Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih
besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau tenang. Batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau
120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik.
Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari
140/90 mmHg (WHO, 2011).
Pre hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang
disebabkan oleh berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, suku/etnik,
perkotaan/pedesaan, geografis, jenis kelamin, diet, obesitas, stress, gaya
hidup, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Istilah kesatuan penyakit
diartikan bahwa kedua peristiwa pada dasarnya adalah sama karena
hipertensi merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih berat dan
berbahaya (WHO, 2013).
Peningkatan tekanan darah arteri dapat meningkatkan risiko terjadinya
gagal ginjal, penyakit jantung, pengerasan dinding arteri yang biasa disebut
arterosklerosis juga terjadinya stroke. Komplikasi ini sering berakhir menjadi
kerusakan atau kematian. Oleh sebab itu diagnosis dari hipertensi harus di
diteksi sedini mungkin untuk menghindari berbagai komplikasi tersebut
(cunha, 2010).
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya
sejumlah 839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada
tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya
lebih banyak pada wanita (30%) dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan
kasus hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang (Triyanto,
2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang di dapat melalui pengukuran
pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,09%),
diikuti Kalimantan Selatan (29,6%), dan Jawa Barat (29,4%). Untuk
prevalensi provinsi Sulawesi Utara berada di posisi ke 7 dari 33 provinsi
yang ada di Indonesia yaitu sebesar 27,1% (Riskesdas, 2013).
Menurut National Basic Health Survey 2013, hipertensi di Indonesia
pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia 25- 34
tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun
45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan
prevalensi yang tinggi tersebut, hipertensi yang tidak disadari mungkin
jumlahnya bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena hipertensi dan komplikasi
jumlahnya jauh lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala (InaSH,
2014).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada
pasien hipertensi
b. Tujuan Khusus
1. Memaparkan konsep penyakit hipertensi yang meliputi anatomi dan
fisiologi penyakit jantung, definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet
2. Memahami asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan
metodologi asuhan keperawatan yang benar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih
besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat atau tenang. Batas normal tekanan darah adalah kurang
dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg
tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan
darahnya lebih dari 140/90 mmHg (WHO, 2011).
Pre hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang
disebabkan oleh berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, suku/etnik,
perkotaan/pedesaan, geografis, jenis kelamin, diet, obesitas, stress, gaya
hidup, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Istilah kesatuan
penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa pada dasarnya adalah sama
karena hipertensi merupakan peningkatan dari pre hipertensi yang lebih
berat dan berbahaya (WHO, 2013).

B. Etiologi / Penyebab
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu : ( Bruner& sudart, 2002 )
a. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya.
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum
dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres
psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita
hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong
hipertensi sekunder.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), saraf
dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah
hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak
ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan –perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah
a. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
C. Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO 2013 yaitu:

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub group: Perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110

Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90

Sub group: Perbatasan 140-149 <90

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan
ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada
rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan
pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga
dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ-organ seperti jantung. ( Corwin, 2000 ).
E. Pathway hipertensi

F. Manif

G. Mestasi Klinis / Tanda dan Gejala


F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi menurut (Julius,2008):
1. Meningkatkan tekanan darah > 140/90 mmHg,
2. Sakit kepala
3. Epistaksis
4. Pusing/migraine
5. Rasa berat ditengkuk
6. Sukar tidur
7. Mata berkunang kunang
8. Sesak nafas
9. Lemah dan lelah
10. muka pucat

G. Komplikasi
Komplikasi dari hipertensi yang mungkin muncul menurut (Julius,2008) :
a. Efek pada jantung
Kongestif, strroke dan angina pectoris
b. Gagal jantung
c. Kerusakan pembuluh darah otak berupa pecah nya pembuluh darah
stroke dan kerusakan dinding pembuluh darah
d. Gagal ginjal
e. Kerusakan pada mata yang menyebabkan gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan

H. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam
dua kategori - pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi
dan pengobatan penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah
kurang dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit diabetes dan penyakit
ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas.
Pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Triyanto, 2014):
a. Makanan
Konsumsilah makanan yang rendah lemak dan kaya serat, seperti roti
dari biji-bijian utuh, beras merah, serta buah dan sayuran. Kurangi
konsumsi garam dalam makanan Anda, setidaknya tidak lebih dari 6
gram garam per hari (sekitar satu sendok teh).
b. Berat Badan
Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan
dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan
adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan
berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi
perhatian khusus karena umumnya obat penurun berat badan yang
terjual bebas mengandung simpatomimetik,sehingga dapat
meningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal
jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia.
Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan
MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau menggunakannya
dengan obat antihipertesni.
c. Olahraga
Untuk menurunkan tekanan darah dan menjaga jantung serta
pembuluh darah dalam kondisi baik, olahraga dan rutin beraktivitas
perlu dilakukan. Bagi orang dewasa, beraktivitas dengan intensitas
menengah ( bersepeda atau jalan cepat) setidaknya harus dilakukan
selama 2 hingga 3 jam setiap minggu.
d. Merokok
Rokok tidak menyebabkan hipertensi secara langsung, tapi akan
mempertinggi risiko serangan jantung dan stroke karena dapat
memicu penyempitan arteri. Kombinasi merokok dan hipertensi akan
meningkatkan risiko penyakit jantung atau paru-paru secara drastis.
e. Kafein
Kurangi konsumsi minuman yang mengandung banyak kafein seperti
kopi, teh, cola serta minuman berenergi. Meminum lebih dari empat
cangkir kopi sehari bisa meningkatkan risiko hipertensi.
2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi yang dapat dilakukan adla sebagai berikut :
1. Pemilihn obat sebaiknya berdasar pada bukti ilmiah untuk efek pada
pengurangan morbiditas dan mortalitas, keamanan, biaya, dan
adanya penyakit lain dan faktor resiko lain.
2. Pasien dengan uncomplicated hypertension sebaiknya menerima
diuretik thiazide atau β blocker (Tabel 9-2). Hanya sekitar 40%
pasien yang mendapatkan kontrol tekanan darah dengan agen
tunggal. Obat pilihan kedua harus mempunyai efek antihipertensi
aditif dan memperbaiki kondisi medis sebelumnya. Jika duretik
bukan merupakan obat pertama, diuretik sebaiknya menjadi obat
kedua pada regimen jika tidak kontraindikasi.
3. Jika kondisi yang sebelumnya dialami melarang penggunaan
diuretik thiazide atau β blocker, alternatif terbaik adalah ACE
inhibitor, Ca channel blocker, angiotensin II reseptor blocker, dan,
terkadang, α blocker. Agonis α2 yang bekerja sentral, inhibitor
adrenergic dan vasodilator digunakan untuk pasien dengan
hipertensi yang sulit dikontrol (Triyanto, 2014).

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1. Struktur dan sifat anggota keluarga
2. Faktor sosial budaya dan ekonomi
3. Faktor lingkungan.
4. Riwayat kesehatan
5. Cara pengumpulan data.
a. Observasi langsung
b. Wawancara
c. Dokumentasi
b. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/ Istirahat
a. Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
b. Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode
palpitasi,perspirasi.
b. Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena
jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
3. Eliminasi
a. Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
4. Makanan/cairan
a. Gejala : Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
akhir akhir ini(meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretic
b. Tanda : Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema,
glikosuria.
5. Neurosensori
a. Gejala : Keluhan pening /pusing,sakit kepala,subojksipital (terjadi
saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa
jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
b. Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara, efek, proses pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.
6. Nyeri/ ketidaknyaman
a. Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan
jantung),sakitkepala.
7. Pernafasanan
a. Gejala: Dispnea yang berkaitan dari aktivitas /kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum, riwayat merokok.
b. Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Dari materi yang di sajikan, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
b. Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya yaitu hipertensi primer seperti
konsumsi Na terlalu tinggi, genetik,stres psikologis. Hipertensi sekunder
misalnya keadaan iskemik pada ginjal dan hipertensi hormonal.
c. Tanda dan gejala hipertensi seperti nyeri kepala, mual, muntah, penglihatan
kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, nokturia karen peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomelurus
d. Adapun komplikasi pada hipertensi adalah serangan jantung, gagal jantung,
stroke, kebutaan karena renopati hipertensi, gagal ginjal kronik dan penyakit
arteri perifer

2. Saran
Untuk menghindari terjadinya hipertensi, maka sebaiknya kita selaku petugas
medis memberi contoh kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat, dan juga tidak mengkonsumsi makanan sembarangan yang
belum teruji kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta: EGC.

Corwin, J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta. EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar


2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Indonesian Society of Hypertension, INASH Scientific Meeting Ke-8 dan Tips


Hipertensi INASH : Hipertensi Menduduki Penyebab Kematian
Pertama di Indonesia, 2014.

Julius, S. 2008. Clinical Implications of Pathophysiologic Changes in the Midlife


Hypertensive Patients. American Heart Journal, 122: 886-891

Muhammadun. 2010. Hidup Bersama Hipertensi. Yogyakarta. In Books.

Sheps, Sheldon G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah


Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi.
Kudus

Triyanto, T. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu

World Health Organization. 2013. A global brief on Hypertension. Geneva,


Switzerland

Anda mungkin juga menyukai