Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ THYPOID ”

DosenPengajar : Ns. Idramsyah,M.Kep,Sp.KMB

Di Susun Oleh : Kelompok 3

1. Dera Aprianti P0 5120317 011


2. Hasyyati Awanis P0 5120317 017
3. Ikwan Ramadan P0 5120317 020
4. Maria Magdalena.W P0 5120317 022
5. Mella Wulandari P0 5120317 025
6. Netra Juansyah P0 5120317 027
7. Sherli Elsandi P0 5120317 035
8. Tahratul Yovalwan P0 5120317 037

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini,
dengan judul Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit Thypoid.

Dalam penulisan Makalah ini Kami tidak henti-hentinya mengucapkan


banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
Makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan memberikan informasi tentang
bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan penyakit Thypoid.

Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagaimana pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh
karenanya kami membuka tangan selebar-lebarnya guna menerima saran dan
kritik membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Bengkulu, Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4

A. Latar Belakang ..........................................................................................5


B. Tujuan Penulisan .......................................................................................5
C. Manfaat Penulisan .....................................................................................5
D. Metode Penulisan ......................................................................................5

BAB II KONSEP TEORI ........................................................................................6

A. Pengertian ..................................................................................................6
B. Etiologi ......................................................................................................6
C. Patofisiologi .............................................................................................7
D. Manifertasi Klinis ......................................................................................8
E. PATWAYS .............................................................................................12
F. Penatalaksanaan keperawatan dan medis ................................................13
G. Pemeriksaan Penunjang ...........................................................................17

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................................................19

A. Pengkaji ...................................................................................................19
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................21
C. Rencana Tindakan ...................................................................................21

BAB IV PENUTUP ...............................................................................................28

A. Kesimpulan .............................................................................................28
B. Saran .......................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................29

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid atau typhoid fever adalah suatu sindrom sistemik
berat yang secara klasik disebabkan oleh Salmonella Typhi. Salmonella
Typhi termasuk dalam genus Salmonella (Garna,2012).
Demam tifoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segara di
tangani secara baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut
data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di
seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam
tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri,
penyakit tifoid bersifat endemik, menurut WHO angka penderita demam
tifoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000 (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan data yang di peroleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah berdasarkan system surveilans terpadu beberapa penyaki terpilih
pada tahun 2010 penderita Demam Tifoid ada 44.422 penderita, termasuk
urutan ketiga dibawah diare dan TBC selaput otak, sedangkan pada tahun
2011 jumlah penderita demam tifoid meningkat menjadi 46.142 penderita.
Hal ini menunjukan bahwa kejadian demam tifoid di Jawa Tengah
termasuk tinggi. (Dinkes Prov Jateng,2011).
Masalah utama yang sering terjadi pada pasien penderita demam
tifoid anatara lain adalah demam, demam sering di jumpai, biasanya
demam lebih dari seminggu, pada penderita demam tifoid juga ditemui
masalah mual, muntah, nyeri abdomen atau perasaan tidak enak di perut,
diare (Nani, 2014)
Komplikasi yang muncul pada demam tifoid ada beberapa yaitu
pada usus: perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonis, organ lain
yaitu meningitis, kolesitis, ensefalopati dan pneumonia (Garna, 2012).

4
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit sistemik yang di
sebabkan oleh Salmonella Thypi, jika penyakit ini tidak segera di tangani
akan sangat membahayakan bagi manusia.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui
tentang konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus Thyoid.

C. Manfaat
Penulis berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan
manfaat kebanyak pihak diantaranya :
1. Bagi penulis, memberikan gambaran mengenai Thypoid secara umum
maupun terperinci.
2. Bagi mahasiswa, dapat dimanfaatkan dan digunnakan oleh teman-
teman sebagai bahan referensi terkait Thypoid.
3. Pihak umum, sebagai bahan bacaan dan sebagai sumber informasi
mengenai Thypoid.
.

D. Metode penulisan
Metode penulisan makalah ini dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik
berupa buku maupun informasi di internet.

