LP Askep DHF-1
LP Askep DHF-1
OLEH :
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
1
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Mansjoer, 2010)
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 2012).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2012).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty yang mengakibatkan toksin masuk ke peredaraan darah dan
menyebar ke sel-sel dalam tubuh sehingga terjadi infeksi dengue. Pertama-
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit (petekie), dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali)
dan pembesaran limpa (Splenomegali). Virus kemudian akan bereaksi dengan
2
antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibodi yang akan mengaktivasi
sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5, akan dilepas C3a dan C5a
yang berfungsi untuk melepaskan histamine yang merupakan mediator kuat
sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah
sehingga akan terjadi perembesan plasma ke ruang ekstra seluler (Mansjoer,
2000).
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit>20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting
untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trombositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin
dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF (Mansjoer, 2000).
PATHWAYS
Arbovirus ( mll nyamuk Beredar dlm aliran darah Infeksi Virus dengue
aydes aegypty)
3
Agregasi trombosit Kerusakan endotel Risiko syok hipovolemik
pembuluh darah
Merangsang dan aktifkan Rejatan hipovolemik dan
Risiko
Asidosis
Trombositopeni
Risiko
perdarahan
Metabolik
syok factor
Risiko perfusi DIC
pembekuan
jaringan
Kekurangan
Tekanan
Hipoksia
Perdarahan
Nyeri tidak
intraabdomen
jaringan efektif
Hepatomegali
akut
vol.
Hepar
cairan hipotensi
Ke ekstravaskuler
Ascites
Nausea
Abdomen
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO dibagi menjadi 4 derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji
torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat
lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan
ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur. Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindroma syok
yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau
demam berdarah dengue. Dengue syok sindrom bukan saja merupakan
suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas
atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis,
karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami
4
renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila
tidak ditangani secara dini dan adekuat.
E. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat beberapa tanda gejala yang khas terjadi pada DHF menurut
Sudoyo (2009) meliputi:
a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2–7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala–gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyertai.
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tourniquet yang positif, mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi dan purpura, perdarahan ringan hingga
sedang pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis, serta biasanya didahului dengan nyeri perut yang hebat.
Perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit
(trombositopeni).
c. Syok
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakit, yang
disebabkan oleh perdarahan dan kebocoran plasma di intravaskuler
akibat kapiler yang rusak. Tanda-tanda syok meliputi:
Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan
kaki
Gelisah dan sianosis disekitar mulut
Nadi cepat, lemah, sampai tidak teraba
Tekanan darah menurun (tekanan sistolik≤80 mmHg, diastolik≤20
mmHg)
d. Gejala lain, seperti anoreksia, mual muntah, sakit perut, diare atau
konstipasi serta kejang, hingga penurunan kesadaran.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi
perubahan hematologis. Parameter laboratorium yang dpapat diperiksa
(WHO, 1986; Price and Wilson, 2005; Shepherd, 2013) antara lain:
Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru
(>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.
Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit<100.000/μl)
pada hari ke 3-8.
Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-
3 demam.
Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
6
Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal
albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
SGOT/SGPT dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase
adalah 0-40 IU/l.
Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium
normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.
Imunoserologi
Pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari
ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.
Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG (WHO, 1986; Price and Wilson, 2005;
Shepherd, 2013).
G. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1 ½ - 2 liter dalam
24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres
dingin. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : pasien
7
terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat.
b. Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL. Jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan
berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi
sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, tekanan sistolik 80
mmHg dan kecapatan tetesan dikurangi menjadi 10 mL/ kg BB/ jam. Pada
pasien dengan syok berat atau syok berulang perlu dipasang CVV untuk
mengukur tekanan vena sebtral melalui vena jugularis, dan biasanya
pasien dirawat di ICU.
c. Cairan (rekomendasi WHO)
1) Kristaloid
Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
laktat (D5/RL).
Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA).
Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam
larutan faali (D5/GF).
2) Koloid
Dextran 40
Plasma
(Arif Mansjoer, 2010, hal : 422)
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24
jam dan kompres dingin.
b. Derajat II
Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering
dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem
dibuka tetesan infus atau tetesan cairan tetap tidak lancar maka jika 2
tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk
memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV (DSS)
8
Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.
Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas
dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube
dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah
membaik sudah boleh diberikan makanan cair walaupun feses
mengndung darah hitam kemudian lunak biasa (Ngastiyah, 2012).
9
penampungan air bersih seperti kaleng bekas, bak mandi yang jarang
dibersihkan.
7. Pengkajian pola fungsional Gordon
Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
Kaji pasien mengenai :
Arti sehat dan sakit bagi pasien
Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini
Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke
pusat pelayanan ksehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen
stress, faktor ekonomi
Pemeriksaan diri sendiri : pyudara, riwayat medis keluarga, pengobatan
yang sudah dilakukan.
Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
Pola metabolik – nutrisi
Kaji pasien mengenai :
Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan
Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan,
nafsu makan
Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS)
Pola eliminasi
Kaji pasien mengenai :
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
10
Keyakinan budaya dan kesehatan
Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
Penggunaan bantuan untuk ekskresi
Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia,
rektum, prostat)
Pola aktivitas – latihan
Kaji pasien mengenai :
Aktivitas kehidupan sehari-hari
Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas
Aktivitas menyenangkan
11
Kaji pasien mengenai :
Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar,
perasa, peraba)
Penggunaan alat bantu indra
Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai
dan tidak)
12
Pentingnya keluarga
Pentingnya agama/spiritualitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (viremia)
3. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
4. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (viremia)
5. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(trombositopenia)
6. Risiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan
14
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1 2 3
Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Utama: manajemen hipertermia
a. Identifikasi penyebab hipertermia
dengan proses penyakit selama 3 x 24 jam, maka termoregulasi
b. Monitor suhu tubuh
(viremia). membaik dengan kriteria hasil: c. Monitor haluaran urine
- Menggigil menurun d. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Kulit merah menurun e. Berikan cairan oral
- Takikardi menurun f. Ganti linen lebih sering
- Takipnea menurun g. Lakukan pendinginan eksternal
h. Anjurkan tirah baring
i. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu
Regulasi temperatur
a. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
d. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
e. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
f. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu.
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri
a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan
dengan agen pencedera selama 3 x 24 jam, maka tingkat nyeri menurun
intensitas nyeri
fisiologis (tekanan dengan kriteria hasil:
b. Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun
15
intraabdomen) - Meringis menurun c. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Gelisah menurun d. Berikan teknik nonfarmakologi (mis.kompres hangat/dingin)
e. Kontrol lingkungan
f. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
g. Jelaskan strategi meredakan nyeri
h. Kolaborasi pemberian analgetik
Pemberian Analgetik
a. Identifikasi riwayat alergi obat
b. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah diberikan
analgesic
c. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu
d. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
e. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen hypovolemia
a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.frekuensi nadi
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, maka status cairan membaik
meningkat, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
peningkatan permeabilitas dengan kriteria hasil:
volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
kapiler - Nadi membaik
b. Monitor intake dan output cairan
- Tekanan darah membaik
c. Hitung kebutuhan cairan
- Turgor kulit baik
d. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Membran mukosa membaik
e. Kolaborasi pemberian IV Isotonis (mis. NaCl, RL)
- Kadar hematokrit membaik
f. Kolaborasi pemberian IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
16
dengan gangguan selama 3 x 24 jam, maka tingkat nausea a. Identifikasi pengalaman mual
b. Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
biokimiawi (viremia) menurun dengan kriteria hasil:
c. Monitor mual
- Keluhan mual menurun d. Monitor asupan nutrisi dan kalori
e. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
- Tidak pucat
f. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
- Takikardi menurun g. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
h. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
i. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Risiko perdarahan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan perdarahan
a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, maka tingkat perdarahan
b. Monitor nilai hematocrit/hemoglobin sebelum dan setelah
gangguan koagulasi menurun dengan kriteria hasil:
kehilangan darah
(trombositopenia) - Kelembaban kulit meningkat c. Monitor koagulasi
d. Pertahankan bedrest selama perdarahan
- Kadar hemoglobin dan hematokrit membaik
e. Batasi tindakan invasif, jika perlu
- Tekanan darah membaik f. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
g. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Nadi membaik
h. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
17
- Akral hangat f. Pasang jalur IV, jika perlu
- Tidak pucat g. Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
h. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
i. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
j. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun pada uraian rencana keperawatan.
E. EVALUASI
1. Suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5C
2. Nyeri hilang atau berkurang
3. Tingkat nausea berkurang
4. Keseimbangan volume cairan
5. Tingkat syok menurun
6. Tingkat perdarahan menurun
18
DAFTAR PUSTAKA
19