Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MITRAL STENOSIS

Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Kardiovaskuler

Yang Di Bina Oleh :

Ns. Yulia Candra Lestari, S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH:

GRISNA PUTRI LIDU


1501070394

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan
dan penyertaan-Nya kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah
ini dengan tepat waktu untuk memenuhi tugas mata kuliah Kardivaskular Makalah ini berisi
tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Mitral Stenosis”

Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulisan dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan seperti
kata pepatah “ Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, oleh sebab itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa.

Malang, Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ..........................................................................................4


2.2 Etiologi...............................................................................................5
2.3 Tanda dan Gejala................................................................................5
2.4 Patofisiologi .......................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................7
2.6 Pemeriksaan Laboratorium.................................................................8
2.7 Penatalaksanaan .................................................................................8
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian .........................................................................................9


3.2 Diagnosa.............................................................................................11
3.3 Perencanaan........................................................................................11
3.4 Penatalaksanaan .................................................................................18
3.5 Evaluasi..............................................................................................18
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.........................................................................................19
4.2 Saran...................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah
pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets,
yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian
ventrikel kiri saat diastole. Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal
jantung kongestif dinegara-negara berkembang.
Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun seiring dengan
penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada
streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular
menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab
penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94%
dengan penyakit katup jantung.
Seperti diluar negeri maka kasus stenosis mitral memang terlihat pada orang-orang
dengan umur yang lebih tua dan biasanya dengan penyakit penyerta baik kelainan
kardiovaskuler atau yang lain sehingga lenih merupakan tantangan. Dengan
perkembangan dibidang ekokardiografi diagnosis stenosis mitral, derejat berat
ringannya dan efek pada hipertensi pulmonal sudah dapat di ambil alih yang
sebelumnya hanya dapat dilakukan dengan prosedur invasive kateterisasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari kelainan katup mitralis.?
2. Apa saja yang menjadi etiologi dari kelainan katup mitralis.?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari kelainan katup mitralis.?
4. Bagaimana patofisiologi dari kelainan katup mitralis.?
5. Bagaimana proses pemeriksaan diagnostik dari kelainan katup mitralis.?
6. Bagaimana proses pemeriksaan laboratorium dari kelainan katup mitralis.?
7. Bagaimana cara penatalaksanaan dari kelainan katup mitralis.?
8. Bagaimana cara pengkajian dari kelainan katup mitralis.?
9. Bagaimana cara diagnosa keperawatan dari kelainan katup mitralis.?
10. Bagaimana tindakan perencanaan dari kelainan katup mitralis.?
11. Bagaimana pelaksanaan dari kelaina katup mitralis.?
12. Hal-hal apasaja yang perlu dievaluasi dari kelainan katup mitralis.?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian dari kelainan katup mitralis
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang etiologi dari kelainan katup mitralis.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang tanda dan gejalah dari kelainan katup
mitralis.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang patofisiologi dari kelainan katup
mitralis.
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan diagnostic dari kelainan
katup mitralis.
6. Untuk mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan laboratorium dari kelainan
katup mitralis
7. Untuk mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan dari kelainan katup
mitralisUntuk mengetahui dan memahami tentang pengkajian dari kelainan katup
mitralis
8. Untuk mengetahui dan memahami tentang diagnose keperawatan dari kelainan
katup mitralis
9. Untuk mengetahui dan memahami tentang tindakan perencanaan dari kelainan
katup mitralis.
10. Untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan dari kelainan katup
mitralis
11. Untuk mengetahui dan memahami tentang hal-hal yang perlu dievaluasi dari
kelainan katup mitralis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Stenosis mitral merupakan penyakit pada daun katup mitral. Insiden tertinggi
penyakit katup adalah pada katup mitralis, diikuti oleh katup aorta. Stenosis mitral di
identifikasikan dengan adanya penebalan yang progresif dan pengerutan bilah-bilah
katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran
darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar 3 jari. Pada kasus stenosis
berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil.
Mitral stenosis adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel. Pasien
dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal,
kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek.
Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup
mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Meningkatnya tekanan
vena pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak dengan radiografi berupa
pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru dibandingkan dengan
pembuluh darah untuk bagian bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan
katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang
jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan
efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas
menjadi pendek serta gejala lainnya.

2.2 Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi
yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus. Diperkirakan 90%
stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun
jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus
(SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s
disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus
maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses
ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura
serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan
menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup
mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi
dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda
mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan
daun katup menjadi bentuk (funnel shape.)

2.3 Tanda dan Gejala


Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di
dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan
tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner).
Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung
akan berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah
merasakan lelah dan sesak nafas.
Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-
lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.
Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh
beberapa buah bantal atau duduk tegak.
Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis
katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler
pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium
kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan
tidak teratur.

2.4 Patofisiologi
Bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya
demam rheuma. Selain itu, oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang
menyebabkan tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip
dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang
katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral. Pada proses
perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama
kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan
terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan
opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila
kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan
terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi
pembesaran atrium kanan. Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan
terjadinya fibrilasi atrium.
Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri menyebabakan terjadi
aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke vena pulmonalis, selanjutnya
menuju ke pembuluh darah paru-paru dan mengakibatkan penurunan curah sekuncup
ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan
kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium. Meningkatnya
volume darah pada pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan
hidrostatiknya meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan
perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru yang kemudian bisa
menyebabkan sesak napas pada penderita. Selain itu, akan menyebabkna hipertensi
arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal
jantung kanan.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


a. Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan
ventrikel kiri melewati katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm),
peninggian tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan
curah jantung.
b. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
c. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan,
fibrilasi atrium kronis.
d. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular,
tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
e. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan
masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan
daun-daun katup.
f. Gambaran Radiologi
Mitral stenosis menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-
perubahan pada pembuluh darah paru-paru. Perubahan pembuluh darah paru ini
tergantung pada beratnya mitral stenosis dan kondisi dari jantung. Konveksitas dari
dari batas kiri jantung mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada
kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi
mitral, dimana salah satunya menonjol. Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika
insufisiensi mitral terlibat secara signifikan.

2.6 Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi dan Palpasi.
Apeks biasanya normal tetapi kadang-kadang sulit ditemukan vibrasi saat palpasi
dirasakan akibat bunyi jantung pertama yang mengeras dan dapat diraba adanya
diastolic thriil.
b. Auskultasi.
- Bunyi jantung pertama yang mengeras
Dapat terjadi apabila mitral masih dapat bergerak (mobil) belum terlalu kaku
dan belum mengalami kalsifikasi.
- Openting snap.
Terdengar di apeks atau parasternal kiri, terjadi sebagai akibat katup
terdorong secara cepat ke arah ventrikel kiri, karena perubahan tekanan yang
besar antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada awal diastolik.
- Bising diastolik/rumbling
Timbul sebagai akibat turbulensi aliran darah yang melewati atrium mitrale
yang sempit.
- Bunyi jantung P2 yang mengeras
- Bising graham steel.
2.7 Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam
rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep
throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati.

b. Pengobatan
- Terapi medika mentosa
Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat
denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium. Jika terjadi gagal
jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.
Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara
mengurangi volume sirkulasi darah.
Antibiotik juga di berikan sebelum menjalani berbagai tindakan
pembedahan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi katub jantung.
- Terapi pembedahan
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin
perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katub. Pada prosedur valvuloplasti
balon, lubang katub diregangkan. Kateter yang pada ujungnya terpasang balon,
dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup,
balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu.
Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan.
Jika kerusakan katubnya terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik
atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian fokus yang dapat dilakukan terkait kasus stenosis mitral adalah sebagai
berikut :
1. Auskultasi memperdengarkan bising diastolik dan bunyi jantung pertama (sewaktu
katup AV menutup) mengeras dan opening snap akibat hilangnya kelenturan daun
katup.
2. Elektrokardiogram menggambarkan pembesaran atriun kiri (gelombang P melebar
dan bertakik, deikenal sebagai P mitrale) bila iramanya sinus normal, hipertrofi
ventrikel kanan, dan fibrilasi atrium.
3. Radiogram thorax menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan,
kongesti vena pulmonalis, edema paru-paru interstitial, redistribusi vaskular paru-
paru ke lobus atas, kalsifikasi katup mitral.
4. Temuan hemodinamika menunjukkan peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi
katup mitral, peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis
dengan gelombang a yang prominent peningkatan tekanan arteria paru-paru, curah
jantung rendah, peningkatan tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan vena
jugularis, dengan gelombang a yang bermakna di bagian atrium kanan atau vena
jugularis, jika ada insufisiensi trikuspidalis.

Pengkajian lainnya dapat berupa :

 Data Subyektif
 Biodata pasien dan penanggung jawab
 Keluhan utama :Dyspnea atau orthopnea, Kelemahan fisik (lelah) biasanya
menjadi keluhan utama pasien dengan stenosis mitral.
 Riwayat kesehatan yang meliputi:
 Riwayat penyakit sekarang (klien dengan stenosis mitral biasanya
mengeluh sesak napas dan kelelahan),
 Riwayat penyakit dahulu (kaji adanya riwayat demam rematik dan infeksi
pernapasan atas),
 Riwayat penyakit keluarga : tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi
terjadinya stenosis mitral.
 Basic promoting physiology of health yang meliputi aktivitas dan latihan (klien
biasanya mengeluh sesak napas dan kelelahan saat beraktivitas), tidur dan istirahat
(biasanya pola istirahat klien bertambah karena klien akan sering beristirahat
karena kelelahan belum lagi klien akan sering terbangun di malam hari karena
sesak), kenyamanan dan nyeri, nutrisi, cairan, elektrolit dan asam basa, oksigenasi
(klien biasanya mengeluh sesak saat beraktivitas dan juga dapat sering terbangun
pada malam hari karena sesak napas), eliminasi fekal/bowel, eliminasi urin,
sensori, persepsi, dan kognitif.
 Pemeriksaan fisik, yang meliputi keadaan umum (dapat dinilai meliputi kesadaran
klien, GCS, vital sign), kepala, leher (bias diperiksa adanya distensi JVP), dada
(dapat dipakai untuk menilai pulmo dan jantung), abdomen, genitalia, rectum,
ekstremitas
 Pengkajian Psikososial
- Sesak napas berpengaruh pada interaksi
- Aktivitas terbatas

- Takut menghadapi tindakan pembedahan

- Stress akibat kondisi penyakit dengan prognosis yang buruk

 Data Obyektif
- Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.
- Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.
- Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan
bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-
mur/S3, bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena
adanya hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal
dapat terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP
dapat meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral,
- fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal.
- Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.
3.2 Diagnose Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan danya hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah perifer;
penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
c. Intoleran aktifitas berhubungan dengan adanya penurunan curah jantung, kongestif
pulmunal.
d. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya perpindahan tekanan
pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan
retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
e. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
3.3 Perencanaan
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri
ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah
jantung dapat diminimalkan.

Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas
gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam
aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
2. Catat bunyi jantung.
3. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
4. Pantau intake dan output setiap 24 jam.
5. Batasi aktifitas secara adekuat.
6. Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
Rasional
1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
2. Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
3. Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak
adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi
aliran darah pada ventrikel.
4. Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi
cairan dan natrium.
5. Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
6. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan
meningkatkan kerja jantung.
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer;
penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan
adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang,
akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak
ada
oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Intervensi
1. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung,
letargi, pinsan).
2. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan
nadi perifer.
3. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
4. Dorong latihan kaki aktif/pasif.
5. Pantau pernafasan.
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi
abdomen, konstipasi.
7. Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
Rasional
1. Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung,
dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2. Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Indikator adanya trombosis vena dalam.
4. Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
resiko tromboplebitis.
5. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea
tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
6. Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI,
contoh kehilangan peristaltik.
7. Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat
beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.

Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi
20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada,
kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
2. Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.
3. Pertahankan klien tirah baring selama sakit akut
4. Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
5. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6. Evaluasi tanda vital ketika kemajuan aktivitas terjadi
7. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktifitas
8. Pertahankan pertambahan oksigen sesuai instruksi
9. Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan natrium)
10. Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien
11. Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas
dan perawatan diri.
12. Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
13. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
14. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat
defekasi.
15. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat
tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar
berdiri dst.
Rasional
1. Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung. Selain itu juga respon klien
terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2. Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole. Selain itu juga
menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen.
3. Untuk mengurangi beban jantung
4. Untuk meningkatkan aliran balik vena
5. Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena
6. Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktifitas
7. Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu
memaksa kerja jantung
8. Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
9. Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas
jantung
10. Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode
kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.
11. Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas
individu.
12. Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung.
13. Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
14. Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava)
dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia
dengan peningaktan TD. Selain itu juga mengejan mengakibatkan kontraksi
otot dan vasokontriksi yang dapat meningkatkan preload, tahanan vaskular
sistemis, dan beban jantung.
15. Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan
mencegah aktifitas berlebihan.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada
kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan
retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan)
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume
cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat
diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Intervensi
1. Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
2. Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.
3. Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung
keseimbnagan cairan.
4. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
5. Berikan diet rendah natrium/garam.
6. Delegatif pemberian diiretik.
Rasional
1. Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung.
2. Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan.
3. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang
pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung.
4. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan
pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
5. Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
6. Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan.
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas
adekuat.
Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat
diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Intervensi
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3. Dorong perubahan posisi sering.
4. Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.
5. Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
7. Delegatif pemberian diuretik.
Rasional
1. Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru
maksimal.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
6. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada bagian paru yaitu pada bagian
alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
7. Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
f. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, perembesan cairan,
kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran alveoli, dan resistensi
cairan interstitial.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil : klien tidak sesak napas, frekuensi pernapasan dalam batas normal
16-24x/menit, respon batuk berkurang, output urine 30ml/jam.
Intervensi
1. Auskultasi bunyi napas (cracles)
2. Kaji adanya edema
3. Ukur intake dan output cairan
4. Timbang berat badan
5. Pertahankan total pemasukan cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskular
Rasional
1. Indikasi edema paru, akibat sekunder dekompensasi jantung
2. Waspadai adanya gagal kongesti/kelebihan volume cairan
3. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan output urin
4. Perubahan berat badab tiba-tiba menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
5. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan
pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung
6. Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan
kebutuhan miokardium
7. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi
cairan di jaringan sehingga menrunkan resiko terjadinya edema paru
8. Hipokalemia dapat membatasi efektifitas terapi
3.4 Pelaksanaan

- Tirah baring di sertai elevasi bagian kepala tempat tidur untuk memperbaiki
pernafasan.
- Terapi oksigen
- pembedahan komisurotomi
3.5 Evaluasi
1. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
2. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital
dalam rentang normal, dan tak ada edema.
3. Nyeri hilang/terkontrol.
4. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
5. Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari tiori diatas dapat disimpulkan bahwa stenosis mitral merupakan penebalan
progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral yang menyebabkan penyempitan
lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal, pembukaan katup mitral
adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampi
selebar pensil ,penyebab stenosis (katup) yang paling sering adalah endokarditis
rematik dan yang lebih jarang adalah tumor, pertumbuhan bakteri, klasifikasi, serta
trombus.

4.2 Saran

Setelah mengetahui tentang penyakit katup (mitral stenosis), kita diharapkan untuk
menjaga kesehatan kita, dengan mengubah pola hidup yang tidak sehat.misalnya; pola
makan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Dongoes, Marylin S.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A.2006. patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6. Jakarta:
EGC
Guyton and Hall.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai