Oleh:
MOHAMAD BUDIARTO
23010116130201
LATAR BELAKANG
kebutuhan sumber protein hewani yang semakin tinggi. Salah satu kebutuhan
Perusahaan pembibitan berperan dalam hal menyediakan bibit ayam yang ingin di
budidaya yaitu Day old Chick (DOC). Ayam pembibit dipelihara dengan tujuan
untuk menghasilkan telur tetas yang akan ditetaskan menjadi DOC. Ayam
pembibit dapat berasal dari ayam petelur maupun ayam pedaging. Salah satu
Pokphand yang berperan penting dalam menghasilkan bibit ayam broiler. Ayam
broiler memiliki produktivitas yang tinggi karena berasal dari genetic yang
unggul. Pemeliharaan ayam broiler pembibit pada fase grower harus diperhatikan
dengan baik karena fase grower menjadi kunci keberhasilan fase layer. Kebutuhan
nutrien pada fase grower harus tercukupi dengan baik sehingga produktivitas
Metabolis (EM), protein kasar, serat kasar dan mineral berupa kalsium dan fosfor.
Kecukupan nutrient ayam pembibit fase grower merupakan kajian pada PKL ini.
Tujuan dari praktek kerja lapangan ini adalah untuk memperoleh ilmu
pembibit broiler fase grower. Manfaat yang diperoleh dari praktek kerja lapangan
kecukupan nutrien pada ayam broiler pembibit fase grower di PT. Charoen
mahasiswa.
TINJAUAN PUSTAKA
menghasilkan telur tetas kualitas unggul dan diperoleh Day Old Chick (DOC)
tinggi dapat diperoleh melalui seleksi bibit yang dilakukan melalui pendekatan
genetis. Ayam pembibit memiliki sifat efisien dalam penggunaan ransum yang
akan digunakan untuk membentuk telur dan tidak memiliki sifat mengeram
(Sudarmono, 2003). Karakterisitik ayam pembibit yang baik antara lain tubuh
ramping, punggung rata dari mulai ujung leher sampai kloaka, kaki kecil, paruh
pendek, produksi telur tinggi (200 butir/ekor/tahun), pial merah, jengger besar
Ransum disebut seimbang apabila mengandung semua zat nutrien yang diperlukan
oleh ayam dalam perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan serta imbangan
energi dan protein yang tepat (Zulfanita dkk., 2011). Kebutuhan nutrien ayam
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain strain, umur, fase, aktifitas, ukuran
kasar, lemak kasar, serat kasar dan mineral (Johari, 2005). Penyusunan ransum
untuk ayam harus memperhatikan kandungan nutrien terutama pada fase grower
karena pertumbuhan ayam sangat memerlukan imbangan nutrien yang baik agar
tercapai bobot badan yang sesuai sehingga tidak menganggu fase-fase berikutnya
Energi yang dibutuhkan oleh ayam berfungsi untuk hidup pokok, aktifitas,
tubuh dalam bentuk lemak (Rudiansyah, 2014). Kebutuhan energi ayam disebut
dengan Energi Metaboils (EM). Kebutuhan energi metabolis ayam pembibit fase
grower pada umur 0 – 6 minggu yaitu 2900 kkal/kg (Johari, 2005). Energi
Protein di dalam ransum ayam fase grower menjadi salah satu nutrien
nutrisi yang perlu diperhatikan dalam menyusun ransum maupun dalam penilaian
kualitas suatu bahan karena protein dibutuhkan oleh ayam yang sedang tumbuh
ayam pembibit pada fase grower yaitu 19,5% (Johari, 2005). Ayam yang
kekurangan asupan protein serta asam amino pada usia pertumbuhannya akan
memperlambat usia dewasa kelamin ayam dan juga dapat memperkecil ukuran
dalam ransum ayam. Lemak berperan penting di dalam pertumbuhan ayam karena
diperlukan untuk produksi daging, produksi telur dan dapat digunakan sebagai
sumber energi kebutuhan aktivitas ayam (Ketaren, 2010). Kandungan lemak pada
ayam terletak pada bawah kulit dan disekitar rongga perut. Lemak tersebut dapat
dibentuk oleh ayam dalam tubuhnya dengan memakan ransum yang mengandung
lemak atau karbohidrat (Zulfanita,dkk., 2011) Ayam yang kekurangan lemak akan
serat kasar ayam pembibit fase grower yaitu 3 – 5 % (Johari, 2005). Serat kasar
pada unggas pemanfaatan serat kasar sangat terbatas. Kekurangan serat kasar pada
kasar tetapi tetap membutuhkannya dalam jumlah kecil serta dapat mempengaruhi
mencerna serat kasar tergantung pula dari mikroorganisme yang terdapat di dalam
kasar karena organ fermentor terletak pada bagian akhir dari organ absorbs dan
maupun pemeliharaan kesehatan. Salah satu mineral yang harus ada dalam ransum
ayam yaitu kalsium (Ca) dan fosfor (P). Kalsium dan fosfor berfungsi dalam
membentuk tulang pada fase pertumbuhan dan pembentukan kulit telur (Rahayu
dkk., 2011). Keseimbangan kalsium dan fosfor dalam ransum ayam juga sangat
ransum ayam adalah 1:1 atau 2:1 (Mesrawati, 2001). Kebutuhan kalsium untuk
ayam pembibit fase grower yaitu 1 – 1,1% dan fosfor 0,45% (Johari, 2005).
Konsumsi Ransum
dalam jangka waktu tertentu yang diperoleh dengan cara mengurangi ransum yang
diberikan dengan sisa ransum. Ransum yang dikonsumsi ayam digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan kebutuhan yang lain. Konsumsi ransum tiap ekor
perkembangan fase fisiologis ternak (Sari dkk., 2004). Zat nutrien yang
pokok dan untuk produksi hewan tersebut. Tingkat energi dalam ransum
harus diimbangi dengan protein, vitamin dan mineral yang cukup agar ayam tidak
ruang tempat makan per ekor, ukuran dan bangsa ayam (Rahayu dkk., 2011).
Pertambahan Bobot Badan (PBB)
oleh seekor ternak selama periode pemeliharaan tertentu. Bobot badan akan
mengalami pertambahan apabila energi ransum tinggi tidak selalu diikuti dengan
ayam akan berubah kearah bobot badan dewasa. Kondisi fisiologis yang baik akan
badan ayam sangat berhubungan dengan jumlah konsumsi ransum, semakin tinggi
konsumsi ransum maka berat tubuh ayam akan semakin besar dan sebaliknya
(Nurdiyanto dkk., 2015). Perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid yaitu
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan
sebagai standar produksi ternak. Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain konsumsi ransum, faktor lingkungan, besar kecilnya
nilai konversi ransum, umur ternak dan daya cerna (Siahaan dkk., 2013).
Konversi Ransum
menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur dalam kurun waktu
tertentu. Nilai konversi ransum yang normal adalah 1,77 (Rasyaf, 2000). Konversi
rasio antara konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang diperoleh
selama kurun waktu tertentu. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukan
bahwa semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot
badan per satuan berat. Rasio konversi ransum yang rendah menunjukkan bahwa
untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam dibutuhkan ransum dalam jumlah
yang semakin sedikit (Wahju, 2004). Semakin kecil nilai konversi ransum maka
penggunaan ransum semakin efisien, namun jika semakin besar nilai konversi
ransum maka penggunaan ransum semakin tidak efisien (Sari dkk., 2004).
Konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetic, ukuran tubuh,
Waktu Pelaksanaan
Materi
Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat serta ransum yang diberikan. Ayam
broiler pembibit yang diamati sebanyak 10% dari 1 kandang ayam PT. Charoen
Metode
dengan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan rutin yang diadakan oleh PT.
Jawa Barat dan Pencatatan data. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara kepada general manajer,
yang diajukan terdapat dalam lampiran. Data sekunder diperoleh dari catatan
Kabupaten Subang, Jawa Barat Parameter yang diamati adalah konsumsi ransum,
nutrisi meliputi Energi Metabolisme (EM), Protein, Lemak, serat kasar, mineral
berupa kalsium dan fosfor serta Pertambahan Bobot Badan (PBB). Data yang
kasar, konsumsi serat kasar, konsumsi kalsium, konsumsi fosfor dan Pertambahan
JADWAL KEGIATAN
1. Nama peternakan/KTT :
2. Tahun berdiri :
3. Alamat peternakan :
4. Nama pimpinan :
1. Lokasi
2. Ketinggian :
a.) Awal :
b.) Sekarang :
6. Perkandangan :
7. Peralatan :
C. Ransum
1. Asal ransum :
3. Penyimpanan ransum :
1. Sanitasi kandang :
2. Limbah kandang :