Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I

A. Latar Belakang

Di banyak negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular

(PTM) seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan segera menggantikan

penyakit menular dan malnutrisi sebagai penyebab kematian dan disabilitas.

Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa

proporsi penyebab kematian tertinggi adalah PTM, yaitu penyakit

kardiovaskuler 31,9% termasuk hipertensi 6,8% dan stroke 15,4%

(Riskesdas,2007)

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat

ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di

antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut

tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. (Rahajeng,2009)

Berdasarkan hasil survei Dinkes Propinsi Jawa Timur pada tahun 2009

Hipertensi merupakan penyakit terbanyak peringkat ke-2 di puskesmas

sentinel dengan angka 17,39 %, pada tahun 2010 turun ke peringkat 3 dengan

angka 12,41%, pada tahun 2016 naik lagi ke peringkat 2 dengan angka

13,78%. (Dinkes Jatim,2016)

Di posyandu lansia Dusun Buntut Desa Gedangan, Kecamatan

Gedangan, sekitar 80% lansia yang berkunjung mengalami hipertensi.

Ditempat tersebut pernah diadakan program senam lansia tapi tidak berjalan.

(Sidoarjo,2013)
1
2

Hipertensi adalah apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan

atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg. (Kuswardhani,2006)

Hipertensi dikelompokkan menjadi dua, yaitu Hipertensi esensial atau

idiopatik, dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial merupakan 95% dari

semua kasus hipertensi dan masih dicari etiologinya. Beberapa faktor

dikemukakan relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi, yaitu

Genetik, Jenis kelamin, Usia, Natrium, Obesitas, Perokok, Aktivitas Fisik, dan

Stress. Hipertensi sekunder sekitar 5% telah diketahui penyebabnya dan dapat

dikelompokkan menjadi: penyakit parenkim ginjal 3%, penyakit renovaskuler

1%, Endokrin 1%. ( Gray,2005)

Olahraga yang teratur berkaitan dengan penurunan penyakit jantung

koroner sebesar 20-40%. (Gray,2005)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang

dikemukakan adalah adakah hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian

hipertensi pada lanjut usia di Desa Gedangan Kecamatan Gedangan, Sidoarjo,

tahun 2019 ?
3

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian

hipertensi pada lanjut usia di Desa Gedangan, Kecamatan Gedangan, tahun

2019.

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi aktivitas fisik para lanjut usia di Desa Gedangan,

Kecamatan Gedangan.

2. Mengidentifikasi kejadian hipertensi para lanjut usia di Desa Gedangan,

Kecamatan Gedangan.

3. Menganalisis hubungan aktivitas fisik para lanjut usia dan kejadian

hipertensi para lanjut usia di Desa Gedangan, Kecamatan Gedangan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat,

a. Masyarakat bisa mengerti tentang apa saja yang menjadi penyebab

hipertensi sehingga dapat mencegahnya.

b. Masyarakat bisa mengetahui hubungan kegiatan fisik dengan

angka kejadian hipertensi.

2. Bagi Puskesmas Kecamatan Gedangan, sebagai masukan untuk

penyusunan kebijakan dan program pembangunan kesehatan atau

merumuskan program baru.


4

3. Bagi Institusi Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya, sebagai

masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu

Kedokteran Komunitas.

4. Bagi peneliti, untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman

lapangan, serta sebagai kewajiban dalam menyelesaikan tugas Ilmu

Kedokteran Komunitas.
5

BAB II

A. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tidak berubah sesuai dengan umur. tekanan darah

sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90

mmHg.The joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,

and treatment of High Bloodpressure (JNC VI) dan WHO/lnternational

Society of Hypertension guidelines subcommittees setuju bahwa TDS &

keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi. (Kuswardhani,2006).

Hipertensi dikelompokkan menjadi dua,yaitu Hipertensi esensial atau

idiopatik, dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial merupakan 95% dari

semua kasus hipertensi dan masih dicari etiologinya. Beberapa faktor

dikemukakan relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi, yaitu Genetik,

Jenis kelamin, Usia, Natrium, Obesitas, Perokok, Aktivitas Fisik, dan Stress.

Hipertensi sekunder sekitar 5% telah diketahui penyebabnya dan dapat

dikelompokkan menjadi: penyakit parenkim ginjal 3%, penyakit renovaskuler

1%, Endokrin 1%. (Gray,2005).

Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistol tanpa disertai

peningkatan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi dengan

peningkatan diastole tanpa sistol sering terjadi pada dewasa muda

(Tambayong,2000)

Olahraga atau senam hipertensi adalah bagian dari usaha untuk

mengurangi berat badan dan mengelola stress dua faktor yang mempertinggi
6

hipertensi. Pada tahun 1993. American Collage of Sport Medicine (ACSM)

menganjurkan latihan-latihan aerobic (olahraga ketahanan) yang teratur serta

cukup takarannya untuk mencegah risiko hipertensi. Dengan melakukan

gerakan yang tepat selama 30-40 menit atau lebih sebanyak 3-4 hari

perminggu, dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 10 mmHg pada bacaan

sistolik dan diastolik. Menurut American Society of Hypertension (ASH),

pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala

kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks

dan saling berhubungan. (Informasi Lengkap Untuk Penderita Dan Keluarga

Hipertensi,2008).

Olahraga yang teratur berkaitan dengan penurunan penyakit jantung

koroner sebesar 20-40%. (Gray,2005).

B. Epidemiologi

Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian

normal dari ketuaan, insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi.

Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada

tahun 1988-1991 National Health and Nutrition Examination Survey

menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun

sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1

(140-159/90-99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-

109 mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi derajat 3 (>180/110 mmHg).

Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi
7

individu dengan usia a 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi

sangat rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler. (Kuswardhani,2006).

Diperkirakan 50 juta orang dewasa amerika serikat menderita hipertensi.

Hipertensi merupakan factor resiko untuk arteri koroner, gagal jantung kongestif,

stroke dan gagal ginjal. Orang Amerika keturunan Afrika cenderung menderita

hipetensi lebih berat dan pada usia yang lebih dini, serta memiliki resiko stroke

dan infark miokard dua kali lebih besar disbanding dengan orang kulit putih.

(Brashers,2008).

C. Patofisiologi

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya

umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan

TDD meningkat samapi umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung

menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin

mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah dan penurunan

kelenturan arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai

dengan umur. Seperti diketahui, takanan nadi merupakan predictok terbaik

dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi

pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan

normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan

pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluhn darah besar

meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan

ini menyebabkan penurunan kelenturan aorta dan pembuluh darah besar dan

mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah


8

menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas

baroreseptor juga berubah dengan umur. (Kuswardhani,2006).

Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat

menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada

pemantauan terus menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor juga

menyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi

pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan

keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik beta dan vasokonstriksi

adrenergik alfa akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan

selanjutnya mengakibatkan pcningkatan resistensi pembuluh darah perifer

dan tekanan darah. Resistensi Natrium akibat peningkatan asupan dan

penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun

ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam,

sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi

pada lanjut usia Berbagai perubahan di atas bertanggung jawab terhadap

penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung,

penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikcl kiri, dan disfungsi

diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan

perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus. (Kuswardhani,2006).


9

D. Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah (mmHg).

Menurut WHO Tahun 1999

Sistolik Diastolik

Kategori (mmHg). (mmHg).

Optimal <120 <80

Normal < 130 < 85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1 (ringan) 140-159 90-99

Subkelompok : borderline 140 – 149 90 – 94

Hipertensi derajat 2 (sedang) 160-179 100-109

Hipertensi derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90

Subkelompok : borderline 140 – 149 < 90

Sumber: (Dalimartha,dkk,2008).

Jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda kategori, dipakai kategori

yang lebih tinggi.


10

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7th

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)


Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Sumber: (Chobanian,2003).

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi

Indonesia Tahun 2007

Kategori Sistol Dan/atau Diastole

(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 Dan < 90

Sumber: (Jafar,2010).
11

E. FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI

Fakktor risiko yang mempengaruhi hipertensi ada dua yaitu yang

dapat atau tidak dapat dikontrol:

1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:

a. Jenis kelamin

Prevalensi hipertensi pada wanita (25%) lebih besar daripada pria

(24%) (Tesfaye et al,2007). Namun wanita terlindung dari penyakit

kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami

menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL

yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan

adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita

mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini

melindungi pembuluh darah dari kerusakan Hormon estrogen ini kadarnya

akan semakin menurun setelah menopause. (Armilawati,2007).

b. Umur

Semakin meningkat umur responden semakin tinggi risiko hipertensi.

Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh

perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih

sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibat adalah

meningkatnya tekanan darah sistolik.(Rahajeng,2009). Pada wanita, hipertensi


12

sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan hormon sesudah menopause.

Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari

keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari

berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya banyak arteri ini dan menjadi

semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. (Hanns

Peter, 2009)

Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada umur

45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%. Penelitian

Hasurungan15 pada lansia menemukan bahwa dibanding umur 55-59 tahun,

pada umur 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,

umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97 kali.(Rahajeng,2009)

c. Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan

dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara

potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada

orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu

didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam

keluarga (Anggraini dkk,2009).


