Anda di halaman 1dari 15

EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE

GROWER DI PT. CHAROEN POKPHAND DESA SUKASARI,


KECAMATAN DAWUAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh:

MOHAMAD BUDIARTO
23010116130201

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
JUDUL : EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN AYAM PEMBIBIT
BROILER FASE GROWER DI PT. CHAROEN POKPHAND
DESA GUNUNGSARI, KECAMATAN PAGADEN,
KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

LATAR BELAKANG

Industri perunggasan semakin mengalami peningkatan seiring dengan

kebutuhan sumber protein hewani yang semakin tinggi. Salah satu kebutuhan

penting dalam industri perunggasan adalah bibit. Sektor industri pembibitan

merupakan salah satu kunci tumbuhnya industri perunggasan di Indonesia.

Perusahaan pembibitan berperan dalam hal menyediakan bibit ayam yang ingin di

budidaya yaitu Day old Chick (DOC). Ayam pembibit dipelihara dengan tujuan

untuk menghasilkan telur tetas yang akan ditetaskan menjadi DOC. Ayam

pembibit dapat berasal dari ayam petelur maupun ayam pedaging. Salah satu

perusahaan pembibitan ayam yang berkembang di Indonesia yaitu PT. Charoen

Pokphand yang berperan penting dalam menghasilkan bibit ayam broiler. Ayam

broiler memiliki produktivitas yang tinggi karena berasal dari genetic yang

unggul. Pemeliharaan ayam broiler pembibit pada fase grower harus diperhatikan

dengan baik karena fase grower menjadi kunci keberhasilan fase layer. Kebutuhan

nutrien pada fase grower harus tercukupi dengan baik sehingga produktivitas

ayam tinggi. Kekurangan nutrien pada fase grower akan menyebabkan

terganggunya pertumbuhan ayam.


Kecukupan nutrien ayam broier pembibit diantaranya meliputi Energi

Metabolis (EM), protein kasar, serat kasar dan mineral berupa kalsium dan fosfor.

Kecukupan nutrient ayam pembibit fase grower merupakan kajian pada PKL ini.

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dari praktek kerja lapangan ini adalah untuk memperoleh ilmu

pengetahuan, keterampilan dan wawasan tentang kecukupan nutrient dari ayam

pembibit broiler fase grower. Manfaat yang diperoleh dari praktek kerja lapangan

adalah mahasiswa dapat mengetahui secara langsung proses pemeliharaan dan

kecukupan nutrien pada ayam broiler pembibit fase grower di PT. Charoen

Pokphand Jaya Farm Desa Gunungsari Kecamatan Pegaden, Kabupaten Subang,

Provinsi Jawa Barat sehingga meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

mahasiswa.

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler Pembibit

Ayam broiler pembibit merupakan jenis ayam yang digunakan untuk

menghasilkan telur tetas kualitas unggul dan diperoleh Day Old Chick (DOC)

ayam broiler (Suprijatna, 2006). Ayam pembibit yang memiliki produktivitas

tinggi dapat diperoleh melalui seleksi bibit yang dilakukan melalui pendekatan

genetis. Ayam pembibit memiliki sifat efisien dalam penggunaan ransum yang
akan digunakan untuk membentuk telur dan tidak memiliki sifat mengeram

(Sudarmono, 2003). Karakterisitik ayam pembibit yang baik antara lain tubuh

ramping, punggung rata dari mulai ujung leher sampai kloaka, kaki kecil, paruh

pendek, produksi telur tinggi (200 butir/ekor/tahun), pial merah, jengger besar

kokoh dan besar (Cahyono dan Samadi, 2007).

Ransum dan Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler Pembibit

Ransum merupakan salah satu penentu meningkatnya produktivitas ayam.

Ransum disebut seimbang apabila mengandung semua zat nutrien yang diperlukan

oleh ayam dalam perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan serta imbangan

energi dan protein yang tepat (Zulfanita dkk., 2011). Kebutuhan nutrien ayam

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain strain, umur, fase, aktifitas, ukuran

tubuh, temperatur, lingkungan, imbangan energi dan protein serta kesehatan

ternak. Kebutuhan nutrien ayam pembibit meliputi energi metabolis, protein

kasar, lemak kasar, serat kasar dan mineral (Johari, 2005). Penyusunan ransum

untuk ayam harus memperhatikan kandungan nutrien terutama pada fase grower

karena pertumbuhan ayam sangat memerlukan imbangan nutrien yang baik agar

tercapai bobot badan yang sesuai sehingga tidak menganggu fase-fase berikutnya

(Tohir dan Wahyu, 2008).

