Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesultanan Gowa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di
daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di
ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di
bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang
paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal
dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOCyang dibantu oleh Kerajaan Bone yang
dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar
bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian
pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang
terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.
Karena keberaniannya , Sultan Hasanudin mendapat julukan "Ayam Jantan dari Timur".
Julukan ini justru diberikan oleh lawannya yaitu Belanda, karena merasakan bahwa perang dan
perlawanan Sultan Hasanaudin adalah perlawanan yang paling dahsyat yang dirasakan Belanda
dibandingkan perang-perang yang lain.
Sultan Hasanudin naik tahta sebagai raja Gowa ke-16 menggantikan Sultan Muhammad
Said. Meskipun sebenarnya bukan putra mahkota, namun pengalaman dan kemampuannya yang
luas ditunjuk oleh Sultan Muhammad Said menggantikan dirinya setelah wafat.
Karena tidak mau tunduk terhadap pemerintah kolonialis Belanda yang berpusat di
Batavia, Sultan Hasanudin berkali-kali mendapat serangan dari pasukan Belanda yaitu
penyerangan yang pertama terjadi pada tahun1660, kedua terjadi tahun 1666, ketiga tahun 1667
dan keempat pada tahun1669. Perang yang dilakukan oleh Sultan Hasanudin bukan semata-mata
untuk mempertahankan tanah air atau mengusir kaum imperialis, namun juga membantu rakyat
di luar kerajaannya yang mengalami tindakan kejam yang dilakukan oleh Belanda. Dalam hal
ini, pada bulan Maret 1645 Sultan Hasanudin mengirimkan armada yang kuat terdiri dari 100
perahu untuk membantu rakyat Maluku mengadakan perlawanan terhadap kekejaman Belanda
yang dikenal dalam sejarah sebagai "Perang Hongi".
Meskipun pada masa pemerintahannya berulang kali terjadi peperangan, namun Sultan
Hasanuddin bukanlah sosok pemimpin yang suka kekerasan dan haus perang. Sifat
humanismenya sebagai raja besar nampak pada kesediaannya untuk menerima Perjanjian
Bungaya pada tanggal 18 November 1667.
Dengan menerima perjanjian tersebut Sultan Hasanudin dapat mencegah banyaknya
korban jatuh di kedua belah pihak, apalagi ternyata pasukannya harus berhadapan dengan bangsa
sendiri yaitu Tidore, Ternate, Buton dan Bone yang membantu Belanda. Penghentian sementara
perang ini juga merupakan strategi Sultan Hasanudin untuk mengatur nafas sebelum menghadapi
perang selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Konflik apa yang terjadi diantara sultan hasanuddin dan arung palaka?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami konflik yang terjadi antara sultan hasanuddin dan arung palaka

Anda mungkin juga menyukai