Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas sebagai internship di Eka Hospital Pekanbaru

Disusun Oleh :
dr. Putri Rahmawati

Narasumber :
dr. Amon Josafat Sp.B

Pendamping :
dr. Lilyana Sutanto
dr. Jesri Yanto

RS. EKA HOSPITAL PEKANBARU


RIAU
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah diberikan kepada saya
untuk membuat referat ini. Saya juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
secara langsung maupun secara tidak langsung. Salah satunya adalah dr. Amon Josafat, Sp.B
sebagai narasumber dan sebagai pemberi informasi, kritikan, dan saran yang membangun saya
untuk lebih baik lagi.
Saya sadar bahwa referat ini masih banyak kekurangannya. Tetapi saya telah berusaha
untuk membuat referat yang berguna bagi para pembaca. Karena itu, saya mengharapkan adanya
kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca demi perkembangan saya ke depan.
Saya mengharapkan referat ini dapat digunakan untuk kepentingan para pembaca, serta
dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya dan selamat membaca.

Pekanbaru, 18 Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. 2


Daftar Isi .......................................................................................................... 3
Bab 1Pendahuluan ............................................................................................ 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 5
2.1 Anatomi................................................................................................... 5
2.2 Fisiologi .................................................................................................. 6
2.3 Definisi .................................................................................................... 7
2.4 Insidensi .................................................................................................. 7
2.5 Klasifikasi ............................................................................................... 8
2.6 Etiologi .................................................................................................... 8
2.7 Patogenesis .............................................................................................. 9
2.8 Diagnosis ................................................................................................ 13
2.9 Diagnosis Banding .................................................................................. 12
2.10 Komplikasi .............................................................................................. 15
2.11 Pengobatan .............................................................................................. 15
2.12 Pencegahan ............................................................................................. 16
2.13 Prognosis ................................................................................................. 16
Bab 3 Kesimpulan ............................................................................................ 17
Laporan Kasus .................................................................................................. 29
BAB I
PENDAHULUAN

Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang di kenal masyarakat awam
sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak
diketahui fungsinya ini serin menimbulkan masalah kesehantan. Peradangan akut appendiks
memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan
terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah
dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan
antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih
tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan.

Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat
hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada
pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan
hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.

Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang


terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan
shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis
acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu saluran (tabung) dengan
panjang sekitar 30 kaki (9m). yang berjalan melalui bagian tengah tubuh dari mulut sampai ke anus
(sembilan meter adalah panjang saluran pencernaan pada mayat) panjangnya pada manusia hidup
sekitar separuhnya karena kontraksi terus menerus dinding otot saluran). Saluran pencernaan
mencakup organ_organ berikut: Mulut, faring, esophagus,lambung, usus halus (terdiri dari
duodenum, jejunum, dan ileum) usus besar (terdiri dari sekum, apendiks, kolon dan rectum) dan
anus.

Gambar 1. Variasi lokasi Appendix

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-


15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis
pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di
belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis
ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang
mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus.
Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangrene.

2.2 FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya
berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limfa
disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di sal uran cerna dan di seluruh tubuh.

2.3. DEFINISI APENDISITIS


Appendicitis adalah suatu peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, apendiks itu
bisa pecah. Apendiks merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Apendiks besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung
kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir.Apendisitis merupakan peradangan
pada usus buntu/apendiks.

2.4 INSIDENSI
Insidens appendicitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa teraskhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari hari.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada
laki-laki dan perempuan sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada lelaki
lebih tinggi.
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya
dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena
dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim
panas.

2.5 KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi dari apendisitis terbagi atas dua, yaitu :
1. Apendisitis akut
dibagi atas : Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis
dibagi atas : Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia
tua

2.6 ETIOLOGI
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi
kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi
karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan
pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang
parasite.
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix
oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis
Yaitu : Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila
species Lactobacillus species.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendikas dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulanya appendicitis akut.
2.7 PATOGENESIS
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam
setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith,
gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi
epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar
20% pada anak dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks.
Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi
terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab
dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella,
dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles,
chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi
appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat
mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya
appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis.
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu
makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan
penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak. Distensi appendiks menyebabkan
perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri
awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin
bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah
timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang
biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem
yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah
pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding
appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator
inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan
dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal
pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran
kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran
infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks
pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada
appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien
berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu
melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat
tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa
perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi.
Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak
omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang
dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik Konstipasi jarang dijumpai tetapi
tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar,
akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.

2.8 DIAGNOSIS
2.8.1 GAMBARAN KLINIS
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus
dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis jauh lebih sulit
dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan
sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan
berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan
perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang
terjadi.
Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai
terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri
punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan
appendicitis retrocecal arau pelvis1. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau
bladder, gejal dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terrjadi dalam
beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat
infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum.
Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya
mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti
indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis1. Pada
appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6
0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada
kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum
berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun
atau menghilang.
Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk
berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan. Anak yang menggeliat dan
berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal,
nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.

2.8.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut9. Secara klinis, dikenal beberapa manuver
diagnostic.

Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan
sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.
Psoas sign : dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan
diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi
retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign
adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas
pada saat dilakukan manuver ini ·

Obturator sign : dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai
kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di
rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix
yang telah mengalami radang atau perforasi.Dasar anatomis terjadinya Obturator sign ·
0
Blumberg’s sign : nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) ·

Wahl’s sign : nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. ·

Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk. ·

Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix. · Nyeri pada daerah
cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis. Nyeri pada
pemeriksaan rectal tooucher. ·

Dunphy sign : nyeri ketika batuk


SKOR ALVARADO
Skor alvarado adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk mendiagnosisappendisitis
akut. Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2 komponen laboratorium dengan total skor poin
10. Skor ini dikemukakan oleh Alfredo Alvarado dalam laporannya pada tahun 1986.

2.7.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-
18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal
leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan
pada pasien dengan appendicitis1. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan
appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan
pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan
kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat
muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory
bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga
usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1. CT-Scan CT scan merupakan
pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak
jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%.
Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka
CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan
ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix
yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Apendisitis sering kali mempunyai gejala yang hampir sama dengan gangguan abdomen
lainnya, karena penyakit-penyakit yang sering pada penderita dan mempunyai gejala-

gejala yang mirip apendisitis yaitu:15

1. Gastroenteritis

Gastroenteritis paling sering menyebabkan nyeri abdomen pada penderita dan didiagnosis
sebagai apendisitis. Pada gastroenteritis muntah bersamaan dengan nyeri abdomen, diare
banyak, dan hiperperistaltik. Pada apendisitis muntah mengikuti nyeri abdomen selang
beberapa saat. Diagnosis gastroenteritis ditegakkan dari hasil kultur.

2. Konstipasi

Kondisi ini sering menyebabkan nyeri. Nyeri sering pada kuadran kanan bawah, bersifat
hilang timbul atau menetap dan tidak progresif. Pada pemeriksaan fisik dapat teraba masa
faeces dan dibuktikan dengan foto polos abdomen.

3. Mesenterik limpadenitis

Sering dihubungkan dengan infeksi traktus urinarius dan menyebabkan nyeri abdomen
minimal dan tidak tajam. Kadang didapatkan limpadenopati menyeluruh. Secara klinis
sukar dibedakan dengan apendisitis.

4. Meckel’s diverticulitis

Tanda dan gejala Meckel’s divertikulitis sama dengan apendisitis. Meckel divertikulitis

terletak 60 cm atau lebih dari katub ileocaecal.


5. Pelvic inflammatory disease

Terjadi pada wanita usia pubertas. Nyeri abdomen mulai pada satu atau kedua kuadran
bawah. Pada Pemeriksaan rektal didapatkan nyeri tekan cervik uteri dan adnexa. Juga
sering disertai dengan lekore.

6. Ruptur kista ovarium

Nyeri timbul mendadak, pada pertengahan siklus haid, nyeri pada kuadran kanan bawah.
Bila terjadi torsio kista ovarium , disertai dengan muntah-muntah.

7. Kehamilan diluar kandungan

Riwayat terlambat haid . Nyeri pada pemeriksaan vaginal dan penonjolan pada cavum

Douglas. Test kehamilan positif.

8. Pneumonia

Pneumonia lobus kanan bawah menyebabkan nyeri yang menjalar dan spasme muskulus
abdomen. Pada pneumonia tidak ada “ point tenderness”. Diagnosa pneumonia
ditegakkan dari foto thorax.

9. Invaginasi

Paling sering pada anak kurang dari 2 tahun. Nyeri hebat berupa kolik, teraba masa ,
faeces mengandung darah dan lendir.

10. Infeksi traktus urinarius

Frekuensi, disuri dan piuria disertai demam tinggi dan nyeri ketok kostovertebral .
Pemeriksaan abdomen tak ada penemuan yang berarti.

11. Urolitiasis

Adanya kolik dan eritrosituria. Diagnosa ditegakkan dari foto polos abdomen atau
pyelografi intra vena
2.9. Komplikasi
Adapun komplikasi apendisitis yaitu:
1. Perforasi
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus buntu dapat
mengakibatkan periappendiceal abces (pengumpulan nanah yang terinfeksi) atau
peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama untuk perforasi
appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Perforasi disertai nyeri

abdomen yang hebat, dan demam yang lebih tinggi. Dikatakan lekosit > 18.000/mm3
mengindikasikan telah terjadi perforasi.

2. Peritonitis
Merupakan komplikasi paling sering (30- 45 %penderita ). Peritonitis lokal disebabkan
karena mikroperforasi dari apendiks gangrenosa dan diblokade oleh omentum. Bila
perforasi berlanjut terjadilah peritonitis generalisata
3. Abses apendiks
Terjadi karena infeksi periapendiceal diliputi oleh omentum dan viscera yang
berdekatan. Gejala klinis sama dengan apendisitis akut dan ditemukan masa pada kuadran
kanan bawah. Sekitar 10 % anak-anak dengan apendisitis .

4. Pylephlebitis
Merupakan thrombophlebitis akut sistem vena porta. Gejala berupa demam tinggi,
menggigil, ikterus ringan dan abses hepar .

Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar
kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh
karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda.
Komplikasi yang jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan terjadi
ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini
mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan
gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk
mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan
usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi dimana bakteri

menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh lainnya. 11,14

Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah :


1. Infeksi luka
2. Abses residual
3. Sumbatan usus akut,
4. Ileus paralitik
5. Fistula tinja eksternal

2.10. Pengobatan apendisitis


Dasar terapi apendisitis yaitu: Rehidrasi, antibiotik dan apendektomi.
Dipasang infus dan resusitasi dengan cairan isotonik untuk mencapai tujuan dari rehidrasi
yaitu produksi urine minimal 1 cc/kg BB/jam. Pipa lambung dipasang untuk dekompresi.
Antibiotik diberikan untuk mengurangi infeksi luka operasi dan pembentukan abses intra
peritoneal. Sebagai obat pilihan yaitu: ampicillin, gentamisin, klindamicin.

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah apendektomi. Teknik operasi yang digunakan, apendektomi terbuka
ataukah laparoskopik apendektomi disesuaikan dengan ketrampilan operator dan kondisi
penderita. Bila sudah terjadi peritonitis maka dilakukan laparotomi. Pada apendisitis tanpa
komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa
atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat

mengakibatkan abses atau perforasi.


Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila
apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi biasa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan.
Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus meragukan dapat segera

menentukan akan dilakukan operasi atau tidak

2.11. Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat
terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix
perforasi atau apendix gangrenosa.

2.10. Pencegahan
Sering makan makanan berserat dan menjaga kebersiha
BAB III
KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-
anak dan remaja Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa
jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anaka akan menjadi lemah dan letargik. Karena
gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-
90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan
pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.
LAPORAN KASUS

Status Pasien
Nama : Tn. JIF
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun
No.RM : xxxx
Tgl masuk : 13 Desember 2018
Pekerjaan :-

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Telaah : Nyeri perut kanan bawah sudah dirasakan 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri memberat hari ini. Awalnya
nyeri dirasakan di ulu hati dan dibelakang pusat. Dua hari
ini Nyeri dirasakan di perut kanan bawah sehingga pasien
cenderung terganggu bisa melakukan aktifitas sehari hari.
Apabila perut kanan bawah di tekan nyeri akan semakin
terasa. Sehari sebelum ke RS Eka hospital pasien berobat di
Klinik perawang dan di berikan obat penghilang nyeri,
keesokan harinya nyeri semakin kuat dan pasien kembali ke
klinik dan di rujuk ke Eka Hospital .Pasien mengatakan
satu hari ini pasien merasa sedikit meriang. Mual dirasakan
pasien. Muntah tidak ada. Sejak kemarin pasien tidak selera
makan karena merasa tidak nyaman pada perutnya. Pasien
juga mengeluh belum bisa BAB 2 hari ini. BAK dalam
batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
Riwayat Pemakaian Obat : Asam Mefenamat, ranitidin
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada
Riwayat Kebiasaan : Pola makan tidak teratur, Jarang mengkonsumsi makanan
berserat
Pemeriksaan Fisik
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 ; V5 ; M6
TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi : 84 x/menit
Temperatur : 39,40C
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 54 kg

Status Generalis
1. Kepala : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.

2. Mata : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.

3. Hidung : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.

4. Telinga : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.

5. Mulut : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.

6. Leher : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan

7. Paru : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan

8. Jantung : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan

9. Abdomen : Defens muscular, Nyeri tekan pada Mc. Burney point,


rovsings sign (+), Obturator Sign (+), Psoas Sign (+),
Blumberg sign (+)

10. Ekstremitas : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan

11. Generalisata/ kulit : Dalam batas normal. Tidak ada kelainan.


Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 13 Januari 2018
HEMATOLOGI RUTIN
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Hemoglobin 14,70 mg/dl 11.5 - 14.5
2 Leukosit 16,30 /mm3 5.0 - 13.5
3 Hematocrit .42,60 % 33.0 - 43.0
4 Eritrosit 5.12 10^6/mm3 4.10 - 5.50
5 MCV 83.40 fL 76.0 - 90.0
6 MCH 28.70 Pg 24.0 - 30.0
7 MCHC 34.40 g/dl 33.0 - 37.0
8 Trombosit 254.000 % 150 - 400
9 Hitung Eosinofil 0.00 % 2–4
Jenis
Basofil 0.00 % 0-1
Lekosit
Monosit 8.00 % 2–8
Neutrofil 82.00 % 32-52

b) USG Upper Lower Abdomen


Kesan : Susp. Peri Appendicular Infiltrat

Diagnosa Banding
1. Appendicitis Acute
2. Colic Renal Dextra

Diagnosa
Appendicitis Acute
Konsultasi
1. Dr. Amon Josafat, Sp.B
Advice :
- Persiapan appendectomy cito
- Injeksi Ceftriaxone 1gr IV
- Injeksi Sanmol 1gr IV
2. Dr. Dwi Sp,An
Advice :
- Injeksi primperan 40 mg IV
Penatalaksanaan IGD
1. Injeksi Paracetamol 1gr IV
2. Injeksi ceftriaxone 1gr IV
3. IVFD Asering 500ml 20tpm

Follow Up Post Operasi


Tanggal S O A P

13/12/20 Demam (-) TD: Post  IVFD Asering 500ml +


18 120/80mmHg Appendic torasic 30mg 20tpm IV
Mual (-)
tomi a/I  Injeksi ceftriaxone 2x1gr
HR : 79 x/ menit
Nyeri Perut bekas Appendic IV
operasi (+) RR: 18 x/menit itis akut  Injeksi metronidazole
minimal
T: 36,2°C 3x500mg IV
Drain cairan  Injeksi ondansentrin
berwarna kuning 3x8mg IV
jernih  Injeksi Kalnex 3x500mg
IV
 Injeksi Tramal 3x500mg
IV perlahan
 Pertahankan Drain
14/12/20 Demam (-) TD : Post  IVFD Asering 500ml +
18 120/80mmHg Appendic torasic 30mg 20tpm IV
Mual (-)
tomi a/I  Injeksi ceftriaxone 2x1gr
HR : 82 x/menit
Nyeri Perut bekas Appendic IV
operasi (+) RR : 20x/ menit itis akut  Injeksi metronidazole
minimal
T : 36,6°C 3x500mg IV
Drain cairan  Injeksi ondansentrin
berwarna kuning 3x8mg IV
jernih  Injeksi Kalnex 3x500mg
IV
 Injeksi Tramal 3x500mg
IV perlahan
 Pertahankan Drain
15/12/20 Demam (-) TD : 120/80 Post  Pasien di pulangkan
18 Appendict  Kontrol poli untuk
Mual (-) HR : 98 x/menit
omi a/I rawatan bekas luka
Muntah (-) RR : 22 x/menit Appendici

Nyeri (+) minimal T : 36.1°C tis akut

Perban bersih

Anda mungkin juga menyukai