Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2021

UNIVERSITAS HALU OLEO

MALFORMASI ANORECTAL

Oleh :

Widiyah Darmawan

K1B1 20 026

Pembimbing:

dr. Ruslan Duppa, M.Kes., Sp.Rad (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Widiyah Darmawan

NIM : K1B1 20 026

Judul referat : Atresia Ani (Malformasi Anorectal)

Telah menyelesaikan referat dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada Bagian

Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Juni 2021

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Ruslan Duppa, M.Kes., Sp.Rad (K)

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1

BAB II INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI ............................................................ 2

BAB III ETIOLOGI DAN PATOLOGI ................................................................. 3

BAB IV ANATOMI DAN FISIOLOGI ................................................................ 5

BAB V DIAGNOSIS .............................................................................................. 12

A. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ............................. 12

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

1. INVERTOGRAM ................................................................................. 17

2. PRONE CROSS-TABLE LATERAL VIEW…………………………….19

3. ULTRASONOGRAFI .......................................................................... 20

4. CT SCAN DAN MRI............................................................................ 22

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PATOLOGI ANATOMI .... 23

BAB VI DIFFERENSIAL DIAGNOSIS................................................................ 25

BAB VII KOMPLIKASI ........................................................................................ 28

BAB VIII PENGOBATAN .................................................................................... 29

BAB IX DAFTAR PUSTAKA..............................................................................32

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi rectum dan canalis analis 7

Gambar 2. Slide MRI pada potongan sagital pelvis yang menunjukan perubahan sudut 8

dari anorektal saat relaksasi dan kontraksi

Gambar 3. Slide USG musculus sphincter ani dengan perianal secara axial dari bagian 9

proximal sampai distal.

Gambar 4. Arteri-Arteri Rectalis 10

Gambar 5. Vena-vena Rectalis 10

Gambar 6. Fistula rektoperineal dengan subepitelial meconium yang mencapai scrotal 13

raphe.

Gambar 7. Malformasi anorektal dengan fistula rektouretral pada laki-laki 14

Gambar 8 Malformasi anorektal dengan fistula rektovestibular pada bayi perempuan. 15

Gambar 9. Malformasi anorektal dengan fistula rektouretral pada perempuan 15

Gambar 10. Tabel Klasifikasi Malformasi Anorectal berdasarkan Wingspread 1985 16

Gambar 11. Tabel Klasifikasi Malformasi Anorectal berdasarkan Pena 1995 16

Gambar 12. Tabel Klasifikasi Malformasi Anorectal berdasarkan Krikenbeck 2005 17

Gambar 13. Foto Rontgen Knee-chest Position yang Menunjukkan MAR Letak Tinggi 18

Gambar 14. Foto Rontgen Knee-chest Position Menunjukkan MAR Letak Rendah 19

Gambar 15. Teknik pemeriksaan Cross-table lateral radiograph 19

Gambar 16. Lapisan Dinding Rektal Normal Ditunjukkan Dengan Ultrasonografi 20

Gambar 17 Saluran Anus Normal pada Ultrasonogram 21

Gambar 18 Saluran Anus Normal pada Ultrasonogram 21

Gambar 19 Fistula Perianal Intersphincteric 22

Gambar 20 Potongan Axial Pelvis pada MRI 23

iv
Gambar 21 Kanker Rektal T1 dan T2 pada USG 25

Gambar 22 Kanker Rektal T3 pada USG 26

Gambar 23 Abses Perianal dengan gambaran USG 27

Gambar 24 Algoritma Manajemen Malformasi Anorektal Pada Bayi Laki-Laki Yang 31

Baru Lahir

Gambar 25 Algoritma manajemen malformasi anorektal pada bayi perempuan yang 31

baru lahir.

v
MALFORMASI ANOREKTAL

Widiyah Darmawan, Ruslan Duppa


Subdivisi Radiologi Anak, Radiologi FK UHO

BAB I
PENDAHULUAN

Malformasi anorektal merupakan spektrum cacat yang muncul selama

pembentukan embriologis manusia dan melibatkan bagian bawah saluran

pencernaan, dimana hal ini mempengaruhi bagian rektum dan saluran anus.

Malformasi anorektal (MAR) merupakan malformasi septum urorektal secara

parsial atau komplet akibat perkembangan abnormal hindgut, allantois dan duktus

Mulleri. Malformasi anorektal merupakan spektrum penyakit yang luas

melibatkan anus dan rektum serta traktus urinarius dan genitalia.1,2

Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal

adalah klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak

tinggi, intermedia dan letak rendah.

1. Letak tinggi apabila rektum berakhir di atas muskulus levator ani,

2. Letak intermediat apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.

3. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir di bawah muskulus levator ani.3

1
BAB II

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Anomali kongenital pada bagian anorektal terjadi pada satu dari 3000-

4000 kelahiran. Sebanyak 10% kasus anomali pada anorektal didiagnosis sebagai

stenosis ani. Insiden pada bayi laki-laki dalam beberapa penelitian ditemukan

lebih tinggi dari pada perempuan, sementara kemungkinan berulangnya kelainan

yang sama pada anggota keluarga yang lainnya hanya sebesar 1%. 3

Malformasi anorektal terdiri dari penyakit spektrum yang luas yang

melibatkan anus distal, rektum dan juga saluran kemih dan kelamin. Insiden

yang dilaporkan kira-kira 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan sedikit dominasi

pada laki-laki.1,4
BAB III

ETIOLOGI DAN PATOLOGI

Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli

berpendapat bahwa kelainan ini terjadi karena abnormalitas perkembangan

embriologi anus, rektum, dan raktus urogenital, dimana pada prosesnya septum

tidak membagi membran kloaka secara sempurna.5

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan

hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,

esofagus, lambung Sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.

Midgut membentuk usus halus, Sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon

asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut

hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan

ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat

disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum

urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan

anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan

proktoderm dan lipatan genital. Pada anomaly letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus

dapat tidak ada atau rudimenter.6

Kelainan atresia ani terjadiakibat kegagalan pembentukan septum urorectal

secara komplit. Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas. Anus dan

rektum diketahui berasal dari bagian dorsal hindgut atau rongga cloacal ketika

pertumbuhan lateral bagian mesenchyme, kloaka akan membentuk sekat di tengah

yang disebut septum urorectal. Septum urogenital membagi kloaka (bagian caudal

hindgut) menjadi rektum dan sinus urogenital, urogenital sinus terutama akan

membentuk kandung kecing dan uretra. Penurunan perkembangan dari septum

urorectal dipercaya menutup saluran ini ketika usia 7 minggu kehamilan. Selama

waktu ini, bagian ventral urogenital mengalami pembukaan

eksternal/keluar;bagian dorsal dari anal membuka kemudian. Anus berkembang

dari fusi antara tuberculum anal dan invagination bagian luar/eksternal, yang

dikenal sebagai proctodeum, yang mendalam ke arah anus.pada awalnya.

Perineum memisahkan kloaka membran menjadi membran urogenital anterior dan

membran anal posteriorrektum dan bagian superior kanalis anus terpisah dari

eksterior oleh membran anal. selaput pemisah ini akan menghilang saat usia
kehamilan 8 minggu. Gangguan pada perkembangan struktur anorectal bermacam-

macam tingkatannya dengan berbagai macam kelainan, antara lain anal stenosis,

rupture selaput yang anal yang tidak komplit, atau complete failure atau anal

agenesis dari bagian atas dari kloaka sampai kebawah dan kegagalan proktoderm

mengalami invaginasi. Hubungan langsung antara saluran urogenital dan bagian

rectal dari kloaka menyebabkan rectourethral fistule atau rectovestibular fistule.6

Malformasi anorectal sering disertai kelainan kongenital lain seperti :

1. VACTERL (Vertebral abnormalities, anal atresia, cardiac abnormalities,

tracheoesophageal fistula and/or esophageal atresia, renal agenesis and

dysplasia, and limb defect) terjadi 45% pasien.

2. OEIS (Omphalocele, bladder exstrophy, imperforate anus and sacral

anomalies) terjadi pada 25% pasien.

3. Sindroma down terdapat pada 2 – 8% pasien.16


BAB IV

ANATOMI DAN FISIOLOGI ESOFAGUS

Rectum (anal) merupakan bagian caudal dari intestinum crasum, yang

terletak retroperitoneal, rectum dimulai pada tingkat Vertebra saccralis II atau III

dan berakhir pada dasar panggul yang ditembus oleh canalis analis. Pada bidang

sagital rectum memiliki dua lengkungan yaitu : Flexura sacralis conveks di bagian

dorsal, dan flexura perinealis konveks diventral. Bagian atas rectum diatas flexura

scralis adalah organ retroperitoneal sekunder, dan bagian distalnya adalah canalis
analis yang memiliki posisi subperitoneal. Pada laki-laki sisi anterior rectum

berdekatan dengan dinding posterior vesica urinaria dan vesicula seminalis

(glandula vesiculosae) dan selanjutnya di caudal oleh kelenjar prostat. Disini

rectum dipisahkan dari kelenjar prostat hanya oleh fascia rectoprostatica

yang tipis (fasia denonvilier). Sedangkan pada perempuan rectum sangat

dekat dengan sisi posterior vagina dan hanya dipisahkan dari vagina oleh fascia

rectovaginalis.7

Di cranial, rectum membentuk flexura sacralis konveks ke dorsal

dan di caudal setinggi dasar panggul membentuk flexura perinealis konveks ke

ventral. Lapisan otot rectum tidak hanya terdiri dari lapisan sirkular (stratum

sirkulare) saja tetapi juga terdiri dari lapisan longitudinal kontinu (stratum

longitudinale). Relief dalam rectum memperlihatkan lipatan melintang sehingga

disebut plica transversae recti. salah satu dari tiga lipatannya dapat diraba secara

teratur sekitar 6-7 cm di atas anus ( lipat KOHLRAUSCHI). Dibawah lipatan ini,

rectum berdilatasi membentuk ampulla recti. Linea anorectalis menandakan

transisi menuju canalis analis. Area ini ditandai dengan perubahan dari lipat

transversa rectum menjadi lipatan longitudinal canalis analis dan

menggambarkan zona transisi diantara rectum dan canalis analis (junctio

anorectalis).7
Gambar 1. Anatomi Rectum dan Canalis Analis. (Dikutip dari kepustakaan 1)

Canalis analis memiliki organ kontinensia yang dikontrol oleh sistem saraf

pusat yang terdiri dari anus, otot-otot sphincter, dan corpus cavernosum recti.

Selain defekasi, anus ditutup oleh kontraksi permanen musculus sphincter ani

internus. Corpus cavernosum recti diperdarahi oleh arteri rectalis superior dan

pendarahan ini memerlukan penutupan canalis analis yang kedap udara. Musculus

sphincter terdiri dari :

1. Musculus sphincter ani internus adalah otot polos, yang diinervasi oleh saraf

simpatis involuntar dan merupakan kontinuasi lapisan otot sirkular.

2. Musculus corrugator ani adalah otot polos yang merupakan kontinuasi

lapisan otot longitudinal.

3. Musculus sphincter ani eksternus adalah otot lurik yang dikontrol secara

vountar oleh nervus pudendus, dan memiliki segmen yang berbeda (partes

subcutaneous.
4. Musculus puborectalis adalah otot lurik yang juga dikontrol secara

voluntar oleh nervus pudendus dan cabang langsung plexus sacralis.

Musculus puborecti merupakan bagian dari musculus levator ani yang

membentuk lengkungan dibelakang rectum untuk menariknya ke ventral

dan membentuk flexura perinealis. Kekakuan yang terjadi pada rectum

akan memungkinkan terjadinya penahanan atau penyimpanan feses secara

berlebihan di dalam ampulla recti.7

Gambar 2. Slide MRI Pada Potongan Sagital Pelvis Yang Menunjukan Perubahan
Sudut Dari Anorektal Saat Relaksasi Dan Kontraksi.(Dikutip dari kepustakaan 1)
Gambar 3. Slide USG Musculus Sphincter Ani Dengan Perianal Secara Axial Dari
Bagian Proximal Sampai Distal. (Dikutip dari kepustakaan 1)

Rectum dan canalis analis diperdarahi oleh tiga arteri dan tiga vena, yaitu :

1. Arteri rectalis superior (tidak berpasangan) merupakan cabang dari arteri

mesenterica inferior. Vena rectalis superior (tidak berpasangan) merupakan

akses ke vena portae hepatis melalui vena mesenterica inferior.

2. Arteri rectalis media (berpasangan) merupakan cabang dari arteri iliaca

interna yang letaknya diatas dasar panggul (musculus levator ani). Vena

rectalis media (berpasangan) merupakan akses ke vena cava inferior melalui

vena iliaca interna.

3. Arteri rectalis superior (berpasangan) merupakan cabang dari arteri pudenda

interna yang letaknya di bawah dasar panggul. Vena rectalis inferior

(berpasangan) merupakan akses ke vena cava inferior melalui vena pudenda

interna dan vena iliaca interna.


Gambar 4. Arteri – Arteri Rectalis. (Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 5. Vena-vena Rectalis. (Dikutip dari kepustakaan 7)


Inervasi dari rectum dan canalis analis di peroleh dari plexus rectalis yang

merupakan kelanjutan dari plexus hypogastricus inferior. Serabut simpatis

preganglionik (T10-L2) turun dari plexus aorticus abdominalis melalui plexus

hypogastricus superior dan dari ganglia sacralis truncus simpatikus melalui Nn.

splanchnici sacrales. Serabut-serabut tersebut terutama bersinaps dengan

neuron-neuron simpatis postganglionik dalam plexus hypogastricus inferior.

Serat-serat postganglionik tersebut mencapai rectum dan canalis analis melalui

plexus rectalis. Serabut-serabut simpatis mengaktifkan otot-otot sfingter

(musculus sphinvter ani internus). Sedangkan serabut-serabut parasimpatis

preganglionik berasal dari divisi sacral saraf parasimpatis (S2-S4) melalui Nn.

Splanchnici pelvi ke ganglia plexus hypogastricus inferior. Serabut-serabut

bersinaps dengan serabut postganglionik baik disini maupun di dekat usus untuk

stimulasi peristaltik dan inhibisi musculus sphincter ani internus untuk

memudahkan defekasi.7
BAB V

DIAGNOSIS

A. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Dalam penegakan diagnosis malformasi anorektal adalah dengan

melakukan pemeriksaan yang menyeluruh meliputi poin-poin seperti berikut :

1. Mengetahui usia gestasi, berat badan lahir, suhu, warna kulit, menangis,

respirasi, ada atau tidaknya riwayat jaundice, distensi abdomen, keadaan

hidrasi dan anomali kongenital lainnya.

2. Melakukan pemeriksaan untuk menentukan jenis dan sifat anomali.

3. Ada atau tidak adanya anomali organ lain yang terkait. Malformasi anorektal

biasanya disertai dengan anomali organ lain yang meliputi kelainan pada

tulang belakang, anorektal, jantung, trakeoesofagus, ginjal dan saluran kemih

serta ekstremitas.

Untuk mendiagnosis malformasi anorektal juga dapat dilakukan sesuai

dengan jenis kelamin seperti berikut :

1. Laki-laki

Melihat adanya garis tengah yang terbentuk diantara kedua bokong,

penonjolan anal dimple dan keluarnya mekonium melalui fistula di bagian

anterior dari sfingter menunjukkan keadaan fistula perineal. Terkadang juga

dapat disertai dengan adanya gambaran skin bridge, bucket handle atau

midline raphe yang ketiganya akan membentuk gambaran white atau black

ribbon dari subepitelial mekonium.5


Pada keadaan lain, adanya gambaran flat bottom tanpa disertai fistula

perineal namun ditemukan adanya mekonium didalam urin maka keadaan ini

menunjukkan adanya fistula di rektouretra. Kesimpulan mengenai ada atau

tidaknya fistula tidak dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisik saja.

Namun untuk memastikannya harus dilakukan observasi selama 24 jam segera

setelah kelahiran. Jika setelah 24 jam masih belum dapat dipastikan

apakah ada mekonium didalam urin maka disarankan untuk melakukan

pemeriksaan cross-table lateral radiograph abdomen dan pelvis dengan posisi

prone untuk menegakkan diagnosis apakah terdapat fistula rektouretra atau

tidak. Sebuah marker radiopak ditempatkan di lubang anus untuk

memperkirakan jarak antara usus yang dilatasi dengan lubang anus.5

Gambar 6. Fistula rektoperineal dengan subepitelial meconium yang mencapai scrotal


raphe.(Dikutip dari kepustakaan 5)
Gambar 7. Malformasi anorektal dengan fistula rektouretral pada laki-laki. (A) Fistula
Rektouretrobulbar; (B) Fistula Rektouretroprostatik; (C) Fistula Retrovesika. (Dikutip
dari kepustakan 5)

2. Perempuan

Pada anak perempuan, malformasi anorektal dapat di tegakan dengan

pemeriksaan perineum. Normalnya, ada tiga saluran yang terlihat yaitu

di bagian anterior terdapat uretra kemudian vagina, keduanya terletak di

dalam vestibulum dan dibagian posterior terdapat anus. Bila anus tidak berada

di posisi normalnya maka keadaan ini menunjukan adanya fistula perineal.

Jika ketiga saluran ini terlihat di vestibulum maka keadaan ini menunjukan

adanya fistula vestibular. Jika hanya terlihat dua saluran saja, maka

menggambarka keadaan yang jarang terjadi yaitu fistula rectovagina atau

atresia rectum. Dan bila hanya terlihat satu saluran maka disebut dengan

kloaka. Namun bila tidak ditemukan adanya meconium yang keluar setelah 24

jam kelahiran maka hal tersebut menunjukan suatu keadaan malforasi

anorektal tanpa fistula.8


Gambar 8. Malformasi anorektal dengan fistula rektovestibular pada bayi perempuan.
(Dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 9. Malformasi Anorektal dengan Fistua pada Perempuan. (A) Fistula


Rektovestibular; (B) Kloaka Anomali. (Dikutip dari kepustakan 5)

Ada beberapa klasifikasi malformasi anorektal, pertama kali dikeluarkan

oleh Wingspread 1984, kemudian klasifikasi Pena 1995 dan klasifikasi

Krickenbeck 2005, berikut tabel klasifikasinya :


Gambar 10. Tabel Klasifikasi Malformasi Anorectal berdasarkan Wingspread 1985
(Dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 11. Tabel Klasifikasi Malformasi Anorectal berdasarkan Pena 1995 (Dikutip
dari kepustakaan 9)
Ga
mbar 12. Tabel Klasifikasi Malformasi Anorectal berdasarkan Krikenbeck 2005 (Dikutip
dari kepustakaan 9)

Stenosis ani dapat didiagnosis juga dengan menentukan tinggi ambang

bawahnya dalam hal ini berhubungan dengan luas anal, panjang anal, dan

ukurannya. Apakah ada pergerakan atau tidak dari anal meski terpengaruhi

anestesi, apakah ada dampak klinis lainnya seperti dyschezia (gangguan

kontinensia), apakah ada lesi anoperineal yang menyertai (koreng, hiliran, atau

abses).9

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

1. Invertogram
Wangensteen dan Rice pertama kali menjelaskan mengenai kegunaan

radiography invertion pada tahun 1930 untuk menunjukkan jarak antara

gas bubble dalam usus terminal dengan perineum. Invertogram pada posisi

lateral dengan pinggul sedikit difleksikan dapat memberikan informasi yang

akurat mengenai adanya anomali. Marker yang dijadikan tanda untuk

menentukan adanya anomali yaitu Pubis Coccyx Line (PC Line) dan I point

(Puncak ischium) yang ada hubungannya dengan gambaran dark air shadow

pada usus terminal. Apabila dark air shadow melewati I point,

menunjukkan anomali letak rendah, sedangkan jika dark air shadow

melewati PC line tetapi belum mencapai I point maka menunjukkan anomali

intermediate. Namun bila gambaran dark air shadow belum mencapai PC

Line maka menunjukkan anomali letak tinggi.8

Pemeriksaan radiologis ini dilakukan dengan posisi kepala bayi

diletakan di bawah selama 3-5 menit, dengan petanda yang ditempelkan ke

kulit. Apabila hasil invertogram akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit

berarti letak rendah dan apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti

malformasi anorektal letak tinggi. Pada bayi perempuan didapatkan 90%

dengan fistel, apabila tidak diketemukan adanya fistel maka dilakukan

invertogram. Apabila hasil invertogram akhiran rectum kurang dari 1 cm

dari kulit berarti letak rendah dan segera dilakukan minimal PSARP,

apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi anorektal letak

tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu.5


Gambar 13. Foto Rontgen Knee-chest Position yang Menunjukkan MAR Letak Tinggi.
(Dikutip dari kepustakaan 5)

Gambar 14. Foto Rontgen Knee-chest Position Menunjukkan MAR Letak Rendah.
(Dikutip dari kepustakaan 5)

2. Prone Cross-Table Lateral View

Bayi dalam posisi genupectoral yaitu badan telungkup dengan

pinggul tertekuk kearah atas selama 3 menit. Radiografi prone lateral yang

berpusat di trochanters mayor yang memiliki beberapa keuntungan yaitu

posisi yang nyaman untuk bayi dibandingkan dengan invertogram.8


Gambar 15. Teknik pemeriksaan Cross-table lateral radiograph. (A) Meletakkan sebuah
ganjalan di bawah pinggul bayi untuk mengangkat bokong agar memungkinkan
perpindahan udara kearah superior dari rektum; (B) Gambaran Cross-table lateral.
(Dikutip dari kepustakaan 8)

3. Ultrasonography

Secara normal dinding rektal terdiri dari lima lapisan yang dapat

dibuat dengan jelas divisualisasikan oleh TRUS (transrectal

ultrasonography). Garis hyperechoic terdalam menunjukkan antarmuka balon

dan permukaan mukosa dinding rektal. Lapisan hypoechoic bagian

dalam mewakili mukosa dan muskularis mukosa, diikuti oleh submukosa

hyperechoic yang sedikit lebih tebal lapisan. Lapisan hypoechoic luar

mewakili muskularis propria, dan lapisan hyperechoic terluar sesuai

dengan perirectal jaringan lemak.10

Gambar 16. Lapisan Dinding Rektal Normal Ditunjukkan Dengan ltrasonografi.


(Dikutip dari kepustakaan 10)
Saluran anus biasanya dibagi menjadi tiga tingkat untuk pemeriksaan.

Dimana pada saluran anus atas, otot puborectalis akan terlihat sebagai

Pita ekogenik berbentuk U. Di saluran anal tengah, bagian dalam sfingter

anal paling jelas terlihat sebagai lapisan hypoechoic menebal. Pada saluran

anus bagian bawah, sfingter ani ekogenik eksternal berada terlihat bersamaan

dengan penghentian sfingter anal internal.10

Gambar 17. Saluran Anus Normal pada Ultrasonogram. (Dikutip dari kepustakaan 10)

Pada ultrasonogram tiga dimensi yang diformat ulang dengan koronal,

lapisan longitudinal hypoechoic menunjukkan sfingter internal, berakhir

di saluran anus bawah. Sfingter anal eksternal adalah diwakili oleh lapisan

hyperechoic yang berjalan melalui aspek luardari sfingter anal internal.10

Gambar 18. Saluran Anus Normal pada Ultrasonogram. (Dikutip dari kepustakaan 10)
Peran utama modalitas pencitraan untuk mengevaluasi fistula perianal

adalah mengidentifikasi hubungan anatomi dari fistula dan menunjukkan

tingkat peradangan, internal pembukaan, dan pengumpulan cairan. Untuk

mengurangi laju penyakit kekambuhan dan inkontinensia fekal pasca operasi,

itu penting mengevaluasi detail anatomi fistula dan keberadaannya defek

sfingter anal sebelum terapi. Fistula perianal muncul sebagai traktus

hypoechoic atau jaringan lunak fokal lesi dalam struktur dinding anus. Pada

gambar fistula perianal intersphincteric didapatkan gambaran traktus

hypoechoic (panah) terlihat diantara internal (IAS) dan sfingter anal

eksternal (EAS) pada gambar aksial. Tiga- dimensi direkonstruksi citra

sagital (digambar bagian tengah) dan koronal dengan lebih baik mewakili

lokasi tepat dari fistula (panah).10

Gambar 19. Fistula Perianal Intersphincteric. (Dikutip dari kepustakaan 10)

4. Computer Tomography Scan (CT-Scan) dan Magnetic Resonance Imaging

Computer Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

pelvis digunakan untuk mengevaluasi keadaan struktur otot dasar panggul dan

pouch sebelum dan sesudah operasi. Pemeriksaan ini juga dapat


menentukan lokasi fistula dengan tepat serta hubungannya dengan otot dasar

panggul. MRI dan CT juga digunakan untuk menilai perkembangan

struktur otot dasar panggul dari berbagai jenis prosedur operasi. MRI

dianggap unggul dari CT karena menggambarkan jaringan lunak dengan lebih

baik dan kurangnya radiasi.8

Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah terbukti memiliki nilai

yang cukup besar dalam mengevaluasi pasien dengan malformasi anorektal,

terutama karena kemampuan pencitraannya yang multiplanar dan hebat dalam

karakterisasi jaringan. MRI memungkinkan definisi yang akurat dari

tingkat dan jenis malformasi anorektal, jenis fistula, dan perkembangan

keadaan kompleks otot sfingter. Advan tambaha dari MRI jika dibandingkan

dengan modalitas pencitraan lainnya adalah kemampuannya dalam

menentukan anomali terkait, terutama dari sumsum tulang belakang, tulang

belakang dan sistem urogenital jauh lebih baik.4

Gambar 20. Potongan Axial Pelvis pada MRI. (Dikutip dari kepustakaan 4)
Gambar panggul untuk menilai tingkat dan jenis malformasi

anorektal dengan menggunakan Turbo Spin-Echo berbobot T2 (T2W TSE)

potongan axial yang menunjukkan aanya lubang di anus anterior ke arah

otot perineum transversal superfisial (panah).4

C. Pemeriksaan Laboratorium dan Patologianatomi

Untuk pemeriksaan yang paling sering dilakukan dalam mendiagnosis

pasien dengan malformasi anorektal adalah dengan melakukan pemeriksaan

urinalisis dan didapatkan hasil pemeriksaan berupa meconium pada urin

penderita.5
BAB VI

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

1. Tumor Rectal

Ultrasonografi transrektal (TRUS) telah diterima secara luas sebagai

modalitas pencitraan yang popular untuk mengevaluasi rektum bawah,

sfingter ani, dan dasar panggul pada pasien dengan berbagai penyakit

anorektal. Pengetahuan yang tepat tentang anatomi ultrasonografi (US)

normal dinding rektal dan saluran anus memberikan landasan penting untuk

mengidentifikasi kelainan yang terjadi disekitarnya. Pementasan pra operasi

Kanker rektal merupakan faktor penting dalam menentukan pengobatan yang

optimal dan membutuhkan ketelitian alat diagnostik untuk penggunaan

klinis. TRUS adalah modalitas pencitraan yang aman untuk evaluasi

invasi tumor dan metastasis kelenjar getah bening pada pasien dengan kanker

rektal. TRUS yang ditingkatkan dengan peralatan tiga dimensi (3D)

dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang hubungan anatomi

antara dinding rektal dan saluran anus dari pada menggunakan MRI

(Magnetic Resonance Imaging).10


Gambar 21. Kanker Rektal T1 dan T2 pada USG. (Dikutip dari kepustakaan 10)
Ultrasonografi transrektal aksial menunjukkan tumor hypoechoic

(panah) terbatas pada tiga bagian dalam lapisan pertama dan lapisan submukosa

hyperechoicsedikit menipis untuk kanker rektal T1 (Gambar sebelah kiri).

Sedangkan pada kanker rektal T2, lapisan submukosa hyperechoic

mengalami gangguan oleh karena penebalan pada lapisan muskularis

propria (panah) yang ditunjukan pada gambar sebelah kanan.10

Gambar 22. Kanker Rektal T3 pada USG. (Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar di atas menunjukan massa hiperechoic yang sudah berubah

menjadi hypoechoic (panah) dan membentang di atas propria muskularis dan

akan menembus jaringan lemak di perirectal.10

2. Abses Rektal

Penelitian yang dilakukan oleh Ademuyiwa menyatakan bahwa

operasi berulang, perdarahan setelah operasi, dan sepsis merupakan factor

yang mempengaruhi mortalitas pasien dengan malformasi anorektal. Faktor

risiko sepsis neonatus pada pasien malformasi anorektal dapat berupa

BBLR, prematur, dan operasi invasif seperti kolostomi yang sering dilakukan

pada pasien malformasi anorektal untuk dekompresi usus. Sepsis neonatus


akan menyebabkan gangguan sistem organ pasien sehingga menyebabkan

kematian. Sepsis neonatus akan mengaktifkan berbagai rangkaian proses

inflamasi yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang akan

menyebabkan disfungsi organ seperti kegagalan paru, kegagalan

kardiovaskular, disfungsi hepar, gagal ginjal, dan neutropenia yang pada

akhirnya menyebabkan kematian.11,12

Gambar 23. Abses Perianal dengan gambaran USG. (Dikutip dari kepustakaan 10)

Pada tingkatan saluran anus tengah, dapat dilihat adanya abses

perianal di arah jam enam, menunjukan fokus hyperechoic dengan akustik

bayangan (panah) yang mungkin berupa gas gelembung. Gambar

koronal mencerminkan bentuk keseluruhan abses (panah).10


BAB VII

KOMPLIKASI

Malformasi anorektal pada umumnya melibatkan anus dan rektum,

yang sering disertai dengan kelainan di saluran urogenitalia dan berhubungan

juga pada keadaan anomali kongenital yang lainnya dimana diklasifikasikan

berdasarkan letaknya menjadi letak rendah, letak tengah atau letak tinggi

tergantung dari letak rektum. Pengobatan yang diperlukan pada malformasi

anorektal sangat tergantung dari jenis malformasinya, bila letak tinggi maka

tindakan awal dengan kolostomi yang dilanjutkan dengan tindakan PSARP

sedangkan pada yang letak rendah dengan tindakan PSARP tanpa atau dengan

kolostomi.8,13

Komplikasi yang sering terjadi pada penderita malformasi anorektal

yang tersering adalah infeksi pasca operasi, kemudian paralisis usus pasca

pembedahan yang dikenal dengan istilah ileus paralitik, kemudian fissure rektal

yang persisten,dapat juga terjadi kebocoran feses atau inkontinensia fecal, serta

dapat terjadi kesulitan pengembalian fungsi normal usus. Tipe malformasi

anorektal dan sepsis berpengaruh signifikan terhadap mortalitas pasien

malformasi anorektal, sedangkan kelainan kongenital penyerta dan

prematuritas tidak berpengaruh terhadap mortalitas pasien malformasi

anorektal.11
BAB VIII

PENGOBATAN

Manajemen awal bayi baru lahir yang lahir dengan anomali anorektal

sangat penting dan dua pertanyaan penting yang harus terjawab selama 24 sampai

48 jam kehidupan. Pertanyaan pertama apakah ada anomali lain yang terkait

sehingga dapat mengancam hidup sehingga bayi harus ditangani dengan

segera? Kedua, haruskah bayi menjalani tindakan kolostomi atau tidak.14

Keputusan untuk dilakukannya anoplasty pada beberapa saat setelah

bayi lahir atau tidak dan menentukan perlu atau tidaknya tindakan kolostomi

ditentukan berdasarkan hasil dari pemeriksaan fisik bayi, keadaan perineum, dan

perubahan yang terjadi selama 24 jam pertama setelah kelahiran. Mekonium

biasanya tidak terlihat di perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal sampai

16 – 24 jam. Distensi abdomen tidak akan terjadi selama beberapa jam

pertama kelahiran, oleh karena itu diperlukan tekanan intraabdominal yang tinggi

untuk mendorong mekonium keluar melalui fistula. Hal ini dikarenakan bagian

paling distal dari rektum dikelilingi oleh struktur-struktur otot sehingga rektum

kolaps dan kosong. Oleh karena itu, keputusan perlu atau tidaknya dilakukan

tindakan kolostomi atau anoplasty harus menunggu selama 16 – 24 jam kelahiran

sehingga tampak adanya bukti secara klinis.14

Malformasi anorektal letak tinggi pada bayi laki-laki dapat

dievaluasi melalui inspeksi perineum. Kolostomi atau operasi definitif

sebaiknya tidak dilakukan sebelum 24 jam pertama kelahiran. Dikarenakan


untuk mendorong mekonium keluar melalui fistula membutuhkan tekanan

intralumen yang cukup sehingga diperlukan evaluasi selama 24 jam. Pemeriksaan

Cross-table lateral X-Ray dapat dilakukan bila meconium tidak tampak di

perineum. Bila hasil menunjukkan gambaran gas rectum diatas coccyx maka

dilakukan tindakan kolostomi, begitupun bila ditemukan adanya flat bottom

maka dilakukan tindakankolostomi. Sedangkan pada bayi perempuan bila

dalam pemeriksaan Cross-table lateral X- Ray didapatkan letak rektum yang

tinggi maka dilakukan tindakan kolostomi.8,15

Malformasi anorektal letak rendah pada bayi laki-laki dapat

dievaluasi melalui inspeksi perineum. Bila didapatkan adanya fistula perineal

maka dilakukan tindakan anoplasty. Bila tidak ditemukan adanya fistel maka

dilakukan Cross-table lateral X-Ray bila didapatkan gambaran gas rektum

melewati tulang coccyx tanpa disertai dengan anomali organ lain maka

keadaan ini dinamakan malformasi anorektal dengan letak rendah dan dilakukan

tindakan Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP) dengan atau tanpa tindakan

kolostomi. Sedangkan pada bayi perempuan yang setelah dilakukan pemeriksaan

Cross-table lateral X-ray didapatkan gambaran gas rectum melewati tulang

coccyx maka dilakukan tindakan primary repair dengan atau tanpa kolostomi.8,15
Gambar 24. Algoritma Manajemen Malformasi Anorektal Pada Bayi Laki-Laki Yang
Baru Lahir. (Dikutip dari kepustakaan 15)

Gambar 25. Algoritma manajemen malformasi anorektal pada bayi perempuan yang
baru lahir. (Dikutip dari kepustakaan 15)
BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

1. Enrique C Adame, Jose M R Troche. Anorectal Disorder Diagnosis and


Non- Surgical Treatments. India : Elsevier. 2019. p. 7.

2. Darussalam D., Thaib TM. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Luaran Klinis
Malformasi Anorektal pada Neonatus di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Sari Pediatri; 2013. 15(1)

3. Hay W. Current Pediatric Diagnosis and Treatment 18th edition. United


States Of America. McGraw-Hill Companies; 2008.

4. Rania F Elsayed, Heba A Kamal, Nevien E. Recent Advances in MRI in


the Preoperative Assessment of Anorectal Malformation. Egypt Elsevier; 2016.

5. Lokananta Irene, Rochadi. Malformasi Anorektal. FK UGM : Yogyakarta.

6. Theodorus D S. Laporan kasus SMF/Bagian Ilmu Radiologi. Universitas Nusa


Cendana. Kupang; 2018.

7. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 : Organ Dalam.


Edisi 23. Jakarta: Egc. 2012.

8. Gangopadhyay AN., Pandey V. Anorectal Malformation. Journal of


Indian Association of Pediatrics Surgeon. India; 2015.

9. Bouchard B, Brochard C, Vinson Bonnet, et all. How to Manage Anal Ulceration


and Anorectal Stenosis in Crohn’s Disease: Algorithm-Based Decision Making.
France : Springer Nature Switzerland. 2019.

10. Min Ju Kim. Transrectal Ultrasonography of Anorectal Diseases: Advantages


and Disadvantages. Korea: Korean Society of Ultrasound in Medicine (KSUM).
2015.

11. Indra B, Dastamuar S, Hidayat R. Hubungan Tipe Malformasi Anorektal,


Kelainan Kongenital Penyerta, Sepsis, Dan Prematuritas Dengan Mortalitas
Pasien Malformasi Anorektal : Studi Pendahulu Pada Pasien Melformasi
Anorektal Yang Di Rawat Di RSUP Dr. Mohammad Hoesain Palembang Periode
2015-2017. FK Sriwijaya. Palembang; 2018.

12. Ademuyiwa, A. Determinants Of Mortality In Neonatal Intestinal Obstruction


In IleIfe, Nigeria. African Journal Of Paediatric Surgery. 2009.
13. Darussalam Dora, Thaib Tm. Factor Risiko Yang Mempengaruhi Luaran Klinis
Malformasi Anorektal Pada Neonates Di RSUD Dr. Zainoel Abiding, Banda
Aceh. Fk Unsyiah. Banda Aceh; 2013.

14. Levitt MA, Peña A. Anorectal Malformations. Orphanet Journal Of Rare


Diseases. 2007.

15. Levitt MA, Peña A. Imperforate Anus and Cloacal Malformations Chapter 35 in
shcraft's Pediatric Surgery Ed 6th. Holcomb GW, Murphy PJ, Ostile DJ, editors.
New York: Elsevier; 2014.

16. Soetikno DR. Radiologi Emergensi. PT Refika Aditama. Bandung; 2011. Hal.
288.

Anda mungkin juga menyukai