Energi yang dibutuhkan oleh ayam berfungsi untuk hidup pokok, aktifitas,

mempertahankan temperatur tubuh yang normal dan disimpan dalam jaringan

tubuh dalam bentuk lemak (Rudiansyah, 2014). Kebutuhan energi ayam disebut

dengan Energi Metaboils (EM). Kebutuhan energi metabolis ayam pembibit fase
grower pada umur 0 – 6 minggu yaitu 2900 kkal/kg (Johari, 2005). Energi

metabolis harus tercukupi dengan baik untuk mendukung pertumbuhan ayam.

Unggas akan menghentikan konsumsi jika kebutuhan energi salah terpenuhi.

Kadar energi metabolisme dalam ransum dapat mempengaruhi banyaknya

konsumsi ransum oleh ternak (Iskandar, 2012).

Protein di dalam ransum ayam fase grower menjadi salah satu nutrien

penting untuk mendukung pertumbuhan ayam. Protein merupakan salah satu

nutrisi yang perlu diperhatikan dalam menyusun ransum maupun dalam penilaian

kualitas suatu bahan karena protein dibutuhkan oleh ayam yang sedang tumbuh

untuk pertumbuhan bulu, pertumbuhan jaringan, mengganti jaringan tubuh yang

rusak serta untuk berproduksi (Rusdiansyah, 2014). Kebutuhan protein kasar

ayam pembibit pada fase grower yaitu 19,5% (Johari, 2005). Ayam yang

kekurangan asupan protein serta asam amino pada usia pertumbuhannya akan

memperlambat usia dewasa kelamin ayam dan juga dapat memperkecil ukuran

telur yang dihasilkan (Siahaan dkk., 2013).

Lemak menjadi salah satu kebutuhan nutrien yang harus terkandung di

dalam ransum ayam. Lemak berperan penting di dalam pertumbuhan ayam karena

diperlukan untuk produksi daging, produksi telur dan dapat digunakan sebagai

sumber energi kebutuhan aktivitas ayam (Ketaren, 2010). Kandungan lemak pada

ayam terletak pada bawah kulit dan disekitar rongga perut. Lemak tersebut dapat

dibentuk oleh ayam dalam tubuhnya dengan memakan ransum yang mengandung

lemak atau karbohidrat (Zulfanita,dkk., 2011) Ayam yang kekurangan lemak akan

menyebabkan terganggunya pertumbuhan ayam, selain itu juga dapat menurunkan


ukuran telur dan reproduksi jantan. Kebutuhan lemak kasar ayam pembibit fase

grower yaitu 2,5 – 6 % (Johari, 2005)

Serat kasar merupakan salah satu kebutuhan nutrien yang harus

terkandung di dalam ransum ayam dengan kadar yang ditentukan. Kebutuhan

serat kasar ayam pembibit fase grower yaitu 3 – 5 % (Johari, 2005). Serat kasar

dibutuhkan ternak untuk merangsang gerakan saluran pencernaan. Akan tetapi

pada unggas pemanfaatan serat kasar sangat terbatas. Kekurangan serat kasar pada

ransum unggas dapat menyebabkan gangguan pencernaan namun apabila jumlah

serat kasar berlebihan juga dapat menurunkan kecernaan ransum. Unggas

khususnya broiler memiliki kemampuan yang rendah dalam memanfaatkan serat

kasar tetapi tetap membutuhkannya dalam jumlah kecil serta dapat mempengaruhi

histologi saluran pencernaan (Delany dkk., 2013). Kesanggupan ternak dalam

mencerna serat kasar tergantung pula dari mikroorganisme yang terdapat di dalam

organ-organ pencernaan. Ayam mempunyai keterbatasan dalam mencerna serat

kasar karena organ fermentor terletak pada bagian akhir dari organ absorbs dan

jumlah serta aktivitas bakteri selulolitik belum diketahui kemampuannya dalam

melakukan pencernaan secara fermentatif (Nurdiyanto dkk., 2015).

Mineral berperan dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan

maupun pemeliharaan kesehatan. Salah satu mineral yang harus ada dalam ransum

ayam yaitu kalsium (Ca) dan fosfor (P). Kalsium dan fosfor berfungsi dalam

membentuk tulang pada fase pertumbuhan dan pembentukan kulit telur (Rahayu

dkk., 2011). Keseimbangan kalsium dan fosfor dalam ransum ayam juga sangat

penting karena Ca dan P merupakan mineral esensial yang saling berhubungan


dengan proses metabolisme. Imbangan optimum untuk kalsium dan fosfor dalam

ransum ayam adalah 1:1 atau 2:1 (Mesrawati, 2001). Kebutuhan kalsium untuk

ayam pembibit fase grower yaitu 1 – 1,1% dan fosfor 0,45% (Johari, 2005).

Konsumsi Ransum

konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan oleh ayam

dalam jangka waktu tertentu yang diperoleh dengan cara mengurangi ransum yang

diberikan dengan sisa ransum. Ransum yang dikonsumsi ayam digunakan untuk

memenuhi kebutuhan energi dan kebutuhan yang lain. Konsumsi ransum tiap ekor

ayam berbeda-beda. Konsumsi ransum akan mengalami kenaikan mengikuti

perkembangan fase fisiologis ternak (Sari dkk., 2004). Zat nutrien yang

terkandung di dalam ransum akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup

pokok dan untuk produksi hewan tersebut. Tingkat energi dalam ransum

mentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi yaitu semakin tinggi energi

ransum akan menurunkan konsumsi. Ransum yang tinggi kandungan energinya

harus diimbangi dengan protein, vitamin dan mineral yang cukup agar ayam tidak

mengalami defisiensi protein, vitamin maupun mineral (Wahju, 2004). Faktor

yang mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam yaitu temperatur lingkungan,

sistem perkandangan, luas kandang, penyakit, kandungan energi dalam ransum,

ruang tempat makan per ekor, ukuran dan bangsa ayam (Rahayu dkk., 2011).
Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot badan yang dicapai

oleh seekor ternak selama periode pemeliharaan tertentu. Bobot badan akan

mengalami pertambahan apabila energi ransum tinggi tidak selalu diikuti dengan

peningkatan bobot badan ternak (Rusdiansyah, 2014). Pertambahan bobot badan

ayam akan berubah kearah bobot badan dewasa. Kondisi fisiologis yang baik akan

memicu pertambahan bobot badan ayam (Cahyono, 2004). Pertambahan bobot

badan ayam sangat berhubungan dengan jumlah konsumsi ransum, semakin tinggi

konsumsi ransum maka berat tubuh ayam akan semakin besar dan sebaliknya

(Nurdiyanto dkk., 2015). Perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid yaitu

meningkat perlahan-lahan kemudian cepat dan perlahan lagi atau berhenti.

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan

sebagai standar produksi ternak. Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain konsumsi ransum, faktor lingkungan, besar kecilnya

nilai konversi ransum, umur ternak dan daya cerna (Siahaan dkk., 2013).

Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk

menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur dalam kurun waktu

tertentu. Nilai konversi ransum yang normal adalah 1,77 (Rasyaf, 2000). Konversi

ransum berguna untuk mengukur produktivitas ternak dan didefinisikan sebagai

rasio antara konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang diperoleh

selama kurun waktu tertentu. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukan
bahwa semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot

badan per satuan berat. Rasio konversi ransum yang rendah menunjukkan bahwa

untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam dibutuhkan ransum dalam jumlah

yang semakin sedikit (Wahju, 2004). Semakin kecil nilai konversi ransum maka

penggunaan ransum semakin efisien, namun jika semakin besar nilai konversi

ransum maka penggunaan ransum semakin tidak efisien (Sari dkk., 2004).

Konversi ransum berhubungan dengan efisiensi penggunaan ransum ayam.

Konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetic, ukuran tubuh,

suhu lingkungan, kesehatan, kualitas ransum dan bibit.

MATERI DAN METODE

Waktu Pelaksanaan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) tentang “Evaluasi Kecukupan Nutrien

Ayam Pembibit Broiler di PT. Charoen Pokphand Desa Gunungsari, Kecamatan

Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat akan dilaksanakan pada tanggal 26

Desember 2018 sampai 26 Januari 2019.

Materi

Materi yang digunakan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan yaitu

ayam pembibit broiler PT. Charoen Pokphand Desa Gunungsari, Kecamatan

Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat serta ransum yang diberikan. Ayam
broiler pembibit yang diamati sebanyak 10% dari 1 kandang ayam PT. Charoen

Pokphand Desa Gunungsari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Alat yang digunakan adalah timbangan , hygrometer dan alat tulis.

