Oleh : Kelompok X
FAKULTAS KEDOKTERAN
KENDARI
2018
MODUL 1 DEMAM
SKENARIO
A. KALIMAT KUCI
B. PERTANYAAN
9. Jelaskan DD dan DS
C. JAWABAN
1. Defenisi demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat perubahan
dari pusat termoregulasi yang terletak di hipotalamus. Suhu tubuh biasanya
diukur dengan thermometer air raksa dan tempat pengukurannya dapat
dilakukan di aksila, oral atau rectum. Suhu tubuh normal berkisar antara
36,5o-37,2oC. Suhu subnormal di bawah 36oC, dengan demam pada
umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2oC (Sherwood, 2014).
2. Klasifikasi demam
a. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang lebih
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal
pada pagi hari. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal.
c. Demam Intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia
e. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikansuhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. (Sherwood, 2014)
a. Demam Tifoid
- Fluorokuinolon
- Azitromisin
Dosis 2 x 500 mg
- Kotrimoksazol
- Kloramfenikol
- Tiamfenikol
c. Malaria
Pengobatan malaria tanpa komplikasi memakai obat ACT (Artemisinin
base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) sebagai obat
utama dengan dosis 20 mg/kg dibagi 2 dosis. Hari 1 : 10 mg/kg untuk
enam hari (Setiati dkk, 2015).
1) Malaria falciparum
Lini pertama : dihidroartemisinin (2-4 mg/kgBB) + piperakuin
(16 -32 mg/kgBB) + primakuin 0,75 mg/kgBB)
Lini kedua : kina (tablet 200 mg kina fosfat/sulfat) +
doksisiklin/tetrasiklin + primakuin
2) Malaria vivax dan ovale
Lini pertama : artesunate + amodiakuin atau DHP
Lini kedua (malaria vivax) kina + primakuin
3) Malaria malariae
ACT 1 x 1 hari selama 3 hari dengan dosis sama dengan pengobatan
lain.
g. Mumps
Tatalaksana parotitis mumps adalah simptomatik dan suportif. Diberikan
analgesik-antipiretik untuk mengurangi nyeri karena pembengkakan
parotis dan menurunkan demam. (Setiati dkk, 2015)
6. Pencegahan Demam
Secara umum, demam dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih
dalam keseharian. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengurangi pajanan
terhadap penyakit menular yang seringkali menyebabkan demam. Biasakan
untuk selalu mencuci tangan apabila merasa terpapar dengan benda atau
lingkungan yang tidak steril. Tangan juga dapat diseka menggunakan tisu
basah atau pun cairan pembersih tangan ketika sedang bepergian.
Menjauhkan tangan dari hidung, mulut, dan mata. Ketiga bagian ini mampu
menjadi pintu utama bagi bakteri maupun virus untuk memasuki tubuh
manusia. Usahakan untuk menutup mulut saat batuk atau hidung saat bersin,
hindari juga berbagi penggunaan gelas, botol air minum, dan peralatan
makan dengan orang lain (WHO, 2012).
7. Patomekanisme tiap gejala
a. Demam
Mekanisme Demam Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik,
maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat
kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα
(Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin6), dan INF (interferon)
yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk
meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu
di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh,
pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C,
hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C
terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon
dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).
b. Mual dan muntah
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata,
memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus
tractus solitarius dan area postrema.Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ)
berlokasi di area postrema.Rangsangan perifer dan sentral dapat
merangsang kedua pusat muntah dan CTZ.Afferent dari faring, GI tract,
mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat
muntah.Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat
batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem Vestibular di
telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah.
Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau
zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang
CTZ.9Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah
yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan
perasaaan takut yang tidak nyaman.12 Nukleus traktus solitaries dapat
juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan
parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran
cerna dan saluran kemih.35Sistem vestibular dapat dirangsang melalui
pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular
telinga tengah.14Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid
dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus
solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin,
histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik.Reseptor-reseptor ini
mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang.Sebenarnya
reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah.Pusat muntah
mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan
dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah(Sanusi, 2011).
c. Nyeri ulu hati
Dapat disebabkan oleh trauma, infeksi, inflamasi, gangguan
gastroinestina, toksisitas, sekresi empedu dan lain- lain. Berawal karena
refluks dari asam lambung atau sekret empedu ke oesophagus,
oesophagus teriritasi dan paparan asam lambung pada
oesophagusmenyebabkan inflamasi dan over stimulant (Sanusi, 2011).
8. Langkah-langkah diagnosis
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
- nama
- umur
- alamat
2) riwayat pnyakit sekarang
- keluhan utama (demam)
- onset demam dan durasi demam (timbul mendadak, kapan
terjadi? Sudah berapa Berapa lama?)
- sifat demam ( subferis, febris, terus menerus, intermiten, lebih
tinggi pada pagi, siang, sore atau malam hari)
- keluhan yang menyertai
3) Palpasi
- Teraba hepatomegali pada pemeriksaan penderita demam tifoid
- Teraba Splenomegali pada penderita malaria, ini merupakan
gejala khas.
- Pembengkakan kelenjar limfe pada leher pada pemeriksaan
penderita difteri
- Noda limfa atau kelenjar getah bening membengkak pada
bagian leher dan pangkal paha bisa ditemukan pada penderita
HIV.
4) Perkusi
- Terdengar suara pekak pada hepar penderita demam tifoid.
- Terdengar suara pekak pada lien pada penderita malaria.
5) Auskultasi
- Menilai gerak peristaltik usus (Sudoyo, 2009).
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis pada pasien demam antara lain :
- Hematokrit
Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus
yang menyebabkan kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD,
penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi / diare, diabetes
melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht>60%.
Anemia hemolitik
Sirosis hati dengan nekrosis
Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan
habis berolahraga)
Keracunan berbagai macam zat
Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat,
eritromisin.
Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan
oleh agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau
sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan
kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat
antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol,
diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa
antibiotik lainnya.
- Leukosit (hitung jenis)
Merupakan pemeriksaan terpenting untuk mendeteksi
infeksi.Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai
diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di mana eosinofil
sering ditemukan meningkat.
3) Kimiadarah
Pemeriksanelektrolit, kadarglukosa, blood urea nitrogen dan
kreatininharusdilakukan. Tes
faalheparbiasanyadikerjakanpenyebabdemamtidakmenunju
kkankemungkinan organ lain. Pemeriksaankimiatambahan
(kreatin fosfokinase
dll).Dapatditambahkandenganberlanjutnyapenelitianpadapa
sien(Sudoyo, 2009).
4) Mikrobiologi
Sediaanapus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks
dan vagina harusdibuatdalamsituasi yang tepat.
Pemeriksaansputum (pengecatan Gram, BTA, Kultur)
diperlukanuntuksetiappasien yang menderitademam dan
batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairanan
normalsertaurinediperlukankalaukeadaandemamtersebutlebi
h dari penyakit virus yang terjaditanpakomplikasi. Cairan
cerebrospinal harusdiperiksa dan dikultur bila
terdapatmeningismus, nyerikepalaberatatauperubahan status
mental(Sudoyo, 2009).
5) Radiologi
Pembuatan foto thoraksbiasanyamerupakanbagian dari
pemeriksaanuntuksetiappenyakitdemam yang signifikan.
Padasebagianbesarpasien yang menderitademam, anamnesis
riwayatmedis, pemeriksaanfisik dan pemeriksaan
laboratorium untukskreningpendahuluan akan
menghasilkandiagnosisataupasiensembuh spontan pada
kasus yang terakhir ini, penyakit virus
biasanyadipertimbangkansebagaisumberinfeksi yang
menyebabkandemam.Kalaudemamberlanjutselama 2-3
minggusementarapemeriksaanfisik dan penunjang yang
diulangselamawaktu itu tidakmemberikanhasilapapun,
pasiendapatdidiagnosissementarasebagai kasus
observasidemam yang penyebabnyatidakdiketahui (Sudoyo,
2009).
9. DD dan DS
a. Demam Berdarah Dengue
1) Defenisi
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) dengue
haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksiyang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik.Pada DBD terjadi
pembesaranplasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.Sindrom ranjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok(Setiati
dkk, 2015).
2) Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae.Falvivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue.Keempat serotipe ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.Dalam laboratorium
virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar dan primata.Survei epidemiologi pada
hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada
hewan kuda, sapi, dan babi.Penelitian pada arthropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus
Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites. (Setiati dkk, 2015).
3) Epidemiologi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan,
demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai
renjatan Atau dengue shock syndrome (DSS)ditularkan nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi. Host alami DBD
adalah manusia, agentnya adalah virus Dengue yang termasuk ke
dalam famili Flaviridae Dan genus Flavivirus, Terdiri dari 4
serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4. Dalam 50 tahun
terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan
ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini,
dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia
Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia.Virus dengue
dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di
Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara,
dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50
sampai 100 jutaorang, setengahnya dirawat di rumah sakitdan
mengakibatkan 22.000 kematian setiaptahun; diperkirakan 2,5
miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di
daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue
melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah kasus DBD tidak pernah
menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan
cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian
pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun.
Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa
provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih.
Pada tahun-tahun berikutnya Jumlah kasus terus naik tapi jumlah
kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004.
Misalnya jumlahkasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan
kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta
kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384
orang atau CFR 0,89%.Indonesia adalah salah satu daerah endemis
DBD. Dari data tahun 1968-2007 diperoleh kecenderungan
peningkatan insiden DBD . sejak tahun 2004, indonesia merupakan
negara dengan laporan kasus infeksi virus dengue terbanyak.
Peningkatan jumlah ini diiringi dengan penurunan mortalitas DBD
dari 3,4% (1985) menjadi 1% (2006). Berdasarkan riset kesehatan
dasar 2007, prevalensi kasus DBD tersebar diindonesia dengan
nilai 0,6% prevalensi tertinggi diperoleh pada kelompok umur
dewasa muda (25-34 tahun0 sebanyak 0,7% dan terendah pada
bayi (0,2%).(Setiati dkk, 2015).
4) Patogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu
yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah
masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ
sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian
menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada
infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus
ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentukkomponen
perantara dan komponenstruktur virus.Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan
reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi
tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya. Secara
invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi
biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody
dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE.
6) Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik,
atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam
berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD) dan sindrom
dengue diperluas.Pada umumnya pasien mengalami fase demam
selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada
waktu fase ini pasien sudaj tidak demam, akan tetapi mempunyai
resiko untuk terjadi ranjatan jika tidak mendapat pengobatan
adekuat. Tanda dan gejala klinis sangat bervariasi dari ringan pada
DD hingga berat pada DBD. Gejala yang timbul antara lain:
- Demam bifasik yang muncul tiba-tiba
- Mual muntah
- Ruam kulit
- Nyeri kepala serta nyeri otot dan tulang. Nyeri kepala dapat
menyeluruh atau terpusat pada supraorbital.nyeri otot
terutama pada tendon dan otot perut apabila ditekan.
- Gangguan pada mata: pembengkakan, injeksi konjungtiva,
lakrimasi, dan fotofobia
Tanda bahaya: nyeri perut, muntah persisten, akumulasi cairan
yang dapat terlihat pada pemeriksaan fisis, pendarahan mukosa,
letargi, pembesaran hepar 2cm, dan peningkatan hematokrik
bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit.(Setiati dkk, 2014).
7) Diagnosis
a) Klinis
Gejala klinis berikut yang harus ada, yaitu:
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
uji bendung positif
petekie, ekimosis, purpura
perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
hematemesis dan atau melena
- Pembesaran hati
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak
teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg),
hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik)
dan pasien tampak gelisah.
b) Laboratorium
- Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
- Adanya kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi
cairan
Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
c) Derajat Penyakit
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada
setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi)
- Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan ialah uji
bendung.
- Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di
kulit dan atau perdarahan lain.
- Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20
mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak
tampak gelisah.
- Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat
diraba dan tekanan darah tidak terukur. (Soedaro,
2007).
8) Penatalaksanaan
Tatalaksana DD atau DBD secara umum adalah tirah baring,
pemberian cairan, medikamentosa, simptomatik, dan antibiotik
hanya apabila terdapat infeksi sekunder.
a) Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit
- Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air
tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang
akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
- Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal
atau ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang
terjadinya perdarahan.
- Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
Kebutuhan cairan parenteral
o Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
o Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
o Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin) tiap 6 jam
Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis
membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai
keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
- Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai
dengan tata laksana syok terkompensasi (compensated
shock).
b. Demam Typhoid
1) Definisi:
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serovar typhi (S typhi).Salmonella enterica
serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi
yang disebut demam paratifoid.Demam tifoid dan paratifoid
termasuk ke dalam demam enterik.Pada daerah endemik, sekitar
90% dari demam enterik adalah demam tifoid.Demam tifoid juga
masih menjadi topik yang sering diperbincangkan. (Soedarto,
2007).
2) Epidemiologi:
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA
dan Eropa dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan
yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar
negara berkembang.1 Secara keseluruhan, demam tifoid
diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500
kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100
kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan
Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang
tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di
Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali
Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (< 10
kasus per tahun per 100.000 populasi) di bagian dunia lainnya
(Setiati dkk, 2015).
3) Etiologi:
Manusia adalah satu-satunya penjamu yangalamiah dan merupakan
reservoir untuk salmonellatyphi. Bakteri tersebut dapat
bertahanhidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam,atau air
laut dan selama berbulan-bulandalam telur yang sudah
terkontaminasi atautiram yang dibekukan. Pada daerah
endemik,infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarauatau
permulaan musim hujan.Dosisyang infeksius adalah 103-106
organisme yangtertelan secara oral. Infeksi dapat ditularkanmelalui
makanan atau air yang terkontaminasioleh feses. Di indonesia,
insidens demamtifoid banyak dijumpai pada populasiyang berusia
3-19 tahun. Selain itu, demamtifoid di indonesia juga berkaitan
dengan rumahtangga, yaitu adanya anggota keluargadengan
riwayat terkena demam tifoid, tidakadanya sabun untuk mencuci
tangan, menggunakanpiring yang sama untuk makan, dantidak
tersedianya tempat buang air besar dalam rumah (Soedarto, 2007)
4) Patogenesis:
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang
melalui beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi
tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung
dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum
terminalis.Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian
melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane
ruffling, actin rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola
intraseluler.Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem
limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui
sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan
biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih
memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama
7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke
seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman
juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode
replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem
peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus
menandai berakhirnya periode inkubasi.Bakteremia sekunder
menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri
abdomen.Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila
tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar
luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s
patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches
dapat terjadi melalui proses inflamasi yang mengakibatkan
nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus
dapat menyusul ulserasi.Kekambuhan dapat terjadi bila kuman
masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan
berkesempatan untuk berproliferasi kembali.Menetapnya
Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa
kuman atau carrier (Setiati dkk, 2015).
5) Manifestasi Klinis:
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan
atau gejala yang bervariasi mulai dari yang ringan dengan demam
yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering sampai dengan gejala
yang berat dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap
harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam keluhan
lainnya. Gejala yang biasanya dijumpai adalah demam sore hari
dengan serangkaian keluhan klinis, seperti anoreksia, mialgia,
nyeri abdomen, dan obstipasi.Dapat disertai dengan lidah kotor,
nyeri tekan perut, dan pembengkakan pada stadium lebih lanjut
dari hati atau limpa atau kedua-duanya.Pada anak, diare sering
dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian dilanjutkan dengan
konstipasi.Konstipasi pada permulaan sering dijumpai pada orang
dewasa.Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi relatif saat
demam tinggi dapat dijadikan indikator demam tifoid. Pada sekitar
25% dari kasus, ruam makular atau makulopapular (rose spots)
mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang berkulit
putih, dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari
ke 10-15 serta menetap selama 2-3 hari (Soedarto, 2007).
6) Diagnosis:
Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat
bermanfaat untuk mendapatkan hasil yang cepat dan optimal
sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.Pengetahuan
mengenai gambaran klinis penyakit sangat penting untuk
membantu mendeteksi dini penyakit ini.Pada kasus-kasus tertentu,
dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk
membantu menegakkan diagnosis.Gambaran darah tepi pada
permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan pada
keadaan penyakit yang lanjut.Pada permulaan penyakit, dapat
dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan
pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan
(limfositosis relatif). Ciri lain yang sering ditemukan pada
gambaran darah tepi adalah aneosinofilia (menghilangnya
eosinofil). Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan
laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu: Isolasi bakteri;
deteksi antigen mikroba; titrasi antibodi terhadap organisme
penyebab. Kultur darah merupakan gold standard metode
diagnostik dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila darah
yang tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien
dewasa). Untuk daerah endemik dimana sering terjadi penggunaan
antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah (hanya 10-
20% kuman saja yang terdeteksi). Peran pemeriksaan Widal (untuk
mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi) masih
kontroversial.Biasanya antibodi antigen O dijumpai pada hari 6-8
dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah
sakit.Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat
dijumpai setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12
bulan.Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan
kesembuhan penyakit.Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer
sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang beberapa hari
atau bila klinis disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-
rata titer orang sehat setempat.Pemeriksaan Tubex dapat
mendeteksi antibodi IgM.Hasil pemeriksaan yang positif
menunjukkan adanya infeksi terhadap Salmonella. Antigen yang
dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan hanya dijumpai pada
Salmonella serogroup D. Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot
yang dapat mendeteksi IgM dan IgG. Terdeteksinya IgM
menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya IgG
dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase
pertengahan.Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah
infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara
kasus akut dan kasus dalam masa penyembuhan.Yang lebih baru
lagi adalah Typhidot M yang hanya digunakan untuk mendeteksi
IgM saja.Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih tinggi dibandingkan Typhidot.Pemeriksaan ini dapat
menggantikan Widal, tetapi tetap harus disertai gambaran klinis
sesuai yang telah dikemukakan sebelumnya (Setiati dkk, 2015).
7) Terapi:
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas
demam dan gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari
kematian. Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total
bakeri untuk mencegah kekambuhan dan keadaan carrier.
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat
Salmonella typhi setempat. Munculnya galur Salmonella typhi
yang resisten terhadap banyak antibiotik (kelompok MDR) dapat
mengurangi pilihan antibiotik yang akan diberikan. Terdapat 2
kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap antibiotik
kelompok chloramphenicol, ampicillin, dan trimethoprim-
sulfamethoxazole (kelompok MDR) dan resisten terhadap
antibiotik fluoroquinolone.Nalidixic acid resistant Salmonella typhi
(NARST) merupakan petanda berkurangnya sensitivitas terhadap
fluoroquinolone. Antibiotik golongan fluoroquinolone
(ciprofloxacin, ofloxacin, dan pefloxacin) merupakan terapi yang
efektif untuk demam tifoid yang disebabkan isolat tidak resisten
terhadap fluoroquinolone dengan angka kesembuhan klinis sebesar
98%, waktu penurunan demam 4 hari, dan angka kekambuhan dan
fecal carrier kurang dari 2%. Fluoroquinolone memiliki penetrasi
ke jaringan yang sangat baik, dapat membunuh S. typhi intraseluler
di dalam monosit/makrofag, serta mencapai kadar yang tinggi
dalam kandung empedu dibandingkan antibiotik lain.Berbagai
studi telah dilakukan untuk menilai efektivitas fluoroquinolone dan
salah satu fluoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan memiliki
efektivitas yang baik adalah levofloxacin.Studi komparatif, acak,
dan tersamar tunggal telah dilakukan untuk levofloxacin terhadap
obat standar ciprofloxacin untuk terapi demam tifoid tanpa
komplikasi. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 1 kali
sehari dan ciprofl oxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 2 kali
sehari masing-masing selama 7 hari. Kesimpulan dari studi ini
adalah bahwa pada saat ini levofloxacin lebih bermanfaat
dibandingkan ciprofloxacin dalam hal waktu penurunan demam,
hasil mikrobiologi dan secara bermakna memiliki efek samping
yang lebih sedikit dibandingkan ciprofloxacin.Selain itu, pernah
juga dilakukan studi terbuka di lingkungan FKUI mengenai efikasi
dan keamanan levofloxacin pada terapi demam tifoid tanpa
komplikasi.Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 1 kali
sehari selama 7 hari.Efikasi klinis yang dijumpai pada studi ini
adalah 100% dengan efek samping yang minimal.Dari studi ini
juga terdapat perbandingan rata-rata waktu penurunan demam di
antara berbagai jenis fluoroquinolone yang beredar di Indonesia di
mana penurunan demam pada levofloxacin paling cepat, yaitu 2-4
hari.Sebuah metaanalisis yang dipublikasikan pada tahun 2009
menyimpulkan bahwa pada demam enterik dewasa,
fluoroquinolone lebih baik dibandingkan chloramphenicol untuk
mencegah kekambuhan.Namun, fluoroquinolone tidak diberikan
pada anak-anak karena dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan kerusakan sendi. (Setiati dkk, 2015).
Chloramphenicol sudah sejak lama digunakan dan menjadi terapi
standar pada demam tifoid namun kekurangan dari
chloramphenicol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%),
angka terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis pada sumsum
tulang. Azithromycin dan cefixime memiliki angka kesembuhan
klinis lebih dari 90% dengan waktu penurunan demam 5-7 hari,
durasi pemberiannya lama (14 hari) dan angka kekambuhan serta
fecal carrier terjadi pada kurang dari 4%. Pasien dengan muntah
yang menetap, diare berat, distensi abdomen, atau kesadaran
menurun memerlukan rawat inap dan pasien dengan gejala klinis
tersebut diterapi sebagai pasien demam tifoid yang berat.
(Soedarto, 2007)
Terapi antibiotik yang diberikan pada demam tifoid berat menurut
WHO tahun 2003 tertera cefotaxime untuk terapi demam tifoid
sayangnya di Indonesia sampai saat ini tidak terdapat laporan
keberhasilan terapi demam tifoid dengan cefotaxime. Selain
pemberian antibiotik, penderita perlu istirahat total serta terapi
suportif. Yang diberikan antara lain cairan untuk mengkoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan antipiretik. Nutrisi
yang adekuat melalui TPN dilanjutkan dengan diet makanan yang
lembut dan mudah dicerna secepat keadaan mengizinkan. (Setiati
dkk, 2015).
8) Komplikasi
Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama
pada yang sudah sakit selama lebih dari 2 minggu. Komplikasi
yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis, perdarahan
gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa, serta gangguan
pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman adalah
secara hematogen. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis
akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu. (Soedarto,
2007).
c. Chikungunya
1) Defenisi
2) Epidemiologi
3) Etiologi
4) Manifestasi Klinis
5) Penatalaksanaan
Hinggakinimasihtiadapengobatanspesifikuntukpenyakitini dan
vaksin yang bergunasebagaitindakanpreventif juga
belumditemukan. Pengobatannyahanyabersifatsimptomatis dan
supportifsepertipemberiananalgesik, antipiretik, anti inflamasi.
Pemberian aspirin kepadapenderitademam chikungunya
initidakdianjurkankarenaefek aspirin terhadap platelet. Pemberian
chloroquine phosphate sangatefektifuntuk arthritis chikungunya
kronis. Penularanwabah chikungunya yang
semakinberkembangmembuat para
penelitiberminatmengembangkanagenantivirus baru,
RNAbertindakmencegahinfeksi yang ditimbulkanvirus
(Suriptiastuti, 2007).
6) Komplikasi
7) Pencegahan
8) Prognosis
Ganong W. F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC
Sanusi I.A. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi Edisi Pertama. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Setiati, S, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
InternalPublishing
Sudoyo W., Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 Edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing.
KELOMPOK 10 :
Moh. Fachrul Ramadhan K1A112089
Andi Khairul Anam K1A116002
Erik Sam K1A116003
Karwika Dwi Saputri N K1A116007
WD.Milhaerunnisa Putri H K1A116051
Fatimah Yuningsih K1A116052
Sandhi Wirya Andrayuga K1A116054
Masra Linda Sari K1A116055
Muhammad Zulfikarrahim K1A116985
Widiyah Darmawan K1A116088
Fathur Rahman K1A116124
Shindy Natalia K1A116116
Pembimbing :
dr. Irma Fatimah