Anda di halaman 1dari 13

http://akreditasirumahsakitmpo.blogspot.

com/2017/09/panduan-pemberian-informasi-dan-
edukasi-pasien.html?m=1

MenuAboutContact UsPrivacy PolicyDisclaimerSitemap

AKREDITASI RUMAH SAKIT MPO


Akreditasi Rumah Sakit MPO, Manajemen penggunaan obat, Akreditasi Rumah Sakit JCI,
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012
MENU

Home » Kebijakan » MPO » Pedoman » PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI RUMAH SAKIT

PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI RUMAH SAKIT


Kebijakan, MPO, Pedoman

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 412//Dir-SK/XII/2016

TENTANG

PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI RUMAH SAKIT

DIREKTUR RUMAH SAKIT

MENIMBANG : 1. Bahwa dalam pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan Keluarga dapat
meningkatkan pengetahuan dan perilaku kesehatan untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal

2. Bahwa penyelenggaraan pendidikan pasien dan pemberian informasi di Rumah


Sakit diperlukan adanya Panduan Pemberian Informasi dan Edukasi.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2. Undang-Undang RI Nomor 72 tahun 1963 tentang Farmasi.

3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan


Pasien.

5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang Standar


Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN :

KESATU : Panduan pemberian informasi dan edukasi Rumah Sakit sebagaimana terlampir dalam
keputusan ini

KEDUA : Panduan berlaku sejak ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 (satu) tahun
sekali

KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukan
perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Tangerang

Tanggal : 30 Desember 2016

RUMAH SAKIT TANGERANG

Direktur
TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis

2. Komite Medis

3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit

4. Kepala Bagian Keperawatan

5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan

6. Instalasi Farmasi

7. Arsip

SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 412//Dir-SK/XII/2016

TANGGAL : 30 Desember 2016

BAB I

DEFINISI

A. Informasi

Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada komunikan. Menurut
Rakhmat (1986), proses informasi meliputi empat tahap, yakni tahap sensasi, persepsi, memori dan
berpikir. Tahap sensasi merupakan tahap yang paling awal dalam penerimaan informasi melalui alat
indera, sehinnga individu dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Selanjutnya individu
mempersepsikan objek, peristiwa, atau pun hubungan-hubungan yang diperoleh, kemudian
menyimpulkan atau menafsirkan informasi tersebut. Sensasi yang telah dipersepsikan oleh individu
direkam oleh memori.

Memori berperan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Dengan memori
inilah informasi dapat direkam, disimpan, dan kemudian digunakan kembali, jika diperlukan. Tahap
terakhir proses pengolahan informasi adalah berpikir, yang mempengaruhi penafsiran individu
terhadap stimuli. Berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan,
memecahkan persoalan, dan menghasilkan pengetahuan baru. Proses pengolahan informasi ini akan
dapat menimbulkan suatu perubahan pada sikap atau tindakan individu. Menurut Aristoteles (dalam
fisher, 1986), (dalam Tina Afianti, 2007), informasi dapat digunakan sebagai alat persuasi. Informasi
dapat digunakan untuk membujuk dan mempengaruhi perilaku manusia, atau untuk mengubah
perilaku manusia, sesuai yang diinginkan pemberi informasi. Melalui informasi individu mendapatkan
pengetahuan.

B. Edukasi

Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan perorangan


paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam
upaya meningkatkan status kesehatan peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan
penyakit. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah
pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi
tanpa disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan
bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan
merupakan intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan
demikian peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika
disampaikan dengan cara tatap muka langsung.

Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan,
sikap dan perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai
usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi
dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan
intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian
peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan
dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku
kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan
kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan.
Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat memakan waktu
yang lama, dibanding dengan cara koersi. Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi
masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya


pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan
kesehatan mengupayakan perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positf
terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

BAB II

RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain
dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan
kesehatan.

1. Sasaran Pendidikan Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat

2. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan

Menurut dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai


tempat. Dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:

a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, guru

b. Pendidikan kesehatan di Rumah Sakit, dilakukan di rumah sakit dengan sasaran pasien, keluarga
pasien, pengunjung, petugas Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar Rumah Sakit

c. Pendidikan kesehatan di Posyandu atau Desa Binaan dengan sasaran masyarakat sekitar

3. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan

Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat
pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark, sebagai berikut:

a. Promosi Kesehatan (Health Promotion).

Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan
hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan sebagainya.

b. Perlindungan Khusus (Specifik Protection)

Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini pendidikan kesehatan
sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat
tentang pentingnya imunisasi sebagai cara perlindungan terhadap penyakit pada orang dewasa
maupun pada anak-anaknya masih rendah.

c. Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit,
maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di dalam masyarakat. Bahkan kadang-
kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini akan
menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu
pendidikan kesehatan sangat diperlukan pada tahap ini.

d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)

Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit,
seringkali mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan
kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya.
Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan menjadi
cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu pendidikan
kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.

e. Rehabilitasi (rehabilitation)

Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk
memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena
kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-latihan
yang dianjurkan. Di samping itu orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu
untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai
anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja
untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

Rumah Sakit dalam memberikan materi dan proses edukasi pada pasien dan keluarga minimal berupa topik
sebagai berikut :

1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif & aman, termasuk potensi efek samping
obat

2. Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman

3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya, serta makanan

4. Diet dan nutrisi

5. Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi

BAB III

TATA LAKSANA

Dalam memberikan pelayanan informasi dan edukasi pada sasaran (pasien, keluarga, pengunjung,
dll) harus menggunakan komunikasi yang efektif agar tepat, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh
sasaran, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman). Komunikasi itu bisa bersifat
informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi)

1. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah :

a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia

c. Cara mendapatkan pelayanan

d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien
melebihi kemampuan rumah sakit. Akses informasi ini dapat diperoleh melalui Customer Service,
Admission, dan Website.

2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) :

a. Edukasi tentang obat

b. Edukasi tentang penyakit

c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari

d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya pasca dari
rumah sakit

e. Edukasi tentang Gizi

Akses untuk mendapatkan materi edukasi melalui unit PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit).
Pemberian edukasi dan informasi diberikan oleh semua petugas yang ada di Rumah Sakit baik
petugas medis maupun non medis. Edukasi dapat diberikan kepada siapa saja yang berada di
lingkungan Rumah Sakit maupun di luar Rumah Sakit, misalnya pelanggan intern (Yayasan Badan
Wakaf Rumah Sakir, petugas Rumah Sakit dan keluarga) dan pelanggan ekstern (pasien, pengunjung,
keluarga, pedagang, masyarakat).

Dalam pemberian materi atau pesan yang akan diberikan kepada sasaran harus disesuaikan dengan
kebutuhan kesehatan pasien keluarga dan masyarakat, sehingga dapat dirasakan langsung manfaatnya.
Sebelum melakukan edukasi, langkah awal petugas harus

menilai kebutuhan edukasi pasien dan keluarga (asesmen) berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):

1. Identitas dasar pasien

2. Kemampuan berbicara

3. Perlu penerjemah atau tidak

4. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga

5. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan

6. Hambatan emosional dan motivasi (emosional: depresi, senang dan marah)

7. Keterbatasan fisik dan kognitif

8. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi

Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan
pasien, yaitu:

1. Materi informasi apa yang disampaikan

a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat pemeriksaan)
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis

c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat, risiko,
serta kemungkinan efek samping/komplikasi

d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis

e. Prognosis

f. Dukungan (support) yang tersedia

2. Siapa yang diberi informasi

a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan

b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien

c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien jika
kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung

3. Kapan menyampaikan informasi

Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan

4. Di mana menyampaikannya

a. Ruang praktik dokter

b. Bangsal/ruangan tempat pasien dirawat

c. Ruang diskusi

5. Bagaimana menyampaikannya

a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telepon, juga tidak
diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.

b. Persiapan meliputi:

1) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh
tim).

2) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh
dari tv/radio, telepon.

3) Waktu yang cukup.

4) Media yang digunakan, seperti leaflet, lembar balik, dll.

c. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan, informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi
yang akan diberikan.

Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo,
Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam

A = Ajak Bicara

J = Jelaskan

I = Ingatkan

Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut :

Salam:

Beri salam dan sapa, tunjukkan bahwa petugas kesehatan bersedia meluangkan waktu untuk berbicara
dengan pasien/keluarga

Ajak Bicara:

Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien/keluarga mau dan
dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa petugas kesehatan menghargai
pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Petugas kesehatan dapat
menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.

Jelaskan:

Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang akan
dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan
penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas.

Ingatkan:

Pemberian informasi dan edukasi yang dilakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai materi
secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir percakapan, ingatkan pasien/keluarga
untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah
pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah
pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting. Pendukung dalam pelaksanaan
pemberian materi edukasi dengan menggunakan 2 metoda, yaitu secara langsung (tanya jawab, seminar,
ceramah, demonstrasi) dan tidak langsung (leaflet, lembar balik, pemasangan poster, papan pengumuman,
media elektronik, majalah, dll). Metode yang diberikan untuk pasien rawat inap dapat menggunakan teknik
secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan teknik tanya jawab, ceramah, demonstrasi,
dan pemberian leaflet. Sedangkan pemberian edukasi dan informasi untuk pasien rawat jalan dapat melalui
tatap muka, pemberian leaflet, pemasangan poster, papan pengumuman, dan media elektronik.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada sasaran diharapkan komunikasi yang disampaikan
dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Pada tahap selanjutnya diperlukan proses verifikasi bahwa
pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan. Pemahaman yang ditunjukkan oleh
pasien dan atau keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk :

1. Mengulangi materi yang diberikan

2. Mendemonstrasikan/memperagakan ketrampilan yang diajarkan


3. Mampu menunjukkan perubahan perilaku sesuai yang diajarkan

4. Bila kesulitan dengan bahasa, pasien dapat menggunakan bahasa isyarat atau dengan melibatkan
keluarganya.

Berikut ini contoh petugas kesehatan melakukan verifikasi tentang edukasi dan informasi kepada pasien
dan keluarga :

1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan senang,
maka verifikasi yang dilakukan dengan menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.

Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa
pelajari ?”.

2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan
fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi
edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.

3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (marah
atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti
tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.

Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.

Setiap petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada pasien wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau
keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan
edukasi dan informasi yang benar.

BAB IV

DOKUMENTASI

A. Pengertian

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi


tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan
berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan perawat sendiri (A. Aziz Alimul).
Dokumentasi dalam Bahasa Inggris berarti satu atau lebih lembar kertas resmi dengan tulisan diatasnya.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti bahan pustaka, baik berbentuk tulisan maupun
berbentuk rekaman lainnya seperti pita suara/kaset, video, film, gambar dan foto (Suyono trimo 1987,
hal 7). Pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga perlu didokumentasikan oleh tim
kesehatan yang telah memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien.
B. Tujuan

Tujuan dari kegiatan pendokumentasian asuhan, antara lain sebagai sarana komunikasi. Dokumentasi
yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk membantu koordinasi asuhan
yang diberikan oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota
tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan pada pasien.

Dokumentasi asuhan pada pasien dibuat untuk menunjang tertibnya administrasi dalam rangka upaya
peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

C. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Rumah Sakit

Sebelum memberikan edukasi pada pasien/keluarga, penilaian kebutuhan edukasi harus dikaji terlebih
dahulu oleh Dokter dan petugas kesehatan lainnya. Kebutuhan edukasi masing-masing pasien tidaklah
sama, tergantung dengan kondisi pasien saat itu. Kebutuhan edukasi pasien meliputi :

1. Tindakan pencegahan

2. Intervensi diit

3. Peralatan khusus

4. Pencegahan resiko jatuh

5. Manajemen nyeri

6. Penyakit

7. Pengobatan

8. Transfuse darah

9. Vaksinasi

10. Pelayanan rohani, dll yang tertuang di form penilaian edukasi.

Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan diberikan edukasi tersebut,
kemampuan belajar, kesiapan belajar, hambatan dan intervensi mengatasi hambatan, metode
pembelajaran, dan hasil yang dicapai. Form penilaian edukasi ini wajib diisi oleh Dokter Jaga atau Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) saat menjelaskan penyakit dan disertakan tandatangan, nama terang.

Form pemberian informasi dan edukasi diisi oleh semua petugas kesehatan yang melakukan asuhan
pada pasien. Materi yang diberikan dapat ditulis di kolom materi edukasi dengan menjabarkannya.
Apabila materi tersebut di bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode buku atau leaflet
tersebut di kolom materi edukasi dengan dibubuhkan tandatangan pemberi edukasi (petugas
kesehatan) dan penerima edukasi (pasien /keluarga). Sedangkan untuk pemberian informasi dan
edukasi di Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang telah disampaikan di kolom edukasi.

D. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Luar Rumah Sakit

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait pemberian informasi dan edukasi di luar Rumah
Sakit merupakan salah satu program untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, kesadaran dan
pemahaman masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan. Jenis kegiatan yang rutin dilaksanakan
Rumah Sakit seperti Posyandu dan pendidikan kesehatan di Daerah Binaan, pendidikan kesehatan di
sekolah, siaran radio/televisi yang sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit. Semua kegiatan harus
terdokumentasikan dalam bentuk laporan kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

Share

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

 SPO PENANGGULANGAN BILA TERJADI KONTAMINASISPO


PENANGGULANGAN BILA … Read More...

 SPO PENGARSIPAN DOKUMEN FARMASISPO PENGARSIPAN


DOKUMEN FARMA…Read More...

 SPO PENGADAAN PERBEKALAN FARMASISPO PENGADAAN


PERBEKALAN FARM…Read More...

 SPO PEMUSNAHAN BERKAS FARMASISPO PEMUSNAHAN


BERKAS FARM…Read More...

 SPO PENGARSIPAN FAKTURSPO PENGARSIPAN FAKTUR … Read


More...

0 Response to "PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI RUMAH SAKIT"

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda



Postingan Populer

 PANDUAN INSTALASI STERILISASI PUSAT (CSSD)


 PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI RUMAH SAKIT

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NOMOR : 412//Dir-SK/XII/2016 TENTANG PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI
DAN EDU KASI RUMAH SAKIT DIREK...

 PANDUAN POLA KETENAGAAN RUMAH SAKIT


 PEDOMAN PENYIMPANAN OBAT RUMAH SAKIT
 PANDUAN ORIENTASI KARYAWAN RUMAH SAKIT

Cari Artikel

Copyright 2016 Akreditasi Rumah Sakit MPOLicensed by Buku Tahu


Powered by Blogger.com

Anda mungkin juga menyukai