Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat
dan protein. Lemak bisa menghasilkan 9 kkal/gram. Lemak dan minyak
terutama disusun oleh atom utama karbon (C), hydrogen ( H), dan oksigen
(O), tetapi mengandung jumlah hydrogen lebih banyak dan oksigen lebih
sedikit dibandingkan karbohidrat. lemak dan minyak sendiri merupakan
bagian dari kelompok lipid, yaitu kelompok lipid sederhana yang disusun oleh
dua komponen utama yaitu asam lemak dan gliserin
Selain itu, lemak dan minyak juga merupakan bahan baku yang
banyak digunakan dalam pengolahan pangan, seperti margarine, minyak
goreng, dan produk olahan. Selain itu, lemak dan minyak juga memiliki
fungsi yang penting sebagai sumber energi, berkontribusi pada pembentukan
tekstur dan mutu sensori pada produk pangan, dan juga pelarut bagi vitamin
esensial larut lemak ( A, D, E, K ).
( Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Halaman 84)
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa itu lemak dan minyak ?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis dari lemak dan minyak ?
1.2.3 Bagaimana sifat dari lemak dan minyak ?
1.2.4 Bagaimana analisis kualitatif dan kuantitatif lemak dan minyak ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Sebagai salah satu referensi pembelajaran materi Lemak dan Minyak

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN LEMAK DAN MINYAK

Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk


golongan lipid. Suatu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipid
(termasuk minyak dan lemak) adalah kelarutannya dalam pelarut organik
(pelarut non polar dan sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut air dan
pelarut polar lainnya. Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang
dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat, sedangkan minyak
adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair
(Rohman Abdul, Sumantri, 2007, Analisis Makanan, Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press halaman-73)

Lemak dan minyak adalah senyawa ester non polar yang tidak larut
dalam air, yang dihasilkan oleh tanaman dan hewan. Lemak dan minyak
yang dihasilkan dari tanaman disebut lemak nabati sedangkan yang berasal
dari hewan disebut lemak hewani.
(Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan, Jakarta: PT. Dian Rakyat. Halaman
154)
2.1.1 Reaksi Pembentukan Lemak dan Minyak
Dalam struktur lemak dan minyak, asam lemak terikat pada gliserol melalui
ikatan kovalen sehingga terbentuk ester gliserol. Ikatan yang terbentuk
adalah antara gugus karboksil pada asam lemak dan gugus hidroksil pada
gliserin. Setiap pembentukan ikatan kovalen akan membebaskan satu
molekul air sehingga reaksinya disebut reaksi polimersi kondensasi. Karena
gliserin memiliki tiga gugus hidroksil maka gliserin dapat mengikat
maksimum tiga rantai asam lemak dan dapat melepaskan maksimal tiga
molekul air untuk membentuk trigliserida.

2
Gambar reaksi pembentukan lemak sederhana trigliserida

Lemak dan minyak pada umumnya, merujuk pada kelompok trigliserida


karena umumnya senyawa ini mengandung tiga buah asam lemak. Substituen
yang terikat pada struktur gliserol ditunjukkan menurut sistem stereospecific
number (sn). Misalnya bila trigliserida mengandung asam palmitat (C1), asam
oleat (C2) dan asam stearat (C3) maka diberi nama sn-gliseril-1-palmitat-2-
oleat-3-stearat. Kata gliserin kadang-kadang dihilangkan sehingga bisa
dituliskan palmiti-oleo—stearin. Jika triglisrida mengandung dua molekul
asam palmitat dan satu asam stearat maka dapat dituliskan dipalmitostearin
atau stearodipalmittin.
Trigliserida bersifat non-polar karena gugus hidroksil pada gliserin
telah disterifikasi oleh gugus karboksil dari asam lemak. Oleh karena itu,
trigliserida bersifat tidak larut air, tetapi larut dalam senyawa organik non-
polar, seperti heksana dan eter. Dengan demikia, lemak dari sumber bahan
pangan dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut nonpolar tersebut.
(Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan. PT. Dian Rakyat. Jakarta Halaman
168 )

2.2 PENGGOLONGAN LEMAK

3
Lemak dan minyak adalah kelompok lipid sederhana dari eter gliserol
yang disusun oleh asam lemak dan gliserin. Dalam struktur lemak dan
minyak, molekul gliserin mengikat tiga rantai asam lemak dan membentuk
senyawa ester yang bersifat non polar. Lemak dan minyak tidak membentuk
struktur molekul yang panjang sebagaimana pada struktur polisakarida.
Panjang struktur molekul lemak dan minyak tergantung pada jenis asam
lemak yang terikat pada gliserin.
Lemak dan minyak berbeda dari sifat fisiknya pada suhu ruang. Istilah lemak
(fat) umumnya digunakan untuk ester gliserol berbentuk cair. Perbedaan sifat
fisik ini disebabkan oleh komposisi asam lemak penyusunnya. Lemak
mengandung asam lemak jenuh lebih banyak,sedangkan minyak mengandung
asam lemak tidak jenuh lebih banyak. Karena titik leleh lemak jenuh lebih
tinggi daripada lemak tidak jenuh maka lemak cenderung berbentuk padat,
sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu ruang. Diantara contoh lemak
yang berbentuk padat adalah butter dan margarin, sedangkan contoh minyak
yang berbentuk cair adalah minyak sawit, minyak kanola, minyak kedelai,
dan lain-lain. Sifat fisik lemak dan minyak dari sumber yang berbeda
umumnya berbeda karena adanya perbedaan dalam proporsi asam lemak
penyusunnya dan struktur kimia dari masing-masing trigliserida.
(Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan. PT. Dian Rakyat. Jakarta Halaman
156-157)

