Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

POLITIK HUKUM
(Dr. I Ketut Wirawan S.H., M.Hum.)

OLEH:
MADE SURYA DIATMIKA
NIM. 1680511043

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
PERTANYAAN:

1. Jelaskan mengenai definisi politik hukum!

2. Bagaimana politik hukum pada zaman sekarang?

3. Apa faktor yang yang mempengaruhi arah politik hukum suatu negara (dalam hal

pembangunan hukum nasional Indonesia)?

JAWABAN:

1. Menurut Satjipto Rahardjo, politik hukum adalah aktivitas untuk menentukan

suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai untuk

mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.

Politik hukum merupakan kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk,

maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Selanjutnya dipertegas, bahwa

politik hukum adalah kebijakan penyelenggara Negara tentang apa yang

dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu yang didalamnya mencakup

pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum (Padmo Wahjono, dalam

bukunya Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum,1986:160).1

Mahfud MD berpendapat bahwa politik hokum ialah legal policy yang akan

diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa

pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. 2 Politik hukum sebagai politik

perundang-undangan. Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan

perundang-undangan. Sehingga menurut L. J. Van Apeldorn, politik hukum terbatas

hanya pada hukum tertulis saja.3

Menurut Soerjono Soekanto, politik hukum sebagai kegiatan-kegiatan memilih nilai-

1 Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum,Menegakkan Konstitusi, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 5.
2 Ibid, h. 14.
3 Budiardjo, Miriam, 2007, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 49.
nilai dan menerapkan nilai-nilai.4

Dari beberapa pengertian politik hukum sebagaimana dipaparkan diatas dapat

disimpulkan bahwa politik hukum adalah sarana penguasa dalam mencapai tujuan

negara dalam upaya menjaga ketertiban, keamanan, pembangunan perekonomian dan

menciptakan suasana pemerintahan yang kondusif guna mewujudkan pemerintah

yang bersih.

2. Politik hukum adalah suatu disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang cara

bagaimana merubah ius constitutum menjadi ius constituendum, atau menciptakan

hukum baru untuk mencapai tujuan mereka. Selanjutnya kegiatan politik hukum

meliputi mengganti hukum dan menciptakan hukum baru karena adanya kepentingan

yang mendasar untuk dilakukan perubahan sosial dengan membuat suatu regeling

(peraturan) bukan beschiking (penetapan).5

Dilihat dari perubahan masyarakat karena pengaruh hukum, maka kajian ini sudah

menyentuh sudut pandang Politik Hukum Nasional. Dalam kajian politik hukum

dengan sendirinya akan memperhatikan fungsi hukum, seperti yang disebutkan

oleh Roscou Pond:

A. Law as a tool of social control, yaitu hukum sebagai alat pengendali masyarakat.

Artinya hukum berfungsi sebagai penjaga tata tertib masyarakat. Apabila ada

yang melanggar akan dikenai sanksi sebagai wujud dari fungsi kontrol sosialnya.

Dalam hal ini hukum berposisi di belakang masyarakat.

B. Law as a tool of social engineering, yaitu hukum sebagai alat untuk merubah

masyarakat. Dalam hal ini hukum berposisi berada didepan masyarakat, hukum

membawa dan menggerakkan masyarakat untuk berubah dan bergerak kearah

yang telah ditentukan.


4 Ibid.
5 Afandi, 2006, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konsitusi, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, h.
98.
Selain kedua fungsi hukum tersebut di atas, Muchsan mengatakan bahwa fungsi

politik hukum yaitu sebagai law as a tool of social empowering, yaitu hukum

berfungsi sebagai yang memberdayakan masyarakat, agar masyarakat ikut berperan

atau berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam hal ini hukum berposisi di dalam

masyarakat.6 Dalam hal ini hukum berposisi di dalam masyarakat.

Dalam politik hukum ada salah satu fungsi hukum yang menonjol, yaitu sebagai law

as a tool of social engineering, yaitu hukum sebagai produk politik hukum akan

menjadi sangat berpengaruh dalam perubahan masyarakat, sebab melalui hukum

tersebut masyarakat berubah secara menyeluruh pola perilakunya untuk menyesuaikan

dengan ketentuan hukum yang diberlakukan.

Atas pertimbangan secara historis sejak pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan

sekarang ternyata terdapat pergeseran dan perbedaan arah politik hukumnya. Pada

jaman pemerintahan Hindia Belanda Politik Hukumnya terlihat pada adanya Politik

Pergolongan Rakyat, yang dibagi dalam 3 golongan yaitu: Golongan Eropa, Golongan

Timur Asing, dan Golongan Bumi Putera. Selanjutnya keadaan tersebut diteruskan

oleh pemerintah Republik Indonesia dengan sedikit-sedikit dan secara bertahap

dilakukan perubahan ke arah hanya ada 1 golongan masyarakat yaitu Masyarakat

Nasional.

Arah politik hukum dari pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi masih

adanya golongan rakyat tersebut dan adanya perkembangan kewenangan Pengadilan

Negeri maupun kewenangan Pengadilan Agama, khususnya di bidang hukum

kewarisan yang dihadapkan pada adanya pemilihan hukum, ternyata menggambarkan

adanya cara berfikir yang tidak lagi didasarkan pergolongan rakyat, akan tetapi

berorientasi pada hak yang dimiliki Pengadilan Negeri maupun oleh Pengadilan

Agama. Dan di sisi lain apabila menyinggung pembicaraan tentang hukum adat
6 Ibid.
pandangan kita akan tertuju pada gambaran adanya masyarakat setempat yang di

Indonesia terdapat banyak sekali corak dan bentuk dari masyarakat setempat dan

terdapat pula adanya aneka ragam agama yang dianut oleh masyarakat.

Peraturan perundang-undangan sebagai suatu kaidah hukum tidak mempunyai

keberlakuan secara yuridis oleh karena bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Sehingga dalam pelaksanaannya, peraturan

perundang-undangan tersebut menimbulkan polemik pro-kontra dan bahkan

sering dimanipulasi kelompok-kelompok tertentu sebagai alat pembenaran untuk

melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum.

Efektivitas keberlakuan hukum (peraturan perundang-undangan) bukanlah masalah

yang berdiri sendiri, melainkan erat hubungannya dengan masalah-masalah

kemasyarakatan lainnya, terutama masalah ;pembangunan karakter bangsa Indonesia.

Oleh karena itu pembangunan hukum nasional tidak mungkin dipisahkan dari

perkembangan masyarakat Indonesia, atau dengan perkataan lain

pembangunan hukum nasional tidak mungkin dipisahkan dari pembangunan bangsa.

Pancaila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

merupakan sumber dari keseluruhan politik hukum nasional indonesia. Penegasan

keduanya sebagai sumber politik hukum nasional berdasarkan dua alasan, yaitu7:

 Pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 memuat tujuan, dasar, dan cita hukum serta norma dasar negara

Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan daripolitik ukum di indonesia.

 Pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mengandung nilai-nilai khas yang bersumber dari pandangan dan

budaya bangsa Indonesia yang diwariskan nenek moyang.

7 Mahfud MD, Op.cit, h. 23.


Tidak efektifnya hukum memainkan peran dan fungsinya di Indonesia saat ini bukan

disebabkan oleh tidak layaknya Pancasila sebagai paradigma, tetapi sebaliknya

disebabkan oleh penyimpangan dari Paradigma Pancasila dan UUD NRI tahun 1945.8

Perkembangan hukum yang mencakup upaya-upaya pembaruan tatanan hukum di

Indonesia haruslah dilakukan secara terus-menerus agar hukum dapat memainkan

peran dan fungsinya sebagai pedoman bertingkah laku (fungsi ketertiban) dalam

hidup bersama yang imperatif dan efektif sebagai penjain kedilan dalam masyarakat.

3. Peranan politik hukum sebagai sarana transformasi struktur dan kultur masyarakat

harus dilakukan dengan kebijakan-kebijakan yang terarah dan terukur. Menurut

C.F.G. Sunaryati Hartono,”Tranformasi struktur dan kultur masyarakat dapat

ditempuh melalui berbagai cara dan tindakan sebagai berikut:

1. Masyarakat dibiarkan berkembang secara alami tanpa ada campur tangan dari
pihak manapun. Cara ini biasanya memakan waktu yang sangat lama, kadang-
kadang sampai beberapa abad.
2. Perubahan masyarakat secara mendadak dan cepat (revolusioner). Transformasi
masyarakat melalui cara ini sering kali terjadi sebagai akibat peristiwa berdarah
yang bertujuan menggantikan pimpinan negara ataupun asas- asas pemerintahan
secara tiba-tiba. Kelemahan dari cara revolusioner ini ialah bahwa besar
kemungkinannya masyarakat akan mengalami set back karena perubahan itu
terjadi secara mendadak. Karena itu, diabad ke-20 ini lebih banyak ditempuh
cara yang lebih evolusioner, yaitu perubahan masyarakat yang direncanakan dan
diarahkan supaya perubahan masyarakat terjadi secara bertahap dan wajar
(evolusioner).”9

Peranan politik hukum pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah kebijakan

pemerintah untuk melakukan pembangunan hukum nasional dengan merencanakan

dan mengarahkan perubahan masyarakat secara bertahap dan wajar (evolusioner).

Pertimbangan konsepsi yang demikian didasarkan pada kultural masyarakat indonesia

yang sangat variatif. Sehingga, apabila perubahan masyarakat dibiarkan secara alami

8 Mahfud MD, Op.cit, h. 61-62.


9 C.F.G. Sunaryati Hartono, 2006, Bhineka Tunggal Ika sebagai Asas Hukum bagi Pembangunan Hukum
Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.26-27.
maka mungkin mengakibatkan terjadinya perkembangan ke arah yang tidak

diinginkan atau bahkan dapat mengakibatkan kemunduran dan kegagalan dalam

kebijakan pembangunan hukum nasional.

Adapun faktor-faktor tersebut dapat diidentifikasi antara lain:

1. Penetrasi kepentingan negara-negara maju, harus diakui bahwa pengaruh

negara-negara asing terutama negara-negara maju dapat mendominasi peranan

politik hukum pemerintah dalam membangun hukum nasional Indonesia.

Penetrasi(pressure) tersebut biasanya dikaitkan dengan bantuan di bidang

ekonomi, keuangan (fiskal), peralatan tempur dan kerjasama militer dan

sebagainya. Dalam hal demikian tersebut, terjadi tawar-menawar (bargaining

position) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara maju yang

menyangkut kebijakan bidang hukum yang akan diberlakukan di Indonesia.

Prilaku hipokrit negara-negara maju yang telah memasuki

bidang seperti keamanan, ketertiban dan penegakkan hukum (kamtibgakkum)

melalui berbagai prosedur dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

nasional, jelas merupakan bentuk penetrasi untuk memaksakan kepentingan-

kepentingan tertentu. Sikap hipokrit negara-negara maju sudah terbukti dalam

pembentukan undang-undang tindak pidana suap (bribery) dan tindak pidana

pencucian uang. Oleh karena itu, peranan politik hukum pemerintah dalam

menerbitkan produk perundang-undangan yang berkaitan dengan kesejahteraan

rakyat harus dikaji secara mendalam dari berbagai aspek.

2. Kepentingan politik pemerintah, dimana pemerintah sebagai pemegang

kekuasaan sering menggunakan hegemoninya dengan cara mempengaruhi

masyarakat dan pihak-pihak lain menurut kehendak dan tujuan politiknya.

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara merupakan pihak yang


memerintah (The ruler), sedangkan rakyat yang berada dalam lingkup kekuasaan

pemerintah merupakan pihak yang diperintah (The ruled). “Kekuasaan adalah

kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah

lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku

itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai

kekuasaan itu.10

Sedangkan Robert M. MacIver memberikan batasan makna mengenai kekuasaan,

yaitu: “Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku

orang lain, baik secara langsung dengan memberikan perintah, maupun secara

tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia

(Social power is the capacity to control the behavior of others either directly by

fiat or indirectly by the manipulation of available means)”11

Padahal Soerjono Soekanto secara elementer mengatakan, “Masyarakat luas

secara sadar maupun tidak sadar akan beranggapan, bahwa hukum akan

berwibawa, apabila hukum tadi berlaku secara yuridis, filosofis dan sosiologis.

Pertama-tama artinya adalah, bahwa hukum tadi diperlakukan sesuai dengan

syarat-syarat yuridis. Kedua hal itu berarti, bahwa hukum tadi adalah sesuai

dengan pandangan hidup atau falsafah hidup dari masyarakat yang

bersangkutan. Dan yang terakhir, hukum tadi memang secara nyata dapat

diperlakukan dan benar – benar berlaku dalam masyarakat” 12

3. Kebudayaan masyarakat, yaitu keadaan yang sangat mengkhawatirkan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dewasa ini adalah terdapatnya

keanekaragaman hukum yang berlaku di Indonesia yang didasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan politik hukum pemerintah terhadap daerah-daerah


10 Miriam Budiardjo, 2000, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 35.
11 Ibid.
12 Soerjono Soekanto, 1979, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni, Bandung, h. 69.
tertentu. Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memberi kesan

perlakuan istimewa atau khusus terhadap daerah-daerah tertentu di Indonesia,

seperti; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh,

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah

Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Hal ini suatu saat akan dapat menimbulkan problematika serius, oleh karena

sehingga akan berdampak terhadap daerah-daerah lain di Indonesia pada suatu

saat menuntut perlakuan yang sama dari pemerintah. Disamping itu, ada pula

kemungkinan bahwa daerah-daerah yang telah diberikan perlakukan istimewa

atau khusus tersebut, suatu saat menuntut perlakuan yang lebih dari pemerintah

pusat. Semua gejala-gejala tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi bahkan

menjadi kendala bagi penerapan asas unifikasi keberlakuan suatu peraturan

perundang-undangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebudayaan dan asal-usul sejarah suatu daerah harus dipertimbangkan sebagai

bagian dari politik hukum pemerintah dalam membangun hukum nasional.

Sehingga pemerintah dalam melaksanakan peranan politik hukumnya, harus

membangun hukum nasional yang dapat menampung kepentingan-kepentingan

semua masyarakat tanpa memandang perbedaan antara belakang daerah dan

perbedaan antara golongan suku. Apabila konsep latar belakang daerah dan

perbedaan golongan suku dijadikan pertimbangan mendasar oleh pemerintah

dalam menjalankan peranan politik hukumnya untuk membangun hukum

nasional, hal itu berarti bangsa Indonesia mengalami kemunduran (set

back) dalam pembangunan hukum nasional.


DAFTAR PUSTAKA

Afandi, 2006, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konsitusi, Pustaka LP3ES Indonesia,

Jakarta.

Budiardjo Miriam, 2007, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hartono, Sunaryati C.F.G. 2006, Bhineka Tunggal Ika sebagai Asas Hukum bagi

Pembangunan Hukum Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum,Menegakkan Konstitusi, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1979, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni,

Bandung.

Anda mungkin juga menyukai