Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Analisa Kuantitatif dan Kualitatif
Kimia analitik bisa dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut snalisis kuanlitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia: mengenali
unsur atau senyawa apa yang ada dalam suatu sampel. Umumnya dalam kuliah kimia, para
mahasiswa pertama kali dihadapkan dengan analisis kualitatif ketika sejumlah unsur
dipisahkan dan diidentifikasi melalui pengendapan dengan hydrogen sulfide. Produk-produk
organic yang disintetis dalam laboratprium bisa diidentifikasi dengan menggunakan teknik-
teknik instrumentasi seperti spektroskopi inframerah dan resonansi magnetic nuklir
(Underwood, 1998).
Data yang diperoleh dapat ditinjau lebih lanjut dan data yang diperoleh juga dapat
digunakan untuk menetapkan komponen atau penyusun bahan tersebut (Haryadi, 1993).
Prinsipnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada
penambahan tiap titrasi, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperkirakan
indikator/diperlukan indicator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 2003).
Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat tertentu yang
terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali dinyatakan
sebagai konstituen atau analit, menyunsun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel
yang dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyunsun lebih dari sekitar 1% dari
sampel, maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Zat itu dianggap konstituen minor
jika jumlahnya berkisar antara 0,01 hingga 1% dari sampel. Terakhir, suatu zat yang hadir
hingga kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen peunut (trace) (Underwood, 1998).
Klarifikasi lain dari analisis kuantitatif bisa didasarkan pada ukuran dari sampel yang
tersedia untuk dianalisis. Pembagiannya tidak jelas, tetapi secara kasar dapat diungkapkan
sebagai berikut: jika sampel memiliki bobot lebih dari 0,1 g, maka analisanya tercakup dalam
analisis makro, jika sampel memiliki bobot sekitar 10 sampai 100 mg, maka analisisnya
disebut analisis semimikro; analisis mikro dipakai untuk sampel dengan bobot di antara 1
sampai 10 mg; dan analisis ultramikro melingkupi sampel dalam orde mikrogram
(Underwood, 1998).
Analisa dapat diartikan sebagai usaha pemisahan suatu kesatuan ilmiah (dalam ilmu
sosial) atau suatu kesatuan materi bahan menjadi komponen penyusunnya sehingga dapat
dikaji secara langsung (Sudarmadji, 1989).

II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 2

Zat yang ditetapkan tersebut seringkali dinyatakan sebagai konstituen/analit yang


menyusun sebagian besar atau sebagian kecil dari sample yang dianalisis (Underwood, 2002).
Kata analisa (analisis) berasal dari bahasa Yunani kuno yang masuk kedalam bahasa
Latin modern yaitu kata analusis yang berarti melepaskan. Kata analusis sendiri terdiri atas
dua suku kata, yaitu ana yang berarti kembali dan luein yang berarti melepas sehingga
analuein berarti melepas kembali atau mengurai (Sudarmadji, 1989).
Analisa kuantitatif adalah analisis kimia yang mencari kadar kandungan komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu cuplikan atau sampel (Pudjaatmaka, 2002).
Analisa kuantitatif bertujuan menentukan kadar ion atau molekul suatu sampel
(Sumardjo, 2006).
Suatu analisis yang lengkap terdiri dari lima tahap utama : (1) pencuplikan sampel,
yaitu pemilihan suatu sampel yang representative dari material yang dianalisis; (2) pelarutan
sampel; (3) konversi analit menjadi suatu bentuk yang cocok untuk diukur; (4) pengukuran;
serta (5) perhitungan dan penafsiran dari hasil pengukuran tersebut. Seringkali para pemula
hanya melaksanakan tahap 4 dan 5, karena biasanya tahap-tahap ini merupakan tahap yang
paling mudah (Underwood, 1988).
Selain tahap-tahap yang disebutkan di atas, ada beberapa tahap operasi lain yang
dibutuhkan. Jika sampel berupa zat padat, mungkin kita perlu mengeringkan sebelum
menganalisisnya. Pengukuran berat yang akurat terhadap sampel tersebut (atau volumenya
jika berupa gas) harus dilaksanakan karena hasil-hasil kuantitatif biasanya dilaporkan dalam
suatu relatif, misalnya, jumlah gram analit per 100 g sampel (persen berat) (Underwood, 1988).
Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada
titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai
reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi
dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari
oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi
redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri
menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar.
Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam
sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang
berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai
reduktor (Karyadi, 1994).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 3

Titrimetrik adalah salah satu divisi besaran dalam kimia analitik. Perhitungan yang
tercakup di dalamnya didasarkan pada hubungan stoikiometrik dari reaksi kimia yang
sederhana. Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi kimia seperti berikut:

A + tT produk

Dimana  molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul pereaksi, T. Pereaksi T, yang


disebut titran, ditambahkan secara kontinu, biasanya dari sebuah buret, dalam wujud larutan
yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar, dan konsentrasinya
ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan standarisasi. Penambahan dari titran tetap
dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan pada A.
selanjutnya akan dikatakan titik equivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan
harus berhenti menambahkan titran, kimiawan dapat menggunakan bahan kimia yaitu
indikator, yang bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan
perubahan warna. Perubahan warna ini bisa saja terjadi persis pada titik ekivalen, tetapi bisa
juga tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya disebut titik akhir. Tentu
saja diharapkan, bahwa titik akhir ini sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Pemilihan
indikator untuk membuat kedua titik sama (atau mengoreksi perbedaan diantara keduannya)
adalah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetrik. Indikator visual hanyalah satu
diantara beberapa metode yang dipergunakan untuk mendeteksi titik akhir dari titrasi. Teknik
lain, yang mendeteksi perubahan tiba-tiba dalam sebuah kondisi fisika atau kimia suatu
larutan, juga ada (Underwood, 2002).
Analisis titrimetri dianggap lebih baik dalam menunjukkan proses titrasi dibandingkan
dengan analisis volumetri (Pudjaatmaka, 1994).
Analisa titrimetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran
volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang
ditentukan (Rivai, 2006).
Istilah titrasi mengacu pada proses pengukuran volume dari titran yang dibutuhkan
untuk mencapai tiitk ekivalen. Alih-alih istilah análisis titrimetrik telah bertahun-tahun istilah
análisis volumetrik dipergunakan. Kendatipun demikian, istilah titrimetrik lebih diminati
karena pengukuran volumen tidak harus terikat dengan titrasi. Dalam análisis yang jelas,
misalnya, seorang dapat mengukur volumen dari suatu gas (Underwood, 2002).
Reaksi kimia yang mungkin diperlakukan sebagai basis dari penentuan titrimetrik telah
dikelompokkan ke dalam empat tipe :

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 4

1. asam-basa. Ada sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditemtukan oleh titrimetrik.
Jika HA mewakili asam yang akan ditentukan dan B mewakili basa, reaksinya adalah
sebagai berikut:
HA + OH- A- + H2O
dan
B + H3O+ BH+ + H2O
Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat, seperti natrium
hidroksida dan asam klorida.
2. Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi diperginakan
secara luas dalam análisis titrimetrik. Sebagai contoh, besi dengan tingkat oksidasi +2
dapat dititrasi dengan sebuah larutan estándar dari serium (IV) sulfat :
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Unsur pengoksidasi lainnya yang sering dipergunakan sebagai titran adalah kalium
permanganat, KMnO4. Reaksinya dengan besi (II) dalam larutan asam adalah
5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
3. Pengendapan. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan secara
luas dalam prosedur titrimetrik. Reaksinya adalah sebagai berikut
Ag+ + X- AgX
Di mana X- berupa ion klorida, bromida, iodida, ataupun tiosianat (SCN-).
4. Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi dimana terbentuk suatu kompleks stabil
antara ion perak dan sianida :
Ag+ + 2CN- Ag(CN)2-
Reaksi ini adalah sebagai dasar dari metode Liebig untuk penetapan sianida. Pereaksi
organik tertentu, seperti asam etilenadiaminatetraasetat (EDTA), membentuk kompleks
stabil dengan jumlah ion logam dan digunakan secara luas untuk penentuan titrimetrik
dari logam-logam ini (Underwood, 2002).
Sejauh ini, relatif sedikit reaksi kimia yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk
titrasi. Sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat
dipergunakan:
1. Reaksi tersebut harus diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu. Seharusnya ada reaksi
sampingan.
2. Reaksi tersebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi. Cara lain
untuk mengatakannya adalah bahwa konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 5

haruslah amat besar. Jika persyaratan ini dipenuhi, akan terjaadi perubahan yang besar
dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik ekivalensi.
3. Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai. Harus
tersedia beberapa indikator atau metode instrumental agar analis dapat menghentikan
penambahan dari titran.
4. Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat diselesaikan dalam
beberapa menit.
(Underwood, 2002).
Perhatikan, sebagai contoh dari suatu reaksi cocok untuk titrasi, penentuan konsentrasi
dari larutan asam klorida melalui titrasi dengan natrium hidroksida standar. Hanya satu reaksi.
H3O+ + HO- 2H2O K= 1 x 1014
Dan reaksi ini berjalan cepat. Reaksi ini berlangsung sampai benar-benar selesai. Pada titik
ekivalen pH larutan berubah beberapa bagian untuk beberapa tetes titran, dan tersedia
sejumlah indikator yang bereaksi pada perubahan pH ini dengan berubah warna.
Dengan kata lain, reaksi antara asam borat dengan natrium hidroksida,
HBO2 + OH- BO2- + H2O K= 6 X 104
Tidak cukup sempurna untuk memenuhi persyaratan 2; konstanta kesetimbangan hanya
sekitar 6 x 104. Untuk alasan ini, perubahan pH untuk beberapa tetes titran pada titik
equivalen sangat kecil, dan isi titran yang dibutuhkan tidak dapat ditentukan dengan akurasi
tinggi (Underwood, 2002).
Reaksi antara etil alkohol dengan asam asetat juga tidak cocok untuk titrasi, karena
sangat lambat untuk kenyamanan dan tidak berjalan baik sampai selesai. Reaksi antara
timah(II) dengan kalium permanganat tidak memuaskan kalau udara tidak hilang. Reaksi
sampingan dapat terjadi karena timah telah teroksidasi dahulu dengan oksigen dalam
atmosfer. Pengendapan dari ion metal tertentu oleh ion sulfida memenuhi semua persyaratan
di atas terkecuali nomor 3; karena tidak tersedia indikato yang cocok (Underwood, 2002).

Pengertian Iodometri
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti
proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron.
Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan
oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan
oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 6

sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya
saja (Grachies, 2012).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator
dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator
adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) (Grachies, 2012).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan
kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri adalah titrasi redoks
dengan I2 sebagai penitar (Grachies, 2012).
Titrasi iodometri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang potensial
oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi
oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu
secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya (Grachies,
2012).
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang
ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan
larutan baku tiosulfat (Rakhmi, 2012).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5 H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap
standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat
padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni
merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam
penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang
membebaskan iodium dari iodide, suatu proses iodometri (Rakhmi, 2012).
Titik ekivalen ditunjukkan dengan indikator amilum yang memberi warna biru dengan
iod. Dengan iodometri dapat ditentukan kadar zat-zat yang dapat bereaksi dengan iod atau
zat-zat yang bereaksi dengan iodide (KI) membebaskan iod (Rakhmi, 2012).
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodide pada konsentrasi
<105 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada
pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 7

air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Dengan formamida penyerangan
kanji oleh mikroorganisme paling sedikit (Rakhmi, 2012).
Metode titrasi iodometri tak langsung adalah berkenaan dengan titrasi dan iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodometri),
digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodide (KI), dan karena itu spesi reaksitifnya adalah
ion triiodida, I3- (Rakhmi, 2012).
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan
dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran karena faktor kecepatan reaksi dan
kurangnya jenis indikator yang dapat dipakai untuk iodida. Oleh sebab itu, iodometri
merupakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawa
iodida yang digunakan di dalam percobaan ini adalah KI yang ditambahkan secara berlebih
pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2- (Rakhmi, 2012).
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan reaksi oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas
dalam analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi yang
berbeda- beda, menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks. Dalam banyak
prosedur analisis, analitnya memiliki lebih dari satu kondisi oksidasi sehinggaharus
dikonversi menjadi satukondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi (Underwood, 2002).
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relatif merupakan reduktor lemah.
Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan trriodida (KI3). Oleh karena itu I2(s)+
2e- --------> 2I- , E˚ = 6,21 adalah reaksi pada permulaan reaksi. Iodium dapat dimurnikan
dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan
gelap (khopkar, 1990).
Dalam proses-proses analitik, iodin dipergunakan sebagai sebagai agen pengoksidasi
(iodometri), dan ion iodida dipergunakan sebagai agen pereduksi (iodometri). Dapat
dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsure reduksi untuk
titrasi langsung dengan iodin, karena itu jumlah dari penentuan –penentuan iodometri adlah
sedikit. Namun demikian, banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara
lengkap dengan iodida, dan aplikasi dari iodometri cukup banyak. Kelebihan dari iodida
ditambahkan ke dalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin, yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodin dan natrium toisulfat
berlangsung sempurna. Banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat dianalisa dengan
menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak
agen pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium
tiosulfat biasa digunakan sebagai titrannya. Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai
pentahidrat,N2S2O3.5H2O, dan larutan – larutannya distandarisasi terhadap sebuah standar

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 8

primer. Larutan larutan tersebut tidak stabil dalam jangka waktu yang lama, sehingga boraks
atau natrium karbonat sering kali ditambahkan sebagai bahan pengawet. Iodin mengoksidasi
tiosulfat sebagai ion tetrationat. Reaksinya berjalan cepat sampai selesai dan tidak ada reaksi
sampingan. Berat ekivalen dari N2S2O3.5H2O adalah berat molekularnya 248,17 karena satu
electron per satu molekul hilang. Sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-
standar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni merupakan standar yang jelas
namun jarang dipergunakan dikarenakan sulitnya dalam penanganan dan penimbangan. Yang
lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang
akan membebaskan iodin dari iodida , sebuah proses iodometri (Underwood, 2002).
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik
dan anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun demikian, agar titrasi reoks ini dapat
berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus dipenuhi :
1. Harus bersedia pasangan sistem electron redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
elekron secara stoikiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara teratur.
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
(Rivai, 2006).
Larutan baku iod dapat dibuat dari unsur murninya. Standarisasinya dapat dilakukan
dengan asam arsenit (H3AsO3) sebagai standar primernya. Kelemahannya adalah :
1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap.
2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.
3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebagai berikut :
4I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa, yakni pada pH > 9 karena akan terjadi reaksi
sebagai berikut :
I2 + OH- HOI + I-
3HOI + 3OH- 2I- + IO3- + 3H2O
(Ibnu, 2005).
Penentuan kandungan iodium dalam berbagai sampel telah dilakukan dengan berbagai
metode diantaranya adalah titrasi iodometri. Metode ini merupakan metode konvensional
berdasarkan reaksi redoks yang sering digunakan dalam analisis iodium tetapi banyak
mempunyai kelemahan. Metode lain adalah spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi,
metode aktivasi netron, spektofotometri berdasarkan reaksi redoks antara serum (Ce) dan
arsen (As) (Cahyadi, 2004).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 9

Jika ion iodida dengan suasana asam dicampur dengan ion dikromat maka iodida
dioksidasi menjadi I2. Persamaan reaksi sebagai berikut :
6I- + 14 H+ + Cr2O72- 3I2 + Cr3+ + 7H2O
Sedangkan jika ditambahkan dengan ion hipoklorit akan terbentuk I2 dengan melepas I-. Jika
ditambahkan indicator kanji akan terbentuk warna hitam kebiruan dalam larutan yang netral
atau sedikit atau sedikit basa (Vogel, 1990).
Dalam titrasi iodometri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi, namun
dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi
yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik
adalah sedikit. Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi
untuk dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yang jauh lebih
rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit, timah (II) dan ferosianida,
zat-zat ini bereaksi lengkap dan cepat dengan iod bahkan dalam larutan asam. Dengan zat
pereduksi yang agak lemah, misal arsen trivalen atau stibium trivalen, reaksi yang lengkap
hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit asam, pada kondisi ini
potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum atau daya mereduksinya adalah
maksimum (Grachies, 2012).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu pada
titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung kadang-kadang
diamakan iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalamreaksi
kimia (Vogel, 1994).
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada
reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan
dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stokiometri yang
sederhana pelaksanaannya, praktis dan tidak banyak masalah dan mudah (Nurirjawati, 2012).
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-
senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat
oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya
sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion
iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat (Grachies,
2012).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 10

Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi Kalium iodida (KI) dalam
suasana asam, sehingga Iod yang dibebaskan kemudian ditentukan dengan menggunakan
larutan baku Natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Tembaga (II) sulfat (Rahma,
2013).
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II,Kalium Permanganat dimana zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan
menggunakan larutan baku tiosulfat .Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah
oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk
secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi
iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali (Eema, 2011).
Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25 oC), namun sangat
mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium membentuk kompleks
triiodida dengan iodida, dengan tetapan keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk
menurunkan keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1 N dan
kemudian wadahnya disumbat baik-baik dan menggunakan botol yang berwarna gelap untuk
menghindari penguraian HIO oleh cahaya matahari (Nurirjawati, 2012).
Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang dapat
dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan.
Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida,
natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil
untuk menangani KI untuk menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di
udara :
4 H+ + 4 I- + O2 2 I2 + 2 H2O
(Nurirjawati El Ruri, 2012).
Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan asam dan
dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam)
dari suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara,
karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas (Nurirjawati, 2012).
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal karena dalam
keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi
mula-mula antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I2 + O 2 HI + IO-
3 IO- IO3- + 2 I-
(Nurirjawati, 2012).
Laboratorium Kimia Analit
Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 11

Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion
sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu
dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan
mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :
S2O3= + 2 H+ H2S2O3
8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S
(Nurirjawati El Ruri, 2012).
Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akan
masuk ke dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO3=,
SO4= dan belerang koloidal (Nurirjawati, 2012).
Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam sehingga endapan mirip
susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam larutan
iodium yang asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat
menjadi ion tetraionat.
I2 + 2 S2O3= 2 I- + S4O6=
(Nurirjawati, 2012).
Reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping.
Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa oksidasi ke sulfat tidak terjadi terutama jika
digunakan iodium sebagai titran (Nurirjawati, 2012).
Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. Titrasi iod bebas.
2. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida.
3. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.
4. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau subsitusi.
(Nurirjawati, 2012).
Metode titrasi langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi
dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang
dinamaka iodometri), adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi
kimia (Vogel, 1994).
Metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium
direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium
thiosulfat. Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang
tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena
sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 12

itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer (Eema,
2011).
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan
kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan
kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun
pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat
adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar
dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang
merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat,
warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan
berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan
tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan
klium iodida bila berada pada suasana basa iodium akan bereaksi dengan hidroksida
menghasilkan ion hipoidit yang pada akhirnya menghsilkan ion iodat sehingga apabila terjadi
maka potensial oksidasinya lebih besar dari iodium akibatnya akan mengoksidasi thiosulfat
tidak hanya menghasilkan tetrationat sehingga menyulitkan perhitungan (Eema, 2011).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu pada
titrasi titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung kadang-
kadang diamakan iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam
reaksi kimia. Potensial reduksi normal dar sistem reversibal :
I2+ 2e 2I-
Adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan
adanya iod padat. Reaksi sel setengah ini akan terjadi misalny menjelang akhir
titrasi dariiodidda menjadi relative lebih rendah. Dekat permulaan atau dalam kebanyakana
titrasiiodometri, bila ion iodide berlbih, maka terbentulah ion triioidida :
I2 (aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel-setengah itu lebih baik di tulis
sebagai:
I3- + 2e I3-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan
zat pengoksidasi yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan
serium (IV) sulfat (Vogel, 1994).
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan
I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 13

larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan
sebagai titrasi kembali (Puspaningrum, 2008).
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan
dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena factor
kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab
itu titrasi kembali merubakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan
iodide. Senyawaan iodide umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator
sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan
ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat
(umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indicator amilum jadi perubahan warnanya
dari biru tua kompleks amilum - I2 sampai warna ini tepat hilang (Puspaningrum, 2008).
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:
IO3- + 5 I- + 6H+ 3I2 + H2O
I2 + 2 S2O32- 2I- + S4O62-
(Puspaningrum, 2008).
Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat bereaksi
dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-) sehingga mmol
IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32- (Puspaningrum, 2008).
Karena analit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi
senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini
tidak stoikiometri. Alasa kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan
beberapa ion logam seperti Besi(II) (Puspaningrum, 2008).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah
Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai
dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2
dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya
maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal
titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga
akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum (Puspaningrum, 2008).
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide
oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk
menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat
dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang.
Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat
koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 14

S2O32- + 2H+ H2SO3 + S


(Puspaningrum, 2008).
Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi
dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu
jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I - dapat
teroksidasi oleh udara menjadi I2 (Puspaningrum, 2008).
Titrasi iodometri adalah titrasi yamng mana dihasilkan I2 ketika analit yang bersifat
sebagai agen pengoksidasi ditambahkan kedalam larutan I- berlebih. Selanjutnya I2 yang
terbentuk dititrasi dengan larutan tiosulfat. Iodometri bukan merupakan titrasi langsung
(direct titration) karena terdiri dari 2 reaksi, yaitu :
Analit + I- I2
I2 + Titran (larutan standar tiosulfat) Produk
Contoh :
Penentuan kadar tembaga dalam sampel
2Cu2+ + 4I- 2CuI + I2
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
(Citra Deliana, 2013).
Titrasi iodimetri adalah titrasi langsung (direct titration) yang melibatkan iodin sebagai
titran dan hanya 1 reaksi.
Analit (tidak diketahui konsentrasinya) + titran (I2) Produk (I-)
Contoh:
Penentuan kadar asam askorbat (Vitamin C)
C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2I- + 2H+
Iodin mengoksidasi asam askorbat secara cepat dan menghasilkan asam dehidroaskorbat
(Citra Deliana, 2013).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod
dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida, I 3-. Untuk tepatnya,
semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I 3- dan bukan
dengan I2, misal:
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
Akan lebih akurat daripada :
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
Namun, demi kesederhanaan, persamaan dalam buku biasanya lebih banyak ditulis dengan
rumus-rumus iod molekular kerimbang ion triiodida (Vogel, 1994).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 15

Prinsip
Iod bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi, sehingga
iod sebagai oksidator. ion I- siap memberikan elektron dengan adanya zat penangkap elektron,
sehingga I- bertindak sebagai zat pereaksi (Wikipedia, 2014).
Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung,
dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi
dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H 2O2. Pada
oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan
dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indikator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada
iodometri apabila warna biru telah hilang (Mahmudy, 2013).
Dalam analisis percobaan Iodometri, iodium akan dititrasi dengan larutan standar
sodium thiosulfate dengan indikator starch dalam keadaan pH 3-4, sebab pada pH netral
reaksi ini tidak stoikiometri dengan reaksi oksidasi parsial thiosulfate menjadi sulfat.
Titik akhir titrasinya didasrkan atas terbentuknya iodium bebas. Adanya iodium dapat
ditunjukkan dengan adanya indikator amilum atau dengan pelarut organik (CHCl atau CCl 4)
yang dapat mengekstraksi iodium dalam air.
Reaksi Iodometri :
I2(padat) + 2e → 2I-
pada beberapa literatur sering dituliskan
I3- + 2e →3I-
(Wikipedia, 2014).
Penentuan zat pereduksi
Iod bebas bereaksi dengan larutan natrium tiosulfat sebagai berikut :
Na2S2O3 + I2 → 2 NaI + Na2S4O6
Pada reaksi tersebut terbentuk senyawa natrium tetrationat, Na 2S4O6 , garam dari asam
tetrationat. reaksi iodometri ini dapat ditulis dalam bentuk ion sebagai berikut :
2S2O3 + I2 → 2NaI + S4O6- 2S2O3- → S4O6- + 2e
1 grek natrium tiosulfat = 1 mol, sedangkan 1 grek I2 = ½ mol
Ketika larutan natrium tiosulfat dititrasi dengan larutan iod berwarna coklat gelap yang
karakteristik dengan iod akan hilang. Ketika semua Na 2S4O6 telah teroksidasi, maka kelebihan
larutan iod akan menjadikan cairan tersebut berwarna kuning pucat. Karena itu dalam
iodometri memungkinkan titrasi tanpa menggunakan indikator. namun kelebihan iod pada
akhir titrasi memberikan warna yang samar, sehingga penetapan titik akhir titrasi (ekivalen)
menjadi sukar. karena itu lebih disukai menggunakan reagen yang sensitif terhadap iod

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 16

sebagai indikator; yaitu larutan kanji yang membentuk senyawa adsorpsi berwarna biru
dengan iod (Wikipedia, 2014).
Dengan adanya larutan kanji, titik ekivlen ditentukan dari kenampakan warna biru yang
tetap pada kelebihan penambahan satu tetes iod. Sebaliknya, dimungkinkan juga untuk
menitrasi larutan iod dengan tiosulfat sampai kelebihan satu tetes tiosulfat menghilangakan
warna biru larutan. Dalam kasus ini larutan kanji harus ditambahkan pada saat akhir titrasi
mendekati titik ekivalen, ketika iod tunggal sedikt dan larutan yang dititrasi berwarna kuning.
Jika larutan kanji yang ditambahkan pada awal titrasi, ketika masih banyak terdapat iod dalam
larutan, maka sejumlah besar senyawa iod-kanji yang terbentuk akan bereaksi lambat dengan
tiosulfat. Dengan mengetahui normalitas larutan iod, volume iod dan tiosulfat yang digunakan
dalam titrasi, kita dapat memperoleh noramlitas titran (larutan tiosulfat. Sebaliknya normalitas
titran larutan iod dapat dihitung dari normalitas tiosulfat yang diketahui. Berbagai zat
pereduksi yang mampu mereduksi I2 menjadi ion I- ditentukan dengan cara sama, antaranya
H2SO3, H3AsO3, HSbO3, H2S bebas, SnCl2 (Wikipedia, 2014).
Penentuan zat pengoksidasi
Karena zat pereduksi ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan iod, maka dalam
penentuan zat pengoksidasi didasarkan pada reduksi oleh ion I- sehingga harus digunakan
larutan KI untuk titrasi. Namun, kenyataanya titrasi ini tidak dapat dijalankan karen auntuk
menentukan titik ekivalenya tidak mungkin. Ketika oksidator seperi K2Cr2O7 dititrasi
dengan laruta KI, menurut reaksi berikut:
K2Cr2O7 + 6KI + 14HCL → 3I2 + 8 KCl + 2 CrCl3 + 7H2O
(Wikipedia, 2014).
Akhir reaksi ditandai oleh penghentian pelepasa iod. Namun, keadaan tersebut tidak
dapat diamati. Ketika larutan digunakan sebagai indikator, pengamatan I2 yang muncul dapat
terpantau dengan mudah (warna biru) namun bukan ketika ercapai pembentukan I 2 pertama
kali. Dalam kasus ini digunaan metoda substitusi tidak langsung, yaitu pada campuran kalium
iodida dan larutan asam (dalam jumlah berlebih) ditambahkan dengan volume tertentu
oksidator yang akan ditentukan (sebagai contoh larutan K 2Cr2O7 ). Kemudian dibiarkan
sekitar 5 menit untuk menyelesaikan reaksi tersebut. selanjutnya ion yang dilepaskan dititrasi
denga tiosulfat. Banyaknya grek iod ekivalen dan grek tiosulfat akan sama dengan zat
pengoksidasi (K2Cr2O7). Karena itu meski penentuan K2Cr2O7 dan Na2S2O3 masing-masing
tidak bereaksi langsung, namun banyaknya akan ekivalen, dengan perhitungan berikut:
VK2Cr2O7 . NK2Cr2O7 = V Na2S2O3 . N Na2S2O3
(Wikipedia, 2014).
Penentuan zat pengoksidasi secara iodometri dapat dirangkum sebagai berikut:
Laboratorium Kimia Analit
Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 17

1. KI + asam (berlebih dalam erlenmeyer) + oksidator yang akan ditetapkan ( dengan


memipet) → pelepasan I2
2. I2 + Na2S2O3 ---- 2 NaI + Na2S4O6 (titrasi iod dengan tiosulfat)
Banyak zat pegoksidasi yang mampu mengoksidasi ion I- menjadi I2 dapat ditentukan
secara iodometri dengan prosedur ini, diantaranya Cl 2, Br2, KMnO4, KClO3, bubuk pemutih
(CaOCl2), garam dari HNO2, hidrogen peroksida, garam ferri, garam kupri, dan sebagainya
(Wikipedia, 2014).

Larutan Baku
 Natrium Thiosulfat
Natrium thiosulfat umumnya dibeli sebagai penhidrat, Na2S2O3. 5H2O, dan larutan-
larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu yang lama, sehingga boraks atau natrium
karbonat seringkali ditambah sebagai bahan pengawet (Kusumawardhani, 2013).
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
Jika pH dari larutan diatas 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat :
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
 Standarisasi larutan-larutan tiosulfat
Iodin murni adalah stnadar yang paling jelas namun jarang dipergunakan karena
kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah
stanadar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membaskan ion iodin dari
iodida, sebuah iodometrik (Kusumawardhani, 2013).
 Kalium Dikromat
Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Senyawa ini
mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak higroskipik, dan padat serta larutanya
amat stabil. Berat ekivalen dari kalium dikromat adalah seperenam dari berat molekulnya.
Untuk memperoleh hasil terbaik, seposi kecil natrium bikarbonat atau es kering ditambahkan
kelabu titrasi (Kusumawardhani, 2013).
 Kalium iodidat dan Kalium Bromat
Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitaif menjadi iodin dalam larutan
asam. Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini juga hanya membutuhkan sedikit ion
hidrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lamabat, namun
kecepatanya dapat ditingkatkan dengan menaikan konsentrasi ion hidrogen. Biasanya sebuah
amonium molibdat ditambah sebagai katalis (Kusumawardhani, 2013).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 18

Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah bahwa barat ekivalen
mereka kecil. Bereat equivalen adalah seperenam dari berat molekular, dimana berat ekivalen
KIO3 adalah 35,67 dan KBrO3 adalah 27,84. Garam kalium asam iodidat, KIO3. HIO3, dapat
juga dipergunakan sebagai standar primer namun berat ekivalenya juga kecil, seperduabelas
dari berat molekulnya atau 32,49 (Kusumawardhani, 2013).
 Tembaga
Tembaga murni dapat dipergunakan sebgai standar primer untuk natrium tiosulfat dan
disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk menentukan tembaga.
Telah ditemukan bahwa iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan dari endapan tembaga(I)
iodida dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang benar. Kalium tiosianat
biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir titrasi tercapai untuk menyingkirkan iodin
yang diadsorbsi (Kusumawardhani, 2013).

Indikator
Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang
berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut:
I2 + amilum I2-amilum.
Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
(Bassett, 1994).
Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat
karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga
amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini
menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan
natrium thiosulfate (Bassett, 1994).
Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian
direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium
dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam
arsenit) (Bassett, 1994).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna
yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji
(Svehla, 1997).
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang berwarna
khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 19

akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena
amilum akan membentuk kompleks dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan
amilum harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak
membungkus I2 yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna
biru sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam (Nurirjawati El Ruri, 2012).
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%.
Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar
amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk
kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.
Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat
titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan
pada titik akhir titrasi (Eema, 2011).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat
kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Penggunaan indikator pelarut organik ini
sangat penting terutama jika larutannya sangat asam sehingga kanji terhidrolisa, titrasinya
berjalan sangat lambat dan larutannya sangat encer (Grachiez, 2012).
Kerugian pemakaian pelarut organik sebagai indikator antara lain pada saat titrasi harus
digunakan labu bertutup gelas, selama titrasi harus digojog kuat-kuat untuk menyari iodium
dari air dan kadang-kadang harus ditunggu pemisahannya. Akan tetapi lebih umum digunakan
suatu larutan kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji
sangat peka terhadap iodium. Kanji dengan adanya iod akan memberikan kompleks berwarna
biru kuat yang akan terlihat apabila konsentrasi iodium 2x10-5 M dan konsentrasi iodida lebih
besar dari 2x10-4 M. Kepekaan warna berkurang dengan kenaikan suhu larutan dan adanya
pelarut-pelarut organik. Ada pendapat bahwa warna biru itu adalah dikarenakan adsorpsi iod
atau ion triiodida pada permukaan makromolekul kanji. Dalam konsentrasi iodida 4x10-5sudah
memungkinkan iodium dalam konsentrasi 2x10-5 atau lebih memberikan warna biru yang
nyata. Jika konsentrasi iodida dinaikkan tidak begitu berbeda intensitasnya, akan tetapi bila
konsentrasi iodida diturunkan maka penurunan intensitas warna kelihatan. Tanpa iodida, iod-
kanji tidak memberikan warna. Apabila suhunya dinaikkan maka kepekaan warna menurun.
Pada suhu 50⁰ kepekaannya menjadi 10x lebih kurang daripada suhu 25⁰. Penambahan

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 20

pelarut seperti etil alkohol menurunkan kepekaan juga. Jika mengandung 50% atau lebih
etanol menyebabkan warna tidak timbul. Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang
sangat asam karena akan terjadi hidrolisis dari kanji itu (Grachiez, 2012).
Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki rantai lurus
dan memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai
bercabang dan memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium (Grachiez, 2012).
Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah, sedangkan kerugiannya adalah
tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam
proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan (Grachiez, 2012).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat
kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai
untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit
asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).
Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi
karena iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air
dingin sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya
kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator ini tidak
higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk kompleks yang
tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi dan titik akhir jelas;
reprodusibel dan tidak tiba-tiba. Sayangnya indikator ini harganya mahal (Grachiez, 2012).
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator
kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah
terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya
dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan
adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga
berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil
alcohol (Nurirjawati El Ruri, 2012).
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi
reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa
zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 21

iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi
oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan
proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang
ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium
thiosulfat (Day & Underwood, 1981).
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%.
Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar
amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk
kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.
Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat
titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan
pada titik akhir titrasi (Mahmudy, 2013).

Penerapan Iodometri
Kegunaan iodometri adalah untuk menetapkan kadar larutan iodin, larutan natrium
tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida membebaskan iodin. Digunakan untuk
analisis iodium dalam bentuk iodat dalam bumbu dapur, menguji produk ozon dengan bahan
baku oksigen, menentukan bilagan peroksida. Salah satu penerapan iodometri adalah
pengujian analisis iodat dalam bumbu dapur. Dalam suatu jurnal penelitian, Nelson Saksono
menjelaskan bahwa program iodisasi garam dengan cara fortifikasi iodium ke dalam garam
merupakan cara yang paling tepat guna dan ekonomis untuk menanggulangi masalah
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Tetapi dalam perkembangannya ada beberapa
isu yang menyatakan bahwa penggunaan garam beriodium tidak efektif karena kadar
iodiumnya akan berkurang bahkan hilang bila dicampur dengan bumbu dapur. Untuk
mengetahui lebih jauh, maka perlu dilakukan analisis keberadaan iodat dalam bumbu dapur
dengan metode iodometri. Dari hasil pengujian metode iodometri terjadi penurunan
kandungan iodat untuk masing-masing bumbu dapur yaitu cabai sebesar 75,5%, ketumbar
51,43% dan merica 20,99%. Iodometri hanya dapat menganalisis iodium dalam bentuk iodat
saja sedangkan dalam matrik bumbu dapur yang mengandung senyawa-senyawa kimia
kemungkinan iodat berada dalam beberapa bentuk senyawa. Prinsip metode iodometri adalah
terjadinya perubahan warna setelah sampel dititrasi. Analisis ini sangat sulit dilakukan secara
langsung untuk sampel yang berwarna seperti bumbu dapur. Tetapi untuk lebih mengetahui

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 22

hasil yang sudah didapat kiranya perlu juga dilakukan pengujian menggunakan metode
iodometri selain menggunakan metode lain yaitu metode X-ray Flourescense (XRF). Metode
X-ray Flourescense dapat dipergunakan untuk menganalisis unsure iodium dalam sampel
yang berwarna seperti halnya iodium dalam bumbu dapur. Prinsip pengukuran X-ray
Flourescense berdasarkan atas terjadinya proses eksitasi electron pada kulit atom bagian
dalam ketika atom suatu unsur tersebut dikenai sinar X, kekosongan elektron akan diisi oleh
elektron bagian luar (Saksono, 2002).
Sumber Kesalahan Titrasi
Beberapa sumber kesalahan dalam titrasi iodimetri atau iodometri di antaranya :
1. Iodium mudah menguap
2. Dalam suasana asam, iodida akan dioksidasi oleh O2 dari udara.
(Ivan, 2011).
Larutan iodium dalam air yang mengandung iodida berwarna kuning sampai jingga.
Indikator kanji dengan iodium yang mengandung akan senyawa kompleks yang berwarna
biru. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan indikator kanji, yaitu :
a. Kanji tidak larut dalam air dingin
b. Suspensi kanji tidak stabil (mudah rusak)
c. Senyawa kompleks iodium dengan kanji keadaannya stabil (tidak reversibel), jika
konsentrasi I2nya tinggi (pekat). Penambahan indikator dilakukan setelah jumlah iodium
seminimal mungkin. Indikator lainnya yang dapat dipakai pada iodometri adalah CCl 4
dan CHCl3.
(Ivan, 2011).
Logam tembaga atau ion tembaga dapat ditetapkan kadarnya secara iodometri dengan cara
mengubahnya menjadi ion tembaga (II) dan selanjutnya direaksikan dengan iodida dan I 2
yang dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Ivan, 2011).
Untuk mendapatkan hasil titrasi yang sempurna dilakukan pada suasana pH larutan 4-4,5.
Hal ini dilakukan dengan menambahkan asam asetat sehingga terjadinya buffer asam asetat –
natrium asetat. Jika pada larutan ion tembaga (II) terdapat asam mineral, tambahkan beberapa
tetes larutan natrium karbonatsampai tidak terjadi gas dan bila ada endapan tambahkan
beberapa tetes asam asetat (Ivan, 2011).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 23

II.2 Aplikasi Industri


Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar
Tempurung Kelapa
Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra
Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak
Pendahuluan
Karbon aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85% - 95% karbon.
Bahan-bahan yang mengandung unsur karbon dapat menghasilkan karbon aktif dengan cara
memanaskannya pada suhu tinggi. Pori-pori tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agen
penyerap (adsorben). Dalam penelitian ini dilakukan penelitian mengenai pembuatan karbon
aktif berbahan dasar tempurung kelapa. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan suhu
pada proses aktivasi untuk melihat suhu optimum dari pembuatan karbon aktif serta uji mutu
karbon aktif sesuai Standar Industri Indonesia (SII No. 0258-79). Analisis uji yang dilakukan
antara lain uji luas area permukaan pori, kadar air, kadar abu, daya serap karbon aktif terhadap
larutan iod dan pemanfaatannya pada penjernihan air. Dalam penelitian ini variasi suhu
aktivasi yang digunakan pada rentang suhu 500°C sampai dengan 1000°C. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi alternatif dalam pemanfaatan limbah tempurung kelapa sebagai
karbon aktif dan sebagai sumber informasi mengenai pengaruh suhu terhadap kualitas karbon
aktif berbahan dasar tempurung kelapa.
Iodimetri merupakan suatu metode titrasi iodometri secara langsung yang mengacu
kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Salah satu sifat dari iodium adalah harga
potensial standar (Eo) iodium verada pada daerah pertengahan yaitu iodium dapat digunakan
sebagai oksidator maupun redukor. Walaupun pada dasarnya iodium akan lebih gampang
mengoksidasi dari pada mereduksi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI No. 06-3730)
kadar iod dalam karbon aktif mencapai nilai maksimum 750 mg/g. Untuk pengujian kualitas

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 24

karbon aktif pada penjernihan air, perlu diketahui pH standar air bersih menurut Departemen
Kesehatan yaitu 6,5-9,0.
Metodologi Penelitian
Alat yang digunakan adalah Peralatan penggiling atau penumbuk, mixer, furnace,
oven, penyaring 100 Mesh, timbangan analitik, spatula atau sendok, wadah plastik, magnetic
stirer, gelas porselin, gelas ukur dan pH meter. Bahan yang digunakan adalah tempurung
kelapa, larutan Na2S2O3 0,1 N, larutan Iodin 0,1 N, larutan Amilum dan air keruh.
Sebanyak satu gram karbon aktif ditimbang dan dikeringkan pada suhu 110°C selama
3 jam. Kemudian didinginan dalam desikator. Selanjutnya ditambahkan 50 ml larutan iodin
0,1 N dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit. Campuran disaring dan diambil
sebanyak 10 mL filtrat. Kemudian filtrat dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai
warna kuning berkurang. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes amilum 1 % dan dititrasi
kembali sampai larutan tidak berwarna. Titrasi juga dilakukan untuk larutan blanko yaitu
titrasi terhadap larutan iod tanpa penambahan karbon aktif.
Hasil Dan Pembahasan
Pada proses aktivasi, suhu divariasikan dari suhu 500 oC sampai 1000oC, hal ini
bertujuan untuk melihat hasil karbon aktif yang paling baik dari perubahan terhadap faktor
suhu. Selanjutnya karbon aktif yang dihasilkan dianalisis kualitasnya yang meliputi penetapan
kadar air, kadar abu, daya serap karbon aktif terhadap larutan iodin dan penjernihan air dari
hasil karbon aktif.
Dari hasil pengujian, secara teori hasil karbon aktif dari suhu aktivasi 1000 oC
memiliki daya serap paling besar. Namun dengan didiamkannya sampel 2-3 hari tersebut
menyebabkan sampel berinteraksi dengan udara bebas sehingga karbon aktif yang memiliki
daya serap tinggi menyerap air di lingkunganya lebih besar. Hal ini mengakibatkan kadar air
dalam karbon aktif pun besar, dan terlihat pada Tabel 3 persentase kadar air terbesar pada
suhu 1000 oC dengan 7,7 %.
Penambahan larutan iod berfungsi sebagai adsorbat yang akan diserap oleh karbon
aktif sebagai adsorbennya. Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya pengurangan
konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan dengan menitrasi
larutan iod dengan natrium triosulfat 0,1 N dan indikator yang digunakan yaitu amilum.
Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa suhu aktivasi
mempengaruhi kualitas karbon aktif yang terbentuk. Dari uji kualitas karbon aktif yang
dilakukan, kualitas karbon aktif yang terbaik diperoleh pada suhu 1000 oC dengan kadar air

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 25

7,7 %, kadar abu 0,84 % memenuhi standar SII 0258-79 dan memiliki daya serap terhadap
kadar iod sebesar 586,318 mg/g yang memenuhi standar SNI 06-3730. Penjernihan air
menggunakan karbon aktif dari suhu aktivasi 1000 oC menghasilkan air yang paling jernih,
tidak berbau dan memenuhi pH estándar air (7,0-7,5).

Laboratorium Kimia Analit


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS

Anda mungkin juga menyukai