13

2. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:

a. Obesitas

Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak,

dapatdilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan, yang

kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan

IMT adalah sebagai berikut:

Berat Badan (kg)


IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas jika memiliki nilai

IMT≥25.0. Obestitas merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit

degeneratif, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus.

Data dari studi Farmingham (AS) yang diacu dalam Khomsan (2004)

menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan

meningkatkan tekanan darah 6.6 mmHg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol

darah 11 mg/dl. Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT>30

pada lakilaki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki

dan 17% perampuan yang memiliki IMT<25. (Krummel,2004)

b. Kurang Olahraga

Olahraga seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang teratur dapat

memperlancar peredaran darah sehingga menurunkan tekanan darah. Orang

yang kurang aktif berolah raga umumnya cenderung mengalami kegemukan.

Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi


14

asupan garam kedalam tubuh. Garam akan keluar dari tubuh bersama keringat.

(Dalimartha,2008)

Melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobic selama 30-

45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif

hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan

kebugaran kardiorespirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan

risiko hipertensi sebesar 50%. (Rahajeng,2009)

c. Kebiasaan Merokok

Hipertensi dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang

dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat

meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu, nikotin

juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah.

(Dalimartha,2008)

d. Mengkonsumsi makanan asin dan berpengawet

Makanan asin dan makanan yang diawetkan adalah makanan dengan

kadar natrium tinggi. Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh pada

mekanisme timbulnya hipertensi. Makanan asin dan awetan biasanya memiliki

rasa gurih (umami), sehingga dapat meningkatkan nafsu makan (Krisnatuti,

2005)
15

e. Minum alkohol

Minum alcohol dapat memicu terjadinya hipertensi karena adanya

peningkatan sintetis katekolamin yang dalam jumlah besar dapat memicu

kenaikan tekanan darah. (Dalimartha,2008)

f. Minum kopi

Dari hasil penelitian di Journal of Nutrition Collage dikatakan bahwa

mengkonsumsi kopi 1-2 cangkir perhari meningkatkan risiko hipertensi 4,11

kali lebih tinggi dibanding tidak meminum kopi. (Martiani,2012)

g. Stres

Pengaruh stres juga masih kontroversi, pengaruhnya diduga melalui

aktivitas saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah sebagai reaksi

fisik bila sesorang mengalami ancaman (fight or flight response).

(Rahajeng,2009)

F. Diagnosis Hipertensi

Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran

berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau

merokok. Namun demikian, salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut

usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor seperti berikut. Panjang

cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau orang

terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan

fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan

(hipertensi jas putih = white coat hypertension) & latihan fisik juga lebih
16

sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat arterosklerosis menyebabkan

tekanan darah terukur lebih tinggi. Kesulitan pengukuran tekanan darah

dapat diatasi dengan cara pengukuran ambulatory. Bulpitt et al. menganjurkan

bahwa sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya

paling sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam

waktu yang berbeda dalam beberapa minggu. (Kuswardhani,2006)

Gejala HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti ditemukan pada the

SYST-EUR trial adalah: 25% dari 437 perempuan dan 21% dari 204 laki-

laki menunjukkan keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan pada

penderita perempuan dibandingkan penderita laki-laki adalah; nyeri sendi

tangan (35% pada perempuan vs. 22% pada laki-laki), berdebar (33% vs.

17%), mata kering (16% vs. 6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada

tungkai (43% vs. 31 %), nyeri tenggorok (15% vs. 7%), Nokturia merupakan

gejala tersering pada kedua jenis kelamin, 68%.(Kuswardhani,2006).

G. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Penderita Lanjut Usia

Joint National Committee VII merekomendasikan konsep terapi yang

terbaru yaitu :

1. Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan

darah diastolik 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan

nonfarmakologis dengan cara modifikasi gaya hidup.

2. Pasien yang tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan

penatalaksanaan secara farmakologis dengan diberikan obat golongan

diuretik atau bisa juga diberikan obat dari golongan lain.


17

3. Lebih memperhatikan tekanan darah sistolik dan penanganannya harus

dimulai jika tekanan darah sistolik meningkat walaupun tekanan darah

diastoliknya tidak.

4. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi

antihipertensi, salah satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid.

5. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan

untuk mencapai tekanan darah ± 20/10 mmHg di atas tekanan darah

yang diinginkan.

6. Golongan ACE Inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan

diuretic masih merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien

dengan hipertensi yang sudah mengalami komplikasi penyakit jantung.

Selain itu, juga diperlukan modifikasi pola hidup bisa dilakukan dengan

cara memperbaiki beberapa pola hidup, seperti menurunkan berat badan jika

ada kegemukan, mengurangi minum alkohol, meningkatkan aktivitas fisik

aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang

adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat,

menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol.

Seperti halnya pada orang yang lebih muda, intervensi nonfarmakologis ini

harus dimulai sebelum menggunakan obat-obatan (Kuswardhani,2006).

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
18

A. Kerangka Konsep

Genetik:

* Riwayat keluarga dengan


Hipertensi

* Obesitas * Stress
Sosial:

* Keluarga

* Masyarakat
Yankes:
Lingkungan Fisik HIPERTEN
SI Ketersediaan tempat
* Rumah
posyandu lansia
LANSIA
* Tempat Kerja
Penerimaan program
posyandu lansia
Perilaku Akses ke lokasi mudah

Biaya yang terjangkau

Karakteristik Aktivitas Fisik

Umur Merokok

Jenis Pengetahua
Kelamin n

Keterangan:

------ = tidak diteliti

____ = diteliti

Bagan 1. Kerangka Konsep Hipertensi Lansia (Teori H.L. Blum’s)

18
19

Berdasarkan teori H.L Blum, dilihat dari faktor genetk seperti: riwayat

keluarga hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi dalam keluarga.

Pada usia lanjut asupan kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan

energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas

dapat memperburuk kondisi lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai

penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Sedangkan,

hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis

peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak

menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah

menetap tinggi.

Dari faktor perilaku, seperti: merokok menyebabkan peninggian tekanan

darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi.

Masyarakat yang mendukung dan memiliki wawasan yang luas dapat

menciptakan populasi masyarakat yang sehat juga. Kurangnya aktivitas fisik

menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi

gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih

cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,

semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuatan

yang mendesak arteri. Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit

setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah.

Sedangkan bila dilihat dari karakteristiknyadengan bertambahnya umur elastisitas

pembuluh darah menurun sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi.

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada umur dewasa muda.
20

Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%

penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan

hormon setelah menopause.

Dari faktor lingkungan ada dua, yaitu: lingkungan social dan lingkungan

fisik.Lingkungan social meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat

sekitar, sangat berperan penting dalam hal pengetahuan dan keprihatinan atas

hipertensi. Sehingga, dalam penangannya perlu diadakan kerjasama lintas

sektoral.Lingkungan fisik meliputi keadaan rumah dan tempat kerja. Keadaan

rumah dan tempat kerja yang baik, bisa menjadikan masyarakat terbiasa dengan

pola hidup bersih dan sehat.

Faktor pelayanan kesehatan dilihat dari: Ketersediaan tempat posyandu

lansi, yaitu Sarana dan prasarana yang mendukung bisa meningkatkan mutu

layanan sehingga bisa membuat pasien merasa nyaman. Selanjutnya penerimaan

program posyandu lansia, Bila program tidak diterima oleh masyarakat maka

pemantauan kesehatan terutama tekanan darah terhadap lansia di posyandu akan

sulit. Selain itu, Akses yang mudah ke lokasi merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan pasien bisa berkunjung. Sehingga pemantauan kesehatan atau

hipertensi bisa berjalan dengan baik. Dan yang tidak kalah penting adalah biaya

yang terjangkau, pada pelayanan pasien pada posyandu lansia ini gratis tidak

dikenakan biaya sehingga diharapkan banyak pasien yang akan datang.

B. Hipotesis Penelitian
21

1. Ada pengaruh antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi para lanjut

usia di Dusun Buntut, Desa Mojoruntut, Kecamatan Krembung,

Kabupaten Sidoarjo, bulan oktober tahun 2013.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional dan jenis

penelitian adalah analitik observasional karena bertujuan menganalisis hubungan

dua variabel yang diteliti tanpa memberi perlakuan (eksperimen) pada sampel

(Sastroasmoro,2011).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi
22

Penelitian dilakukan di Dusun Buntut Desa Gedangan, Kecamatan

Gedangan.

2. Waktu Penelitian

22
Penelitian dilakukan dari tanggal 16 Oktober sampai tanggal 27

Oktober 2013.

Tabel 4.1 Lokasi dan waktu penelitian

Minggu

I II
No. Kegiatan
23

1. Penngumpulan data puskesmas

2 Perumuskan masalah

3 Penyusunan proposal

4 Penyusunan kuesioner

5 Konsultasi

6 Pembagian kuesioner

7 Pengolahan data

8 Penarikan kesimpulan

C. Populasi dan Sample

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta posyandu lansia bulan

Oktober 2013 di Dusun Buntut Desa Gedangan, Kecamatan Gedangan

sebanyak 51 Lansia.

