Description
BAB I PENDAHULUAN
1.1 1.
Definisi Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti
betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikirianpikiran atau informasi.
2.
Proses komunikasi efektif adalah pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh
pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerimaan pesan dan
tidak ada hambatan untuk hal itu.
Gambar 1.
Gambar 2.
3.
b.
Penerima (komunikan), yaitu orang yang menerima pesan (pasien, keluarga pasien, perawat,
dokter, petugas admission, dan lainnya).
c.
Media, yaitu sarana komunikasi yang berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi
pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima.
d.
Berita dapat berupa lisan, tertulis atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media
dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan
efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap. Media yang dapat digunakan melalui
telepon, lembar lipat, buklet, video, peraga.
e.
Pesan, yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya yang sudah dituangkan dalam suatu
bentuk, dan melalui lembaga komunikasi diteruskan kepada orang lain atau komunikan.
f.
Feed back (umpan balik), yaitu respon dari penerima terhadap pesan yang diterimanya. Pada
saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut: 1) Cara
berbicara
(talking),
termasuk
cara
bertanya
(kapan
4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut
tubuh, raut muka, dan sikap komunikator. g.
4.
Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh
penerima,
sehingga
dapat
mengurangi
tingkat
kesalahan
(kesalahpahaman). 5.
dilakukan tepat waktu, secara akurat , lengkap ,jelas, dimengerti ,tidak duplikasi ,dan tepat
kepada penerima informasi untuk mengurangi kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan
pasien. 6.
Pelaporan nilai kritis hasil laboratorium adalah cara melaporkan hasil laboratorium yang nilainya
memiliki resiko besar akan menimbulkan masalah dan harus segera dilaporkan.
1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Beberapa faktor komunikasi yang berperan
dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang obyektif dalam organisasi, menurut pendapat
Barnard (1968,175-181) adalah : 1. Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti 2. Harus
ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi 3. Jalur komunikasi seharusnya
langsung dan sependek mungkin 4. Garis informasi formal hendaknya dipergunakan secara
normal 5. Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah orang-orang
yang berkemampuan cakap 6. Setiap komunikasi haruslah disahkan 7. Situasi/suasana
Situasi/suasana
yang
hiruk
pikuk
atau
penuh
kebisingan
akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima
komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit
diterima. 8. Kejelasan pesan. Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan
komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara
komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini
akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu,
komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat
dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas. Perilaku yang terjadi
dalam suatu organisasi adalah merupakan unsur pokok dalam proses komunkasi. Komunikasi
sendiri merupakan usaha untuk mengubah perilaku.
4
BAB II RUANG LINGKUP
Tanpa
adanya
komunikasi
sesuatu
bisa
dipersepsikan
dan
diinterpretasikan berbeda dengan yang seharusnya. Apalagi orang yang berhadapan dengan
kita (tenaga kesehatan) mempunyai pengetahuan dan pemahaman serta prior knowledge yang
tidak sama dengan tenaga kesehatan.
2.1 Komunikasi Efektif di Lingkungan Rumah Sakit Komunikasi yang sering digunakan di rumah
sakit adalah komunikasi verbal.Komunikasi yang efektif kepada pasien harus disampaikan
dengan bahasa yang sesederhana mungkin, mudah dipahami, tidak menggunakan istilah medis
yang tidak dipahami oleh pasien dan disampaikan secara langsung. Akan tetapi, bukan berarti
komunikasi non verbal dikesampingkan karena justru penggunaan komunikasi non verbal sangat
berperan penting. Isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal yang disampaikan
oleh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasiennya. Komunikasi yang efektif di
dalam rumah sakit adalah merupakan suatu issue/persoalan kepemimpinan. Jadi, pimpinan
rumah sakit memahami dinamika komunikasi antar anggota kelompok profesional, dan antara
kelompok profesi, unit stuktural; antara kelompok profesional dan non profesional; anatara
kelompok profesional kesehatan dengan manajemen; antara profesional kesehatan keluarga;
serta dengan pihak luar rumah sakit, sebagai contoh. Pimpinan rumah sakit bukan hanya
menyusun parameter dari komunikasi efektif, tetapi juga berperan sebagai panutan (role model)
dengan mengkomunikasikan secara efektif misi, strategi, rencana dan informasi lain yang
relevan. Pimpinan memberi perhatian terhadap akurasi dan ketepatan waktu informasi dalam
rumah sakit. Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami oleh
resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan atau 5
tertulis.Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara
lisan dan yang diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi
lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera
/ cito. Profesional kesehatan seharusnya mempunyai kemampuan yang cukup untuk
berkomunikasi dengan keluarga pasien. Hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya
miskomunikasi akibat dari mispersepsi yang berdampak terhadap pelayanan rumah sakit.
Dampak tersebut tidak hanya dari segi material tapi juga citra pelayanan rumah sakit semakin
menurun. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), komunikasi efektif dokter pasien adalah
pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan
tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka
membangun kerjasama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal
dan non verbal akan menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya,
peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternative untuk
mengatasi permasalahnnya (KKI, 2006). Tenaga kesehatan harus memperhatikan hak pasien
termasuk hak menerima informasi secara jelas sehingga pasien dan keluarganya akan merasa
puas terhadap pelayanan yang diberikan. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat
berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa
pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih
hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien
suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk
memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaikbaiknya,
termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini
adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya sehingga keluhan negative
terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan. Bentuk-bentuk komunikasi adalah 1.
Komunikasi yang bersifat informasi (asuhan) Komunikasi yang bersifat informasi (asuhan) di
dalam rumah sakit adalah : a.
Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, public area, leaflet, lisan oleh
frontliner
b.
c.
Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front office, IGD, semua
titik-titik unit frontliner
d.
Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan asuhan
pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui custumer service, admission, website. 2.
Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit dan masyarakat
adalah a. Edukasi tentang obat b. Edukasi tentang penyakit c. Edukasi pasien tentang apa yang
harus dihindari d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
Menurut
Konsil
Kedokteran
Indonesia
(2006),
keterampilan
2.
Isi pesan (apa yang disampaikan). Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan
dengan tujuan komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
3.
Media yang digunakan. Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan dilakukan secara tatap
muka atau melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet, vcd, peraga.
4.
Penerima
(yang
diberi
informasi).
Bagaimana
karakternya?
Apa
kepentingannya? (langsung, tidak langsung). Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan
umpan balik. Dokter sebagai sumber atau pengirim pesan harus mencari tahu hasil
komunikasinya (apa yang dimengerti pasien?). Sejalan dengan keterampilan yang termuat
dalam empat unsur ditambah umpan balik tersebut, diperlukan kemampuan dalam hal-hal
berikut: 1. Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh). 4. Menjaga sikap
selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan gerak tubuh, raut muka
dan sikap dokter.
Ruang lingkup komunikasi dalam pelayanan kesehatan di RSIA Puri Betik Hati meliputi : 1.
2.
3.
Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga kesehatan lainnya
4.
2.2 Komunikasi Dengan Masyarakat 1. Populasi masyarakat Untuk daerah sasaran rumah sakit
populasi yang ada meliputi masyarakat umum tanpa mempunyai asuransi, masyarakat dengan
peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan yaitu peserta ex.
Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri), pasien kesecelakaan dengan menggunakan
asuransi Jasa Raharja, dan pasien peserta Asuransi Kesehatan lain seperti Garda Medika
Asuransi, Asuransi Sinarmas dll serta perusahaan-perusahaan swasta yang bekerjasama (PKS)
dalam pelayanan kesehatan bagi karyawan. 2. Strategi Komunikasi dilakukan melaui radio,
banner, spanduk dan komunikasi langsung ke masyarakat dan perusahaan-perusahaan. 3. Isi
informasi Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat di rumah sakit, jam
pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari masyarakat ke rumah sakit termasuk kualitas
pelayanan yang diberikan.
Komunikasi Efektif Dokter-Pasien Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupu
pasien dapat berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara
bergantian.Pasien sebagai pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien
sebagai pengirim pasien, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaab tenaga
medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan
pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping
obat yang mungkin terjadi serta dampak dan dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu.
Dalam penyampaian ini, tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami
apa yang disampaikan. Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan
memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien,
dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan
informasi dan pengetahua yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu secara proaktif
memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah disampaikannya.
Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang mempunyai pasien berumur dua
tahun memesankan kepada ibu pasien.“ Kalau dia panas, berikan obatnya” Pengertian panas
oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu
mencari cara untuk memastikan siibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan
menggunakan ukuran yang tepat yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan
termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si Ibu diminta memberikan obat yang telah
10
diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu yang
dimaksud dokter mengalami “panas” Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang
berbeda, rasa yang berbeda menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas
radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosis maupun jenis
obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak
terjadi salah interpretasi. Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti
sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru dapat dikatakan
lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkannya bahwa
tujuan komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkan) Disease
Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan
dokter
dalam
usaha
menegakkan
diagnosis,
termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala Ilness Centered Communication
Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang
secara individu merupakan pegalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi
kepentingannya,
apa
kekhawatirannya,
harapannya
apa,
apa
yang
dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998) Pada dasarnya komunikasi
efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah
bentuk relasi dokter-pasien (doctor-patient relationship), keduanya berada dalam level yang
sejajar dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
11
Di Dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh Van Dalen
(2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif. 1
32
Kotak 1
terbuka yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question by
doctor) Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/terstruktur yang
telah disusunnya sendiri (Doctor takes the lead through closed question by the order) Kotak 3 :
Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi kedua belah pihak
(Negotiating agenda by both) Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya
akan melahirkan keyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khusunya menciptakan satu
kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan
listening skills and training skills yang dapat diraih melalui latihan. Carma L Bylund & Gregory
Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter 2002,
menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun
dalam batasan definisi berikut: a.
b.
c.
12
2.
Tahap Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilaksanakan
oleh
petugas
admisi/registrasi
dan
perawat
untuk
mengumpulkan data pasien yang diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan
pada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dari : 1) Wawancara a) Wawancara Admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dengan tujuan mendapatkan data
umum dan data pasien b) Wawancara riwayat hidup Wawancara ini dilakukan perawat untuk
mendapatkan informasi tentang keluhan dan riwayat kesehatan pasien serta perjalanan
penyakitnya. Tujuan melakukan wawancara ini adalah untuk mengetahui alasan pasien datang
ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan. c) Wawancara terapetik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan hubungan sehat
yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi masalahnya.Wawancara ini
memberikan peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, 13
mengenal dan mengetahui masa lalunya. Wawancara terapetik banyak digunakan oleh
profesional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater. 2) Pemeriksaan fisik 3)
Pemeriksaan diagnostik 4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan
berkomunikasi
juga
sangat
berpengaruh
pada
kelengkapan data pasien, oleh karena itu peningkatan komunikasi seorang perawat perlu
mendapat perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang
berpengaruh pada waktu dan tempat
terjadinya
komunikasi,
penggunaan
bahasa,
usia
dan
perkembangan pasien. Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam
menyampaikan, menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang
menjadi kendala antara lain: a) Kemampuan bahasa Perawat perlu memperhatikan bahasa yang
mampu dipahami oleh pasien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat
berpengaruh terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai b)
Ketajaman panca indera Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan
mencium bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi dengan baik. Bagi pasien yang
mengalami gangguan pendengaran ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pengkajian, yaitu informasi
medik
yang
mengindikasikan
adanya
kelemahan
14
wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai
bentuk komunikasi non verbal. c) Kelemahan fungsi kognitif Adanya
gangguan/kelemahan
pada
fungsi
kognitif
dapat
b. Tahap Perumusan Diagnosis Diagnosis dirumuskan atas dasar data yang diperoleh dari tahap
pengkajian. Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah
yang dialami pasien. Diagnosis keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat
dan sikap kooperatif pasien.
15
d. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan komunikasi dalam berinteraksi
dengan pasien. Pada sat menghadapi pasien perawat perlu: 1) Menunjukkan raut wajah yang
mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi 2) Kontak
pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat 3) Fokus pada pasien 4)
Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti tindakan
keperawatan yang dilakukan 5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk
mendapatkan
informasi
banyakmendengarkan
dari
daripada
pasien. berbicara.
Perawat
lebih
Hal
akan
ini
Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis harus melakukan proses
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan Catat, baca kembali dan konfirmasi
ulang (CABAK) yaitu : 1) Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan Komunikasi dapat
dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan
harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat dan
padat
16
2) Penerima pesan mencatat isi pesan (CATAT) Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat
maka penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara jelas. 3) Isi pesan
dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima pesan (BACA) Setelah pesan dicatat,
penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak
terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik. 4) Penerima pesan mengkonfirmasikan
kembali isi pesan kepada pemberi pesan (KONFIRMASI) Pemberi pesan harus mendengarkan
pesan yang dibacakan kembali oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan
tersebut masih ada yang kurang atau salah.
3.
Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya)
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Puri Betik Hati antar pemberi layanan komunikasi yang terjadi menggunakan tekhnik SBAR.
SBAR merupakan suatu tekhnik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi
kemampuan komunikasi antara perawat dan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini 17
maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan
terstruktur. SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang
memerlukan perhatian dan tindakan segera. Tekhnik SBAR terdiri dari unsur Situation,
Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi
standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh
perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Empat (4)
Unsur SBAR yaitu: 1.
2.
Background Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini
3.
4.
Recommendation Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M, dkk, 2006) Situation
(S)
Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak nafas, nyeri dada, dll)
Background (B)
18
Status
gastrointestinal
(Nyeri
perut,
perdarahan,dsb)
Assessment
Recommendation
Problem kardiologi
Problem gastro-intestinal
Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)
Saya meminta dokter untuk : Memindahkan pasien ke ICU Segera datang melihat pasien
Mewakilkan dokter lain untuk datang Konsultasi ke dokter lain
Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan: Foto rontgen Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan EKG Pemberian oksigenasi Beta 2 agonis nebulizer
4.
a.
Spanduk a) Spanduk himbauan kesehatan yang berkaitan dengan peringatan hari-hari besar
nasional dan internasional, seperti : Peringatan hari kesehata, hari anak nasional, HIV AIDS
sedunia dll b) Spanduk pelayanan rumah sakit c) Spanduk kegiatan-kegiatan social
19
2) Standing Bunner tentang himbauan kesehatan 3) Baliho tentang pelayanan rumah sakit 4)
Sign Box dan Neon Box a) Pelayanan UGD 24 Jam b) Jadwal Poli Spesialis c) Neon Box
Pelayanan Rumah Sakit 5) Iklan di Radio mengenai pelayanan rumah sakit. 6) Brosur dan flayer
a) Brosur tentang pelayanan rumah sakit b) Flayer Gizi c) Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit
b.
Komunikasi langsung 1) Talkshow dokter umum di Radio 2) Penyuluhan kesehatan dalam safari
kesehatan ke masyarakat sekitar/perusahaan 3) Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan
senam lansia 4) Seminar kesehatan
5.
Komunikasi Asuhan dan Edukasi Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu: a.
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan Komunikasi yang bertujuan
untuk memberikan informasi asuhan ini biasanya dilakukan oleh petugas customer service,
registrasi dan admission yang meliputi: 1) Jam pelayanan 2) Pelayanan yang tersedia 3) Cara
mendapatkan pelayanan 4) Sumber alternatif mengenai asuhan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
20
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika menerima pasien: a)
Berdiri ketika pasien datang b) Mengucapkan
salam
dan
memperkenalkan
diri
(“selamat
Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting
informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah)
g) Menilai suasana lawan bicara h) Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik,
gerak/bahasa tubuh dari pasien) i)
Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan
perhatian dan kesungguhan mendengarkan
j)
k) Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah mau dibantu
untuk dibuatkan perjanjian l)
Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu
m) Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan n) Apabila
pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka dokter tetap menunjukkan raut wajah dan
sikap yang tenang o) Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bisa kami
bantu bpk/ibu?) p) Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya bpk/ibu. Apa bila
adalagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani penuh cinta kasih) 21
b. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga pasien Petugas rumah sakit berkewajiban untuk
melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien
bisa memahami pentingnya mengikuti proses pengobatan, tindakan, gizi, rehabilitasi medik,
manajemen nyeri dan manajemen jatuh yang telah ditetapkan. Terdapat 3 tahap dalam
pemberian edukasi 1) Tahap asesmen pasien Sebelum
melakukan
edukasi,
pertama-tama
petugas
menilai
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan pasien
Hal-hal yang perlu diperhatikan: a)
2) Tahap penyampaian informasi Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif
tergantung pada hasil asesmen pasien, yaitu : a)
Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasi
edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan edukasinya
b) Jika pasien memiliki ambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses komunikasi
edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur yang diberikan
kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
22
c)
Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi) maka proses komunikasi
edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur dan
menyarankan pasien untuk membacanya.
3) Tahap Verifikasi Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman edukasi yang diberikan: a)
Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang maka verifikasi
dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan
b) Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaan yang sama, yaitu “Apakah Bpk/Ibu bisa
memahami materi edukasi yang kami berikan?” c)
maka
verifikasi
dapat
dilakukan
dengan
cara
menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi
edukasi yang diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien diharapkan komunikasi yang disampaikan
dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari
rumah sakit diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
23
Komunikasi Efektif di Ruang Pendaftaran Pendaftaran dapat dilakukan oleh pasien melalui 2
(dua) cara, yaitu : a) Melalui telepon Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat
mendaftar pasien diminta menyebutkan namadokter yang dituju, nama pasien dan nomor rekam
medis oleh petugas operator. Petugas operator akan mengkonfirmasi apa yang didengarnya
untuk input pendaftaran. Dalam melakukan konfirmasi, komunikan terkadang menghadapi
kesulitan menuliskan sesuatu informasi sehingga harus menjabarkan hurufnya satu per satu
dengan menggunakan alfabeth, sebagai berikut : Kode Alfabet Internasional (Sumber :
Wikipedia)
24
b) Datang langsung Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus
dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk mendaftar. Setelah
pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan ke tempat yang sesuai dengan
pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut dengan 5S
(senyum, sambut, sapa, salam, Santun ) oleh petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa
salam hangat yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat
tersebut, pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan keperluan yang
dituju.
2.
Komunikasi Efektif Rawat Jalan Saat pasien berada di Instalas Rawat Jalan pasien harus
melakukan timbang, tensi, atau ukur tinggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat akan
melakukan komunikasi dengan melakukan 5S (senyum, sambut, sapa, salam, santun) dan
mengarahkan pasien sesuai dengan dokter/keperluan yang dituju. Rumah sakit menyediakan
ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan yang memerlukan konsultasi atau ingin mendapatkan
informasi. Konsultasi dilayani oleh dokter spesialis, dokter umum, bidan dan konselor. Konsultasi
dapat dilakukan secara individual dan berkelompok. Konsultasi secara berkelompok contohnya
kursus pra persalinan, kursus perawatan bayi dan senam hamil. Ruang konsultasi dilengkapi
dengan media komunikasi seperti laptop, LCD dan gambar-gambar. Pihak yang paling
berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang mengantarkannya ke rumah sakit.
Mereka ini tidak dalam keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi
dari berbagai media komunikasi yang tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di setiap poliklinik,
khususnya ruang tunggu, dipasang poster-poster, disediakan selebaran (leaflet), dipasang
televisi dan VCD/DVD player yang dirancang untuk menayangkan informasi tentang kesehatan.
25
Konsultasi yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap profesional, menurut Konsil
Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman,
aman, dan percaya yang merupakan
landasan
bagi
berlangsungnya
komunikasi
secara
efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terusmenerus sejak awal
konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi.
3.
Komunikasi Efektif Rawat Inap Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien
sangat ingin mengetahui seluk-beluk penyakitnya. Sementara pasien dengan penyakit kronis
dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda seperti apatis, agresif atau menarik diri. Hal ini
disebabkan penyakit kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan serta dampak
sosial kepada penderitanya. Kepada pasien seperti ini, kesabaran dari petugas rumah sakit
sangat diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi pemberdayaan. Beberapa cara
komunikasi pemberdayaan dapat dilakukan melalui konseling sebagai berikut : a.
Konseling di Tempat Tidur Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap
pasien rawat inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan harus
terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus mendatangi setiap pasien,
duduk di samping tempat tidur pasien tersebut dan melakukan pelayanan konseling. Dalam
melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga dan bila memungkinkan
dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi tentang penyakit pasien tersebut.
b.
Konseling Berkelompok Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat
dilakukan konseling secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan suatu
tempat atau ruangan untuk berkumpul. 26
Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap dan
perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada
pasien-pasien. Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media
komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk menayangkan
gambar atau film. Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati konseling berkelompok dilakukan
melalui senam hamil, kursus prapersalinan dan kursus perawatan bayi. Lingkungan yang
berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para penjenguk (pembesuk). Agar para
penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu yang dilengkapi dengan poster dan leaflet
tentang pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi yang menayangakan berbagai pesan
kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga diharapkan para penjenguk memperoleh informasi
yang nantinya dapat disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.
4.
Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien Prosesnya : a. Tahap
asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga
berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM): 1) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga. 2)
Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan. 3) Hambatan emosional
dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah) 4) Keterbatasan fisik dan kognitif. 5)
Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
27
melalui tahap asesmen pasien, di temukan : 1) Pasien dalam kondisi baik semua dan
emosionalnya senang, maka proses komunikasinya mudah disampaikan. 2) Jika pada tahap
asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang
efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu,
atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka. 3) Jika pada tahap asesmen
pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi
yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information. c.
Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan
memahami edukasi yang diberikan: 1) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan. Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”. 2) Apabila pasien pada tahap cara
memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya
adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang
telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”. 3) Apabila pasien pada tahap cara
memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka
verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi
edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan
28
ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan
diberikannya
informasi
dan
edukasi
pasien,
diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan
pasien. Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah
diberikan edukasi dan informasi yang benar.
29
BAB IV DOKUMENTASI
Komunikasi via telephone atau lisan didokumentasikan pada formulir catatan terintegrasi rawat
inap, edukasi yang sudah dilakukan di dokumentasikan pada formulir identifikasi kebutuhan
pendidikan dan pemberian edukasi didokumentasikan pada format edukasi. Hasil kegiatan yang
terkait dengan komunikasi efektif dilaporkan secara berkesinambungan dengan kegiatan
pendidikan pasien dan keluarga serta assesment pasien. Penjelasan dalam buku ini terbatas
pada pengertian umum tentang komunikasi efektif. Tentunya masih diperlukan cara lain agar
dokter dan staf di rumah sakit benar-benar dapatmelakukan komunikasi efektif dalam
menjalankan profesinya. Keterampilan berkomunikasi hanya bisa diperoleh dari praktik. Makin
banyak pengalaman seseorang melakukan komunikasi efektif ketika berhadapan dengan pasien
maupun pengunjung, maka keterampilannya akan semakin terasah. Tentunya akan sangat
membantu kalau seseorang juga menambah pengetahuan dan wawasannya. Mengikuti
pelatihan khusus, selain sebagai penyegaran tapi juga bisa menambah kemampuan, adalah
cara lain yang dianjurkan agar mampu melakukan komunikasi efektif dengan pasien maupun
pengunjung di rumah sakit. Menurut Konsil Kedokterean Indonesia (2006), memahami perspektif
seseorang adalah sikap yang dianjurkan dalam komunikasi. Sikap tersebut akan mengantar
pada pengembangan perilaku seseorang yang menunjukkan adanya penghargaan terhadap
kepercayaan pasien yang berkaitan dengan penyakitnya (tidak menyemooh atau melecehkan),
melakukan penggalian (eksplorasi) terhadap keadaan pasien, memahami kekhawatiran dan
harapannya, berusaha memahami ungkapan emosi pasien, mampu merespon secara verbal dan
non-verbal dalam cara yang mudah dipahami pasien. Perhatian terhadap bio, psiko sosio,
budaya dan norma-norma setempat untuk menetapkan dan mempertahankan terapi paripurna
dan hubungan dokter-pasien yang profesional, sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan
pasien. Perhatian dalam pengembangan komunikasi efektif 30
dengan pasien tidaklah terbatas hanya pada diri seorang dokter semata melainkan juga
melibatkan semua jenjang yang dilalui pasien. Dokter perlu memasukkan semua pihak yang ikut
berperan dalam upaya penyembuhan atau perawatannya agar komunikasinya bisa efektif. Tidak
semua informasi yang diperlukan pasien bisa dituntaskan oleh dokter di ruang praktiknya.
Penyediaan media pendukung komunikasi, yaitu media cetak seperti lembar balik (flipchart),
lembar lipat (leaflet), poster, selebaran (flyer), buklet dan media elektronik (vcd) akan sangat
membantu efektivitas komunikasi. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau
rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang
lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan
komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar
belakang budaya sehingga keluhan negatif terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Selain itu, apabila setiap profesi kesehatan memegang teguh kode etik profesi yang telah
dirumuskan oleh masing-masing profesi dan menerapkannya di dalam pemberian pelayanan
kepada pasien maka komplain tidak akan terjadi. Disamping itu, setiap profesi kesehatan harus
meningkatkan motivasi internalnya untuk menolong sesama manusia. Tidak sekedar motivasi
material tapi juga keikhlasan berbuat menolong sesama manusia dalam rangka beribadah
kepadaNya.
31
BAB V PENUTUP
Dengan ditetapkannya Panduan Komunikasi Efektif di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati,
diharapkan dapat menjawab permasalahan tentang bagaimana komunikasi yang efektif di RSIA
Puri Betik Hati. Dalam pelaksanaannya di lapangan, panduan komunikasi efektif di rumah sakit
ini sudah barang tentu akan menghadapi berbagai kendala, antara lain sumber daya manusia.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Panduan Komunikasi Efektif di RSIA Puri Betik Hati perlu
komitmen dan dukungan dari pihak manajemen dan seluruh karyawan, sehingga pelayanan
rumah sakit pada umumnya akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan rumah sakit akan
dirasakan manfaatnya oleh pasien/masyarakat.
32