpakan sebuah ruangan di mana dia dapat melepaskan jas-putihnya, duduk
santai, dan bercanda dengan para juru-rawatnya. Sekalipun juru-rawatnya dapat
menyaksikan sang dokter di dalam keadaannya yang demikian di dalam panggung
belakang, tidaklah demikian halnya dengan para pasien. Beberapa menit kemudian, kantor
ini akan berubah menjadi ruang konsultasi dan oleh karenanya menjadi “panggung
depan”.
Kegiatan-kegiatan rutin tersebut jarang sekali dilakukan sendirian. (Goffman : 79)
menggunakan istilah team sebagai “sejumlah individu yang bekerja sama mementaskan
suatu routine”. Tim yang demikian itu meungkin berupa seorang dokter dengan
resepsionisnya atau presiden dengan badan penasihatnya. Goffman (1959: 82 – 83)
memegaskan pada beberapa elemen dasar dari pertunjukan team :

Pertama, saat suatu tim-pertunjukan sedang berjalan melalui tindakan yang menyimpang,
setiap anggota tim memiliki kemampuan untuk merongrong atau menghentikan pertunjukan
itu. Setiap peserta tim harus mempercayai tindakan dan perilaku temannya, sedang
temannya juga harus bersikap demikian kepadanya.........

Kedua, apabila dihadapan para penonton para anggota tim itu harus bekerja sama
untuk mempertahankan suatu batasan situasi tertentu, akan tetapi di hadapan sesama
anggota tim kesan yang demikian itu sulit untuk dipertahankan......oleh akrena itu peserta
tim, sesuai dengan frekuensi dengan mana mereka bertindak sebagai suatu tim serta
jumlah masalah yang berada di dalam perlindungan yang dipahaminya, cenderung
diarahkan oleh ketentuan-ketentuan yang disebut sebagai ‘kebiasaan”.
Salah satu diantara langkah-langkah protektif yang paling penting ialah
kebijaksanaan. Baik si pelaku maupun para penonton yakin bahwa daerah belakang
tersebut tidak mudah dimasuki. Goffman (1959: 229) menulis, “secara sukarela indovidu
menghindari daerah dimana mereka tidak diundang”. Bilamana terdapat pihak luar dan
interaksi harus diteruskan (sepert ketika dua kelompok yang duduk saling berdekatan di
dalam suatu restoran), amka kebijaksanaan itu akan memaksa agar para pelaku menjaga
pertunjukan mereka masing-masing.
Jika, “demi kepentingan para pelaku, penonton membantu kelangsungn pertunuukan
dengan melaksanakan kebijaksanaan atau praktek-praktek pencegahan”, maka si pelaku
harus bertindak sedemikian rupa sehingga kebijaksanaan tersebut berjalan mulus. Dengan
demikian kita memiliki “kebijaksanaan dia ats kebijaksanaan” (Goffman, 1959: 234).
Sebagai contoh Goffman menunjukkan sekretaris yang dengan bijaksana mengatakan pada
tamu bahwa direkturnya sedang keluar. Ada baiknya tamu tersebut sedikit menajuh dari
intercome sehingga tidak mendengar jawaban, yang mungkin sebenarnya tidak ada, pada
sekretaris itu dari “orang” yang sebenarnya tidak bersedia menemuinya.
Di dalam buku ini juga Goffman memperlakukan “social establisment” sebagai
sistem tertutup; dalam arti dia hanya memperhatikan pertunjukan yang harus ia mainkan
saat itu, tanpa mempertimbangkan arti penting berbagai lembaga lain bagi pertunjukan
tersebut. Menurut Goffman establishment itu bisa dilihat dari berbagai perspektif,
termasuk perspektif yang bersifat teknis (menganalisa lembaga dari sudut efisiensinya),
politis (dari sudut tuntutannya) struktural (dari sudut status), kultural (dari sudut nilai-nilai
moral lembaga-lembaga), dan dramaturgis. Dramaturgi memperlakukan “self” sebagai
produk yang ditentukan oleh situasi sosial. Ini hampir sama dengan karakter di panggung
yang merupakan produk dari naskah yang sebelumnya sudah dibuat untuk merinci
berbagai langkah serta kegiatannya. Karaker tersebut terdapat di dalam sistem panggung
teater yang tertutup, tanpa mempertimbangkan dunia yang lebih besar di luar teater itu.
Selama pertunjukan berlangsung tugas utama aktor ini ialah mengendalikan keksan yang
disajikannya selama pertunjukan. Goffman menyatakan bahwa perbedaan pendapat
“diantara para anggota team tidak hanya melumpuhkan kestuan bertindak, akan tetapi juga
membuat kikuk realitas yang mereka sponsori”. Selama kegiatan rutin anggota team harus
dapat dipercaya, dan oleh karena itu mereka harus dipilih dengan hati-hati. Seorang
perawat yang menyebar gosip tentang seorang pasien, seorang pengacara yang memberi
nasihat tentang keburukan partner dari kliennya, atau seorang ajudan Gedung Putih yang
menuduh presiden melakukan kejahatan, merupakan contoh-contoh kehancuran rutin dari
tim semacam itu.
Dengan demikian tim-tim tersebut melakukan suatu rutin demi kepentingan mereka
yang melihatnya. Goffman mnyebut im sebagai “sejenis masyarakat rahasia” yang tidak
seluruh seginya dapat terlihat di atas permukaan.
Seorang pelaku harus berhasil memainkan suatu karakter. Bila terjadi krisis atau
situasi gawat, “demi menyelamatkan pertunjukan” dia harus memiliki atribut-atribut
tertentu. Goffman mengidentifikasi tiga kategori atribut dan praktek yang dipakai untuk
