Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi

Disusun oleh :
 Nur Akhmad Fauzi
 Sugiyanto
 Muhamad Aji Santoso
 Huda

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM CIREBON


TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul Lingkungan Pendidikan dalam rangka memenuhi tugas
Kelompok Mata Kuliah Hadits Tarbawi. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan atau petunjuk maupun pedoman bagi yang membaca
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun akan penulis terima
dengan hati terbuka agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
Demikian yang dapan penulis sampaikan. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih.

Cirebon, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3


A. Pengertian Lingkungan Pendidikan ..................................................... 3
B. Pandangan Islam Mengenai Lingkungan Pendidikan .......................... 4
C. Hadits Rasulullah SAW tentang Lingkungan ...................................... 5

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia.
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi
manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan
pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan
yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama
hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat
luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan
kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang
maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal
dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di
luar lingkungan formal. Salah satu yang memungkinkan proses kependidikan
islam berlangsung secara konsisten dan berkesenambungan dalam rangka
mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan islam adalah
institusiatau lembaga dimana lembaga itu berlangsung. Namun demikian, dapat di
pahami bahwa lingkungan tarbiyah islamiyah itu adalah suatu lingkungan yang
didalamnyan terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya
pendidikan islam dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka dapat diambil sebuah rumusan
masalah sederhana sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan lingkungan pendidikan?
2. Apa tafsir dari Q.S, Asy-Syur’ara ayat 18?
3. Apa tafsir dari Q.S, Al-Kahfi ayat 46?
4. Bagaimana tafsir dari Q.S, Al-Tahrim ayat 6?
5. Bagaimana tafsir dari Q.S, An-Nuur ayat 59?

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya bertujuan
untuk:
1. Agar mengetahui dan memahami pengertian dari lingkungan pendidikan.
2. Agar mengetahui dan memahami penafsiran dari Q.S, Asy-Syur’ara ayat 18.
3. Agar memahami panafsiran dari Q.S, Al-Kahfi ayat 46.
4. Agar mampu memahami dan menganalisis tafsir dari Q.S, At-Tahrim ayat 6.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lingkungan Pendidikan


Pendidikan adalah usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok orang lain
agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih
tinggi dalam arti mental.Pengertian pendidikan menurut para ahli :
1. langeveld
Pendidikan lingkungan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau
lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
sendiri.
2. John Dewey
Pendidikan lingkungan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame
manusia.
3. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan lingkungan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-
anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4. Prof. Dr. Emil Salim
Lingkungan hidup adalah segala benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang
kita tempati dan mempengaruhi hal-hal yang hidup termasuk kehidupan
manusia.

Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar diberbagai


lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh posotif bagi
perkembangan individu. Pendidikan dalam arti sempit identik dengan kegiatan
belar mengajar di sekolah ( Schooling ), yaitu pendidikan yang dilakukan secara
sadar , terencana, terarah, memiliki tujuan serta terkontrol secara formal dan

3
berlaku bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau Mahasiswa pada
Perguruan Tinggi. Menurut UU SPN No.20 Tahun 2003 “ Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlakul karimah, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
Masyarakat, bangsa dan negara”.
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan segala makhluk hidup maupun
makhluk tak hidup dan daya serta manusia dengan semua perilakunya yang saling
berhubungan secara timbal balik, jika ada perubahan pada salah satu komponen
maka akan mempengaruhi komponen yang lainnya.[1]

B. Pandangan Islam Mengenai Lingkungan Pendidikan


Manusia adalah “makhluk sosial”. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang hal tersebut. Khalaqa al-insaana min ‘alaq bukan hanya
diartikan sebagai “menciptakan manusia dari segumpal darah” atau “sesuatu yang
berdempet di dinding rahim”, akan tetapi juga dapat dipahami sebagai “diciptakan
dinding dalam keadaan selalu bergantung kepada pihak lain atau tidak dapat hidup
sendiri”.[2]
Dari hal itu dapat dipahami bahwa manusia dengan seluruh perwatakan dan
pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua faktor, yaitu faktor warisan dan
faktor lingkungan. Faktor inilah yang mempengaruhi manusia dalam berinteraksi
dengannya semenjak ia menjadi embrio hingga akhir hayat. Kemudian,
lingkungan yang nyaman dan mendukung bagi terselenggaranya suatu pendidikan
sangat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan
yang diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus
diciptakan sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu
sendiri.
Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak
didik, namun lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dan
pengaruhnya sangat besar terhadap anak didik. Sebab, bagaimanapun seorang