Metode

Metode yag digunakan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan yaitu

dengan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan rutin yang diadakan oleh PT.

Charoen Pokphand Desa Gunungsari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang,

Jawa Barat dan Pencatatan data. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara kepada general manajer,

manajer, supervisor maupun tenaga operasional dan anak kandang. pertanyaan

yang diajukan terdapat dalam lampiran. Data sekunder diperoleh dari catatan

perusahaan PT. Charoen Pokphand Desa Gunungsari, Kecamatan Pagaden,

Kabupaten Subang, Jawa Barat Parameter yang diamati adalah konsumsi ransum,

nutrisi meliputi Energi Metabolisme (EM), Protein, Lemak, serat kasar, mineral

berupa kalsium dan fosfor serta Pertambahan Bobot Badan (PBB). Data yang

diperoleh kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan pustaka, kemudian

disusun menjadi sebuah laporan praktek kerja lapangan. Rumus perhitungan

konsumsi Energi Metabolisme (EM), konsumsi protein kasar, konsumsi lemak

kasar, konsumsi serat kasar, konsumsi kalsium, konsumsi fosfor dan Pertambahan

Bobot Badan (PBB) sebagai berikut:

Konsumsi ransum = Pemberian ransum – Sisa ransum

Konsumsi EM = Konsumsi ransum × Kadar EM dalam ransum


Konsumsi protein kasar = Konsumsi ransum × Kadar PK dalam ransum

Konsumsi lemak kasar = Konsumsi ransum × Kadar LK dalam ransum

Konsumsi serat kasar = Konsumsi ransum × Kadar SK dalam ransum

Konsumsi kalsium = Konsumsi ransum × Kadar kalsium dalam ransum

Konsumsi fosfor = Konsumsi ransum × Kadar fosfor dalam ransum

Pertambahan bobot badan = Bobot badan akhir – Bobot badan awal

JADWAL KEGIATAN

Praktek Kerja Lapangan akan dilaksanakan pada tahun 2018/2019 dengan

jadwal sebagai berikut :

Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Pengambilan
data
Penyusunan
Laporan
Konsultasi
Ujian
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler).


Yayasan. Pustaka Nusantara, Jakarta.
Cahyono, B. dan B. Samadi. 2007. Cara Mudah Beternak Ayam Hibrida dan
Crossbred untuk Hewan Potong. Pustaka Mina, Jakarta.
Delany, B., R. J. Nicolosi, T. A. Wilson, T. Carison, F. Frazer, G. H. Zheng, R.
Hess, K. Tossaporn Incharoen. 2013. Histological adaptations of the
gastrointestinal tract of broilers fed diets containing insoluble fiber from rice hull
meal. American Journal of Animal and Veterinary Science, 8 (2): 79 – 88.
DAFTAR QUISIONER

A. Identitas Peternakan/ Kelompok Tani Ternak (KTT)

1. Nama peternakan/KTT :

2. Tahun berdiri :

3. Alamat peternakan :

4. Nama pimpinan :

B. Keadaan Umum Peternakan

1. Lokasi

a.) Sebelah Timur :

b.) Sebelah Selatan :

c.) Sebelah Barat :

d.) Sebelah Utara :

2. Ketinggian :

3. Suhu dan Kelembapan rata-rata :

4. Jumlah ayam yang dipelihara :

a.) Awal :

b.) Sekarang :

5. Asal Ayam (bibit) :

6. Perkandangan :

a.) Bentuk atau tipe kandang :

b.) Jumlah kandang :


c.) Kapasitas kandang :

d.) Bahan kandang :

e.) Ukuran kandang :

f.) Atap, dinding dan lantai :

7. Peralatan :

C. Ransum

1. Asal ransum :

2. Jenis ransum dan harga :

3. Penyimpanan ransum :

4. Komposisi nutrisi ransum :

5. Bentuk ransum fase starter :

6. Cara pemberian ransum :

7. Frekuensi pemberian ransum :

8. Waktu pemberian ransum :

D. Sanitasi dan Penyakit

1. Sanitasi kandang :

2. Limbah kandang :

3. Penyakit yang pernah menyerang :

a.) jenis penyakit :

b.) Pengobatan yang dilakukan :

c.) Upaya pencegahan :


4. Program vaksinasi :

a.) Jenis vaksin :

b.) Waktu vaksinasi :

c.) Cara vaksinasi :

Anda mungkin juga menyukai