Anda di halaman 1dari 4

Ujian Akhir Semester

Filsafat Ilmu
Oleh
A.A. Ngr. Agung Wira Gita
1881611052
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
Magister Akuntansi
2019

Dosen Pengampu: Prof. Dr. I K.G. Bendesa, M.A.D.E.

Contoh Kasus PT.Indomart dengan pendekat Utilitarian


Bisnis waralaba kini telah menjamur di Indonesia. Perkembangannya yang pesat
mengindikasikan sebagai salah satu bentuk investasi yang menarik, sekaligus membantu pelaku
usaha dalam memulai suatu usaha sendiri dengan tingkat kegagalan yang rendah. Indomaret
merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-
hari dengan luas penjualan kurang dari 200 M2. Dikelola oleh PT Indomarco Prismatama, cikal
bakal pembukaan Indomaret di Kalimantan dan toko pertama dibuka di Ancol, Jakarta Utara.

Berawal dari pemikiran untuk mempermudah penyediaan kebutuhan pokok sehari-hari


karyawan, maka pada tahun 1988 didirikanlah sebuah gerai yang diberi nama Indomaret.
Sejalan pengembangan operasional toko, perusahaan tertarik untuk lebih mendalami dan
memahami berbagai kebutuhan dan perilaku konsumen dalam berbelanja. Guna
mengakomodasikan tujuan tersebut, beberapa orang karyawan ditugaskan untuk mengamati
dan meneliti perilaku belanja masyarakat. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa masyarakat
cenderung memilih belanja digerai modern berdasarkan alas an kelengkapan pilihan produk
yang berkualitas, harga yang pasti dan bersaing, serta suasana yang nyaman.

Berawal dari pemikiran untuk mempermudah penyediaan kebutuhan pokok sehari-hari


karyawan, maka pada tahun 1988 didirikanlah sebuah gerai yang diberi nama Indomaret.
Sejalan pengembangan operasional toko, perusahaan tertarik untuk lebih mendalami dan
memahami berbagai kebutuhan dan perilaku konsumen dalam berbelanja. Guna
mengakomodasikan tujuan tersebut, beberapa orang karyawan ditugaskan untuk mengamati
dan meneliti perilaku belanja masyarakat. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa masyarakat
cenderung memilih belanja digerai modern berdasarkan alas an kelengkapan pilihan produk
yang berkualitas, harga yang pasti dan bersaing, serta suasana yang nyaman.

Setelah menguasai pengetahuan dan keterampilan mengoperasikan jaringan ritel dalam skala
besar, Manajemen berkomitmen untuk menjadikan Indomaret sebagai sebuah asset nasional.
Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa seluruh pemikiran dan pengoperasian perusahaan
ditangani sepenuhnya oleh putra putrid Indonesia melalui bisnis waralaba dan juga mampu
bersaing dalam persaingan global. Oleh karena itu, visi perusahaan kemudian berkembang
“menjadi asset nasional dalam berbentuk jaringan ritel waralaba yang unggul dalam persaingan
global”.
Konsep bisnis waralaba Indomaret adalah yang pertama dan merupakan pelopor dibidang
minimarket di Indonesia. Sambutan masyarakat ternyata positif, terbukti dengan peningkatan
jumlah terwaralaba Indomaret dari waktu ke waktu. Konsep bisnis waralaba perusahaan juga
diakui oleh pemerintah melalui penghargaan yang diberikan kepada Indomaret selaku
“Perusahaan Waralaba Unggul 2003”. Penghargaan yang semacam ini adalah pertama kali
diberikan kepada perusahaan minimarket di Indonesia dan sampai saat ini hanya Indomaret
yang menerimanya.

Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen
dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.Etika bisnis memiliki
pendekatan salah satunya adalah “Etika Utilitarianisme”.

Utilitarianisme merupakan bagian dari etika filsafat mulai berkembang pada abad ke 19 sebagai
kritik atas dominasi hukum alam. Sebagai teori etis secara sistematis teori utilitarianisme di
kembangkan Jeremy Betham dan muridnya, John Stuart Mill. Mnenurut mereka Utilitarianisme
disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory). Karena
utilitiarianisme dalam konsepsi Bentham berprinsip the greatest happiness of the greatest
number. Kebahagiaan tersebut menjadi landasan moral utama kaum utilitarianisme, tetapi
kemudian konsep tersebut di rekonstruksi Mill menjadi bukan kebahagiaan pelaku saja,
melainkan demi kebahagiaan semua. Dengan prinsip seperti itu, seolah-olah utilitarianisme
menjadi teori etika konsekuensialisme dan welfarisme.

Analisis :

Disekitar wilayah kost-kostan saya ada sebuah minimarket yaitu indomaret, semua usaha pasti
memiliki dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat sekitar tersebut,menurut yang saya
lihat dampak positif dan negatif nya antara lain :

Dampak Positif Adanya Indomaret :

1. Banyak pilihan produknya


2. Tidak perlu harus ke mall untuk belanja kebutuhan sehari-hari
3. Terlihat lebih terjamin kebersihannya dibanding dengan pasar atau warung-warung
kecil lainnya
4. Harganya lebih murah di banding harga di mall
5. Adanya discount pada setiap produk

Dampak Negatif Adanya Indomart :

1. Mematikan warung-warung kecil atau pasar


2. Warung-warung kecil jadi sepi
3. Masyarakat menjadi konsumtif (jadi suka belanja,pemborosan)

Referensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Utilitarianisme
www.klilindomart.com
Kasus kerusuhan 22 Mei 2019 dengan pendekatan Kantian

Kant menyatakan bahwa “kita memerlukan suatu bentuk pengetahuan negatif (negatif
knowledge) untuk mendahului metafisika sebagai displin yang propaedeutis, dengan tugas
untuk menentukan keabsahan dan atas-batas prinsip dari pengetahuan inderawi.”[7]
Di dalam surat yang ditulis kepada Marcus Hertz tertanggal 21 Februari 1772, Kant juga
menyatakan dengan tegas bahwa ia memang sedang fokus merumuskan sebuah teori tentang
batas-batas pengetahuan dan batas-batas akal budi manusia. Ia menyatakan bahwa karyanya
terdiri dari dua bagian besar. Yang pertama adalah fenomenologi umum. Dan yang kedua
adalah metafisika yang ditelusuri hakekatnya melalui metode. Dengan demikian, karya magnus
opus Kant yang berjudul Kritik der Reinen Vernunft pun sebenarnya juga merupakan sebuah
fenomenologi. Yang unik dari Kant adalah, bahwa ia melakukan pendekatan fenomenologi
terhadap semua bentuk gejala di dalam realitas yang kemudian dibedakan dengan benda-pada-
dirinya-sendiri yang tidak bisa diketahui. Keunikan inilah yang nantinya juga mengundang
simpati dari Husserl, ketika ia merumuskan pendekatan fenomenologinya secara
komprehensif.[8]
Salah satu karya besar Hegel, The Phenemenology of Spirit, juga menghadirkan perdebatan
yang lebih jauh tentang makna fenomenologi itu sendiri. Di dalam buku itu, Hegel tampak
berhasil memaknai fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat yang memiliki pendekatan
yang sistematik. Walaupun begitu, para fenomenolog sekarang ini tidak lagi menempatkan
Hegel sebagai salah satu di antara mereka, dengan alasan bahwa Hegel lebih layak ditempatkan
sebagai metafisikus di dalam filsafat modern.
Spiegelberg berpendapat bahwa “fenomenologi” Hegel mendapatkan pengaruh besar dari
Fichte, terutama di dalam karyanya yang berjudul Wissenschaftslehre. Di sini, fenomenologi
dimaknai sebagai suatu cara untuk mendekati dunia penampakan (the world of appearances)
melalui kesadaran sebagai fakta primer dan sumber dari semua fakta lainnya. Fenomenologi
adalah suatu upaya untuk menunjukkan perkembangan dari kesadaran murni, dan kemudian
secara dialektis bergerak ke dalam bentuk-bentuk dari kesadaran tersebut, serta akhirnya
sampai pada pengetahuan absolut yang disebut Hegel sebagai filsafat.[9] Fenomenologi adalah
“Bukit Golgota bagi Roh Absolut”. Fenomenologi adalah museum yang menyimpan sejarah
dan data mengenai pergerakan Roh Absolut di dalam upaya untuk memahami dan mencapai
dirinya sendiri. Di dalam gerak dialektis ini, fenomena tidak hanya dianggap sebagai
penampakan-penampakan dari obyek semata, tetapi sebagai tahap-tahap pembentukan
pengetahuan yang dimulai dari pengandaian-pengandaian naif kita tentang kesadaran dan
realitas, sampai pada tahap tertinggi, yakni filsafat.
Jadi, Kant dan Hegel sudah banyak berbicara tentang fenomenologi, walaupun dengan cara
mereka masing-masing. Akan tetapi, apa kaitan definisi yang mereka berikan dengan
pengertian mengenai fenomenologi dewasa ini? Husserl sendiri, yang memang menjadi salah
satu pemikir yang meletakkan fondasi bagi fenomenologi di abad ke-20, tidak memberi banyak
komentar tentang ini. Ia memang banyak dipengaruhi oleh Kant. Akan tetapi cukup jelas, bahwa
fenomenologi yang dirumuskannya juga merupakan sebentuk kritik terhadap idealisme
transendental Kantian yang menyatakan bahwa manusia hanya mampu mengetahui
penampakan-penampakan dari obyek di dalam realitas, dan bukan benda-pada-dirinya-sendiri.
Tentang Hegel, Husserl juga tidak banyak menyinggung. Ia bahkan menyebut para pemikir
Idealisme Jerman, yang terdiri dari Hegel, Fichte, dan Schelling, adalah para pemikir yang
“tidak dewasa” dalam konteks kontribusi mereka terhadap fenomenologi.[10] Mungkin,
argumen tersebut dipengaruhi oleh “semangat jaman” pada awal abad ke-20, di mana Hegel
dan para pemikir Idealisme Jerman mulai ditinggalkan.

Anda mungkin juga menyukai