Anda di halaman 1dari 22

DEVELOPMENTAL DYSPLASIA OF HIP (DDH)

Disusun oleh : SGD A6

Ervina Cindranela 1702511025


Ichlazul Ma’ruf 1702511042
Ida Bagus Putra Adyatma 1702511060
Kadek Gyna Yadnya Swari 1702511088
Ni Luh Putu Yunia Dewi 1702511117
I Dewa Made Agus Paramarta Putra 1702511133
I Gusti Ayu Agung Diah Harini 1702511155
Saldi Ardyanswari Pasauran 1702511178
Gede Agung Dhimasena Widyananda 1702511202
Kadek Dwi Pradnyawati 1702511007
Erick Kusuma Tandiono 1702511026
Made Dwiki Pradnyana Harisutha 1702511043

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
DEVELOPMENTAL DYSPLASIA OF HIP (DDH)

Disusun oleh : SGD A6

Ervina Cindranela 1702511025


Ichlazul Ma’ruf 1702511042
Ida Bagus Putra Adyatma 1702511060
Kadek Gyna Yadnya Swari 1702511088
Ni Luh Putu Yunia Dewi 1702511117
I Dewa Made Agus Paramarta Putra 1702511133
I Gusti Ayu Agung Diah Harini 1702511155
Saldi Ardyanswari Pasauran 1702511178
Gede Agung Dhimasena Widyananda 1702511202
Kadek Dwi Pradnyawati 1702511007
Erick Kusuma Tandiono 1702511026
Made Dwiki Pradnyana Harisutha 1702511043

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan student project yang
berjudul “Developmental Dysplasia of Hip (DDH)” tepat waktu. Penulisan
student project ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai demam
rematik.
Dalam penyelesaian student project ini, penulis mengalami beberapa
kesulitan terutama dalam penentuan sub bahasan serta pemilihan kosa kata.
Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, tulisan ini akhirnya bisa
terselesaikan. Oleh karena itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Evaluator kami, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, M.Kes atas bimbingan dan
arahan yang mencerahkan.
2. Fasilitator kami, Dr. dr. Elysanti Dwi Martadiani, Sp.Rad(K) atas bimbingan
dan motivasi yang selalu diberikan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar bisa
lebih baik lagi di kemudian hari.

Denpasar, 28 Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM............................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2Rumusan Masalah..................................................................................... 1
1.3Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1Definisi ..................................................................................................... 3
2.2Epidemiologi ............................................................................................ 3
2.3Etiologi ..................................................................................................... 4
2.4Patofisiologi .............................................................................................. 4
2.5Tanda dan Gejala ...................................................................................... 5
2.6Faktor Risiko ............................................................................................ 6
2.7Diagnosis Banding ................................................................................... 7
2.8Metode Diagnosis ..................................................................................... 8
2.9Penatalaksanaan ........................................................................................ 11
2.10 Prognosis ............................................................................................... 14
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Developmental Dysplasia of Hip (DDH) merupakan salah satu kelainan
kongential dari sistem muskuloskelatal yang paling umum pada masa anak-anak. 1
DDH adalah penyakit progresif, sehingga keadaan histopatologis berubah seiring
bertambahnya usia bahkan untuk orang yang sama. Pada keadaan normal, panggul
bayi yang baru lahir dalam keadaan stabil dan sedikit mengalami fleksi. Keadaan
ini tidak mudah terlihat saat lahir, sehingga memerlukan pemeriksaan dengan
metode spesifik pada bayi yang baru lahir untuk mendeteksi kelainan ini.
Kelainan ini akan terlihat saat anak mulai belajar berjalan. Apabila kelainan ini
tidak ditangani sejak dini maka akan menyebabkan peradangan panggul saat
dewasa.2 Sebagian besar kasus dapat pulih setelah manajemen yang tepat pada
tahap awal.
Developmental Dysplasia of Hip (DDH) memengaruhi 1-3% bayi baru lahir
dan bertanggung jawab atas 29% DDH primer pada orang hingga usia 60 tahun. 3
DDH paling sering terjadi pada anak perempuan yaitu sekitar 80%. Panggul kiri
dialami pada 60% anak, panggul kanan 20%, dan kedua panggul 20%. Anak
pertama terkena dua kali lebih sering dari saudara kandung berikutnya.4 Pada
populasi yang tidak diskrining median prevalensi dari DDH persisten dan yang
didiagnosis secara klinis diperkirakan 1,3 per 1000 (0,84-1,5) berdasarkan studi
dari 44 populasi dimana sebagian besar populasi ialah keturunan Eropa barat laut
yang tinggal di Australia, Amerika Serikat, Kanada, Skandinavia, dan Inggris.5
Oleh karena itu, pada student project ini penulis memaparkan DDH secara teoritis
dari definisi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis serta penatalaksanaan yang
dapat dilakukan untuk mengurangi prevalensi dari penyakit DDH ini agar tidak
menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar dalam penyakit
muskuloskeletal.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah penulisan ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan DDH?

1
2. Bagaimana epidemiologi dari DDH?
3. Bagaimana etiologi dari DDH?
4. Bagaimana patofisiologi dari DDH?
5. Apa tanda dan gejala yang terjadi pada DDH?
6. Apa saja faktor risiko dari DDH?
7. Apa saja diagnosis banding dan metode diagnosis dari DDH?
8. Apakah penatalaksanaan medis pada penderita DDH?
9. Bagaimana pencegahan pada penderita DDH?
10. Bagaimana prognosis pada penyakit DDH?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini yaitu:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan DDH.
2. Mengetahui epidemiologi dari DDH.
3. Memahami bagaimana patofisiologi dari DDH.
4. Mengetahui tanda dan gejala yang dapat terjadi pada DDH.
5. Mengetahui faktor risiko dari DDH.
6. Mengetahui diagnosis banding dan metode diagnosis dari DDH.
7. Mengetahui apa saja penatalaksanaan medis pada penderita DDH.
8. Mengetahui bagaimana pencegahan pada penderita DDH.
9. Mengetahui bagaimana prognosis pada penyakit DDH.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dari penulisan student project ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Menjadi wadah penerapan ilmu kedokteran yang didapat selama menjalani
pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
b. Menambah wawasan dan pengalaman, serta melatih diri dalam melakukan
penelitian di bidang kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang profil penderita DDH
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang DDH.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Developmental Dysplasia of Hip (DDH) merupakan formasi persendian
panggul yang abnormal. Kondisinya bervariasi dari sangat ringan, seperti ligamen
di sekitar panggul jadi longgar, hingga berat yang mana panggul keluar dari
persendiannya. Namun, pada kasus yang paling ringan DDH bisa memicu
masalah berat nantinya, yang mana kartilage di sekitar bola panggul menjadi
rusak. Ini bisa menyebabkan terjadinya kondisi seperti osteoarthritis dan hip
replacement (peggantian panggul) pada saat dewasa. Sering kali bayi dan anak
kecil yang mengalami DDH ringan tidak merasakan sakit ataupun menunjukkan
gejala. DDH merupakan masalah perkembangan panggul yang paling umum
terjadi pada anak. Banyak kasus yang tidak terdiagnosa karena terlalu ringan.6

2.2 Epidemiologi
Developmental Dysplasia of Hip (DDH) adalah penyakit pada anak-anak
yang sering terjadi dan sebenarnya dapat dicegah. Ini sering terjadi karena
diagnosis yang terlambat (lebih dari 3 bulan) yang mengakibatkan kemungkinan
besar harus dilakukan pembedahan dan akan mempunyai risiko yang tinggi
terjadinya komplikasi jangka panjang. Penelitian di UK menunjukkan terdapat
182 anak-anak terlahir dengan DDH (dengan total 245 dysplastic hips) dan 37.051
yang terlahir tanpa DDH. Diketahui adanya peningkatan risiko jika dilakukan
kelahiran melalui vagina. Insiden yang terjadi adalah 4,9 per 1.000 kelahiran
hidup di tempat ini. Insiden per 1.000 kelahiran hidup berkisar antara 0,06 pada
orang Afrika hingga 76,1 pada orang Amerika pribumi.7-8 Insiden DDH
diperkirakan sekitar 1 tiap 1.000 kelahiran hidup. Secara epidemiologi panggul
kiri lebih sering mengalami DDH dibanding dengan yang kanan, dan unilateral
DDH lebih sering daripada bilateral. Bayi perempuan juga mempunyai rasio
terkena DDH yang lebih tinggi daripada bayi laki-laki, yakni 7:1. Kelainan
kongenital ini juga lebih sering terjadi pada anak pertama, apabila dibandingkan
dengan anak kedua, ketiga, dan seterusnya.9

3
2.3 Etiologi
Etiologi dari DDH bersifat multi faktorial. Ada beberapa faktor yang
mengarah pada perkembangan DDH, termasuk kelemahan ligamen, presentasi
bokong, posisi postnatal, displasia asetabular primer.10 DDH juga bisa dikaitkan
dengan beberapa abnormalitas yang terjadi di intra-artikuler maupun ekstra-
artikuler, diantaranya disebabkan oleh osifikasi yang tidak lengkap dari
artilaginous acetabulum selama perkembangan panggul. Faktor dari intra-
artikuler yang berkaitan dengan DDH diantaranya yaitu acetabulum yang
mengecil, femoroacetabulas yang bertabrakan, ligamentum teres yang sobek, dan
terjadinya hipertrofi dari acetabular cartilage. Sedangkan faktor dari ektra-
artikular yaitu iliopsoas tendinitis, sacroilitis, osteilitis pubis, dislokasi dari
patellofemoral dan hamstring tendinitis.11

2.4 Patofisiologi
Developmental Dysplasia of Hip (DDH) terjadi karena pertumbuhan
panggul yang tidak normal. Kelemahan ligamen diyakini berhubungan dengan
DDH, meskipun hubungan ini masih kurang jelas. Kelainan yang berhubungan
dengan kelemahan ligamen seperti Ehlers-Danlos dan Marfan Syndrome bukan
termasuk DDH. Anak-anak umumnya lahir dengan ligamen yang lemah, namun
tidak semua mengalami DDH. Oleh karena itu terdapat faktor lain yang
menyebabkan DDH lebih mudah terjadi.12
Kelemahan ligamen herediter disertai dengan kelaianan neuropediatric
seperti cerebral palsy, myelomeningocele, dan athrogryposis adalah faktor
herediter dari DDH. Bayi perempuam lebih rentan mengalami DDH karena
merespon hormone relaksasi ibu yang melintasi plasenta.13
Abnormalitas pada skeletal seperti acetabulum yang dangkal, kelaianan
pada femoral head dan femoral neck. Acetabulum berbentuk seperti ball-socket
dengan femoral head. Acetabulum menjadi dangkal saat baru lahir, namun dapat
berkembang menjadi lebih dalam sehingga mampu mencangkup seluruh femoral
head. Namun pada beberapa kasus acetabulum tetap dangkal atau malah semakin
buruk, menjadi cembung. Selain itu, penebalan yang tidak normal dari
acetabulum menyebabkan femoral head tidak dapat tertutupi dengan sempurna.
Keadaan ini memungkinkan terjadinya dislokasi pada panggul.

4
Setelah mengalami dislokasi, epifisis dari femoral head dapat bertumbuh
dengan perlahan dan menyebabkan kelaian anatomi seiring dengan waktu.
Nekrosis aseptik pada femoral head pada anak dengan DDH tidak jarang terjadi.
Femoral neck akan menjadi lebih tebal setelah mengalami DDH. Sehingga
perkembangan pinggul tertunda.1

2.5 Tanda dan Gejala


Developmental Dysplasia of Hip (DDH) biasanya ditemukan saat
pemeriksaan bayi baru lahir oleh dokter tetapi pada beberapa anak displasia dan
dislokasi dapat berkembang di kemudian hari. Tanda yang bisa ditemukan pada
penderita DDH diantaranya sebagai berikut.14
1. Assymetry
Lipatan gluteal yang asimetris bisa menjadi tanda adanya DDH.
Lipatan paha yang asimetris jarang menunjukkan DDH kecuali jika
berbarengan dengan lipatan gluteal yang tidak merata.

Saat dislokasi panggul bayi terjadi selama beberapa bulan, panggul


secara bertahap kehilangan rentang gerak dan kaki tampak lebih pendek
karena panggul telah bergeser ke atas.

2. Hip Click
Terdengar bunyi klik pada saat panggul penderita DDH diperiksa.
Namun tidak semua bayi yang panggulnya berbunyi klik menderita DDH.

3. Limited Range of Motion


Kemungkinan orang tua penderita sulit mengganti popoknya saat bayi
karena panggul tidak bisa membuka lebar.

5
4. Pain
Rasa sakit jarang dijumpai pada penderita saat bayi dan anak-anak,
tetapi sering dijumpai pada penderita remaja maupun dewasa muda.
5. Swayback
Waddling limp maupun perbedaan panjang kaki merupakan tanda yang
sering ditemukan saat belajar berjalan. Jika kedua panggul mengalami
dislokasi, maka gaya berjalan yang ditandai dengan swayback dapat dilihat
setelah anak mulai berjalan.

2.6 Faktor Risiko


Risiko Developmental Dysplasia of Hip (DDH) meningkat dengan faktor
terkait kendala mekanik intrauterin dan posisi abnormal pada trimester terakhir,
tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan postnatal dan predisposisi genetik. Faktor
yang terkait dengan konstriksi mekanik fetus termasuk berat badan lahir besar
untuk usia kehamilan, letak sungsang, dan oligohidramnion, lebih umum
ditemukan pada kasus DDH, tetapi faktor risiko perinatal yang paling penting dan
berpotensi dapat dihindari ialah persalinan pervaginam dari bayi-bayi letak
sungsang. Berikut merupakan macam-macam faktor risiko dari DDH.6
1. Faktor genetik
Risiko keluarga untuk DDH telah dikenal baik. Dalam suatu studi,
rasio kemungkinan untuk prevalensi DPP dilaporkan jauh lebih tinggi untuk
ibu dari pada saudara kandung, ayah, dan anak-cucu, yang menunjukkan
efek maternal. Kelemahan sendi familiar terkait hipermobilitas sendi telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko DDH, dan hipermobilitas sendi yang
herediter diperkirakan 70% pada kembar dewasa perempuan.
2. Faktor lingkungan
a. Intrauterin
1) Desakan: kembar, oligohidramnion
Desakan dapat mengakibatkan caput femur janin yang masih belum
terfiksasi dengan baik lepas dari acetabulum.
2) Hormon: Relaksin
Relaksin merupakan hormon yang muncul saat partus untuk
melemaskan tulang panggul
b. Partus
1) Kesalahan dalam penolongan partus
2) Bayi dengan interpretasi bokong
c. Pasca partus
1) Kebiasaan membedung

6
Pembedungan dengan sangat erat sampai membuat kaki anak yang
seharusnya fleksi menjadi ekstensi, membuat timbulnya insiden
DDH semakin tinggi.

2.7 Diagnosis Banding


1. Femur Injury and Fracture
Spektrum dari fraktur femur tergolong luas dan berkisar dari fraktur
stres femoralis non-displaced hingga fraktur yang terkait dengan kominusi
parah dan cedera jaringan lunak yang signifikan. Fraktur femur biasanya
dideskripsikan berdasarkan lokasi (proksimal, poros/shaft, distal). Fraktur
ini kemudian dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar; fraktur
traumatis berenergi tinggi, fraktur traumatis berenergi rendah melalui proses
patologis (fraktur patologis), dan fraktur stres karena kelebihan beban
berulang.15
Fraktur femur traumatis pada individu muda umumnya disebabkan
oleh kekuatan energi berkekuatan tinggi dan sering dikaitkan dengan trauma
multisistem. Pada populasi lansia, patah tulang paha biasanya disebabkan
oleh mekanisme energi rendah seperti jatuh dari kondisi berdiri.16
Pola fraktur femur bervariasi sesuai dengan arah gaya yang diberikan
dan jumlah gaya yang diserap. Gaya tegak lurus menghasilkan pola fraktur
transversal, gaya aksial dapat melukai pinggul atau lutut, dan gaya rotasi
dapat menyebabkan pola fraktur spiral atau miring. Jumlah pecahan
(kominusi) yang terbentuk juga akan bertambah banyak seiring dengan
peningkatan jumlah kekuatan yang diterima.16

2. Femoral Neck Fracture


Fraktur leher femoralis adalah diskontinuitas yang terjadi pada bagian
collum femur. Secara umum, cedera ini terjadi pada 2 populasi yang
berbeda, (1) individu muda dan aktif, dengan aktivitas fisik berat atau
mengalami perubahan aktivitas, seperti pelari, dan (2) individu lansia
dengan osteoporosis.17
Fraktur leher femoralis pada pasien muda biasanya disebabkan oleh
trauma berenergi tinggi. Fraktur ini sering dikaitkan dengan beberapa cedera
multipel serta tingginya tingkat avascular necrosis dan nonunion. Hasil dari
cedera ini tergantung pada (1) tingkat cedera (yaitu, jumlah perpindahan/

7
displacement, jumlah kominusi, apakah sirkulasi telah terganggu), (2)
reduksi yang adekuat, dan (3) fiksasi yang adekuat.18
3. Slipped Capital Femoral Epiphysis
Slipped Capital Femoral Epiphysis (SCFE) adalah salah satu kelainan
pinggul pediatrik dan remaja terpenting yang ditemukan dalam praktik
medis.19 SCFE merepresentasikan jenis ketidakstabilan pelat pertumbuhan
femoralis proksimal yang unik. Secara klinis, pasien dapat merasakan nyeri
pinggul, nyeri paha medial, dan/atau nyeri lutut; kelemahan akut; dan
penurunan pada rentang gerak pinggul.20
Pada foto polos (plain radiography), caput femoralis terlihat bergeser,
secara posterior-inferior yang terhubung dengan collum femoralis dan di
dalam batas-batas acetabulum. Perawatan utamanya adalah fiksasi internal
operatif. Tujuannya untuk mencegah komplikasi seperti avascular
necrosis.21-22

2.8 Metode Diagnosis


Skrining dini penting dilakukan pada kasus DDH karena penyakit ini mudah
untuk diterapi. Namun di sisi lain, penyakit ini akan sulit untuk diterapi ketika
terlambat dideteksi dan dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang. Proses
diagnosis yang tepat merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Langkah
diagnosis diawali dengan anamnesis dan pemeriksaaan fisik. Pemeriksaan fisik
secara menyeluruh dari pinggul pada semua bayi yang baru lahir dapat
mengurangi risiko terkena penyakit degenerative pinggul pada usia tua. Selain itu,
pemeriksaan penunjang seperti radiografi dan sonografi juga dapat digunakan
untuk mengkonfirmasi kecurigaan DDH.23 Berikut tahapan metode diagnosis
DDH.
1. Anamnesis
Langkah penting dalam anamnesis adalah wawancara mendalam
dengan orang tua mengenai adanya riwayat DDH atau osteoarthritis panggul
premature dalam keluarga, posisi intra-uteri, posisi sungsang, jumlah
kehamilan(ketidakstabilan lebih umum terjadi pada kelahiran anak pertama),
dan oligohidramnion.24
2. Pemeriksaan Fisik

8
Pemeriksaan fisik lengkap pada bayi yang baru lahir merupakan
langkah diagnostik yang penting untuk menemukan gangguan dalam sistem
muskuloskeletal dan mencegah penyakit. Temuan pemeriksaan fisik normal
selama periode postnatal tidak menutup kemungkinan diagnosis berikutnya
didapatkan DDH.
a. Pengamatan Asymmetric – asymmetrical gluteal
Bayi baru lahir hingga berusia kurang dari tiga bulan dengan DDH
dapat memiliki asimetri lipatan inguinal dan lipatan popliteal akibat
kemiringan panggul. Pada umumnya lipatan inguinal yang normal
hampir simetris dan berhenti sebelum lubang anus. Bila terjadi dislokasi
superior dan posterior dari kaput femoral, lipatan inguinal asimteris,
dengan lipatan kulit dari sisi yang terkena meluas ke posterior dan
lateral melewati lubang anus. Asimetri lipatan kulit yang jelas dapat
menjadi indikasi dislokasi unilateral. Pada dislokasi bilateral, lipatan ini
dapat simetris tetapi berakhir setelah tingkat lubang anus. Pemeriksaan
terhadap asimetri lipatan kulit bukan merupakan tanda pasti dislokasi
bilateral direduksi pada neonates.25
b. Ortoloani test
Suatu pemeriksaan untuk memeriksa DDH dengan memasukkan kaput
femur ke acetabulum dengan melakukan abduksi pada kaki bayi
(gerakkan ke lateral). Positif bila ada terasa kaput yang tadi keluar saat
tes Barlow kembali masuk ke acetabulum.23
c. Barlow test
Suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji DDH dengan usaha
mengeluarkan kaput femur dari acetabulum dengan melakukan adduksi
kaki bayi dan ibu jari pemeriksa diletakkan di lipatan paha. Positif bila
saat mengeluarkan femur teraba kaputnya oleh ibu jari tangan
pemeriksa.23
d. Galeazzi sign
Suatu pemeriksaan dengan memfleksikan femur, kemudian dekatkan
antara kiri dan kanan, lihat apakah lututnya sama panjang atau tidak.
Bila tidak sama panjang berarti positif DDH.23

9
e. Tredelenberg test
Suatu pemeriksaan dengan anak diminta dalam posisi berdiri pada satu
kaki secara bergantian. Saat berdiri pada kaki yang terjadi DDH, akan
terlihat otot panggul abduktor menjauhi garis tubuh. Normalnya otot
panggul akan mempertahankan posisinya tetap lurus.23
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi
Radiografi tidak menggambarkan pelvis sejelas ultrasound pada bayi
muda, yang memiliki sebagian besar panggul kartilaginosa, dan kaput
femoral tidak terlihat secara radiografi, tetapi lebih berguna pada masa
bayi kemudian ketika ultrasound mungkin tidak dapat diandalkan.6
b. USG
Teknik pencitraan diagnostik yang menggunakan gelombang suara
frekuensi tinggi dan komputer untuk membuat gambar pembuluh darah,
jaringan, dan organ. Digunakan untuk usia < 6 bulan karena penulangan
belum sempurna (tulang masih dalam bentuk tulang rawan).
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk digunakan dalam analisis sendi
panggul, terutama pada bayi berusia < 6 bulan. USG merupakan
indikator yang sensitif untuk posisi, perkembangan asetabulum, dan
ketidakstabilan, yang lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan
radiografi. 6

c. CT Scan
CT Scan berguna untuk mengevaluasi dislokasi yang rumit dan untuk
evaluasi pinggul pasca operasi. CT dapat menggambarkan blok osseous
untuk relokasi, serta penyempitan kapsul tendon iliopsoas, ligamentum
teres yang tebal, dan hipertrofi pulvinar fibrofatty pulvinar. CT juga
dapat digunakan untuk mengevaluasi anteversi femoral dan asetabular.26
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebuah prosedur diagnostik yang menggunakan kombinasi magnet
besar, radiofrequencies, dan komputer untuk menghasilkan gambar
detil dari organ dan struktur dalam tubuh. MRI dapat berguna dalam
evaluasi pinggul pra operasi dan pasca operasi dengan banyak

10
komplikasi. MRI dapat digunakan untuk membedakan labrum, kapsul,
dan kartilago asetabular. MRI berguna untuk mendeteksi komplikasi
DDH dan pengobatan untuk DDH, seperti nekrosis avaskular kepala
femoralis dan efusi sendi. MRI juga dapat digunakan untuk
menunjukkan kompresi tendon iliopsoas, ligamentum teres yang tebal,
dan hipertrofi pulvinar.26

2.9 Penatalaksanaan
Metode yang digunakan dalam penatalaksanaan pasien dengan
Developmental Dysplasia of Hip (DDH) diantaranya sebagai berikut.27-28
1. Metode Pengobatan Tanpa Bedah
a. Penggunaan Pavlik Harness
Dirancang khusus untuk lembut posisi pinggul bayi, sehingga pinggul
dapat sejajar dalam sendi, dan untuk menjaga sendi panggul tetap aman.
Hal ini biasanya digunakan untuk mengobati bayi dari lahir sampai usia
enam bulan. Karena hampir tidak mungkin untuk mengamankan satu
pinggul saja, maka kedua pinggul perlu diposisikan dengan
menggunakan Palvik Harness, bahkan jika ada masalah dengan hanya
satu pinggul. Dengan memposisikan pinggul bayi sedemikian rupa
sehingga sendi pinggul sejajar dan stabil, sehingga akan membantu
pertumbuhan dan pengembangan sendi panggul. Setelah pengobatan
menggunakan Pavlik Harness telah tepat dan berhasil, belum ada
laporan mengenai kasus re-dislokasi. Namun, ada risiko perkembangan
yang lambat atau tidak lengkap dari acetabulum. Inilah sebabnya
mengapa x-ray biasanya direkomendasikan untuk tindak lanjut bahkan
ketika Palvik Harness telah berhasil.
b. Hip Abduction Brace
Sebuah penyangga dapat digunakan pada bayi dengan DDH untuk
menahan panggul dalam posisi sejajar supaya sendi panggul dapat
tumbuh dengan normal. Juga dapat disebut sebagai fixed-abduction
braces, alat ini menahan kaki tetap terpisah, tetapi tidak fleksibel seperti
Palvik Harness. Pemilihan alat penahan untuk tatalaksana DDH
tergantung pada kebutuhan keluarga dan pengalaman dokter.

11
Kebanyakan dokter menyarankan untuk pemakaian secara penuh
selama 6-12 minggu untuk semua alat. Setelah pinggul dalam keadaan
stabil, penahan dikenakan paruh waktu, biasanya dikenakan pada saat
malam hari selama 4-6 minggu.
2. Metode Pembedahan
a. Closed Reduction
Penanganan ini paling banyak digunakan pada bayi berumur 6-24
bulan. Terkadang sebelum prosedur, digunakan traksi selama beberapa
minggu untuk meregangkan dan merelaksasi ligamen anak sebelum
mencoba closed reduction. Setelah anak tidur karena diberikan anestesi,
umumnya ada empat langkah prosedur dalam treatment ini :
1) Arthogram
Dye disuntik ke dalam sendi panggul dengan jarum sehingga
bagian dalam sendi dapat terlihat pada x-ray. Hal ini
memungkinkan dokter untuk memastikan closed reduction dan
membantu mengidentifikasi masalah potensial yang dapat
mencegah pinggul tidak tersambung (lari dari tempatnya).
2) Adductor Tenotomy
Dokter membuat pembukaan yang sangat kecil di selangkangan
dan melakukan pembedahan tendon adductor. Tendon ini biasanya
sangat ketat. Melepaskan tendon memakai tekanan dari permukaan
pinggul dan membantu menjaga bola dalam soket setelah closed
reduction.
3) Hip Reduction
Dokter memanipulasi bola di bagian atas tulang paha (femoral
head) kembali ke soket pinggul sambil memonitor progress dari x-
ray. Dokter menggunakan sinar-x untuk memastikan bahwa pinggul
dalam posisi terbaik sebelum casting.
4) Spica Cast
Hal ini membuat pinggul dalam posisi yang selaras selama
penyembuhan sendi, dan mendorong pembentukan yang tepat dari
sendi pinggul anak.
5) Follow-up setelah Closed Reduction

12
Biasanya spica cast diganti setiap 6 minggu sekali selama 3-6
bulan. Perubahan cast dapat dilakukan dengan pemeriksaan
arthrogram. Total waktu cast tergantung dari keadaan pinggul pada
saat x-ray dengan athrogram tersebut. Anak yang telah diberi cast
mungkin saja kehilangan fleksibilitas karena kaku. Namun pinggul
masih membutuhkan waktu untuk tumbuh dan menjadi lebih stabil.
Brace dapat membantu agar otot anak kembali fleksibel dan
memungkinkan pinggul bergerak lebih dari gips. Selama waktu ini,
penting untuk mengikuti resep dokter yang biasanya akan memakai
brace sepanjang hari, kecuali saat mandi.
b. Open Reduction
Operasi ini berarti sendi pinggul dibuka untuk membebaskan head
femur dan acetabulum (soket) dari setiap jaringan yang menghalangi.
Ada dua pendekatan umum untuk prosedur ini :
1) Medial Approach
Pendekatan ini biasanya berhasil untuk anak-anak kurang dari satu
tahun. Prosedur ini dimulai melalui sayatan kecil di selangkangan
(medial ke pinggul). Ini adalah pendekatan bedah terbatas yang
memungkinkan sendi harus dibersihkan sehingga pinggul dapat
disejajarkan ke dalam soket. Metode ini biasanya digunakan ketika
closed reduction tidak berhasil dan arthrogram menunjukkan
sesuatu dalam sendi yang membuat pinggul keluar dari soket.
Metode ini tidak dapat memperbaiki masalah mendasar dalam
struktur tulang. Spica cast biasanya dibutuhkan selama beberapa
bulan untuk menjaga pinggul tetap sejajar ketika sedang tumbuh
dan menjadi lebih stabil.
2) Anterior Approach
Pendekatan ini digunakan ketika ligamen di sekitar pinggul perlu
diperbaiki dan diperketat setelah pinggul dibebaskan dan selaras.
Ini digunakan apabila usia anak 12 bulan atau dislokasi pinggul
yang parah.

2.10 Prognosis

13
Prognosis tergantung pada usia saat presentasi, tingkat perawatan yang
diperlukan, dan terjadinya komplikasi. Keberhasilan pengurangan dislokasi
pinggul tertutup atau terbuka tergantung pada potensi renovasi kepala femoralis
anak dan asetabulum untuk mencapai bentuk bola yang cukup dengan cakupan
yang memadai. Potensi renovasi ini lebih dapat dianjurkan pada anak-anak muda,
dan dalam 12 sampai 18 bulan pertama setelah pengurangan dicapai. Potensi
renovasi masih ada tetapi kemungkinan berkurang selama tahun-tahun
pertumbuhan berikutnya. Tindak lanjut jangka panjang sampai kematangan
kerangka diperlukan untuk menilai hasil fungsional. Pinggul dengan fitur
radiografi yang buruk dapat berfungsi dengan baik selama masa kanak-kanak dan
remaja, tetapi kemudian menjadi gejala. Selain itu, keterlambatan perkembangan
komplikasi radiografi dapat terjadi. Secara umum, faktor yang terkait dengan
prognosis yang lebih buruk termasuk usia yang lebih tua pada saat intervensi,
dislokasi tinggi, subluksasi residual, dan bukti nekrosis avaskular.29-30

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Developmental Dysplasia of Hip (DDH) merupakan salah satu kelainan
kongential dari sistem muskuloskelatal yang paling umum pada masa anak-anak
dan bersifat progresif. Penyebab DDH bersifat multi-faktorial, yang diantaranya
dikaitkan dengan abnormalitas yang terjadi pada intra-artikuler maupun ekstra-
artikuler, seperti acetabulum yang mengecil serta dislokasi dari patellofemoral dan
hamstring tendinitis. DDH biasanya ditemukan saat pemeriksaan bayi baru lahir
oleh dokter, tetapi pada beberapa anak dapat berkembang di kemudian hari.
Apabila ditemukan adanya keadaan assymetry, hip click, limited range of motion,
pain, dan swayback kemungkinan besar menandakan adanya DDH. Risiko DDH
meningkat terkait faktor-faktor genetik dan lingkungan postnatal, sehingga
metode diagnosis yang tepat dapat mengurangi risiko terjadinya DDH ini.
Diagnosis yang terlambat, yakni lebih dari 3 bulan, mengakibatkan harus
dilakukannya pembedahan dalam manajemen pengobatannya yang juga
mengakibatkan risiko terjadinya komplikasi jangka panjang akan semakin tinggi.
Metode pengobatan tanpa pembedahan dan metode pembedahan digunakan dalam
menangani penderita DDH, dengan tujuan untuk mencapai dan mempertahankan
reduksi konsentris dari dislokasi panggul, tanpa mengakibatkan terjadinya
komplikasi, seperti nekrosis avaskular.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Chen J, Zhang WB, He JZ, Zhang R, Cao YQ, Liu X. Developmental


dysplasia of the hip: A special pathology. Chin J Traumatol. 2018;21(4):238-
242.
2. Artha IARDA. Developmental displacement of the hip. J Skala Husada.
2012;9(1):33-39.
3. Jain RK, Patel S. Developmental dysplasia of hip – An overview. Int J
Orthop Sci. 2017;3(4):42-45.
4. Gelfer P, Kennedy KA. Developmental dysplasia of the hip. J Pediatr Health
Care. 2008;22(5):318-322.
5. Brown J, Dezateux C, Karnon J, Parnaby A, Arthur R. Efficiency of
alternative policy options for screening for developmental dysplasia of the hip
in the United Kingdom. Arch Dis Child. 2003;88(9):760-6.
6. Sumarna V, Angliadi E. Displasia perkembangan panggul awal (lahir hingga
usia 4 bulan). J Biomed. 2015;7(1):1-7.
7. Loder RT, Skopelja EN. The epidemiology and demographics of hip
dysplasia. ISRN Orthop. 2011;2011:238607.
8. Woodacre T, Ball T, Cox P. Epidemiology of developmental dysplasia of the
hip within the UK: refining the risk factors. J Child Orthop. 2016;10(6):633-
642.
9. Rahmat R. Hubungan antara kejadian ctev dengan timbulnya ddh pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2011. 43 p.
10. Martin A, Petruneac D. Developmental dysplasia of the hip (ddh) - review of
major imaging techniques [Internet]. Targu-Mures, Romania: EPOS; 2017
[cited 2019 Feb 18]. Available from:
https://posterng.netkey.at/esr/viewing/index.php?
module=viewing_poster&task=&pi=137757
11. Kraeutler MJ, Garabekyan T, Pascual-Garrido C, Mei-Dan O. Hip instability:
a review of hip dysplasia and other contributing factors. Muscles Ligaments
Tendons J. 2016;6(3):343-353.

16
12. Tamai J. Developmental Dysplasia of the Hip: Background, Anatomy,
Pathophysiology [Internet]. New York: Medscape; 2018 [cited 2019 Feb 18].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1248135-
overview#a11
13. Noordin S, Umer M, Hafeez K, Nawaz H. Developmental dysplasia of the
hip. Orthop Rev (Pavia). 2010;2(2):e19.
14. International Hip Dysplasia Institute. Infant signs and symptoms [Internet].
America: International Hip Dysplasia Institute; 2011 [cited 2019 Feb 18].
Available from: https://hipdysplasia.org/developmental-dysplasia-of-the-
hip/infant-signs-and-symptoms/
15. Romeo NM. Femur injuries and fractures [Internet]. New York: Medscape;
2018 [cited 2019 Feb 18]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview
16. Browner BD, Jupiter JB, Levine AM, Trafton PG. Skeletal trauma: fractures,
dislocations, ligamentous injuries. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1998.
17. Konetsky M, Miller J, Tripp C. Femoral neck stress fracture. J Orthop Sports
Phys Ther. 2013;43(4):275.
18. Malanga GA. Femoral neck fracture [Internet]. New York: Medscape; 2016
[cited 2019 Feb 18]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/86659-overview
19. Peck DM, Voss LM, Voss TT. Slipped capital femoral epiphysis: diagnosis
and management. Am Fam Physician. 2017;95(12):779-784.
20. Walter KD. Slipped capital femoral epiphysis [Internet]. New York:
Medscape; 2018 [cited 2019 Feb 18]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/91596-overview
21. Katz DA. Slipped capital femoral epiphysis: the importance of early
diagnosis. Pediatr Ann. 2006;35(2):102-111.
22. Roaten J, Spence DD. Complications related to the treatment of slipped
capital femoral epiphysis. Orthop Clin North Am. 2016;47(2):405-413
23. French LM, Dietz FR. Screening for development dysplasia of the hip. Am
Fam Physician. 1999;60(1):77-84.

17
24. Hefti F. Pediatric orthopedics in practice. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag;
2007
25. Bowen JR, Kotzias-Neto A. Developmental dysplasia of the hip.
Brooklandville, Maryland: Data Trace Publishing Company; 2006
26. Norton KI. Imaging in developmental dysplasia of the hip [Internet]. New
York: Medscape; 2018 [cited 2019 Feb 18]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/408225-overview#a4
27. Stanford Children's Health. Developmental dysplasia of the hip (ddh)
[Internet]. California: Stanford Children's Health; n.d. [cited 2019 Feb 18].
Available from:
http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/orthopaedics/ddh.html
28. International Hip Dysplasia Institute. Child treatment methods [Internet].
America: International Hip Dysplasia Institute; 2012 [cited 2019 Feb 18].
Available from: http://www.hipdysplasia.org/developmental-dysplasia-of-the-
hip/child-treatment-methods/
29. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Developmental dislocation
(dysplasia) of the hip (ddh) [Internet]. America: American Academy of
Orthopaedic Surgeons; 2018 [cited 2019 Feb 18]. Available from:
https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/developmental-dislocation-
dysplasia-of-the-hip-ddh/
30. Rakan J, Fares H, Alkhilaiwai S. Developmental dysplasia of the hip: A
special Outcomes. J Orthop Surg. 2017; 1-37.

18

Anda mungkin juga menyukai