Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

1
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. Rumapea Nesly
Tanggal lahir : 15 April 1986
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
CM : 38.58.64
Alamat :
Pekerjaan : IRT

Anamnesis:
G2P1A0, 32 tahun, MRS pada tanggal 28 Januari 2019, jam 09.30, datang dengan
membawa surat pengantar dari dokter spesialis kandungan dengan diagnosis
G2P1A0 32th hamil 36-37 minggu + bekas SC 1x < 1 tahun + plasenta previa
totalis + RVD on treatment, rencana pre operative untuk SCTP elektif.
 Nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan (-)
 Pelepasan lendir campur darah (-)
 Pelepasan air dari jalan lahir (-)
 Pergerakan janin (+) dirasakan saat MRS
 Riwayat penyakit jantung, paru-paru, ginjal, dan hati disangkal
 PAN:
 HPHT:
 Menarche 13 tahun, siklus 28 hari, 4-5 hari
 Menikah: 1 kali selama 2 tahun
 Tidak pernah menggunakan KB
 P1 : 2017/SCTP/RS/Dokter/ gr/Sehat
 G2 : Hamil ini, tidak ada riwayat abortus

Status Generalis:
 Keadaan umum : cukup
 Kesadaran : compos mentis
 Tekanan darah : 120/70 mmHg

2
 Nadi : 80 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu : 36,5C
 Tinggi badan : cm
 Berat badan : kg
 BMI :
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+)
 Cor/Pulmo : dalam batas normal
 Abdomen :
 Ekstremitas : akral hangat, edema (+), CRT < 2 detik

Status Obstetrik:
 TFU : 30 cm
 Letak janin : letak kepala U punggung kiri
 BJJ : 135-140 x/menit
 His : jarang-jarang
 TBBJ : 2790 gram
 Proteinuri : +3 (kualitatif)

Diagnosis:
G1P0A0, 19 tahun, hamil 38-19 minggu dengan Preeklampsia Berat
Janin intrauterine, tunggal, hidup, letak kepala

Sikap:

Pemeriksaan Dalam:
Portio tebal lunak, arah axial, pembukan (-), PP Kepala masih tinggi

Diagnosis:

3
G2P1A0 32th hamil 36-37 minggu + bekas SC 1x < 1 tahun + plasenta previa
totalis + RVD on treatment
Janin intrauterine, tunggal, hidup, presenting part kepala masih tinggi

Sikap:
 Laboratorium, USG, EKG
 Konseling, informed consent
 Cross match, sedia donor, setuju operasi
 Observasi TTV, His, BJJ
 Lapor konsulen: SCTP Elektif
Konseling informed consent

Laboratorium:
 Hemoglobin gr/dL,
 Hematokrit %,
 Leukosit 15.300/uL,
 Trombosit 348.000/uL,
 SGOT 17 U/L,
 SGPT 6 U/L,
 Asam Urat 6,25 mg/dl
 Urinalisis : Urin warna kuning, agak keruh, BJ 1.015, pH 7,5, Protein +3,
leukosit 8-10, silinder : butir kasar, epitel 8-10, bakteri +.

USG:
• Janin intrauterin tunggal hidup
• FM (+), FHM (+)
• BPD : 8,9 cm, AC : 31,8 cm, FL : 7,0 cm
• Placenta implantatsi di corpus anterior grade II.
• AFL > 2 cm
• EFW : ± 2700 - 2800 grams
• KESAN : Kehamilan aterm + presentasi kepala

4
EKG:
Kesan : dalam batas normal

Observasi:

 Jam 02:10 : lahir bayi ♂, BBL: 3900 gram, PBL: 51 cm, AS 6-8
dilanjutkan dengan insersi IUD post placental
 Jam 03:14 : operasi selesai
 Sampai saat ini KU ibu cukup (TD 140/90 mmHg) (Hb: 12,3 gr/dl), bayi
diruang transisi
Follow Up:

18 Januari 2019
15.00-16.00 160/100 8’-9’ 10”-15” 145-150
16.00-17.00 160/90 8’-9’ 10”-15” 140-145
17.00-18.00 160/90 8’-9’ 10”-15” 135-140
18.00-19.00 160/90 8’-9’ 10”-15” 135-140
19.00-20.00 160/100 7’-8’ 15"-20" 135-140
20.00-21.00 160/100 7’-8’ 15"-20" 140-145
21.00-22.00 160/90 7’-8’ 15"-20" 135-140
22.00-23.00 160/100 7’-8’ 15"-20" 140-145
23.00-00.00 160/100 6’-7’ 20"-25" 140-145
18 Januari 2019
15.00-16.00 160/100 8’-9’ 10”-15”
16.00-17.00 160/90 8’-9’ 10”-15”
17.00-18.00 160/90 8’-9’ 10”-15”
18.00-19.00 160/90 8’-9’ 10”-15”
19.00-20.00 160/100 7’-8’ 15"-20"
20.00-21.00 160/100 7’-8’ 15"-20"
21.00-22.00 160/90 7’-8’ 15"-20"
22.00-23.00 160/100 7’-8’ 15"-20"
23.00-00.00 160/100 6’-7’ 20"-25"

5
24/8/2018 S: Nyeri luka
07.00 operasi, sakit
O: kepala (-), nyeri
ulu hati (-),
pandangan
kabur (-)
 KU: cukup,
CM
 TD: 138/80;
N: 82 x/m;
A:
R: 20 x/m;
S: 36,7C
 Mata:
P:
konjungtiva
anemis (-/-),
sklera
ikterik (-/-)
 Mammae:
laktasi -/-,
infeksi -/-
 Abdomen:
BU (+),
TFU 2 jari
di bawah
pusat,

6
kontraksi
uterus baik,
luka operasi
terawat,
darah (-),
pus (-)
 V/U: lochia
rubra (+)
P1A1, 31
tahun, post
SCTP + IUD
post plasenta
H1 a/i
impending
eclampsia
Lahir bayi ♂,
BBL: 3900
gram, PBL: 51
cm, AS 6-8
 IVFD
Line I:
MgSO4 40
% 6 gr
dalam RL
500 cc/
6jam  28
tts/menit
(sampai 24
jam post
op)
Line II: RL
+ Oksitosin
10 IU  28

7
tetets/menit
 Metildopa 3
x 500mg
 Inj
Ceftriaxone
2 x 1 gr IV
 Drip
Metronidaz
ole 2 x 500
gr
 Inj Vit C 1 x
1 amp
 Observasi
TTV,
kontraksi,
perdarahan

25/8/2018 S: Nyeri luka


07.00 operasi, sakit
O: kepala (-), nyeri
ulu hati (-),
pandangan
kabur (-)
 KU: cukup,
CM
 TD: 150/90;
N: 88 x/m;
A:
R: 20 x/m;
S: 37C
 Mata:
konjungtiva
P:
anemis (-/-),
sklera
ikterik (-/-)
 Mammae:
laktasi +/+,

8
infeksi -/-
 Abdomen:
BU (+),
TFU 2 jari
di bawah
pusat,
kontraksi
uterus baik,
luka operasi
terawat,
darah (-),
pus (-)

P1A1, 31
tahun, post
SCTP + IUD
post plasenta
H2 a/i
impending
eclampsia
Lahir bayi ♂,
BBL: 3900
gram, PBL: 51
cm, AS 6-8

 aff infus
dan kateter
 Terapi oral:
- Cefradr
oxil 3 x
500 mg
tab
- Sulfat
ferosus

9
1 x 1
tab
- Metildo
pa 3 x
500 mg
tab
 Observasi
TTV,
kontraksi,
perdarahan
 ASI on
demand
 Rawat luka
operasi
26/8/2018 S: Nyeri luka
07.00 operasi, sakit
O: kepala (-), nyeri
ulu hati (-),
pandangan
kabur (-)
 KU: cukup,
CM
 TD: 130/80;
N: 88 x/m;
A:
R: 16 x/m;
S: 37C
 Mata:
konjungtiva
P:
anemis (-/-),
sklera
ikterik (-/-)
 Mammae:
laktasi +/+,
infeksi -/-
 Abdomen:

10
BU (+),
TFU 2 jari
di bawah
pusat,
kontraksi
uterus baik,
luka operasi
terawat,
darah (-),
pus (-)

P1A1, 31
tahun, post
SCTP + IUD
post plasenta
H3 a/i
impending
eclampsia
Lahir bayi ♂,
BBL: 3900
gram, PBL: 51
cm, AS 6-8

 Terapi oral:
- Cefradr
oxil 3 x
500 mg
tab
- Sulfat
ferosus
1 x 1
tab
- Metildo
pa 3 x

11
500 mg
tab
 Observasi
TTV,
kontraksi,
perdarahan
 ASI on
demand
 Rawat luka
operasi
 R/ cek
urinalisis

27/8/2018 S: Nyeri luka


07.00 operasi, sakit
O: kepala (-), nyeri
ulu hati (-),
pandangan
kabur (-)
 KU: cukup,
CM
 TD: 130/80;
N: 88 x/m;
R: 16 x/m;

A: S: 37C
 Mata:
konjungtiva
anemis (-/-),
sklera
P:
ikterik (-/-)
 Mammae:
laktasi +/+,
infeksi -/-
 Abdomen:
BU (+),

12
TFU 2 jari
di bawah
pusat,
kontraksi
uterus baik,
luka operasi
terawat,
darah (-),
pus (-)
 Urinalisis:
warna
kuning
jernih,
Eritrosit +3,
Leukosit
+2, Nitrit -,
Bakteri -,
BJ 1.015,
pH 6,
Protein -,
Glukosa -,
Keton -,
Urobilinoge
n +2,
Bilirubin -
P1A1, 31
tahun, post
SCTP + IUD
post plasenta
H4 a/i
impending
eclampsia
Lahir bayi ♂,

13
BBL: 3900
gram, PBL: 51
cm, AS 6-8

 Terapi oral:
- Cefradr
oxil 3 x
500 mg
tab
- Sulfat
ferosus
1 x 1
tab
- Metildo
pa 3 x
500 mg
tab
 Observasi
TTV,
kontraksi,
perdarahan
 ASI on
demand
 Rawat luka
operasi

28/8/2018 S: Nyeri luka


07.00 operasi, sakit
O: kepala (-), nyeri
ulu hati (-),
pandangan
kabur (-)
 KU: cukup,
CM
 TD: 120/80;
A:

14
N: 88 x/m;
R: 16 x/m;
P: S: 36C
 Mata:
konjungtiva
anemis (-/-),
sklera
ikterik (-/-)
 Mammae:
laktasi +/+,
infeksi -/-
 Abdomen:
BU (+),
TFU 3 jari
di bawah
pusat,
kontraksi
uterus baik,
luka operasi
terawat,
darah (-),
pus (-)
P1A1, 31
tahun, post
SCTP + IUD
post plasenta
H5 a/i
impending
eclampsia
Lahir bayi ♂,
BBL: 3900
gram, PBL: 51
cm, AS 6-8

15
 Terapi oral:
- Cefradr
oxil 3 x
500 mg
tab
- Sulfat
ferosus
1 x 1
tab
- Metildo
pa 3 x
500 mg
tab
 Observasi
TTV,
kontraksi,
perdarahan
 ASI on
demand
 Rawat luka
operasi
 Pasien
diperbolehk
an pulang
PEMBAHASAN
Diagnosis impending eclampsia ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan definisi, preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur kehamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah kelainan akut pada
preeklampsia dalam kehamilan, persalinan, atau nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan sistem saraf
pusat). Sedangkan impending eclampsia adalah preeklampsia yang disertai
dengan nyeri kepala hebat, penglihatan yang berkurang, dan atau nyeri
epigastrium.7
Pengelompokan preeklampsia :

16
a. Preeklampsia
 Tekanan darah sistolik antara 140-150 mmHg dan tekanan
 Diastolik 90-100 mmHg
 Proteinuria minimal (< 2 g/L/24 jam) atau positif 1 atau 2 pada
pemeriksaan kuantitatif
Jika tidak didapatkan proteinurin, dapat diikuti dengan salah satu dibawah ini
 Trombositopenia (< 100.000/ul)
 Gangguan ginjal : kreatinin > 1,1 mg/dl atau peningkatan kadar
kreatini serum dari sebelumnya (tidak ada kelainan ginjal lainnya)
 Gangguan fungsi hepar : peningkatan fungsi hepar 2 kali normal atau
terasa nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
 Edema paru
 Gangguan neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan sirkulasi : oligohidroamnion, fetal growth restriction (FDR)
atau adanya absent or reversal end diastolic velocity (ARDV)
b. Preeklampsia berat
 Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >
110 mmHg. Pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
 Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif.
 Gangguan ginjal : kreatinin > 1,1 mg/dl atau peningkatan kadar
kreatini serum dari sebelumnya (tidak ada kelainan ginjal lainnya)
 Gangguan fungsi hepar : peningkatan fungsi hepar 2 kali normal atau
terasa nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
 Edema paru
 Gangguan neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan sirkulasi : oligohidroamnion, fetal growth restriction (FDR)
atau adanya absent or reversal end diastolic velocity (ARDV)
c. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.

17
Preeklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu :2,4
d. impending eclampsia yaitu PEB disertai gejala-gejala impending
diantaranya nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium
dan nyeri abdomen kuadran kanan atas.
Diagnosis impending eclampsia pada pasien ini didasarkan atas anamnesis
ditemukannya gejala klinis berupa nyeri kepala dan nyeri ulu hati. Serta didukung
juga dengan pemeriksaan fisik berupa tekanan darah yang tinggi yaitu 190/120,
proteinuri kuantitatf +3. Kemudian untuk memastikan proteinuri dilakukan
pemeriksaan urinalisis dan didapatkan proteinuri +3.8
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya
spasme pembuluh darah. Bila spasme arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh,
maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat merupakan
kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenase jaringan tetap
tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui
penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa preeklampsia dijumpai
kadar aldosterone yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan pada
kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma
dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia permeabilitas
pembuluh darah terhadap protein meningkat.9
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin dan noradrenalin dan atau
menurunnya respon tehadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
tekanan darah sebelum hamil.3,7,9,10

1. Regulasi volume darah


Pengendalian garam dan homeostasis pada preeklampsia. Kemampuan
untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal

18
ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak
dijumpai adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema intertisial, volume
plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan
akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu
peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.

2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah


Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia
dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan
wanita yang melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).

3. Aliran darah di organ-organ


a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%.
Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang
mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang
pada preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang serinig
menjadi penanda pada kehamilan muda. pada preeklampsia arus darah
efektif ginjal rata-rata 20% dari 750 ml menjadi 600 ml/menit, dan
filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30%, dari 170 menjadi 120
ml/menit, sehingga terjadi penurunan fltrasi. Pada kasus berat akan
terjadi oligouria, uremia pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis
tubular dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang
fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan
menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal
renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II, dan aldosteron
meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak hamil. perubahan ini
merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam
sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh

19
renin, angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak
terjadi pada preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia
adalah iskemik uteroplasenta dimana terjadi ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasenta yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan
dihasilkan lebih banyak renin uteus yang mengakibatkan
vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di
samping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus
akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari
hipoperfusi uterus.11
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada
preeklampsia, tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal
meningkat 30% sampai 50%, nilai pada preeklampsia masih diatas
atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. klirens fraksi asam urat
yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada
perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala
awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan
sampai sedang. Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom
nefrotik pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan
peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus
yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus yang
merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan
patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan
faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan adalah
belum ada satu pun metode pengukuran arus darah yang memasukan
baik di uterus maupun di desidua.
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena
edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.

20
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital.
Bila terjadi hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya
preeklampsia berat. gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah
skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredarah darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi
selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh
wanita hamil. pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan,
dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi
biasanya sudah berat.12
Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme
arteriol sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan
tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukkan keadaan abnormal.13
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba
dan kenaikan berat badan yang lebihan merupakan tanda pertama preeklapmsia.
Peningkatan berat badan sektiar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila
lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan
terjadi preeklampsia dicurigai.13 Peningkatan berat badan yang mendadak serta
berlebihan terutama disebbakan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan

21
sebelum timbul gejala edmea nondependen yang terlihat jelas, seperti edema
kelopak mat, kedua lengan atau tungkai yang membesar.
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi munjukkan adanya
suatu penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus
yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan
biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan.14
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi sering
terjadi pada kasus yang lebih berat. nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.
Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat
hampir selalu mendahului serangan kejang pertama. Nyeri kepala terjadi akibat
edema otak. 14
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas
merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat
menjadi prediktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin
disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.14
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di
antaranya pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau
total. Keadaan ini disebabkan oleh vasopasme, dan perdarahan petekie pada
korteks oksipital.14
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 15,4 gr/dL,
hematokrit 44,8%, leukosit 17.600/uL, trombosit 201.000/uL, SGOT 14 U/L,
SGPT 12 U/L. Maka dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini tidak mengalami
sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count)
dimana sindrom HELLP ini tidak jarang terjadi pada penderita PEB.
Tatalaksana
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah:11
1. Terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya tidak terdapat
trauma pada ibu maupun janin
2. Kelahiran bayi yang dapat bertahan

22
3. Pemulihan kesehatan lengkap pada bayi
a) Manajemen ekspektatif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan
kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio
sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan,
serta mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin,
necrotizing enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta lama
perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada manajemen ekspektatif,
namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak. 15 Pada kasus ini
pasien datang dengan usia kehamilan 39-40 minggu tidak lagi dilakukan
manajemen ekspektan tetapi pasien langsung disikapi dengan seksio sesarea cito.

b) Penggunaan MgSO4
Penanganan pada pasien preeklampsia dengan faktor resiko penyerta dan
komplikasi merupakan hal yang kompleks. Penggunaan MgSO4 pada pasien sudah
tepat, karena sampai saat ini MgSO4 tetap digunakan sebagai agen profilaksis dan
definitif pada kasus preeklampsia. MgSO4 telah direkomendasikan oleh WHO
sebagai terapi utama pada pasien dengan preeklampsia, mengingat efektifitas,
safety, dan cost effective pada penggunaannya.16 Pada pasien ini sebagai
profilaksis eklampsi diberikan MgSO4 40 % 4 gr (10cc) IV bolus perlahan 5-10
menit, dilanjutkan dengan MgSO4 40% 6 gr (15cc) drips dalam 500cc RL/6
jam.15,16
Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk eklampsia di
Eropa dan Amerika Serikat. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada
preeklampsia adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia,
serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. Cara kerja
magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme
kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos,
termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai
antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan
tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-metil-

23
D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat
menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan
kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.15,16,17
Kotak 1. Rekomendasi pemberian MgSO415

c) Penggunaan antihipertensi
Penggunaan obat antihipertensi berupa Metildopa 3 x 500 mg pada pasien sudah
tepat. Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan oleh Jayasutha et al18,
menemukan bahwa penggunaan kombinasi metildopa merupakan terapi yang
sangat efektif pada pasien PEB dengan atau tanpa komplikasi, dibandingkan
penggunaan tunggal metildopa.

Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan -


sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih kontroversial.
European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010 merekomendasikan
pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥
90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional (dengan atau tanpa

24
proteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi
dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa pun.
Pada keadaan lain, pemberian antihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah
≥ 150/95 mmHg. 15

Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah
obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai safety
margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada
sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac
output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu
antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia
hemolitik dan drug-induced hepatitis.15

Kotak 2. Rekomendasi pemerian antihipertensi pada preeklamsi15

Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali
sehari, dengan dosis maksimum 3g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam
setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat

25
ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intravena 250-500 mg tiap 6
jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi.

d) Pemberian steroid

Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat karena kerusakan telah terjadi
sebelum steroid bekerja. National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan:16

1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24-34 minggu yang dalam
persalian prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua
dosis dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4
dosis intramuskular dengan interval 12 jam.
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung
selama tujuh hari.
Kemudian diputuskan untuk dilakukan terminasi kehamilan segera
merupakan tindakan yang harus dilakukan, karena penanganan terpenting pada
kasus-kasus preeklampsia berat terutama dengan komplikasi adalah terminasi
kehamilan segera mungkin. Pada pasien ini usia kehamilan 39-40 minggu
sehingga untuk pematangan paru janin sudah tidak perlu diberikan kortikosteroid
injeksi.16,17

26
Gambar 1. Penanganan Preeklampsia Berat13

Etiologi
Potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklampsia adalah sebagai berikut:
1. Iskemia plasenta

27
2. Intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu dan janin, yang
menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel sinsitiotrofoblast
dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan
sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas
3. Maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular
4. Faktor nutrisi.
5. Pengaruh genetik.10,11
Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta. Iskemia
plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis sehingga
menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang
menjadi iskemia plasenta.11
Implantasi plasenta pada kehamilan normal dan PE berbeda, implantasi
plasenta normal yang memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus membentuk
satu kolom di bawah vilus penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi desidua
dan berjalan sepanjang bagian dalam arteriol spiralis. Hal ini menyebabkan
endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti diikuti oleh pembesaran pembuluh
darah. Namun, banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan diantara
faktor-faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor
penyebab atau merupakan akibat. 11,12
Terjadinya iskemik plasenta menyebabkan aliran darah dari ibu ke bayi
menjadi sedikit. Hal ini mengakbitkan janin menjadi lebih kecil dari masa usia
kehamilannya (IUGR). Terdapat beberapa teori yang menyangkal adanya teori
iskemik plasenta yaitu hiperplasentosis. Vasospasem yang terjadi pada pembuluh
darah, maka plasenta mengalami fase kompensasi dimana terjadi pelebaran dari
jaringan plasenta yang disebut dengan hiperplasentosis. Akibatnya darah yang
mengalir dari ibu ke janin menjadi lebih banyak. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya bayi besar pada bayi dengan ibu preeklampsia 14
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12% pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih
banyak dijumpai pada primigravida terutama primigravida pada usia muda
daripada multigravida.3 Pada primigravida frekuensi preeklampsia/ eklampsia
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.

28
Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain diantaranya adalah:3
1. Nullipara
2. Primigravida (Primigravida muda)
3. Kehamilan ganda
4. Obesitas
5. Riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
6. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
7. Diabetes mellitus gestasional
8. Hipertensi atau penyakit ginjal

29
Gambar 2. Etiologi preeklampsia menurut teori iskemik plasenta14

30
PENUTUP

Kesimpulan

Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuri akibat kehamilan,


setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah kelainan akut pada preeklampsia dalam kehamilan, persalinan, atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran
(gangguan sistem saraf pusat). Sedangkan impending eclampsia adalah
preeklampsia yang disertai dengan nyeri kepala hebat, penglihatan yang
berkurang, dan atau nyeri epigastrium. Diagnosis impending eclampsia
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Tujuan utama penatalaksanaan preekampsia adalah kondisi ibu yang aman


dan persalinan bayi yang sehat. Satu-satunya terapi definitif dari penatalaksanaan
preeklampsia adalah terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya tidak
merugikan ibu maupun janin, kelahiran bayi yang dapat bertahan, dan pemulihan
kesehatan lengkap pada bayi. Penatalaksanaan preeklamsia meliputi; manajemen
ekpektatif yang bertujuan untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi
morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan
ibu terutama pada usia kehamilan <37 minggu, penggunaan MgSO4 sebagai agen
profilaksis dan definitif, penggunaan antihipertensi, dan pemberian steroid juga
dilakukan pada kehamilan preterm.

Saran
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12% pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih
banyak dijumpai pada primigravida terutama primigravida pada usia muda
daripada multigravida. Oleh karena itu, edukasi pasien mengenai kunjungan ANC
teratur sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi preeklampsi yang
dapat mengancam nyawa.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al.


Pregnancy Hypertension, dalam William Obstetrics, edisi ke-24, New York:
McGraw-Hill, 2014: 728-770.
2. Brooks M. Pregnancy&Preeclampsia, 5 Januari 2005, diakses tanggal 21 Juli
2015, dari http: //www.emedicine.com.
3. Gibson P, Carson M. Hypertension and Pregnancy, 30 Juli 2009, diakses
tanggal 21 Juli 2015, dari http: //emedicine.medscape.com/article/261435.
4. Seely E, Maxwell C. Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses
tanggal 21 Juli 2015, dari http: //circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115.
5. Eruo FU, S. B. Clinical Obstetrics the Fetus and Mother: Hypertensive
disease in pregnancy. Edisi 3. Blackwell Publishing. Massachusetts. 2007.
684-695
6. Marchiano D. NMS Obstetrics and Gynecology : Hipertensi in pregnancy.
Edisi 6. Lippincott Williams & Wilkins. New York. 2008. 164-171
7. Shennan A. Hypertensive disorders, dalam Dewhurst’s textbook of Obstetrics
& Gynaecology, edisi ke-7, USA: Blackwell Publishing, 2007: 227-234.
8. Dekker A, Sibai M. Current diagnosis and treatments in obstetrics and
gynecology: Hypertension in pregnancy. United States of America. 2006.
209-215
9. Gerda G, Marlin J. Chesley’s hypertensive disorders in pregnancy. Edisi 3.
Elsevier. Amerika Serikat. 2009. 227-240
10. Barton JR, Sibai BM. Manual of Obstetric: Preeclampsia. Edisi 7. Lippincott
Williams & Wilkins. New York. 2007. 178-189
11. Bailis A, Witter FR. The Johns Hopkins manual of Obstetrics and
Gynecology: Hypertensive disorders of pregnancy. Edisi 3: Lippincott
Williams & Wilkins. New York. 2007. 181-191
12. Tamas H, Jean, David W. Gynecology perinatology: Hypertensive disorders
of pregnancy. Volume 19 no 4. University of Pecs. Hunggaria. 2010

32
13. Schrauwers C, Dekker G. Maternal and perinatal outcome in obese pregnant
patients. The Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine 22[3], 218-
226. 2009.
14. August P. Management of Hypertension in Pregnancy, 2009, diakses tanggal
21 Juli 2015, dari http: //www.uptodate.com/patients/content/topic.
15. Wibowo N, Irwina R, Frisdiantiny E, Karkata MK, Mose JC, et al. Pedoman
nasional pelayanan kedokteran: Diagnosis dan tata laksana pre-eklamsia.
POGI. 2016.
16. Soni BL. Alternative Magnesium Sulfate Regimens for Women with Pre-
eclampsia and Eclampsia: RHL commentary (last revised: March 1, 2011).
The WHO Reproductive Health Library; Geneva: World Health Organization.
Available at: http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/medical/
hypertension/cd007388_sonibl_com/en/.
17. Euser A, Cipolla M. Magnesium Sulfate for the Treatment of Eclampsia. A
Brief Review. Stroke; Journal of the American Heart Association. 2009; Print
ISSN: 0039-2499; Online ISSN: 1524-4628. Available at:
http://stroke.ahajournals.org/content/early/2009/02/10/STROKEAHA.108.52
7788.short
18. Jayasutha J, Ismail AM, Senthamarai R. Evaluation on efficacy of
Methyldopa monotherapy and combination therapy with Nifedipinee in
pregnancy-induced hypertension. Der Pharmacia Lettre, 2011, 3(3): 383-387
(http://scholarsresearchlibrary.com/archive.html)

33

Anda mungkin juga menyukai