Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 2


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................................. 3
2.1. DEFINISI ............................................................................................................................ 3
2.2. INSIDENSI .......................................................................................................................... 3
2.3. FAKTOR RESIKO................................................................................................................. 4
2.4. DIAGNOSIS ........................................................................................................................ 6
2.5. TATALAKSANA................................................................................................................... 7
BAB III. LAPORAN KASUS .................................................................................................................. 9
BAB IV. KESIMPULAN ......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................................20

1
BAB I. PENDAHULUAN

Kelainan kongenital terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yakni


hipospadia. Penatalaksanaan hipospadia dilakukan dengan prosedur pembedahan, yaitu
kordektomi dan uretroplasti. Kordektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
mengeksisi korde dan uretroplasti adalah tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
membentuk uretra baru (neouretra). Komplikasi paling sering operasi pada hipospadia
adalah fistula uretrokutaneus dengan angka kejadian yang bervariasi antara 4% sampai
20% dengan penyebab pasti yang belum di ketahui.1
Fistula uretrokutaneus dapat timbul segera atau beberapa tahun setelah operasi.
Fistula uretrokutaneus yang timbul segera setelah operasi akibat dari penyembuhan lokal
yang buruk, bisa karena hematom, infeksi, dan aproksimasi yang terlalu tegang.
Terkadang dapat menutup spontan dengan perawatan lokal yang agresif dan disertai
fistula uretrokutaneus diversi urin. 2,3
Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan
sebanyak 12 (13,92%) pasien mengalami fistula uretrokutaneus pasca operasi uretroplasti
dari total 116 pasien yang menderita hipospadia. Penelitian di Cairo University Hospital
menyatakan bahwa tipe-tipe hipospadia yang paling sering menjadi fistula uretrokutaneus
pasca operasi uretroplasti adalah: hipospadia tipe anterior (10.3%), hipospadia tipe
medius (33.8%), hipospadia tipe posterior (48.9%).4
Banyak faktor yang mempengaruhi letak fistula uretrokutaneus pada hipospadia
pasca operasi uretroplasti, salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi yang kurang
sehingga menimbulkan iskemi dan nekrosis jaringan. Penelitian lain yang juga
melaporkan insiden fistula uretrokutaneus adalah penelitian yang dilakukan oleh Korean
Urological Association yang mendapatkan insiden fistula uretrokutaneus berdasarkan
tipe: hipopasdia tipe anterior (30.2%), hipospadia tipe medius (34,9%), hipospadia tipe
posterior (34,9%). Penelitian yang dilakukan oleh Korean Urological Association
menyatakan bahwa tipe hipospadia mempunyai dampak signifikan secara statistik pada
pengembangan dan insiden fistula uretrokutaneus pasca operasi uretroplasti. 2,3

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Secara umum fistula didefinisikan sebagai saluran yang menghubungkan antara dua
permukaan epitelial. Fistula uretrokutan merupakan saluran yang menghubungkan antara
uretrra dengan kulit penis. Fistel uretrokutan merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi setelah urethroplasty pada hypospadia yang berat. Hipospadia adalah kelainan
bawaan pada anak laki-laki yang disebabkan tertundanya pertumbuhan pada penis pada
massa perkembangan janin, sehingga meninggalkan muara uretra di proksimal dari glans
penis dan timbul chordee. Oleh karena itu teknik operasi hipospadia menjadi tantangan
bagi para ahli bedah rekonstruksi terutama urologi untuk membuat uretra baru sambil
menghilangkan chordee serta menutup defek kulit pada ventral penis, sehingga tujuan
akhir mengembalikan fungsi dan estetik tercapai. Hipospadia ditandai dengan trias
kelainan anatomi penis, yaitu : (1) Letak meatus uretra eksterna abnormal di ventral
penis, mulai dari glans penis hingga perineum; (2) Kurvatura kearah di ventral penis
(chordee); (3) Foreskin abnormal dengan hood di bagian dorsal dan defisiensi di bagian
ventral penis.1,2,3

2.2. INSIDENSI
Angka kejadian pada fistula uretrokutan bervariasi antara 4% sampai 20% dengan
penyebab pasti yang belum di ketahui. Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo didapatkan sebanyak 12 (13,92%) pasien mengalami fistula
uretrokutaneus pasca operasi uretroplasti dari total 116 pasien yang menderita hipospadia.
Penelitian di Cairo University Hospital menyatakan bahwa tipe-tipe hipospadia yang
paling sering menjadi fistula uretrokutaneus pasca operasi uretroplasti adalah : hipospadia
tipe anterior (53.7%), hipospadia tipe penoscoratal (25.3%), hipospadia tipe medius
(13,4%) hipospadia tipe posterior (7.4%).4
Penelitian lain yang juga melaporkan insiden fistula uretrokutaneus adalah
penelitian yang dilakukan oleh Korean Urological Association yang mendapatkan insiden
fistula uretrokutaneus berdasarkan tipe: hipopasdia tipe anterior (30.2%), hipospadia tipe
medius (34,9%), hipospadia tipe posterior (34,9%). Penelitian yang dilakukan oleh
Korean Urological Association menyatakan bahwa tipe hipospadia mempunyai dampak
3
signifikan secara statistik pada pengembangan dan insiden fistula uretrokutaneus pasca
operasi uretroplasti. 2,3

2.3. FAKTOR RESIKO


Faktor yang mempengaruhi terbentuknya fistula uretrokutan antara lain:
devaskularisasi kulit, garis jahitan yang tegang, superposisi uretra dan garis jahitan pada
kulit, Infeksi luka operasi, perforasi kulit akibat jahitan, dan tepi luka operasi yang
memisah. Beberapa penelitian juga menjelaskan faktor-faktor yang berkaitan dengan
kejadian fistula uretrokutaneus:

 Berdasarkan Tipe Hipospadia


Tipe hipospadia yang paling sering menjadi fistula uretrokutaneus pasca operasi
uretroplasti adalah: hipospadia tipe posterior. Didukung oleh bukti penelitian
sebelumnya yang dilakukan Cairo University Hospital yang menyatakan bahwa tipe-
tipe hipospadia yang paling sering menjadi fistula uretrokutaneus pasca operasi
uretroplasti adalah: hipospadia tipe anterior (10.3%), hipospadia tipe medius (33.8%),
hipospadia tipe posterior (48.9%). Kumar dkk dalam penelitiannya juga menyatakan
bahwa tipe-tipe hipospadia yang paling sering menjadi fistula uretrokutaneus adalah :
hipospadia tipe anterior (14%), hipospadia tipe medius (41%), dan hipospadia tipe
posterior (45%).4,7,8
Banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya insiden pembentukan fistula
uretrokutaneus. Alasan yang paling umum adalah obstruksi pada bagian distal dari
uretra baru, infeksi lokal pasca operasi, iskemia lokal, prosedur tindakan yang tidak
memadai, penanganan jaringan yang buruk, ekstravasasi urine, nekrosis flap atau
graft, obstruksi distal akibat stenosis distal, penanganan jaringan yang kasar,
penggunaan epitelium atau kulit sangat tipis atau fibrotik, jenis dan ukuran dari bahan
jahitan.5,6
Insiden fistula uretrokutaneus yang lebih tinggi pada hipospadia tipe posterior
mungkin karena adanya resiko devaskularisasi uretra yang baru (neouretra) yaitu
berkurangnya aliran dan suplai darah sehingga dapat menimbulkan iskemi dan
nekrosis jaringan yang menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan luka operasi
4
dan bisa menyebabkan terbentukanya sebuah fistula uretrokutaneus. Faktor mobilisasi
atau pergerakan yang luas pada penis juga merupakan suatu faktor yang menyebabkan
terhambatnya penyembuhan luka operasi dan bisa menyebabkan terbentuknya fistula
uretrokutaneus pasca operasi uretroplasti.4,7

 Berdasarkan Jenis Benang Yang Digunakan


Pola terjadinya fistula utretrokutaneus didominasi pasien yang dioperasi dengan
benang braided (66.66%), sedangkan pada pasien yang dioperasi dengan benang PDS
(33.33%). Hasil penelitian ini didukung berdasarkan teori oleh Sherif Shehata and
Mohamed Hashish yang menyatakan bahwa tingkat pembentukan fistula
uretorkutaneus lebih tinggi pada kelompok pasien yang di operasi uretroplasti
menggunakan benang braided (16.6%) dibandingkan dengan pasien yang di operasi
uretroplasti menggunakan benang PDS (4.9%). Sherif Shehata and Mohamed Hashish
juga menyatakan bahwa penggunaan benang PDS pada operasi uretroplasti sangat
dianjurkan.4,7

 Berdasarkan Tipe Kateter Yang Digunakan


Penggunaan kateter pada operasi uretroplasti pasien hipospadia dianggap perlu
untuk memungkinkan penyembuhan jahitansehingga dapat menjadi kedap air. Sebuah
kateter juga membantu untuk imobilisasi dan mengeringkan neouretra. Ada beberapa
dasar ilmiah yang berkaitan dengan pemakaian kateter uretra. Walaupun kateter bisa
menjadi sumber infeksi dan meningkatkan morbiditas karena nyeri dan spasme pada
buli-buli, yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi urine melalui sela kateter,
namun kateter uretra juga memiliki keuntungan dalam pencegahan retensio urine,
sebagai tampon perdarahan dan mencegah terjadinya disuria pada saat miksi. Selain
itu kateter juga berperan sebagai splint, sehingga reepitelisasi menjadi lebih baik. 8,9
Kateter suprapubik juga bisa digunakan pada operasi uretroplasti sebagai
pengganti kateter uretra. Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo
menyatakan bahwa kejadian fistula uretrokutaneus tidak ada perbedaan pada
penggunaan kateter uretra dan kateter suprapubik terhadap terjadinya fistula
uretrokutan setelah operasi hipospadia. Angka kejadian fistula uretrokutan hampir sa

5
ma antara kedua kelompok pasien hipospadia. Penggunaan feeding tube sebagai
kateter memberikan diversi urin lebih efektif dari pada penggunaan kateter
suprapubik, karena penggunaan kateter suprapubik pada uretroplasti mempunyai
resiko bocornya urin di sisi stent yang mengakibatkan kontaminasi luka akibat
penyumbatan kateter suprapubik.4,9 Penelitian lain yang dilakukan oleh Snodgras
melaporkan bahwa angka kejadian stenosis uretra berkurang dibawah 1% pada pasien
hipospadia pasca uretroplasti yang menggunakan feeding tube (NGT).11,12

 Berdasarkan Jenis Operasi Yang Dilakukan


Angka komplikasi menjadi lebih rendah dengan tekhnik uretroplasty yang lebih baik.
Hal ini termasuk penggunaan tekhnik menjahit secara subcuticuler menggunakan
benang PDS, stenting uretra dengan NGT atau silastic, dan dressing yang tidak terlalu
tebal dan tidak terlalu ketat.4,10

2.4. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis. Paisen biasanya datang dengan keluhan
dribbling of urine (urine yang menetes) dan gejala perineal infection. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan saluran yang menghubungkan uretra dengan kulit pada daerah
genitalia externa. Pemeriksaan penunjang seperti VCUG, retrograde urethrography and
fistulography dapat memberikan gambaran sejauh mana saluran terhubung. Komplikasi
lanjutan seperti terjadinya abses dapat diteksi dengan CT Scan.5

6
2.5. TATALAKSANA

Algoritme Penatalaksanaan Fistel Uretrokutan Setelah Repair Hipospadia

Secara umum, fistel dengan diameter  4 mm dapat diperbaiki dengan simple


closure dengan tanpa gangguan pada diameternya. Bagaimanapun juga, hasil yang
memuaskan hanya didapatkan pada fistel di batang penis. Kemudian, fistel ukuran
kecil dapat diklasifikasikan berdasarkan letaknya menjadi (1) koronal, yang harus
diperbaiki dengan teknik flap kulit karena memiliki tinggak rekurensi yang cukup
tinggi setelah simple closure. Fistel yang dekat dengan meatus dapat berubah menjadi
hipospadia dan digunakan perbaikan teknik meatal-based flap secara lengkap; (2)
fistel pada batang penis, dimana ketika fistel tersebut kecil idealnya diperbaiki dengan
simple closure. Derajat kelenturan kulit dan vaskularisasi yang baik dapat mendukung
proses penyembuhan yang optimal pada perbaikan sederhana ini; (3) fistel multiple
7
ukuran kecil, yang harus didiseksi dan diubah menjadi satu fistel besar jika mereka
berdekatan satu dengan yang lain. Jika terdapat suatu jarak yang terlihat antar fistel,
setiap fistel diperbaiki secara terpisah tergantuk ukuran dan tempat fistelnya.

