Anda di halaman 1dari 31

KONSEP DAN PRINSIP KEBUTUHAN RASA NYAMAN DAN

AMAN

OLEH KELOMPOK 3:

1. Desak Putu Bella Andriyani (173222769)


2. Made Dian Kumarawati (173222787)
3. Made Dwi Wira Adi Antari (173222788)
4. Ni Luh Made Yudiani (173222792)
5. I Made Sutama (173222781)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN ALIH JENJANG

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas
Waranugraha Beliaulah penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ”Konsep Dan
Prinsip Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Aman” ini tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini
saya selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu
baik bantuan secara fisik maupun batin yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan mengenai konsep
dan prinsip kebutuhan rasa nyaman dan aman. Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaan baik
dalam cara penulisannya, pemilihan katanya atau dalam penyusunannya. Maka dari itu,
penulis sangat mengharapkan pada para pembaca agar memberikan masukan positif yang
membangun.

Denpasar, 19 November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................ 1

A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
D. Manfaat........................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 4
A. Rasa Nyaman ................................................................................................. 4
1. Sifat dasar nyeri ...................................................................................... 4
2. Fisiologi nyeri ......................................................................................... 4
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri ……........................................ 6
4. Jenis-jenis nyeri .................................................................................... 8
5. Pengkajian nyeri ................................................................................... 10
B. Keselamatan Klien/Aman ........................................................................... 12
1. Keselamatan Lingkungan ..................................................................... 12
2. Risiko pada berbagai tingkat pertumbuhan .......................................... 14
3. Faktor risiko individual ........................................................................ 15
4. Faktor risiko pada institusi pelayanan kesehatan ................................. 16
C. Pengakajian Aman dan Nyaman ................................................................. 17
D. Diagnosa Keperawatan Aman dan Nyaman ................................................ 20
E. Rencana Tindakan ....................................................................................... 20
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 27
A. Simpulan ........................................................................................................ 27
B. Saran ............................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini
dipersepsikan berbeda pada setiap orang. Ada yang mempersepsikan bahwa hidup terasa
nyaman bila mempunyai banyak uang. Ada juga yang indikatornya bila tidak ada
gangguan dalam hidupnya. Dalam konteks keperawatan, perawat harus memperhatikan
dan memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman yang dialami klien diatasi oleh
perawat melalui intervensi keperawatan. Kondisi ketidaknyamanan yang paling sering
dihadapi klien adalah nyeri. Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat
individual. Klien merespon nyeri yang dialaminya dengan beragam cara, misalnya
berteriak, meringis, dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subjektif, maka perawat
mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami klien (Potter & Perry, 2010).
Pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman adalah bagian dari kebutuhan fisiologis
menurut Hierarki Maslow. Kebutuhan rasa aman nyaman diperlukan untuk proses
kehidupan. Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa
juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006). Mengurangi nyeri dan
ketidaknyamanan yang hebat merupakan intervensi keperawatan utama yang
memerlukan keterampilan seni dan pengetahuan keperawatan. Hal tersebut juga
memerlukan konsep yang berhubungan dengan nyeri, pengumpulan data terapi, terapi
yang bermanfaat dan juga memerlukan kepekaan dan empati. Salah satu usaha perawat
mencari tahu apa yang dialami oleh pasien dan mengkomunikasikan asuhan yang akan
diberikan. Perawat memerlukan pendekatan yang sistematis (proses keperawatan) pada
pasien yang menderita nyeri.
Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang mengalami
nyeri dibanding tenaga profesional lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk
membantu menghilangkan nyeri dan efek yang membahayakan. Peran memberi
perawatan primer adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati nyeri. Perawat tidak
hanya berkolaborasi dengan tenaga profesi lain tetapi juga memberi intervensi, dan
bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif. Selain itu, perawat
berperan sebagai pendidik untuk pasien dan keluarga, mengajarkan mereka untuk

1
penggunaan analgesik atau regimen pereda nyeri oleh mereka sendiri ketika
memungkinkan (Brunner & Suddart, 2002).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sifat dasar nyeri ?
2. Bagaimanakah fisiologi dari nyeri ?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri ?
4. Apakah jenis-jenis nyeri ?
5. Bagaimanakah pengkajian dari nyeri ?
6. Apa yang dimaksud dengan keselamatan lingkungan ?
7. Bagaimanakah risiko pada berbagai tingkat pertumbuhan ?
8. Apa sajakah faktor risiko individual ?
9. Apa sajakah faktor risiko pada institusi pelayanan kesehatan yang menyangkut
keamanan klien ?
10. Bagaimanakah pengkajian aman dan nyaman ?
11. Apa saja diagnosa keperawatan aman dan nyaman ?
12. Bagaimanakah rencana tindakannya ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sifat dasar nyeri
2. Untuk mengetahui fisiologi dari nyeri
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
4. Untuk mengetahui jenis-jenis nyeri
5. Untuk mengetahui pengkajian dari nyeri
6. Untuk mengetahui keselamatan lingkungan
7. Untuk mengetahui risiko pada berbagai tingkat pertumbuhan
8. Untuk mengetahui faktor risiko individual
9. Untuk mengetahui faktor risiko pada institusi pelayanan kesehatan
10. Untuk mengetahui pengkajian aman dan nyaman
11. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan aman dan nyaman
12. Untuk mengetahui rencana tindakannya

2
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi
mahasiswa mengenai konsep dan prinsip kebutuhan rasa nyaman dan aman dan juga
diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penerapan ilmu keperawatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Konsep Dan Prinsip Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Aman

1. Rasa Nyaman
a. Sifat dasar nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan
tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan
mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang
dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin,
prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk,
2009).
Nyeri adalah suatu hal yang bersifat subjektif dan personal. Stimulus terhadap
timbulnya nyeri merupakan sesuatu yang bersifat fisik atau mental yang terjadi secara
alami. Nyeri merupakan suatu pengalaman yang melelahkan dan membutuhkan
energy. Nyeri dapat mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna hidup
(Potter Perry, 2010). Sifat-sifat nyeri yaitu :
 Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
 Nyeri bersifat subyektif dan individual
 Nyeri tak dapat dinilai secara objektif
 Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan klien
 Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
 Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
 Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
 Nyeri mengawali ketidakmampuan

b. Fisiologi nyeri
Menurut Potter Perry (2010), terdapat 4 proses fisiologi dari nyeri nosiseptif yaitu
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
1) Tranduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf.
Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah

4
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve
ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini,
golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau
trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah
yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan
dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan
menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.
2) Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses
transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis,
dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus
oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus
spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih
dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan
melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps
interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya
impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan
sebagai persepsi nyeri.
3) Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla
spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu
posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak.
Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat
menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu
posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls
nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri
sangat subjektif pada setiap orang.
4) Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,
transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses
subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada
thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik. Persepsi merupakan

5
salah satu poin dimana seseorang sadar akan timbulnya nyeri. Korteks
somatosensory mengidentifikasi lokasi dan intensitas nyeri.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri


Rasa nyeri merupakan suatu hal yang bersifat kompleks, mencakup pengaruh
fisiologis, social, spiritual, psikologis dan budaya. Oleh karena itu pengalaman nyeri
masing-masing orang berbeda. Berikut ini adalah beberapa faktor yang
mempengaruhi nyeri :
1) Pengalaman Nyeri Masa Lalu
Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula individu tersebut
terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut.
Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia ingin
nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Individu
dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri
dan pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry, 2010).
2) Kecemasan
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri
dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan
pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf
pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le Mone &
Burke, 2008).
3) Umur
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari
proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan.
Di lain pihak, normalnya kondisi nyeri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan
sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan
neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta
peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umum
terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes
mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf normal (Le Mone & Burke,
2008).
Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi orang
yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai 11 metabolisme yang lebih

6
lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu
berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk
menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang
sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakitnya
(misalnya diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri
mungkin tidak berubah (Le Mone & Burke, 2008).
Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah
kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia cenderung mengabaikan
lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian
dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Sebagian
lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena mereka takut nyeri
tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan
pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang
didasarkan pada usia (Potter & Perry, 2010).
4) Jenis kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu
ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu.
Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang
berhubungan erat dengan alat reproduksi 12 atau yang secara genetik berperan
dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).
Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktorfaktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.
Meskipun penelitian tidak menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam mengekspresikan nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada
perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan
laki-laki menerima analgesik opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri
(Potter & Perry, 2010).
5) Sosial Budaya
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat
membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada
7
harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya
akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn
menghilangkan nyeri pasien (Potter & Perry, 2010).
6) Nilai Agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai
cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi
nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini
mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan
mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry, 2010).
7) Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri
seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan,
perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya
akan dapat meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau
teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada
anak-anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter &
Perry, 2010).

d. Jenis-jenis nyeri
Nyeri dikategorikan dengan durasi atau lamanya nyeri berlangsung, atau dengan
kondisi patologis. Berikut ini adalah jenis-jenis nyeri (Potter Pery, 2010) :
1) Nyeri akut/sementara
Nyeri akut bersifat melindungi, memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi,
berdurasi pendek, dan memiliki sedikit kerusakan jaringan serta respon emosional.
Dan pada akhirnya nyeri akut akan ditangani dengan atau tanpa pengobatan
setelah jaringan yang rusak sembuh. Itu sebabnya nyeri akut dapat diprediksi
waktu penyembuhannya dan penyebabnya dapat diidentifikasi.
2) Nyeri kronis/menetap
Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari yang diharapkan, tidak selalu
memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi, dan dapat memicu penderitaan yang
besar bagi seseorang. Nyeri kronis bisa merupakan hal yang bersifat kanker atau
bukan.

8
3) Nyeri kronis yang tidak teratur (Episodik)
Nyeri yang sesekali terjadi dalam jangka waktu tertentu disebut dengan nyeri
episodeik. Nyeri berlangsung selama beberapa jam, hari, atau minggu. contohnya
: sakit kepala sebelah/migraine dan nyeri yang berhubungan dengan penyakit
talasemia (Gruener dan Lande, 2006).
4) Nyeri akibat kanker
Nyeri akibat kanker bersifat nosiseptif dan neuropatik. Nyeri kanker biasanya
disebabkan oleh berkembangnya tumor dan berhubungan dengan proses
pataologis, prosedur invansif, toksin-toksin dari pengobatan, infeksi, dan
keterbatasan secara fisik. Pada nyeri ini klien akan merasakan nyeri tepat di lokasi
tumor berada.
5) Nyeri akibat proses patologis
Klasifikasi nyeri akibat proses patologis yaitu nyeri nosisptif dan nyeri
neuropatik.. Nyeri nosiseptif mencakup nyeri somatic (musculoskeletal) dan nyeri
visceral (organ dalam). Nyeri neuropatik timbul dari dari adanya saraf nyeri yang
abnormal atau rusak. Berikut ini perbedaan antara nyeri nosisptif dan nyeri
neuropatik :
Nyeri Nosiseptif Nyeri Neuropatik
Merupakan proses normal dari stimulus Merupakan proses abnormal dari input
yang merusak jaringan-jaringan normal sensorik oleh sistem saraf pusat atau
atau memiliki potensial untuk merusak perifer, pengobatan biasanya
apabila diperpanjang, biasanya berespon mencakup beberapa tambahan
terhadap nonopioid, atau opioid. analgesik.
a. Nyeri somatic : berasal dari a. Nyeri yang timbul secara
tulang, sendi, otot, kulit atau terpusat
jaringan penghubung. Biasanya  Deafferentation pain :
kualitas nyeri ini ditunjukkan cedera pada sistem saraf
dari nyeri yang dirasakan atau pusat atau perifer.
denyutan dan terlokalisasi  Pertahanan nyeri
dengan baik. simpatetik: berhubungan
b. Nyeri visceral : timbul dari dengan disregulasi dari
organ-organ dalam, seperti sistem saraf otonom.
sistem pencernaan dan pancreas. b. Nyeri yang timbul di perifer

9
Kategorinya mencakup :  Nyeri polineuropati : nyeri
 Adanya tumor di dalam dirasakan di sepanjang jalur
organ yang menyebabkan saraf-araf perifer
nyeri dan cukup terlokalisasi  Nyeri mononeuropati :
dengan baik berhubungan dengan cedera
 Adanya penyumbatan pada saraf yang diketahui dan
rongga abdomen yang nyeri dirasakan setidaknya
kosong yang menyebabkan sebagaian dari saraf yang
kram yang timbul sebentar rusak.
tetapi sering dan kurang
terlokalisasi dengan jelas.
6) Nyeri idiopatik
Nyeri idiopatik merupakan nyeri kronis dari ketiadaan penyebab fisik atau
psikologis yang dapat diidentifikasi atau nyeri yg dirasakan sebagai berlebihnya
tingkat kondisi patologis suatu organ. Contoh dari nyeri ini adalah sindrom nyeri
local yang kompleks.

e. Pengkajian nyeri
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan mempermudah
di dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang
tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan (Prasetyo, 2010). Yang
perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut dalah :
1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam
keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya mengurangi kecemasan
klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap
nyeri. Dalam mengkaji respon nyeri yang dialami klien ada beberapa komponen yang
harus dikaji :
1. Karakteristik nyeri ( Metode P, Q, R, S, T)
a) Faktor pencetus (P: Provocate) : mengakaji tentang penyebab atau stimulus-
stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini juga dapat melakukan observasi bagian-

10
bagian tubuh yang mengalami cedera. Menanyakan pada klien perasaan-
perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b) Kualitas (Q: Quality) : Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang
diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih
tertusuk dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan
kualitas nyeri yang dirasakan.
c) Lokasi (R: Region) : Untuk mengakaji lokasi nyeri maka meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian / daerah dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk
melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk
melacak daerah nyeri dan titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit
apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
d) Keparahan (S: Severe) : Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan
karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau
berat. Skala nyeri numerik (0-10) :

skala nyeri wajah :

2. Respon perilaku
Respon perilaku klien terhadap nyeri dapat mencakup penyataan verbal, vokal,
ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, ataupun perubahan
respon terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis,
merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal, atau menarik
diri (Smeltzer & Bare, 2002).

11
3. Respon afektif
Respon ini bervariasi sesuai situasi, derajat, durasi, interpretasi, dan faktor lain.
Perawat perlu mengeksplor perasaan ansietas, takut, kelelahan, depresi, dan
kegagalan klien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).
4. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan kita
Klien yang setiap hari merasakan nyeri akan mengalami gangguan dalam
kegiatan sehari-harinya. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan sehari-hari,
sehingga perawat mengetahui sejauh mana ia dapat membantu aktivitas yang
dilakukan oleh pasien (Prasetyo, 2010).
5. Persepsi klien terhadap nyeri
Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri, bagaimana
klien dapat menghubungkan antara nyeri yang ia rasakan dengan proses penyakit
atau hal lain dalam diri maupun lingkungan disekitar klien (Prasetyo, 2010).
6. Mekanisme adaptasi klien teradap nyeri
Tiap individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi terhadap nyeri.
Dalam hal ini, perawat perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasanya selalu
dilakukan klien untuk menurunkan rasa nyeri yang ia rasakan. Apabila cara yang
dilakukan oleh klien tersebut efektif, maka perawat dapat memasukkannya dalam
rencana tindakan (Prasetyo, 2010).

2. Keselamatan Klien/Aman
a. Keselamatan lingkungan
Menurut Potter Perry (2010), keselamatan didefinisikan sebagai kebebasan dari
cedera psikologis dan fisik. Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan
psikososial yang mempengaruhi kehidupan dan ketahanan hidupnya. Keselamatan
pada lingkungan pelayanan kesehatan dapat menurunkan insiden penyakit dan cedera,
mencegah semakin lamanya waktu rawat inap rumah sakit, mempertahankan atau
meningkatkan status fungsional klien. Lingkungan yang aman juga akan melindungi
staf sehingga dapat menjalankan tugas dengan optimal. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keselamatan lingkungan klien :
1) Oksigen
Oksigen dapat mempengaruhi keselamatan klien. Awasi faktor lingkungan
yang dapat mengurangi ketersediaan oksigen. Karena kekurangan oksigen dapat

12
mengakibatkan mual, pusing, nyeri kepala serta kelelahan. Dan tak jarang juga
dapat menyebabkan kematian.
2) Gizi
Pemenuhan kebutuhan gizi yang cukup dan aman membutuhkan pengaturan
lingkungan dan pengetahuan. Di rumah klien membutuhkan lemari pendingin
untuk menyimpan makanan yang mudah busuk. Karena makanan yang tidak
disimpan dengan baik atau berada di lingkungan dengan sanitasi buruk dapat
meningkatkan risiko keracunan dan infeksi makanan.
3) Suhu dan Kelembapan
Lingkungan yang nyaman memiliki suhu yang bervariasi menurut tiap
individu, tetapi kisarannya adalah 18,3-23,90C. Suhu yang ekstrim pada musim
dingin dan panas dapat mempengaruhi kenyamanannya, produktivitas, dan bahkan
keselamatan. Pajanan terhadap suhu yang sangat dingin dalam waktu lama
menyebabkan hipotermia. Sedangkan pajanan terhadap panas yang ekstrim
meningkatkan suhu inti badan sehingga terjadi heatstroke. Yang paling berisiko
menderita heatstroke adalah klien dengan penyakit kronis, lansia.
Kelembapan relative udara di lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan klien. Kelembapan relative adalah jumlah uap air di udara
dibandingkan dengan jumlah maksimum uap air di udara yang dapat di kandung
pada suhu sama. Orang akan merasa nyaman dengan kelembapan antara 60%-70%.
4) Bahaya fisik
Bahaya fisik dilingkungan dapat menimbulkan risiko cedera kecelakaan dan
kematian bagi klien. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
cedera yang tidak disengaja merupakan penyebab kematian kelima bagi klien. Kita
dapat meminimalkan banyak bahaya fisik terutama berhubungan dengan
kecelakaan jatuh yang meliputi pencahayaan yang cukup, mengurangi
gangguan/halangan, mengatur kamar mandi, dan tindakan keamanan.
 Pencahayaan : pencahayaan akan mengurangi bahaya fisik dengan menerangi
area pergerakan klien. Pencahayaan juga dapat mengurangi klien dari tindakan
criminal yang dapat membahayakan keselamatan klien.
 Halangan/gangguan : cedera yang sering terjadi di rumah yang dapat
menyebabkan keselamatan pasien terganggu sering diakibatkan karena klien
terjungkal dengan peralatan rumah tangga seperti karpet, lantai yang licin, dll.

13
 Bahaya di kamar mandi : kecelakaan jatuh, luka bakar dan keracunan sering
terjadi di kamar mandi. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan risiko tinggi
keselematan klien yang dapat mengancam jiwa.
 Keamanan : Lingkungan rumah yang tidak aman dapat menyebabkan klien
pada risiko cedera yang sangat tinggi.
5) Transmisi pathogen
 Patogen : merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit.
Salah satu cara efektif untuk membatasinya adalah dengan melakukan hygiene
tangan. Dengan adanya pathogen yang banyak di lingkungan sekitar kita maka
berbagai penyakit akan timbul yang nantinya dapat menyebabkan kita menjadi
terserang berbagai penyakit.
 Polusi : lingkungan yang sehat harus terbebas dari polusi, baik itu polusi
udara, polusi air, polusi tanah, dan polusi suara. Pajanan terhadap polusi yang
berlangsung lama ini akan meningkatkan risiko berbagai penyakit.
b. Risiko pada berbagai tingkat pertumbuhan
Tingkat pertumbuhan klien menciptakan ancaman keselamatan sebagai akibat
gaya hidup, status mobilitas, gangguan sensorik, dan kesadaran keselamatan. Berikut
ini berbagai risiko keselamatan pada berbagai tingkat pertumbuhan :
1) Masa Infantil (usia 1-3 tahun, dan Prasekolah)
Cedera merupakan penyebab kematian utama pada anak diatas usia 1 tahun
dan menyebabkan lebih banyak kematian dan kecacatan dibandingkan dengan
penyakit (Hockenberry dan Wilson, 2007). Sifat cedera sangat berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan normal. Contohnya: insiden keracunan
timbal paling tinggi terjadi pada masa infantile akhir dan usia 1-3 tahun karena
meningkatnya aktivitas oral dan kemampuan menjelajahi lingkungan.
Kecelakaan pada anak umumnya dapat dicegah, tetapi orang tua harus
menyadari bahaya spesifik pada tiap tingkat pertumbuhan dan perkembangan.
Pencegahan kecelakaan dilakukan melalui edukasi kesehatan untuk orang tua dan
pemusnahan bahaya jika mungkin.
2) Anak usia sekolah
Anak yang memasuki usia sekolah akan mengalami perluasan lingkungan,
yaitu sekolah, transportasi, teman sekolah, dan aktivitas ekstrakurikuler. Orang tua,
guru, dan perawat harus mengintruksikan praktik yang aman pada anak selama di
sekolah dan bermain. Karena anak usia sekolah berpartisifasi lebih banyak di luar
14
rumah, mereka berisiko mendapat cedera dari lingkungan luar. Cedera sangat
mungkin terjadi ketika di luar lingkungan rumah seperti cedera saat berolahraga
contohnya cedera saat menaiki sepeda. Karena cedera menaiki sepeda merupakan
penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak.
3) Remaja
Saat remaja anak memperoleh kebebasan yg lebih besar dan mulai
membangun identitas dan nilainya sendiri. Secara emosional, mereka menjalin
hubungan yang lebih dekat dengan kelompoknya dibandingkan dengan
keluarganya. Krisis identitas ini membuat remaja mengalami rasa malu, takut dan
gelisah yang akan menimbulkan gangguan fungsi di rumah dan di sekolah. Dalam
usahanya mengurangi ketegangan akibat perubahan fisik dan psikososial dan juga
tekanan kelompoknya, dan mereka mulai bertindak secara impulsive dan
melakukan tindakan yang mengundang risiko seperti merokok, memakai obat-
obatan, meminum minuman keras. Sehingga risiko-risiko cedera pada masa remaja
sangat tinggi seperti risiko kecelakaan kendaraan bermotor.
4) Dewasa
Ancaman kesehatan pada orang dewasa berhubungan dengan gaya hidup.
Contohnya, pengguna alcohol yang berlebihan memiliki risiko yang lebih besar
untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Perokok jangka panjang juga
memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit kardiovaskuler dan juga
paru-paru. Orang dewasa dengan tingkat stress yang tinggi juga lebih cenderung
untuk mengalami kecelakaan atau penyakit-penyakit seperti nyeri kepala, dll.
5) Lansia
Perubahan fisik pada lansia menyebabkan peningkatan risiko kecelakaan
seperti jatuh, luka bakar, dan kecelakaan mobil. Klien lansia lebih cenderung untuk
jatuh di kamar mandi, kamar tidur, kebun, lingkungan diluar rumah. Kecelakaan
jatuh di dalam rumah paling sering terjadi saat berpindah dari tempat tidur, kursi,
kamar mandi sehingga mengakibatkan terjungkal atau terpeleset yang
mengakibatkan risiko kecelakaan pada lansia semakin meningkat.

c. Faktor risiko individual


Faktor risiko untuk keselamatan yang lain adalah gaya hidup, gangguan
mobilitas, gangguan sensorik atau komunikasi, dan tidak adanya kesadaran akan
keselamata.

15
1) Gaya hidup
Beberapa gaya hidup meningkatkan risiko. Mereka yang mengoperasikan
mesin di bawah pengaruh zat kimia (obat-obatan dan alcohol), serta yang memiliki
pekerjaan berbahaya dan berisiko memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami cedera.
2) Gangguan mobilitas
Gangguan mobilitas akibat kelemahan atau kelumpuhan otot, ataupun
koordinasi dan keseimbangan yang buruk, merupakan faktor utama penyebab
kecelakaan jatuh. Imobilisasi merupakan predisposisi terhadap bahaya fisiologis
dan emosional, yang selanjutnya semakin memperburuk mobilitas dan
kemandirian.
3) Hilangnya kesadaran akan keselamatan
Beberapa klien tidak menyadari tindakan keamanan seperti menyimpan obat
atau racun jauh dari anak-anak atau memperhatikan tangga kadaluwarsa makanan.
Banyak klien yang mengabaikan hal-hal kecil namun sangat berdampak besar jika
kita lalali. Dampak tersebut dapat membahayan keselamatan kita sendiri.

d. Risiko pada institusi pelayanan kesehatan


Keselamatan lingkungan berlaku pada institusi pelayanan kesehatan, rumah,
dan lingkungan. Namun terdapat risiko spesifik pada institusi pelayanan kesehatan.
Laporan oleh institute of medicine di tahun 1999 membawa perhatian nasional
terhadap kesalahan medis rumah sakit yang serius. Terdapat 3 jenis kesalahan medis
yang hamper 60% kecelakaan keselamatan pasien, yaitu : infeksi, luka tempat tidur,
dan kegagalan diagnosis dan terapi. Kesalahan pengobatan yang juga disebutkan
dalam laporan ini dapat terjafi kapan saja.
Risiko spesifik terhadap keselamatan klien dalam lingkungan pelayanan
kesehatan juga mencakup kecelakaan jatuh, kecelakaan intrinsic (berasal dari klien),
kecelakaan yang terkait prosedur dan kecelakaan yang terkait perlengkapan. Jika
terjadi kecelakaan maka harus dimasukkan dalam laporan kecelakaan. Laporan ini
mendokumentasikan kecelakaan, pemeriksaan klien, dan intervensi yang dilakukan.
1) Kecelakaan jatuh
Pada tahun 2003, lebih dari 1,8 juta lansia berusia 65 tahun ke atas ditangani di
unit darurat karena menderita cedera yang terkait dengan kecelakaan jatuh. Risiko
jatuh lebih tinggi pada lansia. Salah satu faktor presipitasi jatuh adalah usaha klien

16
untuk bangkit dari tempat tidur menuju toilet. Penggunaan obat dan interaksinya
juga merupakan faktor penyumbang. Kecelakaan yang terjadi akibat cedera akan
memperpanjang masa rawat klien di lingkungan pelayanan kesehatan sehingga
mereka memiliki peningkatan risiko untuk mengalami komplikasi lain.
2) Kecelakaan intrinsik
Kecelakaan intrinsik adalah kecelakaan dimana klien merupakan penyebab
utama terjadinya kecelakaan tersebut. Contohnya adalah, sayatan, cedera, luka
bakar yang dilakukan oleh diri sendiri, menelan substansi asing, dll. Kecelakaan
intrinsic ini terkadang terjadi akibat kejang. Kejang merupakan hiperereksitasi dan
pelepasan impuls neuron yang tidak teratur ke otak yang mengakibatkan kontraksi
otot serial yang mendadak, berat, involunter, bersifat proksimal dan episodic.
Kejang ini dapat meningkatkan risiko jatuh/cedera bagi pasien yang di rawat di
pelayanan kesehatan.
3) Kecelakaan yang terkait prosedur
Kecelakaan ini terjadi saat pemberian terapi. Hal ini mencakup kesalahan
administrasi obat dan cairan, pemakaian alat eksternal yang salah, dan kecelakaan
yang terkait pelaksanaan prosedur yang tidak tepat. Perawat dapat mencegah
kecelakaan ini. Contohnya dengan mengikuti prosedur pemberian obat dengan
ketat dan mencegah kesalahan pengobatan.
4) Kecelakaan yang terkait dengan alat
Kecelakaan ini terjadi akibat gangguan fungsi, kondisi buruk, atau kesalahan
penggunaan perlengkapan ataupun dari bahaya listrik. Untuk menghindari
kecelakaan ini, dianjurkan jangan mengoperasikan perlengakapan monitor atau
terapi tanpa instruksi.

3. Faktor pengkajian kebutuhan aman dan nyaman


A. Faktor pengkajian kebutuhan aman
 Anamnesis
Anamnesis pada kebutuhan aman mencakup data tentang kesejahteraan klien
untuk menentukan adanya kondisi yang mengancam keselamatan. Contohnya
yang perlu dikaji adalah :
 Cara berjalan klien
 Kekuatan dan koordinasi otot
 Keseimbangan

17
 penglihatan
 Faktor lingkungan rumah klien
Untuk pengkajian di lingkungan rumah, dibutuhkan pengkajian bahaya yang ada
di rumah klien. Kaji bagaimana biasanya klien melakukan aktivitas harian. Area
yang harus diamati dan dikaji adalah kamar mandi, dapur, dan area dimana
biasanya klien melakukan aktivitasnya. Ini berguna untuk mengetahui bahaya
yang tersembunyi yang dapat mengancam keselamatan klien.
 Faktor lingkungan pelayanan kesehatan
Di lingkungan pelkes ini kaji adanya ancaman bahaya dilingkungan tempat klien
di rawat. Contohnya, adanya perabotan/peralatan yang membatasi ambulansi
klien, kaji posisi klien untuk menjangkau benda-benda di meja dekat tempat tidur
klien untuk menurunkan risiko keselamatan klien, kaji adanya kebutuhan
ambulansi klien, dan pastikan pengaman tempat tidur terpasang dengan baik.
 Faktor risiko jatuh
Pengkajian risiko jatuh sangat penting untuk menentukan kebutuhan spesifik dan
menyusun intervensi pencegahan. Kaji adanya riwayat jatuh klien, gunakan alat
pengkajian risiko jatuh untuk mendeteksi risiko potensial sebelum kecelakaan
terjadi. Pengkajian awal risiko jatuh ini sangat penting untuk mengidentifikasi
klien yang berisiko jatuh.
 Faktor risiko kesalahan medis
Beban kerja dan kelelahan yang berlebihan menyebabkan penurunan
kewaspadaan dan konsentrasi sehingga menyebabkan kesalahan. Sehingga pihak
medis dituntut untuk selalu waspada terhadap faktor ini dan berhati-hati saat
bekerja dibawah kondisi penuh tekanan. Contohnya untuk mengurangi kesalahan
medis yang fatal perawat harus memeriksa gelang yang digunakan klien untuk
identifikasi klien sebelum melalukan tindakan. Dan selalu menerapkan patient
safety.
 Harapan klien
Umumnya klien berharap aman berada di lingkungan dan fasilitas kesehatan,
terkadang harapan ini tidak sesuai dengan perawat. Oleh karena itu, setiap
pengkajian harus menyertakan pemahaman klien tentang persepsinya mengenai
faktor risiko. Perawat harus mengubah lingkungan klien. Klien biasanya tidak
akan menempatkan dirinya dalan bahaya secara sengaja. Jika klien tidak
diinformasikan maka ancaman keselamatan dapat saja terjadi.
18
B. Faktor pengkajian kebutuhan nyaman
 Alasan MRS, yaitu keluhan utama pasien saat MRS dan saat dikaji. Pasien
mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan
sebelum.
 Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri)
Data didapatkan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa untuk
mengkaji karakteristik nyeri yang diungkapkan oleh pasien dengan pendekatan
PQRS (provokatif/paliatif, quality, radiation, severity). Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk mendapatkan perubahan klinis yang diakibatkan oleh nyeri yang
dirasakan oleh pasien.
Data yang didapatkan mencerminkan respons pasien terhadap nyeri yang
meliputi respon fisiologis, respon perilaku, dan respon psikologis.
a. Respons Fisiologis
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya
untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk
mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi
keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan
darah, dan ftekuensi pernapasan meningkat.
b. Respons Perilaku
Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit
bibir, gelisah,imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan
melindungi bagian tubuh sampai dengan menghinndari percakapan,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri.
c. Respons Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap
nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu
berbeda-beda antara lain : Bahaya atau merusak, Komplikasi seperti
infeksi, Penyakit yang berulang, Penyakit baru, Penyakit yang
fatal, Peningkatan ketidakmampuan, dan Kehilangan mobilitas.

19
4. Dx. Keperawatan terkait kebutuhan aman dan nyaman
a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kurang pengendalian
situasional/lingkungan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis
c. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
d. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
e. Risiko cedera
f. Risiko jatuh
g. Risiko infeksi
5. Rencana tindakan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Gangguan rasa nyaman NOC NIC
berhubungan dengan  Ansiety Anxiety Reduction
kurang pengendalian  Fear level 1. Gunakan pendekatan yang
situasional/lingkungan  Sleep Deprivation menenangkan
 Comfort, Readines for 2. Nyatakan dengan jelas
Enchanced harapan terhadap pelaku
Kriteria Hasil : pasien
1. Mampu mengontrol 3. Jelaskan semua prosedur dan
kecemasan apa yang dirasakan selama
2. Status lingkungan yang prosedur
nyaman 4. Pahami prespektif pasien
3. Mengontrol nyeri terhadap situasi stress
4. Kualitas tidur dan 5. Temani pasien untuk
istirahat adekuat memberikan keamanan dan
5. Agresi pengendalian diri mengurangi takut
6. Respon terhadap 6. Dengarkan dengan penuh
pengobatan perhatian
7. Control gejala 7. Identifikasi tingkat
8. Status kenyamanan kecemasan
meningkat 8. Bantu pasien mengenal situasi
9. Dapat mengontrol yang menimbulkan
ketakutan kecemasan

20
10. Support social 9. Dorong pasien untuk
11. Keinginan untuk hidup mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Environment Management
Confort
Pain Management
2 Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan agen pencedera  Pain Level Pain Management
biologis  Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level secara komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi
1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri (tahu penyebab presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dan
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, terapeutik untuk mengetahui
mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
2. Melaporkan bahwa 4. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri berkurang dengan masa lampau
menggunakan 5. Bantu pasien dan keluarga
manajemen nyeri untuk mencari dan menemukan
3. Mampu mengenali dukungan
nyeri (skala, intensitas, 6. Kontrol lingkungan yang dapat
frekuensi dan tanda mempengaruhi nyeri seperti
nyeri) suhu ruangan, pencahayaan dan
4. Menyatakan rasa kebisingan
nyaman setelah nyeri 7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang 8. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
9. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi

21
10. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
11. Tingkatkan istirahat

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
3 Nyeri kronis NOC: NIC :
berhubungan dengan  Comfort level Pain Manajemen
kerusakan sistem saraf  Pain control 1. Monitor kepuasan pasien
 Pain level terhadap manajemen nyeri
Kriteria hasil: 2. Tingkatkan istirahat dan tidur
1. Tidak ada gangguan yang adekuat
tidur 3. Jelaskan pada pasien
2. Tidak ada gangguan penyebab nyeri
konsentrasi 4. Lakukan teknik
3. Tidak ada gangguan nonfarmakologis (relaksasi,
hubungan interpersonal masase punggung)
4. Tidak ada ekspresi
menahan nyeri dan
ungkapan secara verbal
5. Tidak ada tegangan
otot

22
4 Nausea berhubungan NOC NIC
dengan efek agen  Level kenyamanan Nausea Management
farmakologis  Hidrasi 1. Lakukan pengkajian lengkap
 Status nutrisi : intake rasa mual termasuk frekuensi,
makanan dan cairan durasi, tingkat mual, dan
 Symptom Severity faktor yang menyebabkan
Kriteria Hasil : pasien mual.
1. Nausea and Vomiting 2. Evaluasi efek mual terhadap
Control nafsu makan pasien, aktivitas
 Pasien dapat sehari-hari, dan pola tidur
menghindari faktor pasien
penyebab nausea 3. Ajnurkan makan sedikit tapi
dengan baik sering dan dalam keadaan
 Pasien melakukan hangat
acupressure point P6 4. Anjurkan pasien mengurangi
untuk mencegah jumlah makanan yang bisa
mengurangi mual menimbulkan mual.
2. Nausea &vomiting 5. Berikan istirahat dan tidur
severity yang adekuat untuk
 Pasien mengatakan mengurangi mual
tidak mual 6. Kolaborasi pemberian

 Pasien mengatakan antiemetik : ondansentron 4

tidak muntah mg IV jika mual

 Tidak ada
peningkatan sekresi
saliva
5 Risiko cedera NOC NIC
 Risk Kontrol Environment Management
Kriteria Hasil : 1. Sediakan Iingkungan yang
1. Klien terbebas dari aman untuk pasien
cedera 2. Identifikasi kebutuhan
2. Klien mampu keamanan pasien, sesuai
menjelaskan dengan kondisi fisik dan fungsi

23
cara/metode untuk kognitif pasien dan riwayat
mencegah injury/cedera penyakit terdahulu pasien
3. Klien mampu 3. Menghindarkan lingkungan
menjelaskan faktor yang berbahaya (misalnya
resiko dari memindahkan perabotan)
lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat
personal tidur
4. Mampu memodifikasi 5. Menyediakan tempat tidur
gaya hidup untuk yang nyaman dan bersih
mencegah injury 6. Menempatkan saklar lampu
5. Menggunakan fasilitas ditempat yang mudah
kesehatan yang ada dijangkau pasien.
6. Mampu mengenali 7. Membatasi pengunjung
perubahan status 8. Menganjurkan keluarga untuk
kesehatan menemani pasien.
9. Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
10. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
6 Risiko jatuh NOC NIC
 Trauma Risk For Fall Prevention
 Injury risk for 1. Mengidentifikasi defisit
Kriteria Hasil : kognitif atau fisik pasien yang
1. Keseimbangan : dapat meningkatkan potensi
kemampuan untuk jatuh dalam lingkungan
mempertahankan tertentu
ekuilibrium 2. Mengidentifikasi perilaku dan
2. Gerakan terkoordinasi : faktor yang mempengaruhi
kemampuan otot untuk risiko jatuh
bekerja sama secara 3. Mengidentifikasi karakteristik

24
volunter untuk lingkungan yang dapat
melakukan gerakan yang meningkatkan potensi untuk
bertujuan jatuh (misalnya, lantai yang
3. Perilaku pencegahan licin dan tangga terbuka)
jatuh : tindakan individu 4. Sarankan perubahan dalam
atau pemberi asuhan gaya berjalan kepada pasien
untuk meminimalkan 5. Mendorong pasien untuk
faktor resiko yang dapat menggunakan tongkat atau
memicu jatuh alat pembantu berjalan
dilingkungan individu 6. Kunci roda dari kursi roda,
4. tidak ada kejadian jatuh tempat tidur, atau brankar
5. pemahaman pencegahan selama transfer pasien
jatuh 7. Ajarkan pasien bagaimana
6. keamanan pribadi jatuh untuk meminimalkan
cedera
8. Memantau kemampuan untuk
mentransfer dari tempat tidur
ke kursi dan demikian pula
sebaliknya
9. Gunakan teknik yang tepat
untuk mentransfer pasien ke
dan dari kursi roda, tempat
tidur, toilet, dan
Sebagainya
10. Menyediakan tempat tidur
kasur dengan tepi yang erat
untuk memudahkan transfer
11. Hindari kekacauan pada
permukaan lantai
12. Memberikan pencahayaan
yang memadai untuk
meningkatkan visibilitas
13. Menyediakan lampu malam

25
di samping tempat tidur
14. Menyediakan pegangan
tangan terlihat dan memegang
tiang
7 Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status Infection Control
 Knowledge : Infection 1. Pertahankan teknik aseptif
control 2. Batasi pengunjung bila perlu
 Risk control 3. Cuci tangan setiap sebelum
Kriteria Hasil : dan sesudah tindakan
1. Klien bebas dari tanda keperawatan
dan gejala infeksi 4. Monitor tanda dan gejala
2. Mendeskripsikan infeksi sistemik dan local
proses penularan 5. Inspeksi kulit dan membran
penyakit, faktor yang mukosa terhadap kemerahan,
mempengaruhi panas, drainase
penularan serta 6. Monitor adanya luka
penatalaksanaanya 7. Dorong masukan cairan
3. Menunjukkan 8. Dorong istirahat
kemampuan untuk 9. Ajarkan pasien dan keluarga
mencegah timbulnya tanda dan gejala infeksi
infeksi 10. Kaji suhu badan pada pasien
4. Jumlah leukosit dalam neutropenia setiap 4 jam
batas normal
5. Menunjukkan perilaku
hidup sehat

26
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan
tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan
mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang
dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin,
prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk,
2009).
Keselamatan didefinisikan sebagai kebebasan dari cedera psikologis dan fisik.
Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi
kehidupan dan ketahanan hidupnya. Keselamatan pada lingkungan pelayanan
kesehatan dapat menurunkan insiden penyakit dan cedera, mencegah semakin
lamanya waktu rawat inap rumah sakit, mempertahankan atau meningkatkan status
fungsional klien. Lingkungan yang aman juga akan melindungi staf sehingga dapat
menjalankan tugas dengan optimal.
B. Saran
Semoga dengan memahami konsep dasar aman dan nyaman ini. Kita bisa
menerapkan dan membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah gangguan aman dan
nyaman ini dalam kehidupan sehari-hari.

27
DAFTAR PUSTAKA

Christensen, Paula dan W.Kenney, Janet.2009. Aplikasi Model Konseptual. Jakarta : EGC

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Perry, Potter. 2010. Fundamental of Nursing, Buku 2, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika

Perry, Potter. 2010. Fundamental of Nursing, Buku 3, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI

28

Anda mungkin juga menyukai