Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Surveilans Kesehatan Masyakarat yang
diampu oleh :
Rombel 2
2019
PELAKSANAAN SURVEILANS PENYAKIT MENULAR
HIV
5) Rancangan Sampling
Rancangan atau metode sampling yang digunakan dapat berbeda-
beda untuk setiap populasi sentinel, sebagaimana dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
a. Simple Random Sampling (SRS)
Simple Random Sampling (SRS) atau sampling acak sederhana
merupakan bentuk probability sampling yang paling sederhana,
namun paling representatif/mewakili.
b. Systematic Sampling (SS)
Subyek dipilih berdasarkan interval yang teratur dari kerangka
sampel. Metode ini terkadang digabung dengan metode lain.
c. Stratified Sampling (Srat-S)
Grup populasi dengan karakteristik tertentu yang relatif homogen
(misal penduduk urban dan rural, beberapa kelompok umur yang
berbeda, beberapa kelompok populasi berisiko, dll) diupayakan
terwakili dalam sampel, dengan cara membagi kerangka sampel
dalam beberapa grup dari karateristik tertentu atau strata dan
kemudian memilih sampel (secara acak atau sistematik) pada setiap
stratum.
d. Multistage Cluster Sampling (MCS)
Metode ini dipakai untuk memilih secara acak, unit studi yang
berupa kelompok yang disebut cluster. Cluster bisa berupa
kelompok individu yang terbentuk berdasarkan batasan
wilayah/geografis (seperti desa, kelurahan, kabupaten, dll) atau
kelompok organisasi atau institusi (seperti: klinik, RS, puskesmas,
bar/klub, wisma lokalisasi, dll). Pada metode ini, sampling
dilakukan dalam 2 atau lebih tahapan, dan biasanya menggunakan
lebih dari satu macam metode sampling.
e. Time-Location Sampling (TLS)
TLS adalah sebuah metode yang telah digunakan secara luas untuk
mengambil sampel dari suatu populasi yang bersifat mengambang
“floating”, artinya kecil kemungkinannya untuk dapat ditemukan
oleh pencacah di tempat yang tetap. Selain itu, TLS juga diterapkan
untuk jenis populasi yang sering bergerak (mobile). Di dalam TLS,
Primary Sampling Unit (PSU)-nya adalah kombinasi antara lokasi
dan waktu. Kombinasi antara lokasi dan waktu inilah yang dianggap
sebagai cluster. Lokasi yang sama bisa dimasukkan ke dalam
kerangka sampel lebih dari sekali, tetapi dengan slot waktu yang
berbeda.
f. Respondent Driven Sampling (RDS)
Metode RDS ini merupakan bagian dari rancangan sampling
rujukan berantai (Chain Referral Sampling/CRS), seperti halnya
Snowball Sampling dan Network Sampling. RDS adalah sebuah
rancangan sampling secara jemput bola berdasarkan pada kuota
perekrutan (yang menghindari perekrutan keseluruhan sampel dari
sejumlah individu yang terbatas) dan insentif rangkap untuk
memotivasi perekrut dan yang direkrut.
g. Covenience Sampling
Covenience Sampling adalah proses memilih sampel dengan cara
yang dirasakan mudah untuk mendapatkan/menjangkau sampel
terebut atau dengan cara yang nyaman bagi peneliti.
6) Alur Penyusunan Kerangka Sampel
2) Manajemen Spesimen
Spesimen darah diambil dari masing-masing populasi sentinel
sesuai dengan reagen yang digunakan untuk pemeriksaan HIV. Cara
pengambilan spesimen harus memperhatikan prinsip-prinsip
kewaspadaan universal. Secara umum, spesimen bisa diambil dengan 2
(dua) cara, yaitu: 1. Spesimen yang berasal dari spesimen untuk
pemeriksaan lain: pisahkan satu aliquot (bagian kecil) dari spesimen
tersebut kedalam botol serum tersendiri. 2. Spesimen yang berasal dari
spesimen yang khusus diambil untuk pemeriksaan HIV: tidak perlu
dipisahkan, tetapi langsung diperiksa.
3) Manajemen Pajanan dan Kecelakaan Kerja
Kewaspadaan standar harus diikuti oleh seluruh petugas kesehatan
karena kita tidak bisa menghindari prosedur yang dapat menimbulkan
risiko infeksi kepada petugas dan responden, namun kita dapat
mencegah penularannya dalam berbagai kegiatan.
4) Kegiatan Pengumpulan Data Perilaku
Pada SSH, salah satu pengumpulan data yang dilakukan adalah
pengumpulan data primer yang menggunakan metode wawancara
berkaitan dengan perilaku responden, yang disebut Survei Cepat
Perilaku (SCP). Oleh karena itu, perlu dipahami secara baik dan benar
tentang metode wawancara pada pengumpulan data perilaku, agar
memperoleh hasil berupa data dan/atau informasi yang diharapkan
sesuai dengan tujuan SSH.
Wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara dan yang
diwawancara dengan maksud memperoleh data untuk keperluan
tertentu. Pada pengumpulan data perilaku SSH, yang diwawancara
adalah responden yang telah ditentukan berdasarkan metodologi
sampling. Wawancara digunakan sebagai metode pengumpulan data
untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari responden, dengan
jumlah responden yang sedikit. Pada SSH, karena jumlah responden
cukup banyak, maka diperlukan beberapa pewawancara yang akan
melakukan wawancara secara tatap muka (face to face). Oleh karena
itu, diperlukan pelatihan yang standar agar setiap pewawancara
memiliki persepsi yang sama, serta ketrampilan mewawancarai
responden. Metode wawancara yang digunakan adalah dengan
menggunakan kuesioner yang terstruktur dan formal yang telah
dibakukan secara nasional. Dengan wawancara terstruktur ini setiap
responden diberikan pertanyaan yang sama, sementara pewawancara
mencatat jawabannya
6. MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA
1) Alur Pelaporan Data
Pelaporan data SSH, baik data perilaku maupun biologis perlu diatur
dalam sebuah alur yang memadai. Penentuan alur pelaporan
dimaksudkan agar dapat menjamin kualitas data dan informasi yang
dihasilkan sehingga tujuan dilaksanakannya survei dapat terpenuhi
dengan baik. Alur pelaporan data SSH harus dikelola dengan, baik mulai
dari tahap pengumpulan data, pengolahan dan analisa data, hingga
tersedianya informasi yang siap untuk dimanfaatkan oleh seluruh pihak
yang berkepentingan.
Gambar berikut ini menunjukkan skema alur pelaporan data
surveilans sentinel HIV dan sifilis mulai dari data dikumpulkan sampai
dengan dihasilkannya informasi yang siap untuk dimanfaatkan.
1) Derajat I
4) Derajat IV
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak
dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa
demam.
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan
tanda- tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan
dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut
nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak
terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. (Suharti, 2002)
4. Definisi Kasus DBD
Penegakan kasus DBD dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu:
1. Secara Laboratoris
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis
berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam,
manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI > 1.280 dan atau IgM anti
dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama
ditemukan kasus confirmed dengue infection.
b. Corfirmed DBD (Pasti DBD)
1. Peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin.
2. Penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan yang
adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian
cairan.
3. Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
SSD
1. Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun
2. Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah. (Ditjen PPM
& PL Depkes RI, 2005)
5. Klasifikasi Daerah (Kelurahan) Endemis DBD
1) Desa Rawan I (endemis) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada
kasus DBD.
2) Desa Rawan II (sporadic) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus
DBD.
3) Desa Rawan III (potensial) yaitu dalam 3 tahun tidak ada kasus, tetapi
berpenduduk padat, transportasi rawan dan ditemukan jentik > 5%.
4) Desa bebas yaitu desa yang tidak pernah ada kasus. (Ditjen PPM & PL
Depkes RI, 2003)
B. Surveilans DBD
1. Pengertian Surveilans DBD
Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses
pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data, serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak.instansi terkait secara
sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan secara efektif dan efisien. (Ditjen PPM
& PL Depkes RI, 2003)
a. Rumah Sakit
Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita rawat inap dan rawat
jalan rumah sakit. Laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KD-RS) setiap
ada kasus, merupakan indeks kasus yang perlu penelusuran lapangan.
b. Puskesmas
Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau
SIMPUS yang datanya dirangkum dalam data Sistem Surveilans Terpadu
penyakit (SSTP) Kabupaten/Kota atau Propinsi, atau laporan Puskesmas
Sentinel bagi Kabupaten/Kota yang memiliki. Laporan mingguan (W2)
Puskesmas bagi surveilans Kabupaten/Kota dan Surveilans Propinsi, serta
laporan W1 (24 jam) bila ada indikasi KLB. Laporan bulanan program
dengan Form K. DBD di Puskesmas dan tingkat kabupaten.Kota.
c. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Belum semua Balai Laboratorium Kesehatan pusat/daerah dapat melakukan
pemeriksaan, tetapi hasil data pemeriksaan laboratorium perlu
dimanfaatkan dalam analisa surveilans.
d. Hasil Penyelidikan Kasus Di Lapangan oleh Petugas
Penyelidikan kasus DBD di lapangan sangat penting dan bermanfaat, karena
kemungkinan akan ditemukan faktor risiko terjadi penularan serta
didapatkan kasus.
e. Data Kegiatan Program
Laporan Pelaksanaan Fogging dari form K. DBD dan Angka Bebas Jentik
Berkala (AJB) serta hasil kegiatan PJB yang dilakukan surveilans
Kabupaten/Kota. (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2003)
Kegiatan Surveilans
Kegiatan Surveilans dapat dilakukan dengan penemuan kasus di
wilayah Puskesmas (termasuk masyarakat) dan RS (termasuk klinik
bersalin). Dengan data penemuan tersebut dimaksudkan agar penanganan
dapat terlaksana dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi
mencegah kematian TN.
Kegiatan surveilans TN dilakukan dengan investigasi kasus dengan
tujuan yaitu sebagai berikut:
1. Menetapkan diagnose
Melalui confirm TN
Tersangka/ Suspek TN
2. Mencari kasus tambahan
Penolong persalinan sebagai “center point”
Budaya perawatan tali pusat
3. Mengetahui faktor risiko
4. Mengetahui gambaran epidemiologi
Penyelidikan menggunakan form
Investigasi kasus dapat diidentifikasi berdasarkan daerah risiko yang
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Daerah risiko tinggi dimana setiap kematian dibawah usia 1 bulan
dan tersangka TN
2. Daerah risiko rendah dimana kasus dan kematian TN yang
dilaporkan oleh RS dan Puskesmas
Laporan hasil investigasi TN meliputi:
1. jumlah Konfirm TN, Jumlah tersangka TN, dan jumlah kematian
2. Faktor Risiko Utama
Status imunisasi TT ibu
Riwayat ANC (Antenatal Care)
Riwayat persalinan
Riwayat perawatan tali pusat : bahan yang digunakan
3. Faktor Risiko Pendukung
Analisa data hasil investigasi TN, berupa :
- Faktor risiko utama yang erat hubungannya dengan
kejadian TN
- Faktor risiko pendukung yang memperkuat kejadian TN
Analisa data surveilans TN secara Periodik (tahunan), berupa :
- Jumlah lahir hidup, jumlah kasus dan kematian
- Sebaran kasus
- Faktor risiko yang dominan
- Cakupan imunisasi TT dan cakupan persalinan nakes
4. Integrasi TN dengan Surveilans dan Pelaporan Surveilans TN
AFP dan PD31 memiliki strategi dalam mengeliminasi TN yaitu:
1. Memanfaatkan sistem surveilans AFP sebagai sarana integrasi
surveilans campak dan tetanus neonatarum
2. Integrasi dalam advokasi dan sosialisasi
3. Intensifikasi feed back dan diseminasi informasi terintegrasi
surveilans AFP, campak, dan tetanus neonatarum. Melalui
kegiatan:
Penemuan kasus
Pelacakan kasus
Pelaporan
Pengolahan data
Umpan balik
Manajemen Surveilans berupa advokasi, sosialisasi,
pendanaan, ketenagaan, asistensi teknik
Pelaporan surveilans TN dilakukan 2 kali yaitu laporan mingguan dan
laporan bulanan yang berisi:
1. Laporan Mingguan
Berisi data laporan konfirm TN dan tersangka/ suspek TN
yang diambil dari wilayah :
- Puskesmas, dengan menggunakan form W2/PWS KLB
bersama dengan laporan mingguan penyakit potensial
KLB lainnya.
- Rumah sakit, dengan menggunakan form FPPD pada saat
melakukan surveilans mingguan RS untuk AFP, Campak,
Difteria, dan TN
Berlaku untuk laporan nihil, artinya laporan dibuat
meskipun tidak ada kasus.
2. Laporan Bulanan
Puskesmas dan RS menggunakan format laporan STP
Kabupaten/ kota dan provinsi menggunakan:
- Laporan data : form Integrasi AFP, Campak, Difteria, dan
TN
- Laporan Absensi : kelengkapan dan ketepatan Laporan
Mingguan.
Alur pelaporan Surveilans TN Ditjen PPM & PL, Dinkes Prov, Dinkes
Kab/kota. Melaui: