Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DHF

OLEH :

NAMA : NI LUH WIDARSIH


NIM : 189012126
KELAS : B10B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI


PROGRAM STUDI NERS NON REGULER
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN DHF

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
DHF adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam dan
manifestasi perdarhan, serta bertendensi mengakibatkan renjatan yang
mengakibatkan kematian (Mansjoer, Arif. 2010)
Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue
haemorhagic fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limpadenopati, trombositopenia, dan
ditesis hemorajik (Nurarif, 2015)
B. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Penyebab DHF adalah Arbovirus (Arthropodborn Virus) melalui
gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dn Aedes Aegepty ). Virus
dengue ini termasuk dalam kelompok arbovirus golongan B tergolong
dalam family Flavividae berdiameter 40 nonometer dapat berkembang
biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
(Soedarto, 2012). Dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di
Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3
dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus
dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in
aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan
serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak

2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan

1
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Mansjoer, 2010)
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 2012).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2012).

C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty yang mengakibatkan toksin masuk ke peredaraan darah dan
menyebar ke sel-sel dalam tubuh sehingga terjadi infeksi dengue. Pertama-
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit (petekie), dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali)
dan pembesaran limpa (Splenomegali). Virus kemudian akan bereaksi dengan

2
antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibodi yang akan mengaktivasi
sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5, akan dilepas C3a dan C5a
yang berfungsi untuk melepaskan histamine yang merupakan mediator kuat
sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah
sehingga akan terjadi perembesan plasma ke ruang ekstra seluler (Mansjoer,
2000).
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit>20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting
untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trombositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin
dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF (Mansjoer, 2000).

PATHWAYS

Arbovirus ( mll nyamuk Beredar dlm aliran darah Infeksi Virus dengue
aydes aegypty)

Membentuk & melepasakan Mengaktifkan sistem


PEG2, Hipothalamus
zat C3a , C5a
komplemen

Hipertermi Peningkatan reabsorbsi Permeabilitas membrane


Na+ dan H2O meningkat

3
Agregasi trombosit Kerusakan endotel Risiko syok hipovolemik
pembuluh darah
Merangsang dan aktifkan Rejatan hipovolemik dan
Risiko
Asidosis
Trombositopeni
Risiko
perdarahan
Metabolik
syok factor
Risiko perfusi DIC
pembekuan
jaringan
Kekurangan
Tekanan
Hipoksia
Perdarahan
Nyeri tidak
intraabdomen
jaringan efektif
Hepatomegali
akut
vol.
Hepar
cairan hipotensi
Ke ekstravaskuler
Ascites
Nausea
Abdomen
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO dibagi menjadi 4 derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji
torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat
lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan
ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur. Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindroma syok
yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau
demam berdarah dengue. Dengue syok sindrom bukan saja merupakan
suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas
atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis,
karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami

4
renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila
tidak ditangani secara dini dan adekuat.

E. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat beberapa tanda gejala yang khas terjadi pada DHF menurut
Sudoyo (2009) meliputi:
a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2–7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala–gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyertai.
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tourniquet yang positif, mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi dan purpura, perdarahan ringan hingga
sedang pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis, serta biasanya didahului dengan nyeri perut yang hebat.
Perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit
(trombositopeni).
c. Syok
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakit, yang
disebabkan oleh perdarahan dan kebocoran plasma di intravaskuler
akibat kapiler yang rusak. Tanda-tanda syok meliputi:
 Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan
kaki
 Gelisah dan sianosis disekitar mulut
 Nadi cepat, lemah, sampai tidak teraba
 Tekanan darah menurun (tekanan sistolik≤80 mmHg, diastolik≤20
mmHg)
d. Gejala lain, seperti anoreksia, mual muntah, sakit perut, diare atau
konstipasi serta kejang, hingga penurunan kesadaran.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi
perubahan hematologis. Parameter laboratorium yang dpapat diperiksa
(WHO, 1986; Price and Wilson, 2005; Shepherd, 2013) antara lain:
 Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru
(>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.

 Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit<100.000/μl)
pada hari ke 3-8.
 Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-
3 demam.

 Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

6
 Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal
albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl.
 SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
SGOT/SGPT dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase
adalah 0-40 IU/l.
 Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium
normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
 Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.
 Imunoserologi
Pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari
ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.
Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG (WHO, 1986; Price and Wilson, 2005;
Shepherd, 2013).
G. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1 ½ - 2 liter dalam
24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres
dingin. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : pasien

7
terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat.
b. Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL. Jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan
berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi
sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, tekanan sistolik 80
mmHg dan kecapatan tetesan dikurangi menjadi 10 mL/ kg BB/ jam. Pada
pasien dengan syok berat atau syok berulang perlu dipasang CVV untuk
mengukur tekanan vena sebtral melalui vena jugularis, dan biasanya
pasien dirawat di ICU.
c. Cairan (rekomendasi WHO)
1) Kristaloid
 Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
laktat (D5/RL).
 Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA).
 Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam
larutan faali (D5/GF).
2) Koloid
 Dextran 40
 Plasma
(Arif Mansjoer, 2010, hal : 422)
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24
jam dan kompres dingin.
b. Derajat II
Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering
dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem
dibuka tetesan infus atau tetesan cairan tetap tidak lancar maka jika 2
tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk
memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV (DSS)

8
 Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.
 Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
 Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
 Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
 Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
 Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas
dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube
dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah
membaik sudah boleh diberikan makanan cair walaupun feses
mengndung darah hitam kemudian lunak biasa (Ngastiyah, 2012).

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Keadaan Umum
Terjadinya peningkatan suhu tubuh / demam dan disertai ruam macula
popular.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Umumnya klien dengan DHF datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
demam akut 2 – 7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, malaise,
mual, muntah, sakit kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati,
pendarahan spontan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Diantara penyakit yang pernah diderita yang dahulu dengan penyakit DHF
yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF
penyakit itu berulang.
5. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain, yang tinggal
didalam satu rumah / beda rumah dengan jarak yang berdekatan sangat
menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk.
6. Riwayat Penyakit Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 nyamuk yaitu: Aedes aegypti dan Aedes albopiehis,
hidup dan berkembang biak didalam rumah yaitu pada tempat

9
penampungan air bersih seperti kaleng bekas, bak mandi yang jarang
dibersihkan.
7. Pengkajian pola fungsional Gordon
 Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
Kaji pasien mengenai :
 Arti sehat dan sakit bagi pasien
 Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini
 Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke
pusat pelayanan ksehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen
stress, faktor ekonomi
 Pemeriksaan diri sendiri : pyudara, riwayat medis keluarga, pengobatan
yang sudah dilakukan.
 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
 Pola metabolik – nutrisi
Kaji pasien mengenai :
 Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan
 Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)

 Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan,
nafsu makan

 Kepuasan akan berat badan

 Persepsi akan kebutuhan metabolik

 Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi,


mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi
makanan

 Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS)

 Pola eliminasi
Kaji pasien mengenai :
 Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,

nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain


 Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain

10
 Keyakinan budaya dan kesehatan
 Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
 Penggunaan bantuan untuk ekskresi
 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia,
rektum, prostat)
 Pola aktivitas – latihan
Kaji pasien mengenai :
 Aktivitas kehidupan sehari-hari
 Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas
 Aktivitas menyenangkan

 Keyakinan tenatng latihan dan olahraga

 Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan,


kamar mandi)

 Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan

 Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)

 Data pemeriksaan fisik (pernapasa, kardiovaskular, muskuloskeletal,


neurologi)

 Pola istirahat – tidur


Kaji pasien mengenai :
 Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun,
ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah
tidur)
 Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik)

 Jadwal istirahat dan relaksasi

 Gejala gangguan pola tidur

 Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)

 Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,


mengantuk)

 Pola persepsi – kognitif

11
Kaji pasien mengenai :
 Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar,
perasa, peraba)
 Penggunaan alat bantu indra

 Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif)

 Keyaknan budaya terhadap nyeri

 Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk


mengontrol dan mengatasi nyeri

 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,


ketidaknyamanan)

 Pola konsep diri – persepsi diri


Kaji pasien mengenai :
 Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok sosial
 Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki

 Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai
dan tidak)

 Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri

 Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)

 Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi

 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak


mau berinteraksi)

 Pola hubungan – peran


Kaji pasien mengenai :
 Gambaran tentang peran berkaitam dengan keluarga, teman, kerja
 Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran
 Efek terhadap status kesehatan

12
 Pentingnya keluarga

 Struktur dan dkungan keluarga

 Proses pengambilan keputusan keluarga

 Pola membersarkan anak

 Hubungan dengan orang lain

 Orang terdekat dengan klien

 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan

 Pola reproduksi – seksualitas


Kaji pasien mengenai :
 Masalah atau perhatian seksual
 Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri
 Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan,
sentuhan dll)
 Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
 Efek terhadap kesehatan
 Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rektum)
 Pola toleransi terhadap stress – koping
Kaji pasien mengenai :
 Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
 Tingkat stress yang dirasakan
 Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
 Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya
 Strategi koping yang biasa digunakan
 Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
 Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga
 Pola keyakinan – nilai
Kaji pasien mengenai :
 Latar belakang budaya/etnik
13
 Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
budaya/etnik

 Tujuan kehidupan bagi pasien

 Pentingnya agama/spiritualitas

 Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas

 Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang


dapat mempengaruhi kesehatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (viremia)
3. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
4. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (viremia)
5. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(trombositopenia)
6. Risiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan

14
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan SLKI Perencanaan Keperawatan SIKI

1 2 3

Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Utama: manajemen hipertermia
a. Identifikasi penyebab hipertermia
dengan proses penyakit selama 3 x 24 jam, maka termoregulasi
b. Monitor suhu tubuh
(viremia). membaik dengan kriteria hasil: c. Monitor haluaran urine
- Menggigil menurun d. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Kulit merah menurun e. Berikan cairan oral
- Takikardi menurun f. Ganti linen lebih sering
- Takipnea menurun g. Lakukan pendinginan eksternal
h. Anjurkan tirah baring
i. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu
Regulasi temperatur
a. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
d. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
e. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
f. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu.
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri
a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan
dengan agen pencedera selama 3 x 24 jam, maka tingkat nyeri menurun
intensitas nyeri
fisiologis (tekanan dengan kriteria hasil:
b. Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun

15
intraabdomen) - Meringis menurun c. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Gelisah menurun d. Berikan teknik nonfarmakologi (mis.kompres hangat/dingin)
e. Kontrol lingkungan
f. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
g. Jelaskan strategi meredakan nyeri
h. Kolaborasi pemberian analgetik
Pemberian Analgetik
a. Identifikasi riwayat alergi obat
b. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah diberikan
analgesic
c. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu
d. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
e. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen hypovolemia
a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.frekuensi nadi
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, maka status cairan membaik
meningkat, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
peningkatan permeabilitas dengan kriteria hasil:
volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
kapiler - Nadi membaik
b. Monitor intake dan output cairan
- Tekanan darah membaik
c. Hitung kebutuhan cairan
- Turgor kulit baik
d. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Membran mukosa membaik
e. Kolaborasi pemberian IV Isotonis (mis. NaCl, RL)
- Kadar hematokrit membaik
f. Kolaborasi pemberian IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)

Nausea berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen mual

16
dengan gangguan selama 3 x 24 jam, maka tingkat nausea a. Identifikasi pengalaman mual
b. Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
biokimiawi (viremia) menurun dengan kriteria hasil:
c. Monitor mual
- Keluhan mual menurun d. Monitor asupan nutrisi dan kalori
e. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
- Tidak pucat
f. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
- Takikardi menurun g. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
h. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
i. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Risiko perdarahan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan perdarahan
a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, maka tingkat perdarahan
b. Monitor nilai hematocrit/hemoglobin sebelum dan setelah
gangguan koagulasi menurun dengan kriteria hasil:
kehilangan darah
(trombositopenia) - Kelembaban kulit meningkat c. Monitor koagulasi
d. Pertahankan bedrest selama perdarahan
- Kadar hemoglobin dan hematokrit membaik
e. Batasi tindakan invasif, jika perlu
- Tekanan darah membaik f. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
g. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Nadi membaik
h. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu

Risiko syok berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan Syok


a. Monitor status kardiopulmonal
dengan kekurangan selama 3 x 24 jam, maka tingkat syok menurun
b. Monitor status oksigenasi
volume cairan dengan kriteria hasil: c. Monitor tingkat kesadaran dan reaksi pupil
- Kekuatan nadi membaik d. Monitor status cairan
- Tekanan darah membaik e. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
- Tingkat kesadaran membaik
>94%
- Saturasi oksigen membaik

17
- Akral hangat f. Pasang jalur IV, jika perlu
- Tidak pucat g. Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
h. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
i. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
j. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun pada uraian rencana keperawatan.
E. EVALUASI
1. Suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5C
2. Nyeri hilang atau berkurang
3. Tingkat nausea berkurang
4. Keseimbangan volume cairan
5. Tingkat syok menurun
6. Tingkat perdarahan menurun

18
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer. Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius


Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
medis dan NANDA . Jogjakarta: Mediaction
PPNI . 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue Haemoragic Fever. Jakarta : Sugeng
Seto
Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta :FKUI

19

Anda mungkin juga menyukai