Fistel ukuran besar (> 4 mm), diperbaiki menggunakan flap kulit. Perbaikan ini
biasanya terdiri atas dua tahap : (1) pembuatan flap kulit dengan vaskularisasi baik
untuk penutupan uretra, menyediakan diameter lumen uretra; dan (2) penutup kulit
dari batang penis pada daerah perbaikan tersebut. Untuk fistel yang besar, dengan
kulit penis yang adekuat, defek fistel pada dinding uretra ditutup dengan flap local
(trap-door) atau pedicle skin patch. Kemudian uretra yang telah diperbaiki dilindungi
oleh flap kulit penis yang lain yang dapat didiseksi dan diperluas (advancement flap)
atau dimobilisasi secara rotasional (rotational flap). Teknik pants over vest dan
double-skin flap membutuhkan sejumlah sedang kulit penis. Defek uretra yang telah
diperbaiki dilindungi oleh dua lapisan kulit, salah satunya dibuat de-epitelisasi untuk
memastikan penutupan yang sempurna. Fistel besar dengan kulit penis yang inadekuat
merupakan kasus yang sulit; flap kulit penis dapat digunakan hanya untuk satu tahap,
baik untuk menutup dinding uretra maupun untuk melindungi fistel yang sudah
diperbaiki ketika graft bebas digunakan untuk menutup uretra. Ketika flap kulit penis
digunakan untuk menutup defek uretra, pelindung tersebut bisa menggunakan flap
rotasional dari kulit skrotum. Alternative lain, defek dinding uretra dapat ditutup
dengan menggunakan mukosa bukalis, mukosa buli-buli, atau matriks kolagen
submukosa pada buli-buli, dan graft ini dilindungi oleh kulit penis dengan
vaskularisasi baik.10

8
BAB III. LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : An. Zaenal Abidin


Usia : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Lakilaki
Alamat : KP Cotek 1/1 Sumberwaru Banyuputih Situbondo
Agama : Islam
Suku Bangsa : Madura
Pekerjaan : Pelajar
No. Rekam Medis : 118638
Tgl. Masuk RS : 12 Februari 2017
Tgl. Keluar RS : 15 Februari 2017
Tgl. Pemeriksaan : 12-15 Februari 2017

3.2. Anamnesa
 Keluhan Utama: Kencing menetes dari bawah lubang kencing
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke RSD dr Soebandi oleh orang tua pasien karena kencing anaknya
dirasa menetes dari bawah lubang kencing sejak 8 bulan yang lalu. Keluhan ini timbul
satu bulan pasca dilakukan operasi chordectomy & urethroplasty pada bulan Mei 2016.
Sejak lahir pasien memiliki penis yang bengkok dan lubang kencing tidak pada ujung
penis, melainkan pada pangkal penis dekat dengan buah zakar. Pasien kemudian diawa
Poli Urologi RSD dr Soebandi, bertemu dengan dr. Sp.U, pasien dan keluarga pasien di
jelaskan tentang penyakit pasien dan rencana tindakan yang akan dilakukan, yaitu pasien
mengalami hipospadia dan akan dilakukan operasi untuk meluruskan penisnya
(chordectomy) dan pembuatan lubang kencing (urethroplasty).
Pasca operasi tersebut kencing pasien keluar dari dua lubang yaitu lubang kencing
dan lubang di bawahnya. Diameter lubang hanya sekitar ± 1 mm. Pasien dapat buang air
kecil secara spontan. Pancaran urin besar dan kuat. Pasien tidak pernah mengalami
keluhan, hanya menetes tiap kali buang air kecil. Pasien rutin kontrol ke Poli Urologi tiap

9
bulan dan diedukasi untuk menutup lubang tempat menetesnya urin tiap kali buang air
kecil. Lubang tidak kunjung menutup spontan hingga 6 bulan, akhirnya diputuskan untuk
dilakukan operasi penutupan lubang tersebut.
 Riwayat Kehamilan:
Pasien merupakan anak pertama dari ibu berusia 28 tahun. Tidak terdapat riwayat
keguguran sebelumnya (G1P0A0). Usia kehamilan hingga 9 bulan. Ibu pasien rutin
memeriksakan kehamilannya sebulan sekali ke bidan sejak usia kehamilan 2 bulan.
Selama kehamilan tidak menderita penyakit tertentu.
 Riwayat Persalinan:
Anak lahir dari ibu G1P0A0 secara spontan di bidan, usia kehamilan 9 bulan, air
ketubannya jernih, bayi langsung menangis, berat badan 2600 gram dan panjang badan
lahir 49 cm.
 Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengalami hypospadia sejak lahir.
 Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga dengan penyakit yang sama.
 Riwayat Pengobatan:
Tidak pernah mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama. Pasien belum pernah
menjalani sirkumsisi maupun operasi lain.

3.3. Pemeriksaan Fisik

I. Status Generalis
Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran/GCS : Composmentis / E4V5M6


Tekanan Darah : 110/70 mmhg
Nadi : 88 x/menit, irama teratur, kuat angkat
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 ºC

10
II. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Kepala
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
- Hidung : Deformitas (-), rhinorrhea (-)
- Telinga : Otorrhea -/-

b. Leher : Pembesaran KGB (-) Deviasi trakhea (-)


c. Thorax
- Inspeksi: Terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada kanan dan kiri
simetris, retraksi dinding dada (-), iktus kordis tidak tampak
- Palpasi: Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis teraba
pada ICS V midclavicula sinistra
- Perkusi: Sonor di lapangan paru
- Auskultasi: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
d. Abdomen
- Inspeksi : Flat, Distended (-), DC (-) DS (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal, borborygmus (-), metalic sound (-)
- Palpasi :Soepel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar/lien tidak
teraba.
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.
e. Extremitas : Akral hangat (+) , edema (-) ekstrimitas atas dan bawah
f. Genitalia eksterna : (status lokalis)
g. Anal-perianal : fistula (-), hemmoroid (-), tanda-tanda abses (-)

III. Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Urologis:
- Regio flank : flank pain -/- massa -/-

- Regio suprapubik : VU kesan kosong, massa (-), nyeri (-)

- Regio genitalia eksterna : (status lokalis)


11
Status Lokalis Genitalia Externa

- Inspeksi: curve penis (-), sirkumsisi (+), OUE (+) letak normal, terdapat fistel
urethrocutan regio mid line ventral penis ∅ 1 cm, tanda peradangan (-).

- Palpasi: Nyeri tekan glands dan corpus penis (-), pembesaran KGB inguinal (-/-),
testis teraba (+/+).

3.4. Diagnosa Kerja


Fistel urethrocutan post chordectomy et urethroplasty ec hypospadia

3.5. Planning
Planning Diagnostik: Lab: DL, PTT & APTT, LFT, RFT, Serum Elektrolit, UL.
Planning terapi: Pro Repair Fistula

12
3.6. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 12/02/2017

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Norm


HEMATOLOGI LENGKAP (HLT) al

Hemoglobin 12.2 11,5-15,5 gr/Dl


Leukosit 9,1 4,5-13,5 109/L
Hematokrit 36,2 35-45 %
Trombosit 393 150-450 109/L
PPT
PPT Penderita 9,8 Beda dgn
kontrol
PPT Kontrol 9,4
]<2 detik
APPT
APPT Penderita 24,6 Beda dgn kontrol
APPT Kontrol 27,3 <7 detik
FAAL HATI
SGOT 38 10-35 U/L
SGPT 26 9-43 U/L
GULA DARAH
Glukosa Sewaktu 94 <200 mg/dL
FAAL GINJAL
Kreatinin Serum 0,7 0,6-1,3 mg/dL
BUN 15 6-20 mg/dL
Urea 32 12-43 mg/dL
URIN LENGKAP
Warna Kuning agak Kuning
keruh Jernih
PH 5,0 5,8-7,5
BJ 1,025 1,015-1,025
Protein 1~ 25 mgt/dL Negatip
Glukosa Normal Normal
13
Urobilin Normal Normal
Bilirubin Negatip Negatip
Nitrit Negatip Negatip
Keton
NitritKetom Negatip Negatip
Leukosit Makros Negatip Negatip
Blood Makros Negatip Negatip
Eritrosit 0-2 0-2
Leukosit 0-2 0-2
Epitel Squamous 0-2 2-5
Epitel Renal Negatip Negatip
Kristal Negatip Negatip
Silinder Negatip Negatip
Bakteri Negatip Negatip
Yeast Negatip Negatip
Tricomonast Negatip Negatip
Lain lain Negatip Negatip

3.7. Prognosis
Ad Vitam: Ad bonam
Ad Functionam: Dubia ad bonam
Ad Sanationam: Dubia ad bonam

3.8. Laporan Operasi


- Diagnosa post op: Fistula Ureterocutan
- Operasi: Repair Fistel
- Pasien posisi litotomy dalam pengaruh general anestesi dan diberikan antibiotik
profilaksis cefotaxime 500 mg
- Dilakukan:
 Desinfeksi lapangan operasi dengan povidon iodine 10%
 Dipersempit dengan doek steril
 Dilakukan insisi ventral penis
14
- Pendapatan eksplorasi : Fistel Uretrocutan
- Uraian operasi:
 Businasi s/d 14 Fr
 Dilakukan insisi fistel  jahit dengan PDS 6-0
 Jahit kulit dengan plain Catgut
 Pasang kateter 10 Fn (NGT)
- Instruksi post operasi :
 Inj. Cefotaxime 2x200 mg
 Inj. Antrain 3x1/2 ampul
 Pertahankan kateter 4 minggu

15
3.9. Follow Up
13 Februari 2016

S) Nyeri pada luka post operasi


O) KU : cukup TD:110/70 RR : 20x/m
Kes : allert N : 88x/m Tax : 36,5
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho: C/ S1S2 tunggal e/g/m -/-/- P/ Ves+/+ Rh -/- Wh -/-
Abd: flat, BU + normal, timpani, soepel
Ext : akral hangat keempat ekstremitas, tidak ada oedem

Status urologi:
Regio flank : flank pain -/- massa -/-
Regio suprapubik : VU kesan kosong, massa (-), nyeri (-)
Regio genitalia eksterna : (status lokalis)

Status lokalis genitalia eksterna:

Inspeksi: Dressing (+), rembesan (-), DK (+), produksi urin= 500 cc/12 jam warna
kuning jernih.

Palpasi: nyeri tekan (+)

A) Fistula Uretrokutan post Repair Fistel H(1)


P) Inj. Cefotaxime 2x200 mg
• Inj. Antrain 3x1/2 ampul
• Pertahankan kateter 4 minggu

14 Februari 2016

S) Tidak ada keluhan


O) KU : cukup TD:110/70 RR : 16x/m
Kes : allert N : 76x/m Tax : 36,4
K/L : a/i/c/d -/-/-/-

16
Tho: C/ S1S2 tunggal e/g/m -/-/- P/ Ves+/+ Rh -/- Wh -/-
Abd: flat, BU + normal, timpani, soepel
Ext : akral hangat keempat ekstremitas, tidak ada oedem

Status urologi:
Regio flank : flank pain -/- massa -/-
Regio suprapubik : VU kesan kosong, massa (-), nyeri (-)
Regio genitalia eksterna : (status lokalis)

Status lokalis genitalia eksterna:


Inspeksi: Dressing (+), rembesan (-), DK (+), produksi urin= 700 cc/12 jam warna
kuning jernih.
Palpasi: nyeri tekan (-)

A) Fistula Uretrokutan post Repair Fistel H(2)


P) Inj. Cefotaxime 2x200 mg
• Inj. Antrain 3x1/2 ampul
• Pertahankan kateter 4 minggu
• KRS besok

15 Februari 2016

S) Tidak ada keluhan


O) KU : cukup TD:110/70 RR : 20x/m
Kes : allert N : 80 x/m Tax : 36,6
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho: C/ S1S2 tunggal e/g/m -/-/- P/ Ves+/+ Rh -/- Wh -/-
Abd: flat, BU + normal, timpani, soepel
Ext : akral hangat keempat ekstremitas, tidak ada oedem

Status urologi:
Regio flank : flank pain -/- massa -/-
Regio suprapubik : VU kesan kosong, massa (-), nyeri (-)
Regio genitalia eksterna : (status lokalis)
17
Status lokalis genitalia eksterna:
Inspeksi: Dressing (+), rembesan (-), DK (+), produksi urin= 600 cc/12 jam warna
kuning jernih.
Palpasi: nyeri tekan (-)

A) Fistula Uretrokutan post Repair Fistel H(3)


P) KRS
• PO Cefixime 100mg 2x1
• PO Asam Mefenamat 500 mg 2x1 /2
• Pertahankan kateter 4 minggu

18
BAB IV. KESIMPULAN

1. Telah diperiksa pasien dengan nama An. ZA usia 7 tahun datang dengan keluhan utama
terdapat lubang di bawah lubang kencing. Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
pasien didiagnosa Fistel urethrocutan post chordectomy et urethroplasty ec hypospadia.
2. Dari anamnesa didapatkan riwayat muara saluran kencing berada di penis bagian bawah dekat
buah zakar dan penis bengkok, riwayat chordectomy dan urethroplasty Mei 2016.
3. Dari pemeriksaan fisik muara saluran kencing normal, tidak terdapat chordae, terdapat fistel
urethrocutan regio mid line ventral penis  1 cm
4. Penatalaksanaan pada pasien ini telah dilakukan excise chordate, urethroplasty, dan repair
fistel urethrocutan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Baskin, L. S. (2002). Hypospadias and Genital Development. Hypospadias anei Genital


DeveIopment Symposium (pp. 1-20). San Francisco: Springer Science.

Baskin, L. S. (2006). Hypospadias: Anatomy, Etiology, and Technique. Journal of Pediatric


Surgery, 463-472.

Yassin, Tamer, Bahaaeldin, Husein K, Husein , Ayman, et.al. (2011). Assessment and
management of urethrocutaneous fistula developing after hypospadias repair.
Ann Plast Surg. 2011;7(2):88–93. JOM FK Volume 1 NO. 2 Oktober 2015

Limatahu, N., Hatibie Oley, M., & Monoarfa, A. (2012). Angka Kejadian Hipospadia Di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2009-Oktober 2012. 1-6.

Fariz M, Rodjani A, Wahyudi I. (2011). Risk factors for urethrocutaneous fistulas


formation after one stage hypospadias repair. JURI. 2011;18(2):48-54.

Chung JW, Choi SH, Kim BS, Chung SK, Risk Factors for the Development of
Urethrocutaneous Fistula after Hypospadias Repair: A Retrospective Study.
Korean J Urol.2012; 53(10): 711–15

Mouriquand, Demède, Gorduza, & Mure. (2010). Hypospadias. In R. M. Gearhart,


Pediatric Urology (pp. 535-552). Philadelphia: Elsevier.

Yiee, J., & Baskin, L. (2010). Penile Embryology and Anatomy. The Scientific World
Journal, 1174-1179.

Snodgrass WT, Shuklaar ,Canning DA. (2007). The Kelalis-King- Belman Textbook of
Clinical Pediatric Urology. 5 ed. Informa Healthcare; 2007. p. 1205-38.

ElBakry, A. (2001). Management of urethrocutaneous fistula after hypospadias repair:


10 years' experience. B J U Int. p. 88, 590-595

AT. (2004). Complications and Late Sequelae, in: Hypospadias Surgery An Illustrated
Guide. Ahmed T. Hadidi and Amir F.Azmy, 23: 273-283, Springer- Verlag, Berlin
Heidelberg, New York

Sherif Shehata, Mohamed Hashish. (2011). Management of Post Hypospadias Urethral


Fistula. Current Concepts of Urethroplasty. Dr Ivo Donkov (Ed.). InTech.
Available from: http://www.intechopen.com/b ooks/current-concepts-
ofurethroplasty/ management-ofpost- hypospadias-urethralfistula

20

Anda mungkin juga menyukai