LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Disusun oleh :
Nur Akhmad Fauzi
Sugiyanto
Muhamad Aji Santoso
Huda
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul Lingkungan Pendidikan dalam rangka memenuhi tugas
Kelompok Mata Kuliah Hadits Tarbawi. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan atau petunjuk maupun pedoman bagi yang membaca
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun akan penulis terima
dengan hati terbuka agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
Demikian yang dapan penulis sampaikan. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia.
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi
manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan
pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan
yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama
hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat
luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan
kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang
maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal
dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di
luar lingkungan formal. Salah satu yang memungkinkan proses kependidikan
islam berlangsung secara konsisten dan berkesenambungan dalam rangka
mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan islam adalah
institusiatau lembaga dimana lembaga itu berlangsung. Namun demikian, dapat di
pahami bahwa lingkungan tarbiyah islamiyah itu adalah suatu lingkungan yang
didalamnyan terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya
pendidikan islam dengan baik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka dapat diambil sebuah rumusan
masalah sederhana sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan lingkungan pendidikan?
2. Apa tafsir dari Q.S, Asy-Syur’ara ayat 18?
3. Apa tafsir dari Q.S, Al-Kahfi ayat 46?
4. Bagaimana tafsir dari Q.S, Al-Tahrim ayat 6?
5. Bagaimana tafsir dari Q.S, An-Nuur ayat 59?
1
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya bertujuan
untuk:
1. Agar mengetahui dan memahami pengertian dari lingkungan pendidikan.
2. Agar mengetahui dan memahami penafsiran dari Q.S, Asy-Syur’ara ayat 18.
3. Agar memahami panafsiran dari Q.S, Al-Kahfi ayat 46.
4. Agar mampu memahami dan menganalisis tafsir dari Q.S, At-Tahrim ayat 6.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berlaku bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau Mahasiswa pada
Perguruan Tinggi. Menurut UU SPN No.20 Tahun 2003 “ Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlakul karimah, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
Masyarakat, bangsa dan negara”.
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan segala makhluk hidup maupun
makhluk tak hidup dan daya serta manusia dengan semua perilakunya yang saling
berhubungan secara timbal balik, jika ada perubahan pada salah satu komponen
maka akan mempengaruhi komponen yang lainnya.[1]
4
anak tinggal dalam suatu lingkungan, disadari atau tidak, lingkungan tersebut
akan mempengaruhi anak tersebut.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan ‘fitrah’. Namun, kedua orang
tuanya(mewakili lingkungan) mungkin dapat menjadikannya beragama Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengakui potensi
lingkungan yang pengaruhnya dapat sangat kuat sehingga sangat mungkin dapat
mengalahkan fitrah.
Lingkungan yang buruk dapat merintangi pembawaan yang baik, tetapi
lingkungan yang baik tidak dapat menjadi pengganti sesuatu pembawaan yang
baik. Daerah yang penuh kejahatan dan kesempatan latihan yang kurang, akan
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan akan membatasi prestasi
seseorang yang memiliki kemampuan. Begitu juga lingkungan yang baik tidak
dapat menjadikan orang-orang yang lemah pikiran menjadi orang yang pandai
atau orang yang tidak berbakat menjadi berbakat, walaupun diakui dan tidak
diragukan lagi bahwa lingkungan yang baik, latihan-latihan yang baik akan
membantu memperbaiki tingkahlaku dan mendapat tempat di masyarakat.[3]
5
enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam
Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)
Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a.
dengan lafazd sebagai berikut :
ض ْ َم ْن َكان: قال رسول هللا عليه وسلم:ْث أَبِى ُه َري َْرة َ رضى هللا عنه قال
ٌ َت لَهُ ا َ ْر ُ َح ِدي
)(اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة.ُضه ْ فَ ْليَ ْز َر ْع َها ا َ ْو ِليَ ْمنَحْ َها اَخَاهُ فَإ ِ ْن أَبَى فَ ْلي ُْمس
َ ِك أ َ ْر
Antara kedua tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing
ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits
tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya
bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi
pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang
lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia
jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat
baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki
dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang
berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang
lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui
kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-
Qur’an supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini.
Isyarat tersebut seperti diungkapkan dalam firman-Nya:
“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu semua.”
(Qs. Al-Baqoroh : 29)
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat
Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan
lahannya kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat
atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek
demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan
mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri
lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup
6
mengolahnya. Menanggapi permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda
pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa
segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan
dengan hadits Rafi’ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam
kitab Al-Muzara’ah :
7
memilih apakah minta tanahnya atau tetap minta bagian wasaq itu, maka
diantara mereka ada yang memilih tanah dan ada yang minta bagian hasilnya
berupa wasaq.”
(HR. Bukhori)
8
BAB III
PENUTUP
9
DAFTAR PUSTAKA
10