Reformasi birokrasi merupakan suatu keharusan mengingat penyelenggaraan pemerintahan saat ini dihadapkan dengan tingginya tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kinerja pemerintah, transparansi, dan birokrasi yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu menyediakan pelayanan publik secara optimal. Pegawai Negeri Sipil di Indonesia terdiri dari 4,7 juta, yang merupakan modal Bangsa dan negara yang harus selalu dijaga dengan baik, dikembangkan, dan dihargai. Manajemen sumber daya aparatur sipil negara merupakan salah satu bagian penting dari pengelolaan pemerintahan negara yang bertujuan untuk membantu dan mendukung seluruh sumber daya manusia aparatur sipil negara untuk merealisasikan seluruh potensi mereka sebagai pegawai pemerintah dan sebagai warga negara. Paradigma ini mengharuskan perubahan pengelolaan sumber daya tersebut dari perspektif lama manajemen kepegawaian yang menekankan hak dan kewajiban individual pegawai menuju pespektif baru yang menekankan pada manajemen pengembangan sumber daya manusia secara strategis (strategic human resource management) agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil negara unggulan selaras dengan dinamika perubahan misi aparatur sipil negara. Perubahan tersebut memerlukan manajemen pengembangan sumber daya manusia aparatur negara agar selalu maju dan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan dan pembangunan selaras dengan berbagai tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia. Untuk memberikan landasan hukum bagi manajemen pengembangan sumberdaya manusia aparatur negara tersebut diperlukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang telah digantikan pada tanggal 15 Januari 2014 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Seiring dengan lahirnya Undang-Undang ASN ini, maka harus diikuti dengan perubahan mindset dalam melakukan penataan dan perubahan birokrasi yang mendasar sehingga ide besar dalam melakukan reformasi birokrasi dapat segera terwujud. Undang-Undang ASN merupakan paradigma baru dalam penataan manajemen kepegawaian yang akan mendorong tumbuhnya profesionalisme aparatur dalam melaksanakan tugasnya dimana spirit dari UU ASN adalah kualifikasi dan kompetensi dengan lebih banyak memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme PNS dalam jabatan fungsional, sehingga akan merubah kecenderungan dimana selama ini PNS lebih berorientasi pada jabatan struktural dalam mengembangkan kariernya. Ada dua faktor utama yang memicu kehadiran UU ASN ini. Pertama, sejatinya birokrasi adalah abdi negara yang melayani kepentingan publik. Birokrasi menjadi alat negara untuk memenuhi dan melayani kebutuhan publik. Untuk itu diperlukan birokrasi yang profesional dan memiliki sumber daya manusia yang memiliki integritas dan kompetensi di bidangnya. Namun pada kenyataannya, publik mempersepsikan birokasi kita belum ideal seperti itu. Kedua, setelah reformasi 1998 terjadi perubahan besar dalam kultur tata kelola politik dan pemerintahan dimana selama Orde baru, birokrasi yang menguasai politik. Namun setelah mundurnya presiden Soeharto, politik yang menguasai birokrasi. Banyak pihak yang merisaukan keadaan ini karena birokrasi tidak bekerja profesional melayani publik atau menjadi abdi negara yang sesungguhnya. Justru sering kali ditemui jika birokrasi lebih mengabdi kepada kepentingan politik yang sedang berkuasa. Kedua hal itu menjadi daya dorong untuk melakukan perubahan terhadap tatanan birokrasi melalui UU ASN yaitu perubahan dalam sistem, manajemen, rekrutmen dan budaya pegawai negeri sipil (PNS). Tujuan utamanya agar bioraksi tersebut menjadi abdi negara dan bisa bekerja secara profesional. Dalam UU ASN ini mengedepankan independensi, kinerja dan profesionalisme aparatur sipil negara. Birokrasi bekerja sesuai tuntunan undang-undang dan kepentingan Negara. Salah satunya jabatan aparatur sipil negara terdiri dari jabatan administratif, fungsional dan jabatan eksekutif senior. Istilah PNS diganti dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), selain itu seleksi ASN berdasarkan kompetensi dan ada sanksi pidana bagi yang melanggarnya. UU ASN juga mengatur batas usia pensiun seorang pegawai negeri sipil (PNS). Pejabat administrasi PNS, batas usia pensiun yang semula 56 tahun diperpanjang menjadi 58 tahun sementara pejabat pimpinan tinggi (eselon I dan II) 60 tahun. UU ASN mencoba meletakkan beberapa perubahan dasar dalam manajemen SDM. Pertama, perubahan dari pendekatan personel administration yang hanya berupa pencatatan administratif kepegawaian kepada human resource management yang menganggap pegawai sebagai aset negara yang harus dikelola, dihargai, dan dikembangkan dengan baik. Kedua, perubahan dari pendekatan closed career system yang sangat berorientasi kepada senioritas dan kepangkatan, kepada open career system yang mengedepankan kompetisi dan kompetensi ASN dalam promosi dan pengisian jabatan. Hal ini menempatkan pegawai ASN sebagai sebuah profesi yang harus memiliki standar pelayanan profesi, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku profesi, pendidikan dan pengembangan profesi, serta memiliki organisasi profesi yang dapat menjaga nilai-nilai dasar profesi. Profesi ASN ini juga akan terdiri dari profesi-profesi spesifik yang lazimnya dikenal sebagai jabatan fungsional seperti dosen, guru, auditor, perencana, dan analis kebijakan. Sebuah harapan tertuju pada lahirnya UU ASN ini untuk membawa perubahan yang besar dalam birokrasi kita, mulai dari sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier, penggajian, serta sistem dan batas usia pensiun. Perubahan itu didasarkan pada sistem merit, yang mengedepankan prinsip profesionalisme, kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas dari intervensi politik dan KKN sehingga dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang profesional.