melindungi si pelaku dari berbagai kesulitan.
1) Langkah bertahan yang diambil oleh si pelaku untuk menjamin kelangsungan
pertunjukannya;
2) Langkah pencegahan yang diambil oleh penonton dan pihak lain untuk membantu si
pelaku menjamin kelangsungan pertunjukannya;
3) Langkah-langkah yang harus diambil si pelaku untuk memungkinkan para penonton
dan piahk lain untuk mengambil langkah-langkah pencegahan demi kepentingan si
pelaku sendiri.
Termasuk di dalam langkah-langkah bertahan adalah kesetiaan dramaturgis
semacam kewajiban moral untuk mendiamkan pelaksanaan mereka, disiplin dramaturgis
(termasuk tetap berpegang pada bagiannya dan tidak terpengaruh oleh pertunjukan
sendiri), dan kewaspadaan merupakan tiga atribhut esensial bagi keberhasilan tim
melaksanakan pertunjukannya.
Cara melihat “self” sebagi produk dari suatu sistem tertutup semacam itu dilanjutkan
di dalam penelitian empiris Goffman di rumah sakit jiwa. Dramaturgi menjadi kerangka
deskriptif di mana Goffman mengetenghkan penemuannya dalam “dunia sosial penghuni
rumah sakit, seperti layaknya ia sendiri mengalami dunia ini secara subyektif”
2. ASYLUMS: DRAMATURGI EMPIRIS ANALISA INSTITUSI TOTAL
Buku The Presentation of Self, walaupun berisi berbagai contoh dari kehidupan
sehari-hari, tidak menyatukan teori dengan penelitian empiris. Buku Goffman yang kedua,
Asylums (1961a) merupakan buku yang memiliki sifat metodologis dan teoritis. Data yang
diergunakannya merupakan hasil pengamatan di rumah sakit jiwa selama lebih dari empat
tahun, setahun di antaranya merupakan pengamatan yang rekonsentrasi lewat pengalaman
lapangan di rumah sakit. Goffman ingin “memelajari dunia sosial para penghuni rumah
sakit’ dan berhasil dengan sangat cemerlang mengorganisir “insight” dan pengamatannya
ke dalam suatu perspektif teoritis.
Dramaturgis Goffman berkenaan dengan interaksi yang seolah-olah merupakan
produk suatu sistem tertutup. Oleh sebab itu dia merasa cocok untuk meneliti suatu tipe
ideal sistem tertutup, yang disebutnya sebagai Institusi total. Goffman mendefinisikan
institusi total sebagai “tempat tinggal dan kerja di mana sejumlah besar individu, yang
untuk waktu cukup lama terlepas dari masyarakat luas, bersama-sama terlibat dan
berperan di amna kehidupan diatur secara formal”. Rumah sakit jiwa sangat sesuai dengan
batasan ini. Goffman mengidentifikasi lima kategori institusi sosial yaitu:
1) Institusi yang dibangun untuk merawat orang yang dianggap tidak mampu dan tidak
berbahaya; misalnya wisma tuna netra, rumah jompo, asrama yatim piatu dan fakir
miskin.
2) Tempat yang dibangun untuk orang yang dianggap tidak mampu merawat dirinya
sendiri dan berbahaya bagi masyarakat, sekalipun mereka tidak bermaksud demikian;
sanatorium, rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta.
3) Institusi total yang ketiga diorganisir untuk melindungi masyarakat dari apa yang
dirasakan sebagai bahaya yng mengancam, di mana kesejahteraan mereka yang
diasingkan tersebut tidak dianggap sebagai suatu masalah penjara, kamp tawanan
perang, kamp konsentrasi
4) Keempat, ada juga beberapa institusi yang pada dasarnya dibangun utnuk menunaikan
tugas-tugas yang mirip dengan kerja dan yang mengesahkan diri mereka di atasa
dasar-dasar instrumental ini; barak tentara, asrama sekolah, kampung kerja,
perkampungan kolonial, dan bangsal-bangsal.
5) Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dirancang sebagai tempat mengasingkan diri
dan kadang-kadang sering berfungsi sebagai tempat latihan keagamaan; misalnya
biara, pendopo dan tempat menyepi lainnya.
Menurut Goffman dalam masyarakat luas orang berpartisipasi daalm banyak
kelompok; makan, bekerja, bermain dan sembahyang dengan partisipan-partisipan lainnya.
Dalam institusi total segala sesuatu dilakukan bersama-sama, dengan orang yang sama,
dibawah jadwal yang ketat dan kekuasaan yang laku. Terdapat kesenjangan yang luas
antara penguasa atau yang berwenang dan yang dikuasai atau berkedudukan rendah;
mobilitas sosial antara sua kelompok tersebut sangat terbatas. Dengan demikian dalam
rumah sakit jiwa terdapat dua dunia yang berbeda; dunia penghuni dan dunia anggota
staff. Goffman mengarahkan sebagaian besar perhatiannya untuk menagnalisa dunia serta
perilaku penghuni insitusi total itu.
Hal yang pertama melanda pasien ketika menginjakkan kaki di rumah sakit itu ialah
usaha memisahkan kediriannya (self) “yang lama”. Masuk ke rumah sakit merupakan
perpindahan dari tahap pra-pasien ke tahap menjadi pasien, suatu perubahan yang sangat
dramatis. Goffman menyatakan “saya tegaskan bahwa pra-pasien pada mulanya memiliki
sejumlah hak, kemerdekaan dan kepuasan dari warga masyarakat, dan ini berakhir di
bangsal psikiater yang hampir melucuti segala-galanya”. Dia sangat memperhatikan
bagaimana terjadinya pelucutan inni. Bagi Goffman hal itu merupakan hasil dari struktur
institusi :

Karena itu “the self” dapat filihat sebagai sesuatu yang berada dalam susunan yang
tersedia dalam suatu sistem sosial bagi anggotanya. Dalam pengertian ini “self”
bukan merupakan suatu ciri seseorang di mana ia diatributkan, tetapi berada dalam
pola kontrol sosial yang digunakan dalam hubungannya dengan orang otu sendiri
dan orang lain. Susunan institusional yang istimewa ini tidak begitu menolong self,
seperti ketika menciptakannya.

Dalam membahas kehidupan di balik rumah sakit jiwa itu Goffman meloihat
perilaku yang ditentukan oleh struktur. Pasien mengenal organisasi dan menunjukkan
tindakan yang sebagian sesuai dan sebagian lain menentang norma-norma lembaga
tersebut. Goffman menyatakan “self” sebagai keseimbangan antara kepatuhan dan
perlawanan terhadap strtuktur; mencoba membuat keseimbangan diantara kedua hal yang
kontras tersebut. Untuk melahirkan “self” tersebut harus mengenal dan melibatkan dirinya
ke dalam organisasi atau struktur sosial.
Dalam situasi-situasi sosial aktor belajar untuk menghidupkan sistem.
Ditegaskkannya bahwa sekalipun berada dalam institusi total, individu buka semata-mata
merupakan produk yang penurut dari sistem. Dalam setiap hubungan sosial “kita selalu
menemukan individu yang menggunakan metode untuk menjaga jarak dengan ora ng lain
yang dianggap harus dipatuhi”.
Goffman tidak membatasi analisa sosiologisnya pada dampak struktur sosial
terhadap perilaku, seperti yang banyak dilakukan oleh fungsionalisme. Bagi Goffman
situasi-situasi sesaat merupakan laangan penyelidikan sosiologis yang bermanfaat.
Perilaku dalam situasi sesaat itu bisa dianalisa dalam suatu kerangka dramaturgis, seperti
halnya dengan perilaku dalam lembaga-lembaga yang juga bisa dianalisa lewat perspektif
ini.

3. BEHAVIOR IN PUBLIC PLACES; NOTES ON THE SOCIAL ORGANIZATION OF


GATHERING (1936a)
Tema karya-karya Goffman berikutnya memang merupakan kelanjutan dari The
Presentation of Self. Dalam buku ini Goffman melanjutkan minatnya dalam menjelaskan
interaksi tatap muka –khusus mengenai bagaimana orang mengendalikan kesan yang
diberikannya ketika berinteraksi dengan orang lain. Encounters merupakan studi
pengendalian kesan (impression management) dalam “kelompok-kelompok yang tidak
berusia panjang”. Di sini Goffman memusatkan perhatiannya pada interaksi tatap muka
ketika secara efektif orang setuju memlihara satu-satunya fokus perhatian yang bersifat
kognitif dan visual. Dalam menganalisa beberapa situasi, Goffman masih menggunakan
kerangka dramaturgisnya, dengan individu yang mahir memainkan peranan yang sebagian
ditentukan oleh adan merupakan reaksi terhadap berbagai
4. STIGMA : NOTES ON THE MANAGEMENT OF SPOILED IDENTITY (1936b)
5. FRAME ANALISIS : SUATU ESEI TENTANG ORGANISASI PENGALAMAN

Anda mungkin juga menyukai