2. Besar dan Cara Pengambilan Sampel


24

Sampel penelitian diambil secara Total Sampling dengan besar sampel 51

lansia yaitu seluruh lansia yang hadir pada posyandu lansia bulan Oktober

2013.

D. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 4.1Tabel Variabel dan Definisi Operasional

Hasil
Cara Alat
No. Variabel Definisi Ukur Skala
Ukur Ukur
Kategori

1 Aktifitas Melakukan olah raga Wawa kuisioner 1.olahraga Nom

fisik ataupun aktivitas fisik lain ncara inal


2.tidak
Olah raga: Aktivitas olahraga
fisik lain:
- Frekuensi

-jalan-jalan
- Lama

-bersepeda

-bertani, dan

lain-lain.

2 Hipertensi Bila dalam KMS tertulis Studi Catatan 1. Nom

TD ≥140/90 mmHg dokum Lapangan Hipertensi inal

en
2.Tidak

Hipertensi
25

E. Jenis, Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Data primer didapatkan dengan tehnik pengisian langsung oleh responden

pada alat pengumpul data berupa kuisioner yang diberikan.

2. Data sekunder diperoleh dengan tehnik studi dokumen berupa KMS/

laporan data Geografi dan Demografi Desa Gedangan, Kecamatan

Gedangan. dengan alat pengumpul data berupa catatan lapangan.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran

menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih

lanjut (Sudjana, 2001). kegiatan pengolahan data meliputi :

1. Editing Data

Editing data adalah (Arikunto, 2006) proses meneliti hasil survai

untuk meneliti apakah ada response yang tidak lengkap, tidak komplet atau

membingungkan; meneliti kembali data yang terkumpul dari penyebaran

kuesioner. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

terkumpul sudah cukup baik. Pemeriksaan data atau editing dilakukan

terhadap jawaban yang telah ada dalam kuesioner dengan memperhatikan hal-
26

hal meliputi: kelengkapan pengisian jawaban, kejelasan tulisan, kejelasan

makna jawaban, serta kesesuaian antar jawaban.

2. Scoring Data

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item pertanyaan pada

kuesioner yang diberikan kepada responden.

Aktivitas Fisik terdiri dari 6 item Pertanyaan:

1. Apakah menurut anda olahraga itu penting?

Jawab: a.Ya b.Tidak

Untuk jawaban Ya diberi skor 1, dan jawaban Tidak diberi skor 0

2.Apakah anda berolahraga?

Jawab: a.Ya b.Tidak

Untuk jawaban Ya diberi skor 1, dan jawaban Tidak diberi skor 0

3. Jika ya, berapa kali anda berolahraga dalam seminggu?

Jawab:

a. Setiap hari diberi skor 2

b. lebih dari 2x seminggu diberi skor 1


27

c. kurang dari 2x seminggu dibei skor 0

4. Jika ya, berapa lama lama anda berolahraga?

a. > 30 menit diberi skor 1

b. < 30 menit diberi skor 0

5. Apakah anda sering melakukan aktivitas fisik lain di usia anda saat

ini?

Jawab: a.Ya b.Tidak

Untuk jawaban Ya diberi skor 1, dan jawaban Tidak diberi skor 0

6. Aktivitas fisik apa yang sering anda lakukan?

Jawab: (pertanyaan terbuka), berdasarkan hasil kuisioner jawaban

terbanyak adalah:

Bersepeda diberi skor 1

Bertani diberi skor 1

Jalan-jalan diberi skor 1

Lain-lain skor 0

Dari 6 item didapat Skor total 0 s/d 7


28

Kesimpulan:

Bila skor total = 3 ≤ dikategorika sebagai ‘TIDAK, dan

= > 3 dikategorikan sebagai “ADA”’

Untuk mengetahui lansia yang mengalami hipertensi atau tidak data diambil

melalui pengukuran tekanan darah secara langsung saat kegiatan posyandu lansia

dan ditulis kedalam catatan lapangan.

3. Tabulasi Data

Tabulasi merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar

dengan mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.

Penelitian ini menggunalan tabulasi data metode Tally. Langkah-langkahnya

adalah sebagai berikut:

1. Membuat tabel yang memuat variabel dan ruang untuk membuat coretan

dan jumlah.

2. variabel yang diinginkan.

3. coretan sesuai dengan variabel tersebut.

4. semua coretan sesuai dengan variabelnya dijumlah.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan perhitungan manual menggunakan rumus

rasio prevalensi :
a/(a+b)
RP
29

Keterangan :

Jika Rasio Prevalensi (RP ) = 1, maka faktor risiko tidak berpengaruh atas

timbulnya efek atau dikatakan bersifat netral.