2.2.1 ASAM LEMAK


Asam lemak pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah
atom C (karbon), ada atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan
rangkap serta letak ikatan rangkap. Berdasarkan struktur kimianya, asam
lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA)
yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sedangkan asam
lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak
jenuh (unsaturated fatty acids), dibedakan menjadi Mono Unsaturated

4
Fatty Acid (MUFA) memiliki 1 (satu) ikatan rangkap, dan Poly
Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan 1 atau lebih ikatan rangkap.2

A. ASAM LEMAK JENUH


Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) adalah asam lemak
yang tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon. Ini berarti
asam lemak jenuh tidak peka terhadap oksidasi dan pembentukan
radikal bebas seperti halnya asam lemak tidak jenuh.

(Sartika. 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No.


4. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak
Trans terhadap Kesehatan)

B. ASAM LEMAK TAK JENUH


Asam Lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/
MUFA) merupakan jenis asam lemak yang mempunyai 1 (satu)
ikatan rangkap pada rantai atomkarbon. Asam lemak ini tergolong
dalam asam lemakrantai panjang (LCFA), yang kebanyakan
ditemukandalam minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kacang
tanah,minyak biji kapas, dan kanola.

(Sartika. 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No.


4. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak
Trans terhadap Kesehatan)

Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (Poly Unsaturated Fatty


Acid/PUFA)

Asam Lemak tak jenuh jamak (Poly Unsaturated Fatty


Acid/PUFA) adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih
ikatan rangkap, bersifat cair pada suhu kamar bahkan tetap cair
pada suhu dingin, karena titik lelehnya lebih rendah dibandingkan

5
dengan MUFA atau SFA. Asam lemak ini banyak ditemukan pada
minyak ikan dan nabati seperti saflower, jagung dan biji matahari.
(Sartika. 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No.
4. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak
Trans terhadap Kesehatan)

Gambar
Asam Lemak Jenuh

Gambar
Asam
Lemak Tak Jenuh Tunggal

Gambar Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk

(Sartika. 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 4.


Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap
Kesehatan)

2.2.2 GLISERIN

6
Gliserin adalah senyawa organik polar yang terdiri atas tiga
atom karbon yang mengikat tiga gugus hidroksil (-OH). Ketiga gugus
karboksil ini bersifat reaktif dan dapat diesterifikasi oleh asam lemak.
Struktur molekul gliserin dapat dilihat pada gambar dibawah:

Gambar Struktur Kimia Gliserin


(Sartika. 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 4.
Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap
Kesehatan)

2.3 SIFAT FISIKA DAN KIMIA


2.3.1 Sifat Fisika
Berat jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu mengapung
ke atas dalam campuran air dan minyak. Sifat fisik trigliserida
ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia asam lemak yang
membentuknya. Titik cair, dengan demikian tingkat kepadatannya
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai asam lemak dan
Tabel Karakteristik Asam Lemak

7
tingkat kejenuhannya semakin banyak mengandung asam lemak rantai
pendek dan ikatan tidak jenuh, semakin lunak dan cair lemak tersebut.
Sebaliknya semakin banyak mengandung asam lemak-jenuh rantai
panjang, seperti asam palmitat dan asam stearat yang terdapat pada
lemak hewan, semakin padat lemak tersebut sifat trigliserida juga
ditentukan oleh posisi ω (omega) dan posisi asam lemak pada molekul
gliserol.

1. Titik Cair
Dalam minyak dan lemak terdapat berbagai jenis trigliserida
karenanya titik cair minyak dan lemak tidak tajam tetapi merupakan
suatu kisaran suhu. Kekuatan ikatan antar radikal asam lemak dalam
kristal mempengaruhi pembentukan kristal yang berarti juga
mempengaruhi titik cair lemak. Makin kuat ikatan antar molekul asam
lemak, makin banyak panas yang diperlukan untuk pencairan kristal.
Asam lemak dengan ikatan yang tidak begitu kuat memerlukan energi
panas yang lebih sedikit untuk mencairkan kristal-kristalnya,
karenanya titik cairnya akan menjadi lebih rendah.
Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi juga oleh sifat
asam lemak, yakni daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam
kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C. Jumlah ikatan
rangkap dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin
panjang rantai C titik cair akan semakin tinggi. Sebagai contohnya asm
butirat ( C = 4 ) mempunyai titik cair -8◦C, sementara asam stearat ( C
= 16 ) mempunyai titik cair 63◦C
Titik cair menurun dengan bertambahnya demgan ikatan
rangkap. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut: ikatan antar
molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat, sebab rantai pada ikatan
rangkap (cis) tidak lurus. Makin banyak ikatan rangkap, maka ikatan
makin lemah yang berarti titik cair makin rendah. Demikian pula,
asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada

8
asam lemak tidak jenuh. Adanya bentuk trans pada asam lemak
menyebabkan lemak atau minyak mempunyai titik cair yang lebih
tinggi daripada adanya bentuk cis.

Prosedur penentuan titik cair


Lemak atau minyak dicairkan kemudian pipa kapiler gelas dicelupkan
sehingga cairan masuk ke dalam pipa. Ujung pipa ditutup dan
diangkat, sementara ujung yang lain ditutup dengan jalan dipanaskan
di atas api spiritus sehingga ujung pipa meleleh dan tertutup lalu
dibekukan dalam pendingin (4-10◦C) pipa kapiler yang digunakan
berdiameter 1 mm dan panjang 5-10 cm. Pada pipa kapiler, selanjutnya
diikatkan suatu termometer dan dicelupkan ke dalam air dingin yang
suhunya dinaikkan secara bertahap rata-rata 0,5◦C tiap menit. Lemak
akan berangsur-angsur menajdi jernih sebelum mencair sempurna.
Pemanasan air diteruskan sampai isi pipa kapiler menjadi jernih. Suhu
yang menunjukkan cairan dalam pipa kapiler jernih merupakan titik
cair lemak atau minyak
(Rohman Abdul, Sumantri, 2007, Analisis Makanan, Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press: Halaman 74-78)

2. Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan perbandingan berat suatu volume minyak atau
lemak pada suhu 25◦C dengan berat air pada volume dan suhu yang
sama

Prosedur Penentuan Bobot Jenis:


Sampel minyak atau lemak dimasukkan dalam piknometer lalu ditutup
dan direndam dalam air pada suhu 25◦C ±0,2 selama 30 menit. Bagian
luar piknometer dikeringkan lalu ditimbang. Dengan cara yang sama
piknometer diisi air dengan jumlah volume yang sama lalu ditimbang.

Bobot jenis minyak =

a = bobot piknometer dan minyak


b = bobot piknometer kosong

9
c= bobot piknometer dan air

(Rohman Abdul, Sumantri, 2007, Analisis Makanan, Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press: Halaman 74-78)

3. Indeks Bias
Pengukuran indeks bias lemak/minyak berguna untuk menguji
kemurnian lemak/minyak. Indeks bias meningkat dengan
bertambhanya rantai C, derajat ketidakjenuhan, dan suhu yang
semakin tinggi. Indeks bias ini terkait erat dengan bilangan iodium
karenanya dapat digunakan untuk pengendalian proses hidrogenasi.
Alat yang digunakan untuk menentukan indeks bias minyak
atau lemak adalah refraktometer. Penentuan indeks bias minyak
dilakukan pada suhu 25◦C sementara untuk lemak pada suhu 40◦C.
Nilai indek bias dipengaruhi oleh suhu dan dapat dihitung dengan cara
berikut:
R = R’ + k (T”-T)
R = Indeks bias pada suhu T◦C
R’= Indeks bias pada suhu T’◦C
k= faktor koreksi, untuk minyak= 0,000385
(Rohman Abdul, Sumantri, 2007, Analisis Makanan, Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press: Halaman 74-78)
4. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air. Hal ini
disebabkan oleh adanya asam lemak berantai berkarbon panjang dan tidak
adanya gugus polar.

(Buckle,K.A., dkk. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press:


Jakarta Halaman 328)

2.3.2 Sifat Kimia


1. Reaksi Kimia Lemak dan Minyak
Reaksi kimia yang melibatkan lemak/minyak, diantaranya
adalah reaksi hidrogenasi, reaksi penyabunan, reaksi hidrolisis, reaksi
oksidasi, serta reaksi intra-esterifikasi. Reaksi-reaksi pada lemak

10
melibatkan gugus fungsional (ester) dan ikatan-ikatan rangkap pada
rantai asam lemak.

2. Reaksi Hidrolisis Lemak


Reaksi hidrolisis lemak atau lipolisis adalah reaksi pelepasan
asam lemak bebas (free fatty acid)dari gliserin dalam struktur
molekul lemak. Reaksi hidrolisis dapat terjadi pada lemak yang
mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Reaksi hidrolisis
dapat dipicu oleh adanya aktivitas enzim lipase atau pemanasan ynag
menyebabkan pemutusan ikatan ester dan pelepasan asam lemak
bebas. Setiap pelepasan satu molekul asam lemak bebas memerlukan
satu molekul air. Reaksi hidrolisis lemak dapat membebaskan ketiga
asam lemak dan gliserin. Pembentukan bau tengik menunjukkan
bahwa lemak sudah mengalami kerusakan. Pembentukan bau tengik
yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis, baik dipicu oleh adanya
aktivitas enzim lipase maupun proses pemanasan, disebut ketengikan
hidrolitik. Derajat pembentukan bau tengik lemak yang rusak
dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang dibebaskan.
3. Reaksi Hidrogenasi

11
Reaksi hidrogenasi adalah reaksi adisi hidrogen ke dalam
rantai asam lemak tidak jenuh pada sisi karbon yang mengandung
ikatan rangkap. Rekasi hidrogenasi mengubah lemak tidak jenuh
menjadi lemak jenuh. Reaksi hidrogenisasi akan dipercepat dengan
proses pemanasan dan adanya katalisator metal, misalnya nikel.

Reaksi hidrogenasi ini menghasilkan gliseril stearat (tristearin),


dimana ketiga ikatan rangkap yang terdapat pada C9 diadisi oleh gas
hidrogen. Asam lemak yang terikat pada gliserin berubah menjadi
asam stearat yang jenuh (C18:0).

Reaksi hidrogenasi ini meningkatkan titik leleh trigliserida dari


-17 menjadi 55 sehingga triolein yang berbentuk cair pada suhu
ruang berubah menjadi tristearin yang berbentuk padat. Reaksi
hidrogenasi merupakan tahapan dalam proses produksi margarin atau
shorteningdari minyak cair.

4. Reaksi Penyabunan
Reaksi penyabunan terjadi apabila lemak, misalnya gliseril
palmitat (tripalmitin) dipanaskan dengan adanya alkali (sodium
hidroksida) yang dapat menyebabkan ester gliserin terkonversi
menjadi garam Na-palmitat dan gliserin. Prinsip reaksi ini digunakan
dalam proses produksi sabun secara komersial.

5. Reaksi Autooksidasi Lemak

12
Reaksi oksidasi ini akan memicu pembentukan produk
primer, sekunder, dan tersier yang berisifat volatil sehingga
menyebabkan lemak atau produk yang mengandung lemak menjadi
berbau tengik dan tidak layak dikonsumsi.
Oksidasi lemak adalah salah satu reaksi kimia yang
menyebabkan kerusakan lemak, terutama lemak yang mengandung
asam lemak tidak jenuh. Reaksi oksidasi lemak melibatkan ikatan
rangkap pada rantai karbon. Reaksi oksidasi lemak dapat dipicu oleh
adanya oksigen, enzim peroksidase, radiasi (cahaya), dan ion metal
polivalen. Apabila lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh
(R – H) teroksidasi oksigen dan dipicu oleh adanya panas maka
ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh akan
terputus dan oksigen akan menjadi bagian dari molekul. Pada
mulanya, atom karbon yang terdapat ikatan jenuhnya akan
membentuk radikal bebas dengan membebaskan atom hidrogen.
Selanjutnya, radikal bebas yang aktif ini akan mengkat oksigen untuk
membentuk radikal peroksida. Radikal peroksids juga bersifat reaktif
dan segera akan mengambil ayom hidrogen yang terikat pada karbon
yang memiliki ikatan rangkap dari asam lemak lainnya sehingga
terbentuk radikal bebas baru. Pengikatan hidrogen oleh peroksida
akan membentuk hidroperoksida (ROOH), sedangkan radikal bebas
yang baru akan mengulang reaksi yang serupa dengan sebelumnya.
Karena adanya reaksi pembentukan radikal bebas baru oleh peroksida
ini sebagai hasil reaksi oksidasi maka rekasi oksidasi lemak ini
bersifat autooksidasi.
(Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan. PT. Dian Rakyat. Jakarta
Halaman 176-179 )

2.4 FUNGSI LEMAK


1. Sumber energi

13
Lemak dan minyak merupakan sumber energy paling padat,
yang menghasilkan 9 kkalori untuk tiap gram, yaitu 21/2 kali besar
energy yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah
yang sama. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan
energy tubuh paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi
berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat energy : karbohidrat,
lemak, dan protein. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai
berikut : 50% di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling
organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuscular
2. Sumber asam lemak esensial
Lemak merupakan sumber asam lemak esensial asam linoleat
dan linolenat
3. Alat angkut vitamin larut lemak
Lemak mengandung vitamin larut lemak tertentu. Lemak susu
dan minyak ikan laut tertentu mengandung vitamin A dan B dalam
jumlah berarti. Hampir semua minyak nabati merupakan sumber
vitamin E. minyak kelapa sawit mengandung banyak karotenoid
(provitamin A). lemak membantgu transportasi dan absorbsi vitamin
larut lemak yaitu A,D,E,K
4. Menghemat protein
Lemak menghemat penggunaan protein untuk sintesis protein,
sehingga protein tidak digunakan sebagai sumber energy

5. Memberi rasa kenyang dan kelezatan


Lemak memperlambat sekresi asam lambung dan
memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak memberi rasa
kenyang lebih lama

6. Sebagai pelumas

14
Lemak merupakan pelumas dan membantu pengeluaran sisa
pencernaan
7. Memelihara suhu tubuh
Lapisan lemak dibawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah
kehilangan panas tubuh secara cepat dengan demikian lemak berfungsi
juga dalam memelihara suhu tubuh
8. Pelindung organ tubuh
Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh seperti
jantung, hati dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap
di tempat nya dan melindunginya terhadap benturan dan bahaya lain.
(Almatsier, Sunita., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama Hal 60-61)

2.5 METABOLISME LEMAK


Simpanan lemak. Simpanan lemak dalam tubuh terutama dilakukan di
dalam sel lemak dalam jaringan adipos. Sel-sel adipos mempunyai enzim
khusus pada permukaannya, yaitu lipoprotein lipase (LPL) yang dapat
melepas trigliserida dan lipoprotein, menghidrolisisnya dan meneruskan
hasil hidrolisis kedalam sel. Didalam sel terdapat enzim lain yang merakit
kembali bahan-bahan hasil hidrolisis menjadi trigliserida untuk disimpan
sebagai cadangan energy . sel-sel adipos menyimpan lemak setelah
makanan bilamana kilomikron dan VLDL yang mengandung lemak
melewati sel-sel tersebut.
Penggunaan lemak untuk energi. Bila sel membutuhkan energy, enzim
lipase dalam sel adipos menghidrolisis simpanan trigliserida menjadi
gliserol dan asam lemak serta melepasnya kedalam pembuluh darah. Di
sel-sel yang membutuhkan, komponen-komponen ini kemudian dibakar
dan menghasilkan energy, CO2 dan H2O. pada tahap akhir hidrolisis,
setiap pecahan berasal dari lemak mengikat pecahan berasal dari glukosa
sebelum akhirnya dioksidasi secara komplit menjadi CO2 dan H2O. lemak

15
tubuh tidak dapat dihidrolisis secara sempurna tanpa kehadiran
karbohidrat. Tanpa karbohidrat akan diperoleh hasil antara pembakaran
lemak berupa bahan-bahan keton yang dapat menimbulkan ketosis.
Tubuh mempunyai kapasitas tak terhingga untuk menyimpan lemak.
Namun, tidak sepenuhnya dapat menggantikan karbohidrat sebagai
sumber energy. Otak, system saraf dan sel darah merah membutuhkan
glukosa sebagai sumber energy.
(Almatsier, Sunita., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama Hal 70-71)

2.6 PRODUK LEMAK/MINYAK DAN APLIKASINYA DALAM


PENGOLAHAN PANGAN
Lemak dan minyak memiliki sifat fungsional yang berguna dalam
pengolahan pangan, diantaranya mempengaruhi warna, flavor, tekstur,
kelembutan emulsifikasi, dan medium pindah panas dalam proses
pemasakan.

a. Butter
Butter dibuat dari lemak susu (krim). Dalam proses
pembuatan butter, krim susu dipisahkan dengan cara sentrifugasi,
kemudian lemak yang terpisah dipasteurisasi untuk
menginaktifkan enzim lipase dan membunuh mikroba. Butter
difermentasi sitrat dengan penambahan kultur bakteri. Proses
fermentasi ini dapat menghasilkan residu senyawa kimia yang
memberikan flavor khas pada butter, seperti asam lemak dan
diasetil. Butter mengandung sekitar 80% lemak dan merupakan
emulsi air dalam lemak (w/o). Tekstur butter dipengaruhi oleh
jenis asam lemak yang menyusun lemak.

b. Margarin

16
Margarin adalah produk turunan lemak nabati/hewani
yang merupakan emulsi air dalam minyak (w/o)yang
mengandung minimal 80% lemak. Margarin dibuat dengan cara
mencampurkan lemak dan minyak nabati/hewani tertentu dengan
ingredien lain serta difortifikasi dengan vitamin larut lemak,
seperti vitamin A dan vitamin D. Adanya provitamin A (beta-
karoten)memberikan warna kuning pada margarin. Sehingga bila
digunakan dalam proses pengolahan maka lemak/minyak dapat
berkontribusi pada pembentukan warna kuning dari produk.
c. Shortening
Shortening adalah lemak semi-padat yang dapat
menghasilkan tekstur renyah dan rasa gurih dalam berbagai
produk yang berasal dari tergu, seperti produk bakteri. Shortening
dikenal juga sebagai lemak putih atau mentega putih. Shortening
dapat berasal dari lemak hewani, lemak nabati atau campuran dari
keduanya. Lemak hewani yang biasanya digunakan di negara-
negara Eropa, Amerika, Australia seperti tallow (lemak sapi) atau
lard (lemak babi). Proses yang dilakukan untuk membuat
shortening hewani adalah pemisahan dari jaringan otot.
Pencampuran , pengadukan dan pembentukan tekstur.

BAB III

17
ANALISA KUANTITATIF DAN KUALITATIF

3.1 ANALISA KUANTITATIF


Cara kimia, minyak atau lemak dapat ditentukan parameter-parameter
sebagaimana dibawah ini yang tujuannya untuk mengetahui kualitas
minyak atau lemak. Semua lemak , atau minyak mempunyai bilangan-
bilangan khas dalam suatu kisaran nilai. Oleh karena itu, untuk identifikasi
diperlukan beberapa pengujuian sekaligus. Berikut adalah beberapa
pengujian yang sering digunakan dalam minyak atau lemak.

1. Bilangan Asam
Bilangan asam atau nilai asam dan juga dikenal dengan indeks
keasaman didefinisikan sebgai banyaknya miligram kalium hidroksida
(KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram
minyak, lemak, resin, balsam, atau senyawa-senyawa organik serupa
dengan komposisi yang kompleks.
Bilangan asam juga dapat diungkapkan sebagai banyaknya
natrium hidroksida (NaOH) 0.1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam bebas dalam 10 gram minyak atau lemak. Bilangan ini
ditentukan dengan cara titrasi terhadap sejumlah sampel dalam alkohol
atau dalam larutan alkohol-eter menggunakan larutan baku alkali
dengan indikator fenolftalein atau PP.

Prosedur penentuan bilangan asam


Sebanyak lebih kurang 5 gram lemak atau minyak ditimbang
secara seksama, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Dan ditambah
50 ml alkohol 95% netral. Setelah ditutup dengan pendingin balik,
larutan dipanaskan sampai mendidih dan digojok kuat-kuat untuk
melarutkan asam lemak bebasnya, setelah dingin, larutan lemak
dititrasi dengan larutan baku KOH 0,1 N menggunakan indikator
fenolftalein atau PP. titik akhir titrasi tercapai apabila terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang selama 0,5 menit. Apabila cairan yang

18
dititrasi berwarna gelap dapat ditambahkan pelarut yang cukup banyak
dan atau indikator bromotimol biru sampai terbentuk warna biru.

Fungsi penentuan bilangan asam ini adalah untuk mengetahui


kemurnian dan kualitas minyak atau lemak yang diuji. Sebagai contoh
balsam tolu mempunyai bilangan asam tidak kurang dari 112 dan tidak
lebih dari 168. Balsam tolu terdiri atas 12 sampai 15 % asam sinamat
dan bebas dari asam benzoat. Jika bilangan asam kurang dari 112
menunjukkan bahwa kandungan asam dalam balsam rendah sehingga
kualitasnya rendah atau kemungkinan terjadi pemalsuan, sebaliknya
jika bilangan asam lebih besar dari 168 maka menunjukkan
kemungkinan terjadinya pemalsuan dengan senyawa-senyawa yang
mempunyai bilangan asam tinggi seperti resin.
Kadang- kadang bilangan asam juga dinyatakan dengan
derajat asam yakni banyaknya ml KOH 0,1 N yang diperlukan untuk
menetralkan 100 gram minyak atau lemak.

Selain itu, bilangan asam juga sering dinyatakan sebagai kadar asam
lemak bebas.

19
BM = berat molekul asam lemak
2. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan atau nilai penyabunan atau bilangan
KOETTSDORFER didefinisikan sebagai banyaknya mg KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan lemak secara sempurna dari 1 g lemak
atau minyak

Prosedur Penentuan Bilangan Penyabunan :


Sebanyak kurang lebih 5 g minyak atau lemak yang ditimbang
dengan seksama, dimasukkan dalam labu erlenmeyer 200 ml, lalu
ditambah 50 ml larutan KOH-etanolik yang dibuat dari 40 g KOH
dalam 1 L etanol. Setelah itu ditutup dengan pendingin balik dan
dididihkan dengan hati-hati selama 30 menit. Larutan selanjutnya
didinginkan dan ditambah beberapa tetes indikator

Gambar Reaksi yang terjadi


pada penentuan bilangan penyabunan

fenolftalein (pp). Kelebihan larutan KOH dititrasi dengan larutan


baku HCL 0,5 N. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH ini
diperlukan titrasi blangko, yakni dengan prosedur yang sama kecuali
tanpa bahan lemak atau minyak

20
Minyak dan lemak alami merupakan ester gliserol yang
biasanya tersusun atas asam –asam lemak yang mempunyai atom C
antara 16-18 atom karbon sehingga besarnya bilangan penyabunan
dari masing-masing lemak atau minyak alami tidak berbeda jauh.
Penentuan bilangan penyabunan dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya gliserida yang asam lemaknya tersusun atas atom karbon
kurang dari 16 atau atom karbon lebih dari 18 karena besarnya
bilangan penyabunan berbanding terbalik dengan rata-rata berat
molekul asam penyusun trigliserida ( minyak dan lemak).

3. Bilangan ester
Bilangan ester merupakan jumlah miligram KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Bilangan
ester = ( bilangan penyabunan – bilangan asam )

4. Bilangan Hehner
Kebanyakan lemak tidak larut dalam air, akan tetapi lemak
yang mengandung asam lemak dengan berat molekul rendah sedikit
larut dalam air, misal lemak susu. Bilangan Hehner merupakan
presentase jumlah asam lemak yang tidak larut dalam air ( termasuk
juga bahan yang tidak tersabunkan ) yang terdapat dalam 100 gram
minyak atau lemak.

Prosedur penentuan bilangan Hehner


Larutan alkohol yang masih tertinggal pada sisa penentuan
bilangan penyabunan diuapkan. Sabun yang diperoleh dilarutkan
dengan air panas dan dipindahkan ke dalam gelas piala. Sabun yang
telah dipindahkan ditambahkan 10 ml HCL pekat dan dipanaskan
sampai semua asam lemak naik ke permukaan lalu dididihkan. Cairan
ini disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Asam lemak
yang masih tinggal dalam gelas piala dicuci dengan air panas
kemudian didinginkan, disaring. Asam lemak yang ada pada kertas
saring dicuci dengan air dingin. Setelah itu, dipindahkan pada gelas

21
lain yang telah ditimbang kemudian dikeringkan pada suhu 100◦ -
105◦ setelah dingin ditimbang, kemudian dihitung persentase asam
lemak yang tidak larut dalam air dan bahan yang tidak tersabunkan.

Bilangan Hehner =
A = Bobot residu pada penentuan bulangan Hehner (dalam gram)
G = Bobot sampel minyak pada penentuan bilangan penyabunan
(dalam gram)

5. Bilangan Iodium
Bilangan iodium atau angka iodium didefinisikan sebagai
banyaknya iodium yang diserap oleh 100 gram minyak, lemak atau
senyawa-senyawa lain. Bilangan ini merupakan pengukuran
kuantitatif yang menyatakan banyaknya asam-asam lemak tidak
jenuh baik dalam bentuk bebas atau dalam bentuk ester, yang
terdapat dalam minyak atau lemak karena asam lemak ini mempunyai
sifat yang mampu menyerap iodium

Prosedur penentuan bilangan iodium


Sebanyak kurang lebih 0,5 g bahan lemak atau minyak
ditimbang secara seksama, lalu dimasukkan dalam labu iodium
(Iodine Flask). Larutan selanjutnya ditambah 10 ml kloroform atau
karbon tetraklorida dan 25 ml pereaksi iodium-bromida dan dibiarkan
di tempat gelap selama 30 menit dengan kadangkala digojog. Larutan
kemudian ditambah 10 ml larutan KI 15% dan 50-100 ml aquadest
yang telah dididihkan, lalu dititrasi segera dengan larutan baku
natrium tiosulfat 0,1 N sampai alrutan berwarna kuning pucat, lalu
ditambah 2ml larutan pati 0,5%. Titrasi dilanjutkan sampai warna
biru tepat hilang. Dilakukan juga titrasi blanko dengan cara sebanyak
25,0 ml pereaksi iodium-bromida, ditambah 10 ml KI 15% 100 ml
aquadest yang telah dididihkan dan dititrasi dengan larutannatrium
tiosulfat 0,1 N sampai larutan berwarna kuning pucat kemudian

22
ditambah 2 ml larutan pati 0.5%. Titrasi dilanjutkan sampai warna
biru tepat hilang.

Bilangan iodium =

Penentuan bilangan iodium penting untuk melakukan karakterisasi


minyak atau lemak. Disamping itu juga dapat digunakan untuk
mengetahui apakah minyak atau lemak itu murni atau tidak.

Tabel Harga Beberapa Bilangan Iodium

23
NO Senyawa Bilangan Iodium

1 Minyak jarak (castor oil) 83 sampai 88

2 Minyak jagung (corn oil) 102 sampai 128

3 Minyak kapas (cottonseed oil) 109 sampai 116

4 Lanolin hidrous 18 sampai 36

5 Lanolin anhidrous 18 sampai 36

6 Asam oleat 85 sampai 95

7 Minyak zaitun 79 sampai 88

8 Minyak sesami 103 sampai 116

9 Asam stearat t.I.d. 4

10 Setyl alkohol t.I.d. 2

Keterangan : t.l.d = tidak lebih dari


(Rohman Abdul, Sumantri, 2007, Analisis Makanan, Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press halaman 78-84)

2.7 ANALISA KUALITATIF


1. Uji Kelarutan Lipid
Tujuan
Mengetahui kelarutan lipid pada pelarut tertentu
Dasar
Pada umumnya, lemak dan minyak tidak larut dalam air, tetapi
sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam pelarut organik
seperti eter,kloroform,aseton,benzena atau pelarut nonpolar lainnya.
Minyak dalam air akan membentuk emulsi yang tidak stabil
karena bila dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua

lapisan. Sebaliknya, minyak dalam soda ( ) akan membentuk

24
emulsi yang stabil karena asam lemak yang bebas dalam larutan lemak
bereaksi dengan soda membentuk sabun.Sabun mempunyai daya aktif
permukaan, sehingga tetes-tetes minyak menjadi tersebar seluruhnya.
Bahan dan Alat
1. Minyak kelapa
2. Alkohol 96%
3. Kloroform
4. Eter
5. Air suling (aquades)
6. Larutan 0,5%
7. Tabung reaksi
8. Penjepit tabung
9. Pipet ukur
10. Pipet tetes
Prosedur
1. Siapkan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering. Berturut-turut isilah
dengan air suling, alkohol 96%, eter, klororform, dan larutan
0,5% sebanyak 1 ml
2. Tambahkan pada setiap tabung 2 tetes minyak kelapa
3. Kocoklah sampai homogen, lalu biarkan beberapa saat
4. Amati sifat kelarutannya

2. Uji Pembentukan Emulsi


Tujuan
Mengetahui terjadinya pembentukan emulsi dari minyak
Dasar
Emulsi adalah dispersi atau suspensi menstabil suatu cairan
dalam cairan lain dimana keduanya tidak saling melarutkan. Agar
terbentuk emulsi yang stabil, diperlukan suatu zat pengemulsi yang
disebut emulsifier atau emulsifying agent yang berfungsi menurunkan
tegangan permukaan antara kedua fase cairan. Bahan emulsifier dapat
berupa protein, gom, sabun, atau garam empedu.
Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat, baik pada minyak maupun air. Emulsifier

25
akan membentuk lapisan di sekeliling minyak sebagai akibat
menurunnya tegangan permukaan dan diadsorpsi melapisi butir-butir
minyak satu sama lain.
Bahan dan Alat
1. Minyak kelapa
2. Larutan 0,5%
3. Larutan sabun
4. Larutan protein 2%
5. Larutan empedu encer
6. Tabung reaksi
7. Pipet ukur atau tetes
Prosedur
1. Siapkan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering.
Tabung 1 : isi 2 ml air dan 2 tetes minyak kelapa
Tabung 2 : isi 2 ml air, 2 tetes minyak kelapa, dan 2 tetes
0,5%
Tabung 3 : isi 2 ml air, 2 tetes minyak kelapa, dan 2 tetes larutan
sabun
Tabung 4 : isi 2 ml larutan protein 2%, dan 2 tetes minyak kelapa
Tabung 5 : isi 2 ml larutan empedu encer dan 2 tetes minyak kelapa
2. Kocoklah setiap tabung dengan kua, lalu biarkan beberapa saat
3. Amati terjadinya pembentukan emulsi

3. Uji Ketidakjenuhan Minyak


Tujuan
Mengetahui sifat ketidakjenuhan minyak atau lemak
Dasar
Komposisi asam lemak dalam triglierida terdiri atas asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam
lemak yang tidak mempunyai ikatan rangkap, sedangkan asam lemak
tidak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai satu atau lebih ikatan
rangkap.
Sumber asam lemak jenuh banyak terdapat dalam hewan
(lemak hewan) seperti asam palmitat. Dan asam stearat, sedangkan asam

26
lemak tidak jenuh kebanyakan berasal dari tanaman (minyak nabati)dan
beberapa di antaranya merupakan asam lemak esensial seperti asam oleat,
asam linoleat, dan asam linolenat. Asam lemak tidak jenuh dapat
menghilangkan air brom karena adisi brom pada ikatan rangkap.
Bahan dan Alat
1. Minyak kelapa
2. Margarin atau lemak padat
3. Kloroform
4. Air brom
5. Tabung reaksi
6. Pipet ukur atau tetes
Prosedur
1. Masukkan 2 tetes minyak kelapa ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 2 ml kloroform
3. Tambahkan setes demi setetes air brom sambil dikocok hingga warna
merah air brom tidak berubah
4. Hitung jumlah tetesan yang dibutuhkan
5. Ulangi percobaan menggunakan margarin atau lemak padat
6. Bandingkan jumlah tetesan yang dihasilkan

4. Uji Penyabunan Minyak


Tujuan
Mengetahui terjadinya hidrolisis pada minyak oleh alkali
Dasar
Lemak dan minyak dapat terhidrolisis, lalu menghasilkan
asam lemak dan gliserol. Proses hidrolisis yang disengaja biasa dilakukan
dengan penambahan basa kuat, seperti NaOH atau KOH, melalui
pemanasan dan menghasilkan gliserol dan sabun. Proses hidrolisis
minyak oleh alkali disebut reaksi penyabunan atau saponifikasi

Bahan dan Alat


1. Minyak kelapa
2. Alkohol 95%
3. NaOH
4. Erlenmeyer

27
5. Tabung reaksi
6. Alat pemanas
Prosedur
Hidrolisi minyak kelapa (saponifikasi)
1. Masukkan 5 ml minyak kelapa ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan 1,5 g NaOH dnn 25 ml alkohol 95%
3. Panaskan sampai mendidih selama 15 menit
4. Untuk mengetahui apakah reaksi penyabunan telah sempurna,
ambillah 3 tetes larutan kemudian larutkan dalam air. Bila larut, maka
menunjukkan reaksi telah sempurna
5. Setelah sempurna, uapkan alkohol yang tersisa sampai habis
6. Dinginkan, lalu tambhakan 75 ml air dan panaskan sampai semua
sabun larut

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan
dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta

28
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
Rohman Abdul, Sumantri, 2007, Analisis Makanan, Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
Sartika. 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 4.
Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap
Kesehatan
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

29

Anda mungkin juga menyukai