5
BAB II
KONSEP PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2008).
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistematik bersifat
akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Sumarmo, 2008).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam,
2005).

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi
umumnya diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri
dari tinja yang terinfeksi (Valman, 2006).
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008)
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella
typhosa yang merupakan kuman gram negative, motil dan tidak
menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu
70˚c ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini
hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat
termolabil.

6
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh
kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan


menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut
agglutinin. Salmonella typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.

Ada 3 spesies utama, yaitu :


a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit typhoid adalah penyakit menular yang sumber
infeksinya berasal dari feses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa
atau penyebar dari kuman tersebut (Ngastiyah, 2005).
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan
dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus
halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer),
dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ-organ
lainnya ( Suriadi, 2006).
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel
retikulo endotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk
ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung
empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi Hiperplasia plaks player. Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis
dan pada minggu ke tiga terjadi Ulserasi plaks player. Pada minggu
keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.

7
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi
usus. Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala
demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelaianan pada usus halus (Suriadi, 2006).
Perjalanan penyakit demam typhoid juga di sampaikan oleh
Rohim (2002) adalah: pada fase awal demam typhoid biasa ditemukan
adanya gejala saluran napas atas. Ada kemungkinan sebagian kuman ini
masuk ke dalam peredaran darah melalui jaringan limfoid di faring.
Terbukti dalam suatu penelitian bahwa Salmonella typhi berhasil diisolasi
dari jaringan tonsil penderita demam typhoid, walaupun pada Salmonella
typhi percobaan lain seseorang yang berkumur dengan air yang
mengandung hidup ternyata tidak menjadi terinfeksi. Pada tahap awal ini
penderita juga sering mengeluh nyeri telan yang disebabkan karena
kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput berwarna
putih sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati
dan bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak hiperemis dan tremor. Bila
terjadi infeksi dari nasofaring melalui saluran tuba eustachi ke telinga
tengah dan hal ini dapat terjadi otitis media.
Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul
selama demam typhoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
hyperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi, dan penyembuhan. Adanya
perubahan pada nodus peyer tersebut menyebabkan penderita mengalami
gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi. Diare
dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik yang khas, dijumpai
dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua. Karena respon
imunologi yang terlibat dalam patogenesis demam typhoid adalah sel
mononuklear maka keterlibatan sel poli morfo nuclear hanya sedikit dan
pada umumnya tidak terjadi pelepasan prostaglandin sehingga tidak
terjadi aktivasi adenil siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada
serotipe invasif tidak didapatkan adanya diare. Tetapi bila terjadi diare
seringkali hal ini mendahului fase demam enterik. Penulis lain

8
mengatakan bahwa diare dapat terjadi oleh karena toksin yang
berhubungan dengan toksin kolera dan enterotoksin E. coli yang peka
terhadap panas.
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau
terlokalisir di kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan
karena mediator yang dihasilkan pada proses inflamasi (histamine,
bradikinin, dan serotonin) merangsang ujung saraf sehingga
menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena
peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena organ
tersebut membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai
lapisan mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh
darah. Konstipasi dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan
tanda prognosis yang baik. Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa
meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus lapisan serosa
sehingga terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak adanya distensi
abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan meteorismus atau timpani
yang disebabkan konstipasi dan penumpukan tinja atau kurangnya tonus
pada lapisan otot intestinal atau lambung.

D. MANIFESTASI KLINIK.
Menurut ngastiyah (2005), demam thypoid pada anak biasanya
lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang
tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis
yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam.
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh

9
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan
keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.
3. Gangguan kesadaran.
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai
samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga
dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps.
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam
thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada
minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar
diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil
dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.

Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis


klasik yang umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya
disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan
berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat
dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.

10
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium,
lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah
menurun dan limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala
dan keluhan berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita
mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi
inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan
timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut.
Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan
mengalami penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.

11
E. PATHWAYS

12
F. PENATALAKSANAAN
1. Medis.
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut
Ngastiyah (2005) antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat
sakit yang lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu
normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika
tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan
tinggi protein. Bahkan makanan tidak boleh mengandung
banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas.
Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan
makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu
makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok
diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg berat
badan/hari (makanan 2 gram per hari), diberikan empat kali
sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan
zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan
penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan
secara intravena.

13
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut
Rampengan (2008) selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang
sering digunakan antara lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10
tahun).

2. Keperawatan.
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi
keperawatan menurut Ngastiyah (2005), adalah Pasien typhoid harus
dirawat di kamar isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk
merawat pasien yang menderita penyakit menular seperti desinfektan
mencuci tangan, merendam pakaian kotor dan pot atau urinal bekas
pakai pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar
memakai celemek.

Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:


a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran
dari apatik sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping
anoreksia dan demam lama. Keadaan ini menyebabkan
kurangnya masukan nutrisi atau cairan sehingga kebutuhan
nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula,
dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu, pasien
typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada
usus halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang

14
diberikan ialah makanan yang mengandung cukup cairan,
rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas.
Pemberiannya melihat keadaan pasien.

1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak


dengan lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu
siam atau wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga
diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus.
Susu diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika makanan tidak
habis diberikan ekstra susu.
2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan
makanan cair per sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya.
Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra
seperti sari buah, bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik makanan beralih secara bertahap ke
lunak.
3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan
cairan glukosa dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan
makanan per sonde di samping infus masih diteruskan.
Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari
jumlah kalori, setengahnya masih per infus. Secara bertahap
dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan biasa.

b. Gangguan suhu tubuh.


Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada
kasus yang khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan
mengakibatkan kekurangan cairan, karena perspirasi yang
meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir mulut
dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.

15
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil
Salmonella typhosa, maka untuk menurunkan suhu tersebut
hanya dengan memberikan obatnya secara adekuat, istirahat
mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu lagi, kemudian
mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan makanan melalui
sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi berikan
pada permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada
semua makanannya atau diberikan belakangan karena jika
pasien muntah obat akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak
adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu,
menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan
malam hari lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan
lihat pada pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping
kompres berikan pasien banyak minum boleh sirup, teh manis,
atau air kaldu sesuai kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar
penguapan suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin
untuk membantu menurunkan suhu usahakan agar kipas angin
tidak langsung kearah tubuh pasien.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman.


Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama
dengan pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan
istirahat di tempat tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan.
Khusus pada pasien typhoid, karena lidah kotor, bibir kering,
dan pecah-pecah menambah rasa tak nyaman disamping juga
menyebabkan tak nafsu makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan
perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim)
dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien apatis
harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien

16
dipasang sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali
juga diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok
tidak kering. Selain itu sebagai akibat lama berbaring setelah
mulai berjalan harus mulai dengan menggoyang-goyangkan
kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat tidur, kemudian
berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan. Katakan
bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di
temukan leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Selain itu dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid dapat
meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak
memerlukan penanganan khusus.

2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid
akan tetapi hasil negative tidak menginginkan demam typhoid,
karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman
salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara

17
antigen kuman salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang


digunakan. Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin
silang dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi
antigen.

18
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.
1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama

selama masa inkubasi).

3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga

minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.

Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap

harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada

sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada

dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun

dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak

beberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor,

koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat

mendapat pengobatan). Di samping gejala-gejala tersebut mungkin

terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil

dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama

demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis

pada anak besar.

19
5. Pemeriksaan fisik

1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering

dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor

(Cated tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna

kemerahan, dan jarang disertai tremor.

2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung

(Meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau

normal.

3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,

limfositosis relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam

darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih

sering ditemukan dalam urin dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah

liter zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau

lebih menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam, 2005).

20
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

tidak adanya nafsu makan, mual, dan kembung.

2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake

cairan dan peningkatan suhu tubuh.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

(Suriadi, 2006)

C. INTERVENSI

Diagnosa dan intervensi keperawatan menurut Suriadi (2006)

adalah:

NO. DIAGNOSA PERENCANAAN RASIONAL


NOC NIC
1. Perubahan Setelah dilakukan 1. Menilai status 1. untuk
intervensi mengetahui
nutrisi kurang nutrisi anak.
keperawatan …x24 dan
dari kebutuhan 2. Ijinkan anak
jam diiharapkan memantau
tubuh anak menunjukkan untuk memakan nutrisi anak.

berhubungan tanda-tanda makanan yang 2. untuk


kebutuhan nutrisi menambah
dengan tidak dapat ditoleransi
terpenuhi status nutrisi.
adanya nafsu dibuktikan dengan anak 3. meningkatkan
makan, mual, indikator : 3. Berikan kualitas
1. Adanya intake nutrisi.
dan kembung. makanan yang
4. meningkatkan

21
peningkatan disertai dengan intake
5. untuk
berat badan suplemen nutrisi
mengetahui
sesuai dengan untuk
peningkatan
tujuan meningkatkan berat badan.

2. Berat badan kualitas intake 6. meningkatkan


nafsu makan
ideal sesuai nutrisi.
pada anak.
dengan tinggi 4. Menganjurkan 7. membantu
badan kepada orang proses
peningkatan
3. Mampu tua untuk
intake nutrisi
mengidentifikas memberikan
yang adekuat.
i kebutuhan makanan

nutris dengan teknik

4. Tidak ada porsi kecil tapi

tanda-tanda sering.

malnutrisi 5. Menimbang

5. Tidak terjadi berat badan

penurunan berat setiap hari pada

badan yang waktu yang

berarti sama dan

dengan skala

yang sama.

6. Mempertahanka

n kebersihan

22
mulut anak

7. Menjelaskan

pentingnya

intake nutrisi

yang adekuat

untuk

penyembuhan

penyakit.

2. Risiko kurang Setelah dilakukan 1. Mengobservasi 1. mengetahui


intervensi tanda-tanda vital tanda-tanda
volume cairan
keperawatan …x24 vital.
berhubungan (suhu tubuh)
jam diiharapka 2. untuk
dengan kurang Anak menunjukkan paling sedikit 4
mengetahui

intake cairan tanda-tanda jam. perkembangan


terpenuhi 2. Monitor tanda- keadaan umum
dan peningkatan
kebutuhan. klien.
tanda
suhu tubuh dibuktikan dengan 3. untuk
meningkatnya
indikator : mengetahui dan
1. Mempertahan cairan, turgor memantau

kan urine tidak elastis, cairan yang


keluar masuk.
output sesuai ubun-ubun
4. mengetahui
dengan usia cekung,
peningkatan
dan BB, BJ produksi urin berat badan

urine normal, menurun, 5. memonitor

membran cairan yang


HT norma
masuk.
2. Tekanan mukosa kering,
6. membantu dan

23
darah, nadi, bibir pecah- mempercepat

suhu tubuh pecah. proses


penyembuhan
dalam batas 3. Mengobservasi

norma dan mencatat

3. Tidak ada intake dan

tanda-tanda output dan

dehidrasi, mempertahanka

elastisitas n intake dan

turgor kulit output yang

baik, adekuat.

membran 4. Memonitor dan

mukosa mencatat berat

lembab, tidak badan pada

ada rasa haus waktu yang

yang sama dan skala

berlebihan yang sama.

5. Memberikan

antibiotik sesuai

program.

6. Memonitor

pemberian

cairan melalui

intravena setiap

jam

3. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Kaji 1. mengetahui

24
berhubungan intervensi pengetahuan tingkat
keperawatan …x24 pengetahuan
dengan proses klien dan
jam diiharapka klien tentang
infeksi. keluarga tentang
Anak dapat hipertermi.
menunjukkan hipertermi. 2. mengetahui
tanda-tanda vital 2. Observasi suhu, keadaan umum
dalam batas klien
nadi, tekanan
normal dibuktikan 3. mencegah
dengan indikator : darah, dehidrasi
a. Suhu tubuh pernafasan 4. mempercepat
proses
dalam rentang 3. Beri minum
penurunan suhu
normal yang cukup
5. mempercepat
b. Nadi dan RR 4. Berikan proses

dalam rentang penurunan suhu


kompres air
6. mempercepat
normal biasa
proses
c. Tidak ada 5. Lakukan tepid penurunan suhu
perubahan sponge (seka). 7. mempercepat
proses
warna kulit dan 6. Pakaikan baju
penurunan suhu
tidak ada pusing yang tipis dan 8. mencegah

menyerap kekurangan
volume cairan
keringat

7. Pemberian obat

antipireksia

8. Pemberian

cairan parenteral

25
(iv) yang

adekuat

4. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Catat dan kaji 1. mengetahui


intervensi respon dan sejauh
berhubungan lokasi dan
keperawatan …x24 mana tingkat
dengan agen intensitas nyeri
jam diiharapka nyeri pasien
cedera biologis Masalah nyeri akut (skala 0-10). 2. mencegah
teratasi seluruhnya Selidiki penekanan pada
dibuktikan dengan jaringan yang
perubahan
indikator : luka
1. Mampu karakteristik 3. agar pasien dapat

mengontrol nyeri beristirahat


4. untuk
nyeri 2. Berikan
mengurangi rasa
2. Melaporkan tindakan
sakit/nyeri
bahwa nyeri kenyamanan

berkurang (contoh : ubah


dengan posisi)
menggunakan 3. Berikan
manajemen
lingkungan yang
nyeri
tenang
3. Mampu
4. Kolaborasi
mengenali nyeri
dengan dokter
4. Menyatakan
tentang
rasa nyaman
pemberian
setelah nyeri

26
berkurang analetik, kaji

efektifitas dari

tindakan

penurunan rasa

nyeri

5. Kurang Setelah dilakukan 1. Jelaskan 1. memberikan


intervensi patofisiologi pengetahuan
Pengetahuan
keperawatan …x24 dari penyakit dasar dimana
berhubungan
jam diiharapka dan bagaimana pasien dapat
dengan Mengatakan hal ini 2. memberikan

keterbatasan pemahaman poses berhubungan pengetahuan


belajar dibuktikan dengan anatomi pada pasien dan
kognitif
dengan indikator : dan fisiologi, supaya pasien
1. Pasien dan dengan cara mampu
keluarga yang tepat menganalisa
menyatakan 2. Gambarkan tanda dan gejala
pemahaman tanda dan gejala yang dialaminya
tentang yang biasa sesuai
penyakit, muncul pada penjelasan
kondisi, penyakit, perawat/tim
prognosis dan dengan cara kesehatan
program yang tepat lainnya.
pengobatan 3. Identifikasi 3. agar pasien
2. Pasien dan kemungkinan mampu
keluarga penyebab, mengidentifikas
mampu dengan cara i kemungkinan
melaksanakan yang tepat penyebab
prosedur yang 4. Diskusikan penyakit yang
yang dijelaskan perubahan gaya terjadi pada

27
secara bena hidup yang dirinya
3. Pasien dan mungkin 4. membantu
keluarga diperlukan pasien untuk
mampu untuk mencegah dapat
menjelaskan komplikasi di menentukan
kembali apa masa yang akan perilaku yang
yang datang dan atau harus dirubah
dijelaskan proses supaya terhindar
perawat/tim pengontrolan dari kambuhnya
kesehatan penyakit penyakit dan
lainnya mampu
mengontrol
kesehatan diri.

28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Demam tifoid atau typhoid fever adalah suatu sindrom sistemik
berat yang secara klasik disebabkan oleh Salmonella Typhi. Salmonella
Typhi termasuk dalam genus Salmonella(Garna,2012).
Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat endemik, menurut
WHO angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per
100.000 (Depkes RI, 2013).
Infeksi umumnya diperoleh dari makanan atau air yang
terkontaminasi bakteri dari tinja yang terinfeksi (Valman, 2006).

B. Saran.

29
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta.

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC.
Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1.


Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta
Cara Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai