Anda di halaman 1dari 74

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)

Disusun oleh:
Chindyria Yolanda Ihalauw, S.Ked
2018-84-086

Pembimbing:
dr. Billy Y. R. Talakua, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan refarat ini guna
penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian THT-KL dengan judul refarat
“ Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)”.

Dalam penulisan refarat ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk
penyelesaiannya. Untuk itu penulis ingin berterima kasih kepada:

1. dr. Billy Y R Talakua, Sp.THT, selaku Dokter spesialis selaku pembimbing


dalam refarat ini, yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian
refarat ini.
2. Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi
penulis dalam menyelesaikan penulisan refarat ini.
Penulis manyadari bahwa sesungguhnya refarat ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukkan berupa kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan refarat dalam waktu yang
akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga refarat ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Ambon, Mei 2019

Penulis

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1

1.2 Tujuan ………………………………………………………………….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah ………………………………………………. 3

2.1.1 Anatomi Telinga Tengah ………………………………………... 3

2.1.2 Fisiologi Pendengaran …………………………………………... 7

2.2 Otitis Media Supuratif Kronik …………………………………………. 8

2.2.1 Definisi …………………………………………………………... 8

2.2.2 Perjalanan Penyakit …………………………………………….... 8

2.2.3 Letak Perforasi …………………………………………………… 8

2.2.4Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ……………… 9

2.2.5Patogenesis …………………………………………………….......12

2.2.6 Epidemilogi ………………………………………………………..13

2.2.7 Etiologi …………………………………………………………….14

2.2.8Gejala Klinis ……………………………………………………… 16

2.2.9Diagnosis ........................................................................................ 18

2.2.10Penatalaksanaan ………………………………………………..... 20

2.2.11 Prognosis ……………………………………………………….. 26

5
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 27

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 28

6
7
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Telinga …………………………………………………. 3

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah ………………………...………………. 4

Gambar 3. Telinga kanan. Membran Timpani Normal ……………………… 5

Gambar 4. Fisiologi Pendengaran …………………………………………… 7

Gambar 5. Kolesteatom Kongenital …………………………………………. 10

Gambar 6. Kolesteatom kongenital ................................................................ 11

Gambar 7. Kolesteatom didapat ……………………………………………... 11

Gambar 8. Perforasi sentral ………………………………………………….. 22

Gambar 9. Perforasi marginal ……………………………………………….. 23

Gambar 10. Proyeksi Schuller ……………………………………………… 24

Gambar 11. Proyeksi Stanvers ……………………………………………… 24

8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga

tengah dengan perforasi membaran timpani dan sekret yang keluar dari telinga

tengah terus menerus dan biasanya hilang timbul. Otitis media supuratif kronik

(OMSK) dulunya disebut sebagai otitis media perforata (OMP). Sekret yang keluar

dari telinga biasanya encer atau kental, bening atau berupa nanah.1

Pada otitis media supuratif kronik (OMSK) selain terjadi peradangan pada

telinga tengah juga terjadi peradangan pada daerah mastoid. Otitis media supuratif

kronik juga disertai dengan proses infeksi kronik dan pengeluaran cairan (otorea)

melalui perforasi pada membran timpani disertai dengan keterlibatan mukosa

telinga tengah dan juga rongga pneumatisasi di daerah tulang temporal. Penyakit

ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali terjadi komplikasi.

Komplikasi pada pederita otitis media supuratif kronik biasanya berupa tipe

maligna seperti labirintis, meningitis, abses pada otak yang dapat menyebabkan

kematian.2

OMSK dapat terbagi atas 2 yaitu OMSK tipe aman dan OMSK tipe bahaya.

Peradangan pada OMSK tipe aman terbatas hanya pada mukosa dan biasanya tidak

mengenai tulang. Perforasinya terletak sentral dan jarang menimbulkan komplikasi

yang berbahaya. Sedangkan OMSK tipe bahaya dapat mengenai tulang, ditandai

9
dengan adanya kolesteatom dan dapat menimbulkan komplikasi intrakranial yang

antara lain seperti meningitis, abses otak otogenik, empiema subdural, abses

extradural, ensefalitis dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi ekstrakranial yang

dapat timbul adalah labirintis, paresis nervus fasialis, mastoiditis, petrositis.3

Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada

OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena

penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Kematian terjadi pada 18,6% kasus

OMSK dengan komplikasi intrakranial seperti meningitis.4

Oleh karena tingginya insiden OMSK dan beratnya komplikasi yang

ditimbulkan oleh OMSK ini, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai

judul penulisan referat.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui tentang otitis media supuratif kronik dengan lebih baik

mulai dari definisi, etiologi, hingga gejala yang di timbulkan serta pengobatan dan

penanganan yang dapat diberikan pada pasien dengan otitis media supuratif kronik.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

2.1.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustakhius

Batas bawah : Vena jugular (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : Tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis

semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),

tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Gambar 2.1 Anatomi Telinga


sumber: Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com
pada tanggal 2 April 2012.

11
Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah
sumber: Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com
pada tanggal 2 April 2012.

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus

mastoideus, dan tuba eustakhius.3,5,6

1. MembranTimpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan

memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki

panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9

mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Membran timpani berbentuk kerucut,

dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang

dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of

ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :3

a. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

c. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum

kutaneum dan mukosum.

3
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :3

a. Pars tensa

Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan

yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada

anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang

temporal.

b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.

Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Aliran

darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.

Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan

cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah

didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna

dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

Gambar 2.3 Telinga kanan. Membran Timpani Normal

Sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya

Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

2. Cavum Timpani

4
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,

bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior

atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani

mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial,

anterior, dan posterior.

Kavum timpani terdiri dari :3,5

a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus

(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)

b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot

stapedius (muskulus stapedius).

c. Saraf korda timpani.

d. Saraf pleksus timpanikus.

3. Prosesus mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah

ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah

dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah

duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad

antrum.

4. Tuba eustakhius.3,5,6

Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani

berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan

kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar

5
36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada

anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3

bagian).

Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi

masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk

menjaga agar tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara

luar.

2.1.2 Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap dan diterima oleh daun telinga selanjutnya

dialirkan kedalam meatus akustikus eksterna dan mengenai membran timpani,

sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang

pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes

menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan

perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrane

Reissener yang mendorong endolimfe dan membran basal kearah bawah,

perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (foramen

rotundum) terdorong ke arah luar.7,8

Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan

mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan

menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel

6
rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel

rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion

Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik pada saraf audiotorius lalu

dilanjutkan ke nukleus auditorius, yang kemudian meneruskan rangsangan itu

ke pusat sensorik pendengaran diotak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada

dilobus temporalis.7,8

Gambar 2.4 Fisiologi Pendengaran


sumber:Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2012.

2.2 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

2.2.1 Definisi

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga

tengah dengan perforasi membaran timpani dan sekret yang keluar dari telinga

tengah terus menerus dan biasanya hilang timbul. Otitis media supuratif kronik

(OMSK) dulunya disebut sebagai otitis media perforata (OMP).1

7
2.2.2 Perjalanan Penyakit

Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media

supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi

kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis

media supuratif kronik adalah pemberian terapi yang terlambat, terapi yang

tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah atau

higiene buruk.1

2.2.3 Letak Perforasi

Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis

OMSK. Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral,

marginal, atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa,

sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani. Pada

perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan

annulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di

pars flaksida.1

8
2.2.4 Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :4,5

a. Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)

Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas

pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe

tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan

gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi

tuba eustakhius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap

infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat

perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga

berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis

berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa

telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

b. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang).4,5

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.

Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering

mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah

terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai

menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti

mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah

9
mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan

pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan

mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang

dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1,

interleukin-6, tumornecrosis factor-α, dan transforming growth factor.

Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom

yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.

Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya

serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses

nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan

bakteri.1,3,5

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:

1. Kongenital9

Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik.

Patogenesis kolesteatom kongenital tidak sepenuhnya dimengerti.

Namun ada beberapa teori diantaranya Teed menyatakan bahwa

penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan

ganglion genikulatum, dari medial sampai ke bagian leher dari

tulang malleus. Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalami

involusi menjadi lapisan lapisan epitel telinga tengah. Jika involusi

ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan menjadi

kolesteatom kongenital.

10
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani

utuh tanpa tanda-tanda infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di

kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di serebelopontin

angle.3

Gambar 2.5 Kolesteatom Kongenital


sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya
Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

Gambar 2.6 Kolesteatom kongenital


sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya
Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

2. Didapat3

Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:

 Primary acquired cholesteatoma.

11
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran

timpani pada daerah atik atau pars flasida, timbul akibat adanya proses

invaginasi dari membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan

negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba.

Gambar 2.7 Kolesteatom didapat


sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya
Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

 Secondary acquired cholesteatoma3

Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran

timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit

dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga

tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani

karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia).

Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat

implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu

operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah

miringotomi.

12
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan

kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas

aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respon imun local yang

mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin.

Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matrix kolesteatom adalah

interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan

transforming growth factor. Zat- zat ini dapat menstimulasi sel-sel

kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu

berangiogenesis.3

2.2.5 Patogenesis

OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi

dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga

tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat

disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan

tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab

terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur

tuba pada anak yang berbeda dengan orang dewasa dan kekebalan tubuh yang

belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas,

maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut

(OMA).4,5

Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika

proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan

terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita

13
dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan

granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang

telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan

terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan

sekitarnya.4,5

2.2.6 Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan OMSK

memiliki angka kejadian sebanyak 65 sampai 330 juta di seluruh dunia; 60%

di antaranya mengalami gangguan pendengaran.10 Otitis media supuratif

kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang

berkembang sedangkan di negara maju seperti negara Inggris sekitar 0,9%

dan di Israel hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju

prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%.

Insiden OMSK bervariasi di setiap negara berkembang. Secara umum,

insiden dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras dan faktor sosioekonomi.

Kehidupan sosioekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status

kesehatan serta gizi yang buruk merupakan faktor resiko yang mendasari

peningkatan prevalensi OMSK di negara berkembang.4,11

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan

danPendengaranDepkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK ialah 3,1%-

5,2% populasi. Usia penderita infeksi telinga tengah tersering ialah 7-18

tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak ialah OMSK.12

14
2.2.7 Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang

pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari

nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah

melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan

faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s

syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang

merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host

yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi

immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan

cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat

manifest sebagai sekresi telinga kronis.5

Penyebab OMSK antara lain:

1. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,

dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.

Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara

umum, diet, tempat tinggal yang padat.

2. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden

OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor

15
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media,

tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis

media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa

yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi

keadaan kronis

4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak

bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode

kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah

Gram-negative flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas

atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan

menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada

dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar

terhadap otitis media kronis.

7. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi

dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian

16
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-

toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema

tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum

diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk

mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba

tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.5

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap

pada OMSK :

1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan

produksi sekret telinga purulen berlanjut.

2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan

pada perforasi.

3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui

mekanisme migrasi epitel.

4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan

yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah

penutupan spontan dari perforasi. 5

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

17
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada

telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat

disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi

atau timpanosklerosis.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di

mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.5

2.2.8 Gejala Klinis

1. Telinga berair (otore)


Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)

tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas

kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur

mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan

mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah

kemungkinan tuberkulosis.4,5

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

18
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,

karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan

efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli

konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali

juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang

pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan

berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen

rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila

terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat

menggambarkan sisa fungsi koklea.4,5

3. Otalgia (nyeri telinga)

Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada

merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena

terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi

akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus

lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada

tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau

trombosis sinus lateralis.5

19
4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat

erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan

vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan

menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran

infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga

bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang

serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid

ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut

menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan

riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada

membran timpani.4

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

a. Adanya abses atau fistel retroaurikular.

b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.

c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom).

d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

20
2.2.9 Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis (history-taking) 4,5,6

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita

seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala

yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani

sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk, dan intermiten.

Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk,

kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang

keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan

kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi4,5,6

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari

perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

Gambar2. 8 perforasi sentral


Sumber Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007.

21
Gambar 2.9 perforasi marginal
Sumber Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus
USU. 2007.

3. Pemeriksaan audiologi4,5,6

Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai

hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan

pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur

berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan

untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi4,5,6

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis

memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat

otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan

mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang

normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya

kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa digunakan adalah

22
proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya

pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.

Gambar2. 10 Proyeksi schuller.


Sumber Soetirto I, Hendramin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher
Edisi Ke Enam. Soepardi EA, Iskandar N(Ed). Jakarta: FKUI. 2006; 9-12.

23
Gambar 2.11 Posisi pasien saat proyeksi Stanvers
Sumber https://www.scribd.com/document/180159294/Pemeriksaan-Radiologi-dalam-Bidang-
THT-docx

Pada CT-scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom,

ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat

fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.4,5

5. Pemeriksaan bakteriologi

Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari

mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda

dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering

dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcus aureus,

dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah

Streptococcus pneumonie dan H. influenza.

Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus

paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah

24
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK

keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka

infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

2.2.10 Penatalaksanaan

Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang

menyebabkan penyakit ini menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang

menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang

terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan

operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum

operasi.3,4,5,6

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat

dibagi atas: konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna

a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk

jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,

dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas

atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi

(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta

gangguan pendengaran.

b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :

25
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak

sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga

merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):5

a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah

dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini

sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh

anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap

hari sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan

nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi

serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk

membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan

penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk

antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi

sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk

antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)

26
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan

mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.

Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan

polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya

terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa

yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-

anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan

mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement

methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika:4,5

a) Antibiotik topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret

yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret

berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang

mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan

dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan

media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.

Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk

sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang

ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.

27
Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan

kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik

adalah :

1. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.

2. Neomisin

Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik

terhadap ginjal dan telinga.

3. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan

negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.

b) Antibiotik sistemik.4,5

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan

kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan

harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan,

perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita

tersebut.

Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,

antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya

bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman

28
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua

adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.

Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,

misalnya golongan beta laktam.

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin

dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin,

dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan

secara parenteral.

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat

bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam

selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.3,4,5

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan

konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara

sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi

abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan

mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat

dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau

maligna, antara lain :3

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan

konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan

29
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah

supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi

pendengaran tidak diperbaiki.

2. Mastoidektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau

kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum

timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding yanf membatasi

antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid

diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan

mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak

diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur

hidupnya dan harus kontrol rutin ke dokter. Modifikasi operasi ini ialah

dengan memasang tandur pada rongga operasi serta membuat meatoplasti

yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat

anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,

tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan

dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah

untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan

mempertahankan pendengaran yang masih ada.

4. Miringoplasti

30
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan,

dikenal juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di

membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya

infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang

menetap. Operasi ini dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang dengan

ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 5.

5. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang

lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan

pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan

penyakit serta memperbaiki pendengaran.

Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali

harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk

rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah

timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih

dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa

mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang

operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12

bulan.

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)

Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan

pada kasus OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan

operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki

31
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa

meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatom

dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui 2 jalan

(combine approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan

melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe

bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering kambuhnya

kolesteatom kembali.

32
2.2.11 Prognosis

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila

dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari

fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya

fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui

prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.4,13

Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien

dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK

yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada

18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu

meningitis.4,13

33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Anatomi Telinga Tengah

2.1.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustakhius

Batas bawah : Vena jugular (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : Tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis

semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),

tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Gambar 2.1 Anatomi Telinga


sumber: Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com
pada tanggal 2 April 2012.

34
Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah
sumber: Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com
pada tanggal 2 April 2012.

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus

mastoideus, dan tuba eustakhius.3,5,6

2. MembranTimpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan

memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki

panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9

mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Membran timpani berbentuk kerucut,

dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang

dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of

ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :3

a. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

c. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum

kutaneum dan mukosum.

35
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :3

a. Pars tensa

Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan

yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada

anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang

temporal.

b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.

Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Aliran

darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.

Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan

cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah

didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna

dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

Gambar 2.3 Telinga kanan. Membran Timpani Normal

Sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya

Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

5. Cavum Timpani

36
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,

bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior

atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani

mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial,

anterior, dan posterior.

Kavum timpani terdiri dari :3,5

e. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus

(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)

f. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot

stapedius (muskulus stapedius).

g. Saraf korda timpani.

h. Saraf pleksus timpanikus.

6. Prosesus mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah

ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah

dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah

duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad

antrum.

7. Tuba eustakhius.3,5,6

Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani

berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan

kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar

37
36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada

anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

c. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

d. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3

bagian).

Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi

masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk

menjaga agar tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara

luar.

2.1.2 Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap dan diterima oleh daun telinga selanjutnya

dialirkan kedalam meatus akustikus eksterna dan mengenai membran timpani,

sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang

pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes

menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan

perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrane

Reissener yang mendorong endolimfe dan membran basal kearah bawah,

perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (foramen

rotundum) terdorong ke arah luar.7,8

Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan

mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan

menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel

38
rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel

rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion

Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik pada saraf audiotorius lalu

dilanjutkan ke nukleus auditorius, yang kemudian meneruskan rangsangan itu

ke pusat sensorik pendengaran diotak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada

dilobus temporalis.7,8

Gambar 2.4 Fisiologi Pendengaran


sumber:Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2012.

2.4 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

2.2.1 Definisi

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga

tengah dengan perforasi membaran timpani dan sekret yang keluar dari telinga

tengah terus menerus dan biasanya hilang timbul. Otitis media supuratif kronik

(OMSK) dulunya disebut sebagai otitis media perforata (OMP).1

39
2.2.2 Perjalanan Penyakit

Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media

supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi

kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis

media supuratif kronik adalah pemberian terapi yang terlambat, terapi yang

tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah atau

higiene buruk.1

2.2.3 Letak Perforasi

Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis

OMSK. Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral,

marginal, atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa,

sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani. Pada

perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan

annulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di

pars flaksida.1

40
2.2.4 Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :4,5

c. Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)

Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas

pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe

tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan

gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi

tuba eustakhius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap

infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat

perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga

berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis

berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa

telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

d. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang).4,5

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.

Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering

mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah

terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai

menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti

mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah

41
mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan

pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan

mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang

dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1,

interleukin-6, tumornecrosis factor-α, dan transforming growth factor.

Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom

yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.

Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya

serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses

nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan

bakteri.1,3,5

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:

3. Kongenital9

Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik.

Patogenesis kolesteatom kongenital tidak sepenuhnya dimengerti.

Namun ada beberapa teori diantaranya Teed menyatakan bahwa

penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan

ganglion genikulatum, dari medial sampai ke bagian leher dari

tulang malleus. Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalami

involusi menjadi lapisan lapisan epitel telinga tengah. Jika involusi

ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan menjadi

kolesteatom kongenital.

42
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani

utuh tanpa tanda-tanda infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di

kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di serebelopontin

angle.3

Gambar 2.5 Kolesteatom Kongenital


sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya
Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

Gambar 2.6 Kolesteatom kongenital


sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya
Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

4. Didapat3

Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:

 Primary acquired cholesteatoma.

43
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran

timpani pada daerah atik atau pars flasida, timbul akibat adanya proses

invaginasi dari membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan

negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba.

Gambar 2.7 Kolesteatom didapat


sumber: Gaya ML, Dewi MU, Nadarajah M. Otitis Media Suuratf Kronik Dan Komplikasinya
Clinical Science Session. Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. FK Andalas. Padang. 2012 .

 Secondary acquired cholesteatoma3

Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran

timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit

dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga

tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani

karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia).

Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat

implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu

operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah

miringotomi.

44
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan

kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas

aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respon imun local yang

mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin.

Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matrix kolesteatom adalah

interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan

transforming growth factor. Zat- zat ini dapat menstimulasi sel-sel

kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu

berangiogenesis.3

2.2.5 Patogenesis

OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi

dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga

tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat

disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan

tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab

terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur

tuba pada anak yang berbeda dengan orang dewasa dan kekebalan tubuh yang

belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas,

maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut

(OMA).4,5

Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika

proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan

terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita

45
dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan

granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang

telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan

terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan

sekitarnya.4,5

2.2.6 Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan OMSK

memiliki angka kejadian sebanyak 65 sampai 330 juta di seluruh dunia; 60%

di antaranya mengalami gangguan pendengaran.10 Otitis media supuratif

kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang

berkembang sedangkan di negara maju seperti negara Inggris sekitar 0,9%

dan di Israel hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju

prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%.

Insiden OMSK bervariasi di setiap negara berkembang. Secara umum,

insiden dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras dan faktor sosioekonomi.

Kehidupan sosioekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status

kesehatan serta gizi yang buruk merupakan faktor resiko yang mendasari

peningkatan prevalensi OMSK di negara berkembang.4,11

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan

danPendengaranDepkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK ialah 3,1%-

5,2% populasi. Usia penderita infeksi telinga tengah tersering ialah 7-18

tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak ialah OMSK.12

46
2.2.7 Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang

pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari

nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah

melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan

faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s

syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang

merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host

yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi

immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan

cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat

manifest sebagai sekresi telinga kronis.5

Penyebab OMSK antara lain:

9. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,

dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.

Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara

umum, diet, tempat tinggal yang padat.

10. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden

OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor

47
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media,

tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

11. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis

media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa

yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi

keadaan kronis

12. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak

bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode

kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah

Gram-negative flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

13. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas

atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan

menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada

dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

14. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar

terhadap otitis media kronis.

15. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi

dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian

48
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-

toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

16. Gangguan fungsi tuba eustachius

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema

tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum

diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk

mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba

tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.5

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap

pada OMSK :

5. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan

produksi sekret telinga purulen berlanjut.

6. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan

pada perforasi.

7. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui

mekanisme migrasi epitel.

8. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan

yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah

penutupan spontan dari perforasi. 5

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain :

7. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

49
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

8. Perforasi membran timpani yang menetap.

9. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada

telinga tengah.

10. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat

disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi

atau timpanosklerosis.

11. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di

mastoid.

12. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.5

2.2.8 Gejala Klinis

5. Telinga berair (otore)


Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)

tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas

kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur

mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan

mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah

kemungkinan tuberkulosis.4,5

6. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

50
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,

karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan

efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli

konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali

juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang

pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan

berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen

rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila

terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat

menggambarkan sisa fungsi koklea.4,5

7. Otalgia (nyeri telinga)

Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada

merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena

terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi

akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus

lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada

tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau

trombosis sinus lateralis.5

51
8. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat

erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan

vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan

menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran

infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga

bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang

serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid

ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut

menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan

riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada

membran timpani.4

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

e. Adanya abses atau fistel retroaurikular.

f. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.

g. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom).

h. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

52
2.2.9 Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:

6. Anamnesis (history-taking) 4,5,6

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita

seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala

yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani

sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk, dan intermiten.

Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk,

kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang

keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan

kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

7. Pemeriksaan otoskopi4,5,6

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari

perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

Gambar2. 8 perforasi sentral


Sumber Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007.

53
Gambar 2.9 perforasi marginal
Sumber Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus
USU. 2007.

8. Pemeriksaan audiologi4,5,6

Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai

hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan

pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur

berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan

untuk memperbaiki pendengaran.

9. Pemeriksaan radiologi4,5,6

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis

memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat

otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan

mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang

normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya

kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa digunakan adalah

54
proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya

pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.

Gambar2. 10 Proyeksi schuller.


Sumber Soetirto I, Hendramin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher
Edisi Ke Enam. Soepardi EA, Iskandar N(Ed). Jakarta: FKUI. 2006; 9-12.

55
Gambar 2.11 Posisi pasien saat proyeksi Stanvers
Sumber https://www.scribd.com/document/180159294/Pemeriksaan-Radiologi-dalam-Bidang-
THT-docx

Pada CT-scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom,

ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat

fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.4,5

10. Pemeriksaan bakteriologi

Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari

mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda

dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering

dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcus aureus,

dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah

Streptococcus pneumonie dan H. influenza.

Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus

paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah

56
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK

keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka

infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

2.2.10 Penatalaksanaan

Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang

menyebabkan penyakit ini menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang

menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang

terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan

operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum

operasi.3,4,5,6

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat

dibagi atas: konservatif dan operasi

C. Otitis media supuratif kronik benigna

a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk

jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,

dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas

atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi

(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta

gangguan pendengaran.

b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :

57
2. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak

sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga

merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):5

d) Toilet telinga secara kering (dry mopping).

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah

dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini

sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh

anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap

hari sampai telinga kering.

e) Toilet telinga secara basah (syringing).

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan

nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi

serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk

membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan

penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk

antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi

sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk

antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.

f) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)

58
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan

mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.

Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan

polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya

terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa

yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-

anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan

mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement

methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

3. Pemberian antibiotika:4,5

c) Antibiotik topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret

yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret

berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang

mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan

dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan

media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.

Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk

sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang

ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.

59
Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan

kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik

adalah :

1. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.

4. Neomisin

Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik

terhadap ginjal dan telinga.

5. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan

negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.

d) Antibiotik sistemik.4,5

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan

kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan

harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan,

perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita

tersebut.

Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,

antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya

bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman

60
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua

adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.

Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,

misalnya golongan beta laktam.

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin

dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin,

dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan

secara parenteral.

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat

bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam

selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

D. Otitis media supuratif kronik maligna.3,4,5

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan

konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara

sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi

abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan

mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat

dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau

maligna, antara lain :3

7. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan

konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan

61
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah

supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi

pendengaran tidak diperbaiki.

8. Mastoidektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau

kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum

timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding yanf membatasi

antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid

diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan

mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak

diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur

hidupnya dan harus kontrol rutin ke dokter. Modifikasi operasi ini ialah

dengan memasang tandur pada rongga operasi serta membuat meatoplasti

yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat

anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.

9. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,

tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan

dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah

untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan

mempertahankan pendengaran yang masih ada.

10. Miringoplasti

62
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan,

dikenal juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di

membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya

infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang

menetap. Operasi ini dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang dengan

ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 5.

11. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang

lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan

pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan

penyakit serta memperbaiki pendengaran.

Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali

harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk

rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah

timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih

dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa

mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang

operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12

bulan.

12. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)

Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan

pada kasus OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan

operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki

63
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa

meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatom

dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui 2 jalan

(combine approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan

melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe

bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering kambuhnya

kolesteatom kembali.

64
2.2.11 Prognosis

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila

dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari

fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya

fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui

prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.4,13

Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien

dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK

yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada

18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu

meningitis.4,13

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Telinga, Hidung

Tenggorok, Kepala dan Leher.Ed 7th. Jakarta: FKUI; 2012.

2. Pasyah MF, Wijana. Otitis Media Supuratif Kronik pada Anak. UNPAD.

2016; 4(1). 1-5.

3. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.

4. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar

Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala

Leher. Kampus USU. 2007.

5. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap

Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik

Medan. Medan : FK USU. 2003.

6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.

Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.

7. Ganong William. Pendengaran dan Keseimbangan: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. 2008. h. 179-185.

8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;

2012.

9. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al

(editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia :

Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.

66
10. Gould JM, Matz PS. Otitis media. PediatRev. 2010;31(3):102-10.

11. Bhat KV, Naseeruddin K, Nagalothimath US, Kumar PR, Hedge JS.

Cortical mastoidectomy in quiescent, tubotympanic, chronic otitis media: Is

it routinely necessary? J Laryngol Otol. 2009;123;383-90.

12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman upaya kesehatan telinga dan

pencegahan gangguan pendengaran untuk puskesmas. Jakarta: Depkes RI,

2003.

13. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media

Supuratif Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.

67

Anda mungkin juga menyukai