4
anak tinggal dalam suatu lingkungan, disadari atau tidak, lingkungan tersebut
akan mempengaruhi anak tersebut.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan ‘fitrah’. Namun, kedua orang
tuanya(mewakili lingkungan) mungkin dapat menjadikannya beragama Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengakui potensi
lingkungan yang pengaruhnya dapat sangat kuat sehingga sangat mungkin dapat
mengalahkan fitrah.
Lingkungan yang buruk dapat merintangi pembawaan yang baik, tetapi
lingkungan yang baik tidak dapat menjadi pengganti sesuatu pembawaan yang
baik. Daerah yang penuh kejahatan dan kesempatan latihan yang kurang, akan
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan akan membatasi prestasi
seseorang yang memiliki kemampuan. Begitu juga lingkungan yang baik tidak
dapat menjadikan orang-orang yang lemah pikiran menjadi orang yang pandai
atau orang yang tidak berbakat menjadi berbakat, walaupun diakui dan tidak
diragukan lagi bahwa lingkungan yang baik, latihan-latihan yang baik akan
membantu memperbaiki tingkahlaku dan mendapat tempat di masyarakat.[3]

C. Hadits Rosulullah S.a.w. tentang Lingkungan


Adapun mengenai hadits Rosulullah S.a.w tentang peduli lingkungan ini
banyak sekali, salah satu diantaranya sebagai berikut :
1. Larangan Menelantarkan Lahan
‫ فَقَالُ ْوا‬, َ‫ضيْن‬ ِ ‫ض ْو ُل ا َ َر‬ ُ ُ‫َت ِل ِر َجا ٍل ِمنا ف‬
ْ ‫ َكان‬: ‫ قَا َل‬,‫ع ْب ِد هللاِ رضى هللا عنهما‬ َ ‫ْث َجابِ ِر اب ِْن‬ ُ ‫َح ِدي‬
‫ض فَ ْليَ ْز َر ْع َها ا َ ْو ِليَ ْمنَحْ َها‬ٌ ‫َت لَهُ ا َ ْر‬
ْ ‫ َم ْن َكان‬: .‫م‬.‫ى ص‬ ُّ ِ‫ فَقَا َل النب‬,‫ف‬ ْ ِِّ‫الربُعِ َوالن‬
ِ ‫ص‬ ُّ ‫ث َو‬ ِ ُ‫اج ُرهَا بِالثُّل‬
ِ ‫نُ َؤ‬
ْ ‫اَخَاهُ فَإ ِ ْن أَبَى فَ ْلي ُْمس‬
َ ‫ِك أ َ ْر‬
.ُ‫ضه‬
“ Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami
mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu
(untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua.
Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia
tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia

5
enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam
Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)
Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a.
dengan lafazd sebagai berikut :
‫ض‬ ْ ‫ َم ْن َكان‬: ‫ قال رسول هللا عليه وسلم‬:‫ْث أَبِى ُه َري َْرة َ رضى هللا عنه قال‬
ٌ ‫َت لَهُ ا َ ْر‬ ُ ‫َح ِدي‬
)‫(اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة‬.ُ‫ضه‬ ْ ‫فَ ْليَ ْز َر ْع َها ا َ ْو ِليَ ْمنَحْ َها اَخَاهُ فَإ ِ ْن أَبَى فَ ْلي ُْمس‬
َ ‫ِك أ َ ْر‬
Antara kedua tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing
ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits
tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya
bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi
pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang
lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia
jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat
baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki
dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang
berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang
lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui
kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-
Qur’an supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini.
Isyarat tersebut seperti diungkapkan dalam firman-Nya:

“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu semua.”
(Qs. Al-Baqoroh : 29)
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat
Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan
lahannya kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat
atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek
demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan
mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri
lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup

6
mengolahnya. Menanggapi permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda
pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa
segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan
dengan hadits Rafi’ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam
kitab Al-Muzara’ah :

َ َ‫اء ْال َمز‬


)‫ (رواه البخارى‬.ِ‫ارع‬ ِ ‫ع ْن َك َر‬
َ ‫ نَ َهى‬.‫م‬.‫اََ ن النبِى ص‬
“ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah
dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat
boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu.
Berbagai pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa
dilarang menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab
kemungkinan tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa
bencana, baik karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus
membayar sewa tanpa memperoleh manfaat apapun daripadanya.
Terkait dengan hadits diatas, disini Rosulullah S.a.w. juga bersabda dalam
kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan tentang menyerahkan tanah kepada orang untuk
dikerjakan kemudian memberikan sebagian hasilnya :
‫عا َم َل َخ ْي َب َر ِبش َْرطٍ َما َي ْخ ُر ُج ِم ْن َها ِم ْن ث َ َم ٍر‬
َ .‫م‬.‫ى ص‬ َ ‫ اَن الن ِب‬,‫ع َم َر رضى هللا عنه‬ ُ ‫ْث اب ُْن‬ُ ‫َح ِدي‬
َ ‫ َف َق‬: ‫ش ِعي ٍْر‬
‫س َم‬ َ َ‫ َو ِع ْش ُر ْونَ ِوسْق‬,‫ ث َ َمانُ ْونَ ِوسْقَ ت َ ْم ٍر‬:‫ق‬ٍ ‫ فَ َكانَ يُ ْع ِطى ا َ ْز َوا َجهُ ِمائَةَ ِو ْس‬,ٍ‫ا َ ْوزَ ْرع‬
‫ى لَ ُهن فَ ِم ْن ُهن‬ ِ ‫ض ا َ ْو يُ ْم‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ ا َ ْن يُ ْق ِط َع لَ ُهن ِمنَ ْال َم‬.‫م‬.‫ى ص‬
ِ ‫اء َواالَ ْر‬ ِّ ِ ِ‫ع َم ُر َخ ْي َب َر فَخَي َر ا َ ْز َوا َج النب‬
ُ
َ ‫ت االَ ْر‬
‫ (اخرجه‬.‫ض‬ ِ ‫ار‬ ْ ُ ‫شة‬
َ َ ‫اخت‬ َ ‫عا ِئ‬ ْ ‫ َو َكان‬, َ‫الوسْق‬
َ ‫َت‬ َ ‫َار‬ ْ ‫ض َو ِم ْن ُهن َم ِن‬
َ ‫اخت‬ َ ‫َار االَ ْر‬ ْ ‫َم ِن‬
َ ‫اخت‬
)‫البخارى‬
“ Ibnu Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di
khaibar kepada penduduk Khaibar dengan menyerahkan separuh dari
penghasilannya berupa kurma atau buah dan tanaman, maka Nabi S.a.w.
memberi istri-istrinya seratus wasaq (1 wasaq=60 sha’. 1 sha’ =4 mud atau 2 ½
Kg), delapan puluh wasaq kurma tamar, dan dua puluh wasaq sya’er (jawawut).
Kemudian dimasa Umar r.a. membebaskan kepada istri-istri Nabi S.a.w. untuk

7
memilih apakah minta tanahnya atau tetap minta bagian wasaq itu, maka
diantara mereka ada yang memilih tanah dan ada yang minta bagian hasilnya
berupa wasaq.”
(HR. Bukhori)

8
BAB III
PENUTUP

Dengan demikian yang dapat kami sampaikan mengenai makalah


ini. Tentunya banyak kesalahan, maka dari itu penulis berharap kepada
pembaca untuk memberikan kritik dan saran untuk memotivasi kami agar
lebih baik kedepannya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat kepada pembaca
dan penulis. Semoga Allah SWT memberikan pemahaman dan
kemanfaatan kepada kita. Aamiin.

9
DAFTAR PUSTAKA

[1] Wayudin, Din Dkk. Pengantar Pendidikan, (Jakarta : Universitas Terbuka,


2004).Hal 3.1
[2] Uhbiyati nur, ilmu pendidikan islam, (Bandung : Pustaka Setia), hal 212
[3] .blogspot.com/2010/12/lingkungan-pendidikan-islam.html
[4]Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier Jilid 6, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1990 ), hal 41-
42
[5] As-Syur”ara ayat 18.
[6] Syaikh imam, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hal 231-232
[7] Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal 69
[8] Syaikh Imam, Tafsir al-Qurthubi, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal 1050-
1051
[9] Lih. Asy-Syarh Al-Mumti’ ala Zad Al Mustaqni’ oleh syaikh Utsaimin juz.13
hal.217
[10] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, ( Surabaya: Bina Ilmu, 2003), hal 163-164
[11] Qs. An-Nuur [24]:59
[12] Syaikh Imam, Tafsir al-Qurthubi, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal 772.
[13] Mahali,A.Mujab. Asbabun nuzul, ( Jakarta: Raja Grafindo, 2002), hal 626.

10

Anda mungkin juga menyukai