Jika Rasio Prevalensi (RP ) > 1, maka faktor resiko merupakan penyebab

timbulnya penyakit.

Jika Rasio Prevalensi (RP) < 1, maka faktor resiko bukan menjadi penyebab

toimbulnya penyakit bahkan merupakan faktor protektif.


30

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Mojoruntut

Desa Mojoruntut merupakan dataran rendah yang sebagian besar jalannya

sudah beraspal. Suhu berkisar 23-30º. Akses ke pelayanan kesehatan mudah.

Terdapat pelayanan kesehatan berupa puskesmas Krembung dan praktek bidan.

Wilayah kerja puskesmas Krembung mencakup 19 desa, yaitu desa Mojoruntut,

desa Krembung, desa Tambakrejo, desa Kaper, desa Kedungsumur, desa

Kedungrawam, desa Tanjegwagir, desa Gading, desa Wangkal, desa Jenggot, desa

Waung, desa Ploso, desa Rajeni, desa Kandangan, desa Krembung, desa Lemujut,

dasa Cangkring, desa Karet, desa Wonomisti, desa Balonggarut.

Desa Mojoruntut sendiri terdiri dari 5 dusun, yakni:

1. Data Desa
a. Desa/ Kelurahan : Mojoruntut
b. Luas desa :246,07 Ha
c. Kecamatan : Krian
d. Kabupaten : Sidoarjo
e. Propinsi : Dati I Jawa Timur
2. Data Khusus
a. Data Geografi
Tanah :
1. Tanah kas desa : 45 buah 16,7 Ha

30
31

2. Tanah desa lain : 10,4 Ha


Peruntukan :
1. Jalan : 7,5 Ha
2. Sawah dan Ladang : 153,3 Ha
3. Pemukiman/ perumahan: 63,09 Ha
4. Pekuburan : 2 Ha
b. Data Demografi
Jumlah penduduk Desa Mojoruntut:
a) Jumlah Penduduk laki-laki : 3.209 orang
b) Jumlah penduduk perempuan: 3.226 orang
c) Jumlah Total : 6.435 orang

B. HASIL PENELITIAN:
Tabel 5.1
Tabel Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-Laki 13 orang 25,49

Perempuan 38 orang 74,51

Jumlah 51 orang 100%


32

Sumber: Hasil Survey 2013


Tabel 5.2
Tabel Distribusi Frekuensi Umur

Jenis Kelamin Jumlah %

45 th – 59 th 30 orang 58,82

60 th - 74 th 15 orang 29,41

75 th – 90 th 6 orang 11,77

> 90 th 0 orang 0

Jumlah 51 orang 100%

Sumber: Hasil Survey 2013

Tabel 5.3
Tabel Silang antara Karakteristik dan Status Hipertensi

No. Status Karakteristik Hipertensi Non Hipertensi

1 jumlah % jumlah %

A. Jenis Kelamin

11orang 22 2 orang
Laki-laki 3,9

Perempuan 23 orang 45 15 orang 29

B. Umur

45 th – 59 th 18 orang 35 12 orang
23

60 th - 74 th 10 orang 19,6 5 orang 9,8


33

75 th – 90 th 6 orang 11,7 0 orang 0

> 90 th 0 orang 0 0 orang 0

Sumber: Hasil Survey 2013

C. ANALISIS dan PEMBAHASAN

1. Analisis aktifitas fisik yang dapat memicu terjadinya Hipertensi pada

penderita dan non penderita.

TABEL 5.4
Tabel Silang antara Aktivitas Fisik dan Hipertensi

Hipertensi

Aktivitas fisik Ya Tidak Jumlah


Ada 27 7 33
Tidak 6 11 18
Jumlah 34 17 51
Sumber: Hasil Survey 2013

Rasio Prevalensi (RP) = a/(a+b)

c/(c+d)

Rasio Prevalensi (RP ) = 27/(27+7) = 27/34 = 0,79 = 2,26

6/(6+11) 6/17 0,35


34

Intepretasi RP = Lansia yang tidak beraktifitas fisik memiliki resiko

Hipertensi 2,26 kali lebih tinggi dari pada lansia yang beraktivitas fisik.

Keterangan :

Jika Rasio Prevalensi (RP ) = 1, maka faktor risiko tidak berpengaruh atas

timbulnya efek atau dikatakan bersifat netral.

Jika Rasio Prevalensi (RP ) > 1, maka faktor resiko merupakan penyebab

timbulnya penyakit.

Jika Rasio Prevalensi (RP ) < 1, maka faktor resiko bukan menjadi penyebab

toimbulnya penyakit bahkan merupakan faktor protektif.

2. Analisis karakteristik lansia dengan hipertensi maupun lansia non

hipertensi (Jenis kelamin, dan usia).

a. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil kuisioner dari 51 responden didapatkan

jumlah responden laki-laki sebanyak 11 orang yang menderita

hipertensi dan 2 orang yang menderita non hipertensi. Responden

dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 23 orang yang menderita

hipertensi dan 15 orang yang menderita non hipertensi.

b. Usia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan usia lanjut

menjadi 4 yaitu: Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut


35

usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun, usia

sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Aktivitas fisik bukan hanya dilihat dari faktor fisik saja

melainkan dari faktor psikis seperti rekreasi, silaturrohim, dan lain-

lain. Selain itu, hubungan aktivitas fisik lansia dengan hipertensi

berkaitan juga dengan pengetahuan atau wawasan tentang hubungan

kedua variabel tersebut. Akan tetapi, dalam kesempatan ini belum

dilakukan penelitian tentang hal-hal tersebut dikarenakan keterbatasan

waktu.

Dari hasil Musyawarah Masyarakat Desa Mojoruntut,

Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo bulan tanggal 25 Oktober

2013 tentang hipertensi bersama Dokter Muda IKKOM Kelompok D

FK-UWKS dihasilkan sebuah kesepakatan sebagai berikut:

1. Menggiatkan kembali kegiatan senam lansia dengan

pelaksanaan sekali dalam seminggu di masing-masing dusun

2. DM IKKOM KELOMPOK D FK UWKS memfasilitasi contoh

CD (cassete disk) senam lansia untuk tiap dusun (5 dusun).

3. Dua hal penting yang harus diperhatikan:

a. Masyarakat disarankan rutin mengikuti posyandu lansia.

b. Masyarakat disarankan untuk menjaga pola hidup sehat.

Kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk membiasakan

dan mengarahkan lansia untuk melakukan aktivitas fisik yang sesuai


36

demi kesehatan masing-masing lansia. Untuk itu, demi terlaksananya

kegiatan tersebut diatas maka perlu dilakukan pengawasan pelaksanaan

hasil musyawarah ini dari beberapa pihak terkait, dan kerjasama lintas

sektoral.

Menurut American Collage of Sport Medicine (ACSM)

aktifitas fisik seperti latihan aerobic (olahraga ketahanan) yang teratur

serta cukup takarannya bisa mencegah risiko hipertensi. Dengan

melakukan gerakan yang tepat selama 30-40 menit atau lebih sebanyak

3-4 hari perminggu, dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 10

mmHg pada bacaan sistolik dan diastolik.


37

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Aktivitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa aktivitas fisik

yang sering dilakukan lansia bisa berupa olah raga, bertani,

bersepeda, jalan-jalan, dan lain-lain.

2. Kejadian Hipertensi

Subjek penelitian berjumlah 51 responden yang terdiri dari 34

orang menderita hipertensi dan 14 orang tidak menderita

hipertensi. Kejadian hipertensi berdasar jenis kelamin lebih banyak

terjadi pada wanita sedangkan berdasarkan umur cenderung lebih

banyak pada usia 45-59 tahun.

3. Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian Hipertensi


38

Probabilitas Lansia yang tidak beraktifitas fisik memiliki resiko

hipertensi 2,26 kali lebih tinggi dari pada lansia yang beraktivitas

fisik. Sehingga dapat disimpulkan adan hubungan antara aktivitas

fisik dengan angka kejadian hipertensi para lansia di Dusun Buntut,

Desa Mojoruntut, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo.

B. Saran 38
1. Saran Untuk Puskesmas

Supaya hasil dari penelitian ini bisa dijadikan masukan bagi

Puskesmas Krembung dalam rangka menurunkan angaka kejadian hipertensi

pada lansia.

2. Saran Untuk Masyarakat

Untuk melaksanakan hasil MMD (Musyawarah Mufakat Desa)

berupa:

1. Menggiatkan kembali kegiatan senam lansia dengan

pelaksanaan sekali dalam seminggu di masing-masing dusun

2. Dua hal penting yang perlu diperhatikan:

a. Masyarakat disarankan rutin mengikuti posyandu lansia.

b. Masyarakat disarankan untuk menjaga pola hidup sehat

sejak umur balita.

3. Saran Untuk Untuk Peneliti Selanjutnya

Diharapkan untuk meneliti tentang pengetahuan lansia antara

hubungan aktifitas fisik dengan hipertensi.


39

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. (2003). Prosedur penelitian: suatu pendekatan. Edisi revisi. Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

Armilawati,dkk. (2007). Hipertensi dan faktor risikonya dalam kajian

epidemiologi. Makassar: Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.

Aisyiyah, Farida Nur. (2009). Faktor Risiko Hipertensi Pada Empat

Kabupaten/Kota Dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi Di Jawa Dan

Sumatera.(Online),(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1224,

diakses 15 november 2013)

Brashers, Valentina.L (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan

Managemen. Jakarta: EGC.

Chobanian A . (2003). JNC VII Report 18th Annual Scientific Meeting and

Exposotion of American Society of Hypertension. New York, USA.

Dalimartha,Setiawan,dkk. (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Penebar

Plus.
40

Gray Huon .H,dkk. (2005). Lecture Notes Kardiologi ed.4. Surabaya: Erlangga

Medical Series

Jafar Nurhaedar. 2010. Hipertensi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.

Kowalski, Robert E. (2010). Terapi Hipertensi. Bandung : Mizan Pustaka

Krisnatuti D, Yenrina R. (2005). Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung

Koroner. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Krummel DA. (2004).Food, Nutrition and Diet Therapy. USA: Saunders

Corporation.

Kuswardhani RA Tuty, (2006). Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia.

(Online), Jurnal Penyakit Dalam Vol.7 No.2 mei 2006. Denpasar: Divisi

Geriatri. Bagian Penyakit Dalam FK Unud, RSUP Sanglah.

(http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3757/2755, diakses 15

November 2013)

Martiani ayu, Lelyana Rosa. (2012). Faktor Risiko Hipertensi Ditinjau Dari

Kebiasaan Minum Kopi (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas

Ungaran Pada Bulan Januari-Februari 2012). Journal of Nutrition Collage

vol.1 no. 1 Hal. 78-85 2012.


40
(http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/5/jkptumpo-gdl-vendyikfha-233-1

abstrak-i.pdf, diakses 15 November 2013)


41

Rahajeng Ekowati, Sulistyowati Tuminah. (2009). Prevalensi Hipertensi dan

Determinannya di Indonesia. Majalah kedokteran Indonesia, Vol. 59 No. 12

Ed. Desember 2009. Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan

Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Sastroasmoro S, Ismael S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Edisi III. Jakarta: Sagung Seto.

Sudjana S. (2001). Metoda statistika. Bandung: Tarsito.

Sudarso (2007). Membuat Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Surabaya:

Duatujuh.

Tambayong Jan. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan .Jakarta: EGC.

Tesfaye F et al. (2007). Association between body mass index and blood pressure

across three population in Africa and Asia. Journal of Human Hypertension.


42

LAMPIRAN

Hubungan Aktivitas Fisik pada Lansia dengan Hipertensi di Dusun Buntut

Desa Gedangan, Kecamatan Gedangan

KUESIONER PENELITIAN

I. Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb, Salam Sejahtera

Dengan hormat,
43

Kami dokter muda dari Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya akan meneliti di wilayah puskesmas Krembung, tentang “Hubungan

Aktivitas Fisik pada Lansia dengan Hipertensi di Dusun Buntut Desa

Gedangan, Kecamatan Gedangan”. Besar harapan kami bapak/ibu bersedia

menjadi responden penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik pada

usia lansia dengan angka kejadian hipertensi. Sebelumnya kami ucapkan terima

kasih kami atas partisipasi bapak/ibu. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk kita

semua

23 Oktober 2013,

Peneliti

II. INFORMED CONSENT 42

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :
44

Jenis kelamin : pria/ wanita

Umur : tahun

Alamat :

Bersedia mengisi kuesioner untuk menunjang penelitian yang berjudul

“Hubungan Aktivitas Fisik pada Lansia dengan Hipertensi di Desa

Mojoruntut” yang diadakan dokter muda fakultas kedokteran universitas wijaya

kusuma Surabaya pada Oktober 2013 dengan sukarela, tanpa paksaan apapun.

23 Oktober 2013

( )
45

III. PETUNJUK PENGISIAN

1. Silang jawaban yang sesuai dengan anda

2. Isi titik-titik yang tersedia jika ditanyakan

3. Perhatikan pertanyaan dengan seksama

IV. KUESIONER

Aktifitas Fisik:

Diisi oleh peneliti

1. Apakah menurut anda olah raga itu penting?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anda berolah raga?

a. Ya

b. Tidak

3. Jika ya, berapakali seminggu anda berolah raga?


46

a. setiap hari

b. Lebih dari 2x dalam seminggu

c. Kurang dari 2x dalam seminggu

4. Jika ya, berapa lama anda berolah raga?

a. >30 menit

b. <30 menit

5. Apakah anda sering melakukan aktifitas fisik di usia anda saat ini?

a. Ya b.Tidak

6. Aktifitas fisik apa yang sering anda lakukan?

Jawab .

……………………………………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai