Anda di halaman 1dari 20

Fadhailud Da’wah

Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah Ta‟ala dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah (mad‟u) yang kita dakwahi beriman
kepada Allah Ta‟ala dan mengingkari thaghut (semua yang diabdi selain Allah) sehingga
mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.
Jika kita mencermati ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam, kita akan banyak menemukan pembicaraan mengenai fadhail (keutamaan)
dakwah yang luar biasa. Penting bagi kita untuk mengetahui, memahami, dan menghayati
tentang keutamaan dakwah ini, agar memiliki motivasi yang kuat untuk berdakwah dan
bergabung bersama kafilah dakwah dimanapun ia berada; juga dapat menjaga konsistensi,
semangat, serta menjadikan kita merasa ringan menghadapi beban dan rintangan dakwah
betapapun beratnya.
Beberapa keutamaan dakwah yang dapat kita sebutkan dalam pokok bahasan ini adalah:
Pertama, dakwah adalah muhimmatur rusul (tugas utama para rasul) alaihimus salam.
Para rasul „alaihimus salam adalah orang yang diutus oleh Allah Ta‟ala untuk melakukan
tugas utama mereka yakni berdakwah kepada Allah. Keutamaan dakwah terletak pada
disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam serta para nabi dan rasul „alaihimus salam.
ْ ُْ ََ ‫ََ َ َ هَ َ َ ُ ْ َ َ ه‬ َ َ َ ‫ُك ْل َهره َطبُلي َؤ ْد ُغى إ َلى ه‬
‫اَّلل َو َما ؤها ِم َن اْلش ِس ِك َين‬
ِ ‫اَّلل غلى ب ِص َير ٍة ؤها وم ِن اجبػ ِجي وطبحان‬
ِ ِ ِ ِ ِِ
“Katakanlah (Hai Muhammad): „Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku
berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan
aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik‟”. (QS. Yusuf, 12: 108).
Ayat di atas menjelaskan bahwa jalan yang dilalui oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam dan para pengikut beliau adalah jalan dakwah. Maka barangsiapa mengaku menjadi
pengikut beliau, ia harus terlibat dalam dakwah sesuai kemampuannya masing-masing. Ibnul
Al-Qayyim Al-Jauziyyah berkata, “Tidaklah seseorang itu murni sebagai pengikut
Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam sampai ia mau mendakwahkan apa-apa yang
didakwahkan oleh beliau dengan dasar ilmu yang mendalam.”1
Tentang Nabi Nuh „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan kesibukan beliau yang tak
kenal henti dalam menjalankan tugas berdakwah siang dan malam:
‫َ ا‬ َ ّ َ ‫َك‬
‫ال َز ِ ّب ِإ ِوي َد َغ ْى ُث ك ْى ِمي ل ًُْل َو َن َها ازا‬
“Nuh berkata: „Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah mendakwahi (menyeru) kaumku malam
dan siang.‟” (QS. Nuh, 71: 5).
Tentang Nabi Ibrahim „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan dakwah yang beliau
lakukan kepada ayah dan ummatnya,

1
Miftah Dar As-Sa‟adah, jilid 1 hal. 154

1
“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim, ketika ia berkata kepada bapaknya dan
kaumnya: „Apakah yang kamu sembah?‟ Mereka menjawab: „Kami menyembah berhala-
berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya‟. Berkata Ibrahim: „Apakah berhala-
berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya), atau (dapatkah) mereka
memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?‟ Mereka menjawab: „(Bukan karena
itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian‟. Ibrahim berkata:
„Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek
moyang kamu yang dahulu? Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah
musuhku, kecuali Tuhan semesta alam, (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka
Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku,
kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan yang amat kuinginkan akan mengampuni
kesalahanku pada hari kiamat". (QS. Asy-Syuara, 26: 69-82).
Tentang Nabi Musa „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan dakwah beliau dalam banyak
ayat-ayat Al-Quran, diantaranya,
َ ََ َ ْ ّ َ َ َ َ َ َ ‫َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ َ ٰ َ َ َ ٰ ْ َ ْ َن‬
‫ال ِإ ِوي َز ُطى ُل َز ِ ّب ال َػ ِاْل َين فل هما َحا َء ُه ْم ِب َأًا ِج َىا ِإذا ُه ْم ِم ْن َها‬ ‫وللد ؤزطلىا مىس ى ِبأًا ِجىا ِإلى ِفسغى ومل ِئ ِه فل‬
َ‫َ ْ َ ُ ن‬
‫ًضحكى‬
“Dan sesunguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami
kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: „Sesungguhnya aku
adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam‟. Maka tatkala dia datang kepada mereka
dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya.”
(QS. Az-Zukhruf, 43: 46-47).
Tentang Nabi Isa „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan dakwah beliau dalam firman-
Nya,
َ ‫ع هالري َج ْخ َخل ُفى َن فُه ۖ َف هاج ُلىا ه‬ ْ َ ُ َ َ ّ َ ُ َ ْ ْ ُ ُ ْ ْ َ َ ‫ِس ٰى ب ْال َب ِّ َىاث َك‬ َ ‫َو َْلها َح َاء غ‬
‫اَّلل‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫ال كد ِحئخك ْم ِبال ِحك َم ِت وِِلب ِين لك ْم بػ‬ ِ ِ ِ ِ
َ ٌ َ ٰ ُ
ٌ ‫اغ ُبد ُوه ۚ َهرا ص َساغ ُم ْظخ ِل‬ َ ُ ‫ه‬ ‫ه‬
َ ‫ُػىن إن‬
ْ ‫اَّلل ُه َى َزّبي َو َز ُّبك ْم ف‬ ُ َ َ
‫ُم‬ ِ ِ ِ ِ ‫وؤ ِػ‬
“Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: „Sesungguhnya aku datang
kepadamu dengan membawa hikmah2 dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa
yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku‟.
Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, ini adalah jalan
yang lurus.” (QS. Az-Zukhruf, 43: 63-64).
Pintu kenabian dan kerasulan memang sudah tertutup selama-lamanya, namun kita masih
dapat mewarisi pekerjaan dan tugas mulia mereka, sehingga kita berharap semoga Allah
Ta‟ala berkenan memuliakan kita.
Kedua, dakwah adalah ahsanul a‟mal (amal yang terbaik).
Dakwah adalah amal yang terbaik karena tujuannya adalah menjaga keberlangsungan amal
Islami di dalam setiap pribadi dan masyarakat. Allah Ta‟ala berfirman,

2
Yang dimaksud dengan hikmah di sini ialah kenabian, Injil dan hukum.

2
ُْ َ ‫ص ِال احا َو َك‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْا ه ْ َ َ َ ه‬
‫ال ِإ هه ِجي ِم َن اْل ْظ ِل ِم َين‬ َ ‫اَّلل َو َغم َل‬
ِ ِ ‫ومن ؤحظن كىًل ِممن دغا ِإلى‬
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: „Sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang menyerah diri?‟” (QS. Fushilat, 41: 33).
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: “Allah Ta‟ala menyeru
manusia: „Wahai manusia, siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang
mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti
pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-hamba Allah untuk
mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia kerjakan.” 3
Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang terbaik? Sementara dakwah
adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para nabi dan rasul „alaihimus salam.
Sayyid Quthb rahimahullah berkata dalam Fi Zhilal Al-Quran: “Sesungguhnya kalimat
dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan
kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang
membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan
diri di dalamnya. Dengan demikian jadilah dakwah ini murni untuk Allah, tidak ada
kepentingan bagi seorang da‟i kecuali menyampaikan. Setelah itu tidak pantas kalimat
seorang da‟i kita sikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena
seorang da‟i datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan
yang amat tinggi…” (Fi Zhilal Al-Quran, 6/295).
Ketiga, dakwah memiliki keutamaan yang besar karena para da‘i akan memperoleh balasan
yang besar dan berlipat ganda (al-hushulu „ala al-ajri al-„azhim).
‫اَّلل ب َك َز ُح اًل َخ ْي ٌر َل َك م ْن َؤ ْن ًَ ُكى َن َل َك ُح ْم ُس ه‬
‫الى َػ ِم‬ ُ ‫اَّلل َ َِل ْن َي ْهد َي ه‬
‫َ ّ ََ ه‬
‫ى‬ ‫((ف‬ : ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ػ‬ ‫ل‬ ‫ملسو هيلع هللا ىلص‬ ‫هللا‬ َ ‫َك‬
ُ ‫ال َز ُطى‬
‫ل‬
ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ
Sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah,
sesungguhnya Allah Ta‟ala menunjuki seseorang dengan (da‟wah)mu maka itu lebih bagimu
dari unta merah.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Ibnu Hajar Al-‗Asqalani rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa:
“Unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu.”
Hadits ini menunjukkan bahwa usaha seorang da‘i menyampaikan hidayah kepada seseorang
adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah Ta‟ala, lebih besar dan lebih baik dari
kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.
Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan,
‫َ َ ُّ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ا َ ْ ٌ َ َ ه َ َ َ ْ َ َ ْ ه‬
ُ ‫الش ْم‬
‫ع‬ ‫ ِلن يه ِدي هللا غلى ًدًك زحًل خير لك ِمما ػلػت غلُ ِه‬،‫ًا غ ِلي‬
―Wahai Ali, sesungguhnya Allah Ta‟ala menunjuki seseorang dengan usaha kedua
tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya
(lebih baik dari dunia dan isinya).” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).

3
Tafsir Ath-Thabari, Jami‟ul Bayan Fi Ta‟wil Al-Quran, 21/468

3
َ ‫الى ْم َل َت في ُج ْحس َها َو َح هتى ْال ُح‬ َْ َ َ َ ‫ه هَ َ ََ َ َ ُ ََ ْ َ ه‬
‫ْلا َزط َين َح هتى ه‬
‫ىث‬ ِ ِ ِ ِ ‫ ِإن اَّلل ومًل ِئكخه وؤهل الظمى‬:‫كال زطىل هللا ملسو هيلع هللا ىلص‬
‫اث و‬
َ ْ
‫اض الخ ْي َر‬ ‫َ ُ َ ُّ َ َ َ ُ َ ّ ه‬
ِ ‫لُصلىن غلى مػ ِل ِم الى‬
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta‟ala memberi
banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di
lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada
orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).
Berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar
kebaikan yang diperoleh oleh seorang da‘i dengan doa mereka semua!
Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits tersebut juga mengutip ucapan Fudhail bin ‗Iyadh
rahimahullah yang mengatakan:
َ ‫َغال ٌم َغام ٌل ُم َػ ّل ٌم ًُ ْد َعى َكب ايرا في َم َل ُكىث ه‬
ِ ‫الظ َمى‬
‫اث‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang
besar (mulia) di kerajaan langit.”
Keagungan balasan bagi orang yang berdakwah tidak hanya pada besarnya balasan untuknya
tetapi juga karena terus menerusnya ganjaran itu mengalir kepadanya meskipun ia telah
wafat.
Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berikut ini,
َ
‫ىز ِه ْم ش ْي ٌء‬ ُ ُ ْ ُ ُ َْ ََ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ُ َ ‫َ ْ َ ه ْ ْ َ ُ ه ا َ َ َ ا‬
ِ ‫من طن ِفي ِْلاطًل ِم طىت حظىت فػ ِمل ِبها بػده ك ِخب له ِمثل ؤح ِس من غ ِمل ِبها وًل ًىلص ِمن ؤح‬
َ َ ُ ‫َو َم ْن َط هن في ْْلا ْط ًَلم ُط هى ات َط ُّ ََئ ات َف ُػم َل ب َها َب ْػ َد ُه ُك ِخ َب َغ َل ُْ ِه م ْث ُل و ْشز َم ْن َغم َل ب َها َوًَل ًَ ْى ُل‬
‫ص ِم ْن ؤ ْوشا ِز ِه ْم‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ
‫ش ْي ٌء‬
“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya
dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang
mencontohnya tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka yang mencontohnya. Dan
barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain,
maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi dosa
mereka yang menirunya.” (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).
Keempat, da‘wah dapat menyelamatkan kita dari azab Allah Ta‟ala (an-najatu minal „azab)
Dakwah yang dilakukan oleh seorang da‘i akan membawa manfaat bagi dirinya sebelum
manfaat itu dirasakan oleh orang lain yang menjadi objek dawahnya (mad‘u). Manfaat itu
antara lain adalah terlepasnya tanggung jawabnya di hadapan Allah Ta‟ala sehingga ia
terhindar dari adzab Allah.
Tersebutlah sebuah daerah yang bernama ―Aylah‖ atau ―Eliah‖ sebuah perkampungan Bani
Israil. Penduduknya diperintahkan Allah untuk menghormati hari Jumat dan menjadikannya
hari besar, namun mereka tidak bersedia dan lebih menyukai hari Sabtu. Sebagai

4
hukumannya Allah Ta‟ala melarang mereka untuk mencari dan memakan ikan di hari Sabtu,
dan Allah Ta‟ala membuat ikan-ikan tidak muncul kecuali di hari Sabtu. Sekelompok orang
kemudian melanggar larangan ini dan membuat perangkap ikan sehingga ikan-ikan di hari
Sabtu masuk ke dalam perangkap lalu mereka mengambilnya di hari ahad dan memakannya.
Sementara orang-orang yang tidak melanggar larangan Allah Ta‟ala terbagi menjadi dua
kelompok yaitu mereka yang mencegah kemunkaran dan mereka yang diam saja.4
Terjadilah dialog antara orang-orang yang diam saja dengan mereka yang berdakwah
mengingatkan saudara-saudaranya yang melanggar larangan Allah. Dialog ini disebutkan
dalam Al-Quran:
ُ َْ ْ ‫اط َإ ْل ُه ْم َغن ْال َل ْسٍَ ِت هالتي َك َاه ْت َحاط َس َة ْال َب ْحس إ ْذ ٌَ ْػ ُدو َن في ه‬
‫الظ ْب ِت ِإذ جإ ِج ِيه ْم ِح َُخ ُان ُه ْم ًَ ْى َم َط ْب ِت ِه ْم ش هس اغا َو ٍَ ْى َم‬ ْ ‫َو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ُ ُ ‫َ َ ْ ُ َ َ َ ْ ْ َ َٰ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ُ َ ْ ُ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُ ه ٌ ْ ُ ْ َ َ ُ َ َ ْ ا ه‬
‫اَّلل ُم ْه ِلك ُه ْم ؤ ْو‬ ۙ ‫ًل ٌظ ِبخىن ۙ ًل جإ ِج ِيهم ۚ كر ِلك هبلىهم ِبما كاهىا ًفظلىن وِإذ كالت ؤمت ِمنهم ِلم ح ِػظىن كىما‬
َ َ ‫ُم َػ ّر ُب ُه ْم َغ َر اابا َشد اًدا ۖ َك ُالىا َم ْػر َز اة إ َل ٰى َزّب ُك ْم َو َل َػ هل ُه ْم ًَ هخ ُلى َن َف َل هما َو ُظىا َما ُذ ّك ُسوا به َؤ ْه َج ُْ َىا هالر‬
‫ًن ًَ ْن َه ْىن َغ ِن‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ‫َ َ ُ َ ْ ُ ُ ن‬ َ َ َ ُ َ َ َ ِ ‫ُّ َ َ َ ْ َ ه‬
‫ِع ِبما كاهىا ًفظلى‬ ٍ ‫اب ب ِئ‬
ٍ ‫ىء وؤخرها ال ِرًن ظلمىا ِبػر‬ ِ ‫الظ‬
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri5 yang terletak di dekat laut ketika
mereka melanggar aturan pada hari Sabtu6, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan
Sabtu ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka
disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka
berkata: „Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau
mengazab mereka dengan azab yang amat keras?‟ Mereka menjawab: „Agar kami
mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu7, dan supaya mereka
bertakwa.‟ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami
selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada
orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS.
Al-A‘raf, 7: 163-165).
Perhatikanlah jawaban orang-orang yang berdakwah ketika ditanya mengapa mereka
menasehati orang-orang yang melanggar perintah Allah,
ُ َ ‫ا‬
‫َم ْػ ِر َزة ِإلى َزِّبك ْم‬
“Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu.” Kami
berdakwah agar menjadi argumentasi dan penyelamat kami dihadapan Allah Ta‟ala.
‫َ ه‬
‫َول َػل ُه ْم ًَ هخ ُلى َن‬
“Mudah-mudahan mereka bertaqwa.”

4
Lihat Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 65 dan 66 dan surat Al-A‘raf ayat 163-166.
5
Yaitu kota Eliah yang terletak di pantai Laut Merah antara kota Madyan dan bukit Thur.
6
Menurut aturan itu mereka tidak boleh bekerja pada hari Sabtu, karena hari Sabtu itu dikhususkan hanya untuk
beribadat.
7
Alasan mereka itu ialah bahwa mereka telah melaksanakan perintah Allah untuk memberi peringatan.

5
Perhatikan pula bahwa yang diselamatkan oleh Allah Ta‟ala dari adzab-Nya adalah orang-
orang yang melarang perbuatan maksiat.
Dakwah dan amar ma‘ruf nahi munkar adalah kontrol sosial yang harus dilakukan oleh kaum
muslimin agar kehidupan ini selalu didominasi oleh kebaikan. Karena jika kebatilan yang
mendominasi kehidupan, tentu akan menyebabkan turunnya teguran atau adzab dari Allah
Ta‟ala. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,

‫ظ ُه ْم‬ُ ‫ظ ُه ْم َؤ ْغ ًَل َها َو َب ْػ‬


ُ ‫اب َب ْػ‬ َ ‫اط َت َه ُمىا َغ َلى َطف َُىت َف َإ‬
َ ‫ص‬ ْ ‫اَّلل َو ْال َىاكؼ ف َيها َك َم َثل َك ْىم‬ ‫ه‬ ُ ُ ََ َْ ََ
ٍ ِ ٍ ِ ِ ِِ ِ ‫مث ُل اللا ِئ ِم غلى حد ِود‬
َ ْ َ َ َ ُ ََ َ َ َ َْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ‫َ ْ َََ ََ َ ه‬
‫اط َخل ْىا ِم ْن اْل ِاء َم ُّسوا َغلى َم ْن ف ْىك ُه ْم فلالىا ل ْى ؤ هها خ َسك َىا ِفي ه ِص ِِب َىا‬ ‫ؤطفلها فكان ال ِرًن ِفي ؤطف ِلها ِإذا‬
‫ُػا َوإ ْن َؤ َخ ُروا َغ َلى َؤ ًْديه ْم َه َج ْىا َو َه َج ْىا َحم ا‬
‫ُػا‬ ‫ىه ْم َو َما َؤ َز ُادوا َه َل ُكىا َحم ا‬
ُ ‫َخ ْس اكا َو َل ْم ُه ْؤذ َم ْن َف ْى َك َىا َفئ ْن ًَ ْت ُر ُك‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Perumpamaan orang yang tegak di atas hukum-hukum Allah dengan orang yang
melanggarnya seperti kaum yang menempati posisinya di atas bahtera, ada sebagian yang
mendapatkan tempat di atas, dan ada sebagian yang mendapat tempat di bawah. Mereka
yang berada di bawah jika akan mengambil air harus melewati orang yang berada di atas,
lalu mereka berkata: „Jika kita membolongi bagian bawah milik kita dan tidak mengganggu
mereka.‟ Kalau mereka membiarkan keinginan orang yang akan membolongi, mereka semua
celaka, dan jika mereka (yang berada di bagian atas bahtera) menahan tangan mereka (yang
berada di bagian bawah bahtera) maka selamatlah semuanya.” (HR. Bukhari).
ْ َ‫ َو هالري َه ْفس ي ب َُده َل َخ ْإ ُم ُس هن ب ْاْل‬:‫ال‬ َ َ ‫َ ْ ه َه هُ ََْ َ َ ه‬ َْ ْ َ ََْ ُ ْ َ
‫وف‬
ِ ‫س‬ُ ‫ػ‬ ِ ِِ ِ ِ ِ َ ‫غن حرًفت ب ِن الُ َم ِان غن الى ِب ّ ِي صلى اَّلل غلُ ِه وطلم ك‬
ُ َ ُ َ َ ْ ُ َ َ ُ َ ُ ْ َ ‫َ َ َ َْ ُ ه َ ْ ُْْ َ َ ْ َ ُ َ ه ه ُ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ ا ْ ُ ُ ه‬
‫اب لك ْم‬ ‫ىشكن اَّلل ؤن ًبػث غلُكم ِغلابا ِمىه ثم جدغىهه فًل ٌظخج‬ ِ ُ‫ولخنهىن غن اْلىك ِس ؤو ل‬
Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu „anhu dari Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa
sallam beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus
melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya
kemudian jika kalian berdoa kepada-Nya, maka Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR
Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).
Kelima, dakwah adalah jalan menuju khairu ummah.
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berhasil mengubah masyarakat jahiliyah menjadi
ummat terbaik sepanjang zaman dengan dakwah beliau. Dakwah secara umum dan
pembinaan kader secara khusus adalah jalan satu-satunya menuju terbentuknya khairu
ummah yang kita idam-idamkan. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melakukan
tarbiyah mencetak kader-kader dakwah di kalangan para sahabat beliau di rumah Arqam bin
Abil Arqam radhiyallahu „anhu, beliau juga mengutus Mush‘ab bin Umair ra ke Madinah
untuk membentuk basis dan cikal bakal masyarakat terbaik di Madinah.
Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam ini adalah juga jalan yang
harus kita tempuh untuk mengembalikan kembali kejayaan ummat. Imam Malik bin Anas
berkata,
ُ َ ُ َ َ ‫ُه ه‬ ُْ َ َ
‫صل َح ِب ِه ؤ هول َها‬ ‫صل ُح ِآخ ُس َه ِر ِه ْلام ِت ِإًل ِبما‬ ً ‫ًل‬

6
“Akhir ummat ini tidak menjadi baik kecuali menggunakan cara yang digunakan untuk
memperbaiki generasi awalnya.”8
Ummat Islam harus memainkan peran dakwah dan amar ma‘ruf nahi munkar dalam semua
keadaannya, baik ketika memperjuangkan terbentuknya khairu ummah maupun ketika cita-
cita khairu ummah itu telah terwujud. Allah Ta‟ala berfirman,
‫ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ ه ُ ْ َ ْ ه َ ْ ُ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َن َ ْ ُ ْ َ َ ُ ْ ُ َن ه‬
ۗ ‫اَّلل‬
ِ ‫وف وجنهى غ ِن اْلىك ِس وجؤ ِمىى ِب‬ِ ‫اض جإمسون ِباْلػس‬
ِ ‫كىخم خير ؤم ٍت ؤخ ِسحت ِللى‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3:
110).
Al-Hayatu Ar-Rabbaniyyah
Dengan semua keutamaan dakwah di atas, berarti seorang da‘i dengan dakwahnya sedang
menjalani hidupnya dengan kehidupan rabbaniyyah yakni kehidupan yang selalu berorientasi
kepada Allah Ta‟ala dan kehidupan yang selalu diisi dengan belajar Al-Quran yang menjadi
sumber kebaikan serta mengajarkannya kepada orang lain.
ُ ُ َٰ ‫ْ ُ ن ه‬ ‫الى ُب هى َة ُث هم ًَ ُلى َل ل هلى ُ ُ َ ا‬ ُّ ‫اب َو ْال ُح ْك َم َو‬ ُ ‫ان ل َب َشس َؤ ْن ًُ ْؤج َُ ُه ه‬
َ ‫اَّلل ْالك َخ‬ َ َ َ
‫اَّلل َول ِك ْن كىهىا‬
ِ ِ ‫اض كىهىا ِغبادا ِلي ِمن دو‬ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ‫ما ك‬
ُ َ ‫َزهباه ُّ َين ب َما ُك ْى ُخ ْم ُح َػ ّل ُمى َن ْالك َخ‬
‫اب َو ِب َما ك ْى ُخ ْم َج ْد ُز ُطى َن‬ ِ ِ ِ ِِ
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: „Hendaklah kamu menjadi penyembah-
penyembahku bukan penyembah Allah.‟ akan tetapi (dia berkata): „Hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.‟” (QS. Ali Imran, 3: 79).
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah Ta‟ala untuk mengajak
ummatnya agar menjadi orang-orang yang Rabbani yakni mereka yang selalu belajar dan
mengajarkan Al-Quran sehingga hidup mereka menjadi rabbani pula. Dakwah adalah
aktivitas belajar dan mengajarkan Al-Quran baik dengan membacanya, memahaminya,
mengamalkannya, memperjuangkan tegaknya hukum-hukumnya, dan konsisten dalam
melakukan itu semua.
Kehidupan rabbaniyyah adalah kehidupan seorang da‘i yang selalu mengorientasikan semua
aktivitasnya kepada Allah Ta‟ala, Rabbnya, di mana kehidupan, kematian, ibadah mahdhah
maupun ghairu mahdhah semuanya dipersembahkan untuk Allah Ta‟ala. Ibadah yang
menjadi tujuan hidup semua manusia dilaksanakan untuk mengagungkan Allah Ta‟ala
seagung-agungnya dan untuk menyatakan kehinaan dan kelemahan kita di hadapan-Nya.
Dakwah adalah salah satu bentuk pengagungan kepada Allah Ta‟ala yang paling utama,
karena di dalamnya seorang da‘i meninggikan kalimat-Nya melalui lisannya, amalnya, dan
ajakannya kepada orang lain. Di dalam dakwah seorang da‘i bersabar menghadapi berbagai
ujian berat semata-mata demi mengagungkan Allah Ta‟ala. Semakin berat tantangan dan
ujian dalam mengagungkan Allah Ta‟ala, semakin besar dan mulia pengagungan itu di sisi
Allah Ta‟ala.

8
Nashiruddin Al-AlBani, Fiqhul Waqi‘ hlm 22

7
َ ْ ‫ه‬ َ َ َ َ َُ ‫ص ًَلحي َو ُو ُظكي َو َم ْح‬
َ ‫ُ ه‬
‫َّلل َز ِ ّب ال َػ ِاْل َين‬
ِ ِ ‫اي ومما ِحي‬ ِ ِ ‫ك ْل ِإن‬
“Katakanlah: „Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Rabb semesta alam.‟” (QS. Al-An‘am, 6: 162).
Al-Hayah Al-Mubarakah (Kehidupan yang Diberkahi)
Dengan selalu berdakwah di jalan Allah Ta‟ala seorang da‘i telah menjadikan hidupnya
penuh keberkahan. Yang dimaksud dengan keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan
melimpah di sisi Allah Ta‟ala. Para Nabi alaihimus salam adalah orang yang paling
diberkahi dan kehidupannya adalah kehidupan penuh keberkahan, perhatikan ucapan Nabi Isa
„alaihis salam tentang dirinya:
َ‫هَ َ ه‬
‫الصك ِاة َما ُد ْم ُت َح ًُّا‬ َ ‫َو َح َػ َلجي ُم َب َاز اكا َؤ ًْ َن َما ُك ْى ُت َو َؤ ْو‬
‫صا ِوي ِبالصًل ِة و‬ ِ
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.”
(QS. Maryam, 19: 31).
Penyebab utama kehidupan Nabi Isa dan para Nabi lainnya diberkahi oleh Allah Ta‟ala
adalah pekerjaan mereka sebagai orang-orang yang dipilih oleh Allah Ta‟ala untuk
mendakwahkan ajaran-Nya kepada manusia. Inilah yang dipahami oleh Ibnul Qayyim Al-
Jauziyah rahimahullah ketika menjelaskan surat Maryam ayat 31 di atas. Beliau berkata:
َْ ْ َ َ َ َ َ ََْ ْ َ ّ ُ ُ ُ ْ َُ ‫َ ه َََ َ ه ُ َ ْ ُْ ُ ْ َْ َْ ُ َ ه‬
:‫ال ح َػالى ِإخ َبا ازا َغ ِن اْل ِظ ُْ ِح‬ ‫ ك‬.‫ وهصحه ِلك ِل من ِاحخمؼ ِب ِه‬،‫ حػ ِلُمه ِللخي ِر حُث حل‬:‫ف ِئن بسكت السح ِل‬
ّ َّ
‫ ُم َس ِغ ابا ِف ْي‬،‫ ُمر ِك اسا ِب ِه‬،‫هللا‬
َ َ َْ ْ َّ ُ َ ُ ْ ُ َ َ َْ ‫َ َ ََ ُ َ َا‬
ِ ‫اغ اُا ِإلى‬
ِ ‫ د‬،‫ مػ ِل اما ِللخي ِر‬:‫] ؤ ْي‬١٣ :‫وح ػ ل ِج ي م ب ازك ا ؤ ً ن م ا ك ى ت [مسٍم‬
َ َ
.‫ػاغ ِخ ِه‬

“Keberkahan seseorang itu ada pada: Pengajarannya terhadap segala macam kebajikan di
mana pun ia berada, dan nasehat yang ia berikan kepada semua orang yang ijtima'
(berkumpul) dengannya. Saat menceritakan tentang nabi Isa 'alaihis salam Allah Ta‟ala
berfirman: „Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada‟. (Q.S.
Maryam: 31). Yakni ia: menjadi guru kebajikan, juru dakwah yang menyeru manusia kepada
Allah Ta‟ala, mengingatkan manusia tentang Allah Ta‟ala, Mendorong dan memotivasi
manusia untuk taat kepada Allah Ta‟ala.” 9
Demikian Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah melihat keberkahan dalam hidup
seseorang, di mana kehidupan yang berkah itu—menurutnya, sesuai arahan Al-Quran—
ditentukan oleh aktivitas memberi manfaat kepada orang lain melalui dakwah dan kebaikan
yang disebarkan demi meninggikan kalimat Allah Ta‟ala.10
Wallahu A‘lam...

9
Surat Ibnu Qayyim al-Jauziyyah kepada ‘Alauddin dari buku Risalah Ibnil Qayyim ila Ahadi Ikhwanih, hlm 5.
10
Ibnu Katsir menyebutkan pendapat Mujahid, ‘Amr bin Qais, dan Ats-Tsauri bahwa yang dimaksud dengan “mubarakan”
(orang yang diberkahi) dalam surat Maryam ayat 31 adalah “mu’alliman lil khair” (yang mengajarkan kebaikan) “naffa’an”
(banyak member manfaat). Sedangkan menurut Ibnu Jarir At-Thabari dalam tafsirnya bahwa keberkahan Nabi Isa as adalah
amar ma’ruf nahi munkar yang beliau lakukan di manapun beliau berada.

8
Ringkasan Risalah: Ila Syabab Wa Ila Thalabati Khasah
Risalah Ila Syabab Wa Ila Thalabati Khasah (Kepada Para Pemuda dam Secara Khusus Para
Mahasiswa) ditulis oleh Syaikh Hasan Al-Banna rahimahullah, Mursyid Aam Al-Ikhwan Al-
Muslimun (IM), sekitar tahun 1940 – 1941.
Kandungan Risalah
1. Ajakan kepada para pemuda untuk turut serta dalam proyek kebangkitan.
2. Penegasan bahwa fikrah/gagasan yang harus menjadi dasar perjuangan dalam proyek
kebangkitan itu adalah Islam.
3. Penjelasan langkah-langkah perjuangan yang dilakukan IM.
4. Berbagai jawaban dan penegasan tentang berbagai isu: syumuliyatul Islam,
nasionalisme, tuduhan memecah persatuan/kesatuan bangsa, dan tuduhan sebagai kaki
tangan asing).
Tanggung Jawab Pemuda dalam Kebangkitan
Dalam risalah ini Hasan Al-Banna menyebutkan bahwa„awamilu an-najah (faktor-faktor
kesuksesan) sebuah fikrah (gagasan/pemikiran) ada empat: al-iman (keyakinan), al-ikhlash
(ikhlash), al-hamasah (semangat), dan al-amal (amal/kerja).
Keempat hal tersebut tenyata adalah min khashaisis syabab (bagian dari karakteristik
pemuda). Maka—dalam kebangkitan ini—pemuda harus menjadi: pilar kebangkitan, rahasia
kekuatan, dan pengibar panji fikrah.
Pemuda yang tumbuh dalam situasi bangsa yang sejuk dan tenang—menurut Al-Banna—
wajar bila aktivitasnya lebih banyak tertuju kepada diri sendiri daripada untuk umatnya.
Namun pemuda yang tumbuh dalam suasana bangsa yang keras dan bergejolak, di mana
bangsa itu sedang dikuasai oleh lawan, dan semua urusan diperbudak oleh musuhnya, maka
kewajibannya semakin banyak; besar tanggung jawabnya, berlipat hak umat yang harus
ditunaikan, semakin berat amanat yang terpikul di pundaknya.
Ancaman Berbahaya
Namun, sebelum para pemuda terjun dalam proyek kebangkitan ini, mereka harus waspada
terhadap ancaman yang cukup berbahaya. Di sekitar mereka ada ikhtilafu da‟awat (beragam
pertentangan seruan isme), ikhtilathu shaihat (campur baurnya suara/ide), ta‟addudu manahij
(berbilangnya manhaj), tabayunu khuthathi wa tharaaiqi (perbedaan strategi dan metode),
dan katsratul mutashaddina li-ttaza‟ummi wal qiyadah (banyaknya orang yang berambisi
menjadi pemimpin dan penguasa).
Fikrah Islam
Para pemuda harus menyadari, tidak ada fikrah yang benar kecuali satu saja, yaitu fikrah
Islam. Maka kewajiban pertama bagi para pejuang di dalam proyek kebangkitan ini adalah
menyampaikan kepada manusia tentang fikrah Islam ini.

9
Syiar Perjuangan Al-Ikhwan
Di dalam risalah ini Hasan Al-Banna menyebutkan syiar perjuangan IM, yaitu: Allahu
ghayatuna (Allah tujuan kami), ar-rasuulu za‟iimuna (Rasul pemimpin kami), al-qur‟anu
dustuuruna (Al-Qur‘an undang-undang kami), al-jihaadu sabiluna (Jihad jalan kami), dan al-
mautu fi sabilillahi asma amaaniina (Mati di jalan Allah adalah cita-cita kami yang tertinggi)
Hasan Al-Banna juga mengingatkan para pemuda tentang kemuliaan mereka sebagai khairu
ummah, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta‟ala,
‫ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ ه ُ ْ َ ْ ه َ ْ ُ ُ َ َْ ْ ُ َ َ ْ ْ َ َ ُْْ َ َ ُ ْ ُ َ ه‬
ِ ‫وف وجن َهىن غ ِن اْلىك ِس وجؤ ِمىىن ِب‬
‫اَّلل‬ ِ ‫اض جإمسون ِباْلػس‬
ِ ‫كىخم خير ؤم ٍت ؤخ ِسحت ِللى‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3:
110)
Hasan Al-Banna berkata: “Hendaklah kalian yakin akan eksistensi kalian, mengetahui posisi
kalian, percaya bahwa kalian adalah pewaris kekuasaan, meskipun musuh-musuh kalian
menghendaki agar kalian tetap hina. Kalian adalah guru bagi dunia, meski pihak-pihak lain
berusaha mengunggulinya dengan gebyar kehidupan dunia. Perbaharuilah iman, kemudian
tentukan sasaran dan tujuan langkah kalian.”
Manhaj Al-Ikhwan Menuju Kebangkitan Ummat
Hasan Al-Banna menyebutkan langkah-langkah Ikhwan dalam proyek kebangkitan:
1. Membentuk rijal (pribadi-pribadi) yang islami dalam pemikiran, aqidah, akhlak,
‗athifah (perasaan), amal, dan perilakunya.
2. Membentuk al-baitul muslim (rumah tangga islami).
3. Mewujudkan asy-sya‟b muslim (bangsa yang muslim).
4. Mewujudkan al-hukumah al-muslimah (pemerintahan Islam).
5. Membina persatuan negeri-negeri muslim.
6. Mengibarkan tinggi panji Allah di setiap negeri.
7. Mendeklarasikan dakwah ke seluruh penjuru bumi, dan memaksa setiap penguasa
diktator untuk tunduk kepadanya.
I’dad (persiapan)
Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam proyek kebangkitan ini adalah:
1. Iimaanan la yataza‟za-u (keimanan yang tidak goyah)
2. „Amalan La yatawaqqof (amal yang tidak henti)
3. Tsiqatu bi-Llah La Tadh‟uf (kepercayaan kepada Allah yang tidak melemah)
4. Arwaahan as‟ada ayyamiha yauma talqa-Llah syahiidatan fii sabilih (jiwa-jiwa yang
rindu bertemu Allah dalam keadaan syahid di jalan-Nya).
Penjelasan Tentang Beberapa Isu
Dalam gerakan kebangkitan ini, sebagian orang menduga IM tidak ada bedanya dengan
jama‘ah darwis di mana para pengikutnya membatasi diri dalam masalah ibadah (shalat,
puasa, zikir, dan tasbih). Padahal pemahaman IM tidaklah seperti itu, karena mereka

10
memahami Islam sebagai sistem paripurna yang melingkupi seluruh aspek kehidupan. IM
berusaha ihsan dalam shalat, tilawah, dan zikir namun tetap memperhatikan urusan dunia
secara proporsional.
Sebagian orang juga menyangka IM apatis terhadap masalah nasionalisme. Hasan Al-Banna
kemudian menegaskan bahwa kaum muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas
berkorban bagi negara, mau berkkhidmat kepadanya, dan menghormati siapa saja yang mau
berjuang dengan ikhlas dalam membelanya.
Hasan Al-Banna juga menyatakan bahwa asas nasionalisme Islam adalah akidah islamiah.
Para penyeru nasionalisme berhenti hanya sebatas urusan negaranya saja, sedangkan kaum
muslimin memperhatikan setiap jengkal tanah milik muslim dimana pun berada.
IM juga dituduh sebagai du‟atu tafriqin „unsuriyyin baina thabaqaatil ummah (penyeru
diskriminasi anggota masyarakat). Hasan Al-Banna membantah hal itu, dan menegaskan
bahwa:
Pertama, Islam menyuruh umatnya untuk menghormati ikatan kemanusiaan sebagaimana
firman Allah SWT dalam Al-Hujurat ayat 13,
ُ َ ْ َ ‫َ َ ُّ َ ه ُ ه َ َ ْ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ُ ا َ َ َ َ َ َ َ ُ ه َ ْ َ َ ُ ْ ْ َ ه‬
‫اَّلل ؤجلاك ْم ِإ هن‬
ِ ‫ًا ؤيها الىاض ِإها خللىاكم ِمن ذك ٍس وؤهثى وحػلىاكم شػىبا وكبا ِئل ِلخػازفىا ِإن ؤكسمكم ِغىد‬
َ ٌ َ َ‫ه‬
‫ُم خ ِب ٌير‬‫اَّلل غ ِل‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.”
Kedua, Islam datang untuk mewujudkan rahmatan lil „alamin.
Ketiga, Islam melarang perbuatan tidak adil kepada siapa pun.
Keempat, Islam tidak melarang perbuatan baik kepada sesama meskipun berbeda agama,
ُ ‫ىك ْم م ْن د ًَاز ُك ْم َؤ ْن َج َب ُّر‬
َ ‫وه ْم َو ُج ْلظ ُؼىا إ َل ْيه ْم إ هن ه‬ ُ ُ ْ ُ ْ ََ ّ ُ ُ َ ُ َ َ ‫َ َْ ُ هُ َ ه‬
‫اَّلل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الد ًِن ولم ًخ ِسح‬ ِ ‫ًل ًن َهاك ُم اَّلل غ ِن ال ِرًن ل ْم ًلا ِجلىك ْم ِفي‬
ُْ
‫ًُ ِح ُّب اْل ْل ِظ ِؼ َين‬
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah, 60: 8)
Kelima, Islam memerintahkan umatnya untuk bergaul dengan kafir dzimi secara baik.
Hasan Al-Banna kemudian menegaskan, “Namun demikian, kami tidak akan membeli
kesatuan ini dengan iman kami, tidak akan melakukan tawar menawar dalam masalah
aqidah untuk merealisasikannya, dan kami juga tidak akan mengorbankan kemaslahatan
kaum muslimin demi terwujudnya kesatuan yang semu...”

11
Kaidah 1: Berdakwah Kepada Allah adalah Jalan Keselamatan

di Dunia dan Akhirat

‫الدغىة إلى هللا طبُل الىجاة في الدهُا و آلاخسة‬


“Berdakwah kepada Allah adalah jalan keselamatan di dunia dan akhirat”
Seorang da‘i, selayaknya memahami betul hakekat dari sebuah penciptaan manusia di atas
muka bumi. Dengan pemahaman yang matang tentang hal ini, para da‘i dapat dengan
sempurna menjalankan tugasnya. Sebagaimana yang telah dicontokan oleh para nabi dan
rasul.
Firman Allah Ta‟ala dalam Al Quran surat Adz-zariyat, ayat: 56, mengabarkan kepada kita
akan arti dari hakekat penciptaan.
‫َ ه‬
‫إًل ِل َُ ْػ ُب ُدو ِن‬ ‫الج هن وْلاوع‬ ُ ََْ َ
ِ ‫وما خللت‬
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku.”
Ibadah, dalam hal ini tak akan pernah terealisasikan secara sempurna, tanpa diawali dengan
kesadaran yang dalam („ala al-bashirah). Dalam Tafsir al-Baidhowi dituliskan, makna „ala
al-bashirah berarti; melakukan sesuatu hal dengan penuh kesadaran, memiliki argument yang
kuat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Dan kesadaran dalam beribadah seperti ini tak akan bisa terpupuk dengan baik, tanpa
mengikuti risalah yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan para
nabi lainnya. Sehingga dalam beribadah, sholat misalnya, bukan lagi menjadi sebuah rutinitas
belaka, tapi menjadi sebuah kebutuhan yang dilakukan dengan penuh sadar, yang begitu
dalam dipahami maknanya.
Apa yang dilakukan oleh nabi dan rasul selaku hamba Allah yang diutus di atas muka bumi
ini, pada hakekatnya merupakan pengejawantahan dari ayat yang difirmankan Allah kepada
para malaikat, yaitu ketika awal pertama kali Adam „alaihissalam diciptakan,
‫ْ َ َ ا‬
‫ض خ ِلُفت‬ ‫ز‬‫ْلا‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ٌ ‫اغ‬
‫ل‬ َ ‫ال َزُّب َك ل ْل َمًلئ َكت إ ّوي‬
‫ح‬ َ ‫َوإ ْذ َك‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, „Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di bumi.‟” (QS. Al-Baqarah, 2: 30)
Dengan demikian, makna hakekat penciptaan manusia secara garis besar adalah berfungsi
sebagai khalifah dan untuk beribadah kepada Allah Ta‟ala sebagaimana yang termaktub
dalam dua ayat di atas tadi.
Imam Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa maksud dari kata ibadah yang tertera
dalam Surat Adz-Zariyat adalah, pertama; menaati perintah Allah Ta‟ala dan
yang kedua; berlaku kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah Ta‟ala.
Dan ―berdakwah‖ merupakan amalan ibadah yang menempati posisi puncak, sebagai bentuk
aplikasi dari dua definisi ibadah yang disampaikan oleh Imam Ar-razi dalam tafsirnya tadi.

12
Hal ini dikarenakan, pertama; berdakwah memiliki makna menyeru manusia menuju Allah.
Tugas yang sama seperti yang diemban oleh para nabi dan rasul. Dalam Surat Al Fushilat
ayat 33, Allah Ta‟ala telah berfirman,
ُْ َ ‫ص ِال احا َو َك‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْا ه ْ َ َ َ ه‬
‫ال ِإ هه ِجي ِم َن اْل ْظ ِل ِم َين‬ َ ‫اَّلل َو َغم َل‬
ِ ِ ‫ومن ؤحظن كىًل ِممن دغا ِإلى‬
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri?”
Kedua, di dalam berdakwah pula, tercermin rasa kasih sayang antar sesama makhluk ciptaan
Allah. Hal ini bener adanya, karena seorang da‘i, melihat obyek dakwah (mad‟u) dengan
penuh harapan, dapat menjadikan dirinya wasilah hidayah menyelamatkan mad‟u-nya dari
kesia-siaan dalam menjalani hidup. Sang da‘i kemudian mendekatinya, dan terus berusaha
memberikan arahan, memberikannya pengajaran akan hakekat dari sebuah kehidupan.
Seseorang yang terkukung dalam system hidup duniawi misalnya, yang hari-harinya
disibukkan untuk mengejar materi belaka. Berkat sentuhan seorang da‘i, cara pandangnya
terhadap dunia kemudian bisa berubah, obsesinya berganti bukan lagi materi, namun
bagaimana kini ia bisa beramal sebanyak-banyaknya agar bisa menjadi bekal hidupnya di
akhirat kelak.
Para nabi dan rasul, telah memberikan kita teladan selama dalam perjuangan mereka
mengemban risalah mulia ini, mereka berdakwah siang dan malam, demi mengajak umat
manusia menuju Allah, sekalipun cacian dan makian serta intimidasi tak henti-hentinya
mereka dapatkan.
Al-Quran sangat banyak menceritakan kisah perjuangan para nabi dan rasul, yang tetap tegar
berdakwah di tengah kaumnya yang zalim. Namun demikan, Allah selalu memenangkan
mereka dan menyelamatkan para utusan-Nya dari kejahatan kaumnya yang durhaka.
Seperti dalam kisah Nabi Nuh „alaihissalam dengan kaumnya,
َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ ُ ‫َ َ ه ُ ُ َ َ ه َْ ُ َ َ ْ َ َ ُ ْ ُ ْ َ َ ََْ ُ ْ ََ َ ََ ْ َ ْ َ ه َ َ ه‬
َ ‫ف َك‬
‫ان‬ ُ‫فكربىه فىجُىاه ومن مػه ِفي الفل ِك وحػلىاهم خًل ِئف وؤغسكىا ال ِرًن كربىا ِبأًا ِجىا فاهظس ك‬
َ ‫َغاك َب ُت ْاْلُ ْى َرز‬
‫ٍن‬ ِ ِ
―Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang
bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami
tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (QS. Yunus: 73)
Kisah nabi Hud „alaihissalam dan kaumnya,
َ َ َ ْ ْ ُ َ ْ ‫ََه َ َ َ ْ َُ َ ه ْ َ ُ ا َ ه َ َ ُ َ َ ُ َ ْ َ ه َ َ ه‬
‫ُظ‬
ٍ ِ ‫اب‬
‫ل‬ ‫غ‬ ٍ ‫وْلا حاء ؤمسها هجُىا هىدا وال ِرًن آمىىا مػه ِبسحم ٍت ِمىا وهجُىاهم ِمن غر‬
“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman
bersama dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari
„azab yang berat.” (QS. Huud: 58)

13
Dan kisah nabi Shaleh „alaihissalam dengan kaumnya,
ْ َْ َ َ ‫ََ َ َ َ َ ه‬
َ ‫صال احا َو هالر‬
‫ًن َآم ُىىا َم َػ ُه ِب َس ْح َم ٍت ِم هىا َو ِم ْن ِخ ْص ِي ًَ ْى ِم ِئ ٍر ِإ هن َزهب َك ُه َى الل ِى ُّي ال َػ ِص ٍُص‬ ِ ِ ‫فل هما ح َاء ؤ ْم ُسها هج ُْىا‬
―Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Saleh beserta orang-orang yang beriman
bersama dia dengan rahmat dari Kami dan (Kami selamatkan) dari kehinaan di hari itu.
Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Huud: 66)
Serta kisah nabi Luth „alaihissalam dengan kaumnya,“Para utusan (malaikat) berkata: “Hai
Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan
dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-
pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di antara kamu yang tertinggal,
kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena
sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu
sudah dekat? Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di
atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang
terbakar dengan bertubi-tubi.”. (QS. Huud: 81-82)
Dan masih banyak kisah anbiya‟ dan rasul lainnya, yang pada intinya menguatkan
pernyataan, bahwa kemenangan selalu berpihak kepada para da‘i yang menyeru kepada
Allah Ta‟ala. Dalam Al Quran surat Yunus, ayat 103 Allah Swt. telah berfirman, “Kemudian
Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi
kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” Imam Ar-razi kemudian
menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, bahwa keselamatan atas Rasul dan orang yang
beriman, merupakan kebenaran yang telah dijanjikan oleh Allah Ta‟ala.
Sayyid Quthub dalam tafir Fi Zilalil Qur‟an-nya menuliskan, “Hal ini merupakan sunatullah
yang terjadi di atas muka bumi, dan ini merupakan janji Allah kepada para wali-
nya. Apabila jalan juang ini terasa panjang, maka sadarilah, bahwa inilah sebenar-benarnya
jalan juang itu. Dan jangan tanya lagi berapa besarnya ganjaran yang dijanjikan untuk
orang beriman. Dan janganlah ia terburu-buru untuk mendapatkannya, karena jalan juang
masih harus ia rentasi. Allah tidak akan pernah mengkhianati janji untuk para wali-nya, dan
tidak akan melemahkan bantuan terhadapnya, dan Ia tidak pula akan membiarkan para wali-
nya dikalahakan oleh para musuh-Nya. Namun Allah justru akan memberikannya sebuah
pengajaran, melatih dan menambah ujian bagi para wali-Nya, dengan memanjangkan jalan
dakwah yang harus ia tapaki.”
Umat nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam adalah umat paling istimewa diantara
umat yang lain. Banyak ayat yang menceritakan, bagaimana umat terdahulu yang
membangkang, langsung mendapatkan azab pada saat itu juga, hingga tak tersisa lagi dari
jiwa dan raga mereka, bahkan dilenyapkan hingga satu generasi. Sebagaimana yang
termaktub dalam kisah para nabi dan Rasul ketika menghadapi sikap keras kaumnya.
Namun demikian, berbeda hal nya dengan umat nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa
sallam, para kafir Quraisy tidak serta merta diazab atas sikap penentangannya terhadap
risalah kenabian. Namun semua itu ditangguhkan hingga waktunya. Hal serupa yang kita
rasakan sekarang. Tatkala penekanan terhadap umat Islam terjadi dimana-mana, pelecehan

14
dan intimidasi karena akidah merebak di berbagai belahan dunia, namun azab untuk mereka
musuh-musuh Allah tak kunjung datang. Pertanyaannya adalah mengapa? Jawabannya, hal
itu dikarenakan satu hal, yaitu masih bekerjanya para da‘i hingga detik ini dalam
menyebarkan risalah Islam, sehingga azab yang ditimpakan kepada kaum pembangkang
dahulu itu pun kini ditangguhkan.
Kemulian berdakwah inilah sesungguhnya yang Allah berikan kepada kita, selaku umat nabi
Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam. Para da‘i bahkan menjadi tolok ukur, hingga
detik kapan bumi ini hancur dan kiamat terjadi. Dikarenakan sangkakala kiamat tak akan
ditiupkan, hingga tak ada satu makhluk pun di atas muka bumi ini yang menyebut-nyebut
asma Allah Ta‟ala.
Beberapa hadis yang menyebutkan tanda-tanda terjadinya hari kiamat mengabarkan,
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
َْ ْ َ ‫ََُ ُ ه َُ ه‬
‫اغت ِإًل َغلى ِش َس ِاز الخل ِم‬‫ًل جلىم الظ‬
“Tidak akan terjadi kiamat kecuali kepada manusia durjana (yang paling jahat)” (HR.
Muslim)
Dalam hadis lainnya, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫هللا‬ َ
َ ‫ْلا ْزض‬ َ ‫اغ ُت َح هتى ًَل ًُ َل‬ ‫ًَل َج ُل ْى ُم ه‬
َ ‫الظ‬
‫هللا‬ ِ ‫ال ِفي‬
“Tidaklah akan datang hari kiamat selama masih ada yang mengucapkan Allah..,
Allah…” Dalam riwayat yang lain, “sampai tidak terucap lagi kalimah Allah..,
Allah…” (HR. Muslim)
Dalil hadis di atas mengisyaratkan, bahwa kiamat terjadi ketika tak ada lagi yang menyeru
kepada Allah, dalam artian, tak ada lagi dakwah dan para pengembannya. Oleh karena itu
keberadaan seorang da‘i sangatlah penting. Keeksistensiannya menentukan akhir dari
perjalanan panjang usia bumi.
Disamping itu, ganjaran yang dijanjikan juga sangatlah besar. Karena ia merupakan pelanjut
estafet dari apa yang dilakukan oleh para nabi dan rasul. Mereka selalu berada dalam
lindungan Allah, mereka pula yang dijanjikan keselamatan baik di dunia mau pun di akhirat;
pada hari tak adalagi naungan, melainkan naungan dari-Nya. Dan itu hanya diberikan kepada
hamba-hamba pilihan, yang menjalankan sunnah dari hakekat penciptaan dirinya, yaitu
menjadi khalifah dan beribadah di setiap sisi masa hidupnya di dunia kepada Allah
SWT. Wallahu a‟lam bishawab
– Disarikan dari kitab “Qawaidu ad-da‟wah ilallah” karya Dr. Hamam Abdurrahim Sa‟id,
cetakan Dârul wafa‟, Manshurah, Mesir.

15
Risalatul Insan (Misi Manusia)
Allah Ta‟ala telah memberikan amanah kepada manusia untuk beribadah kepada-
Nya. Dengan ibadah itulah akan tertanam ketakwaan dalam jiwa manusia, sehingga mereka
selalu siap untuk mengagungkan Allah dan mengingat-Nya, tunduk kepada kebenaran dan
takut akan hari pembalasan. Mereka selalu meneguhkan ketauhidan dengan segala
konsekwensinya serta berpegang teguh terhadap syariat-syariat agama. Mereka takut kepada
Allah Ta‘la, sehingga selalu berupaya membuat penghalang yang menjaga antara dirinya
dengan neraka Allah Azza wa Jalla.
Allah Ta‟ala berfirman,
ُ‫َ ُ َ ه‬ َ ‫اغ ُب ُدوا َزهب ُك ُم هالري َخ َل َل ُك ْم َو هالر‬
‫ًن ِم ْن ك ْب ِلك ْم ل َػلك ْم َج هخ ُلى َن‬ ْ ‫اض‬
ُ ‫ًَا َؤ ُّي َها ه‬
‫الى‬
ِ ِ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa…” (QS. Al-Baqarah, 2: 21)
Kemudian dengan ketakwaan itulah seorang muslim akan memiliki izzah -keagungan,
kemuliaan, dan kekuatan-dari Allah Ta‟ala.
ُ َ َْ ‫ه َ ْ ََ ُ ْ ْ َ ه‬
‫اَّلل ؤجلاك ْم‬
ِ ‫ِإن ؤكسمكم ِغىد‬
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujurat, 49: 13)
Kepada manusia-manusia yang memiliki kesadaran terhadap ibadah dan izzah yang didasari
ketakwaan inilah Allah Ta‟ala mengamanahkan -dan menjanjikan- al-khilafah.
َ َ َ ْ َ ْ َ َ َْ ْ ْ ُ‫ه َ َ َ ْ َ ْ َ ه‬
َ ‫ف هالر‬ ُ َ َ ْ ُ ْ َُ َ ‫َ َ َ هُ ه‬
‫ًن ِم ْن ك ْب ِل ِه ْم‬ ِ ‫ض كما اطخخل‬ ِ ‫ز‬ ‫ْلا‬ ‫ي‬ ‫ف‬ِ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ف‬ ‫ل‬ِ ‫خ‬‫خ‬ ‫ظ‬ ِ ‫ل‬ ‫اث‬
ِ ‫ح‬ ‫ال‬ ِ ‫الص‬ ‫ىا‬ ‫ل‬ ‫وغد اَّلل ال ِرًن آمىىا ِمىكم وغ ِم‬
َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫ه‬ َ َّ َ
‫َول ُُ َم ِكن هن ل ُه ْم ِد ًَن ُه ُم ال ِري ا ْزج َض ى ل ُه ْم َول ُُ َب ِّدل هن ُه ْم ِم ْن َب ْػ ِد خ ْى ِف ِه ْم ؤ ْم اىا ٌَ ْػ ُب ُدوه ِجي ًل ٌُش ِسكىن ِبي ش ِْ ائا َو َم ْن‬
‫اط ُلى َن‬ َْ ُ ُ َ َ َُ َ َ َ ْ َ َ َ
ِ ‫كف َس بػد ذ ِلك فإول ِئك هم الف‬
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur, 24: 55)
*****
Al-‘Imarah
Risalah khilafah ini harus diwujudkan oleh manusia dengan
melakukan „imarah (memakmurkan), baik yang berkaitan dengan aspek madiyah (materi)
maupun aspek ruhaniyyah (ruhani).
Mengenai „imarah terhadap aspek madiyah, Allah Ta‟ala berfirman,

16
ُ َْ َ ْ ُ َ َ َْ َ ُ
‫اط َخ ْػ َم َسك ْم ِف َيها‬
ْ ‫ْلا ْزض َو‬
ِ ‫هى ؤوشإكم ِمن‬
“Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai
pemakmurnya.”. (Hud, 11: 61)
Ayat di atas oleh Imam Al-Alusi dijadikan dalil akan kewajiban memakmurkan bumi sesuai
dengan kemampuan dan peran setiap orang yang beriman. Sedangkan menurut Ibnu Asyur,
maksud dari kata „isti‟mar‟ yang sinonim dengan i‟mar‟ adalah aktivitas meramaikan bumi
dengan penataan bangunan dan pelestarian lingkungan dengan menanam pohon dan bercocok
tanam sehingga semakin panjang usia kehidupan bumi ini dengan seluruh penghuninya.
Sedangkan tentang „imarah terhadap aspek ruhaniyyah, Allah Ta‟ala berfirman:
َ ُ َ َ‫ه َ َ ْ ُ ُ َ َ َ ه َ ْ َ َ ه َ َْ ْ ْ ََ َ َ هَ َ َ َ هَ َ ََ ْ َ ْ َ ه ه‬
‫اَّلل ف َػ َس ى ؤول ِئ َك‬ ‫اَّلل والُى ِم آلا ِخ ِس وؤكام الصًلة وآحى الصكاة ولم ًخَ ِإًل‬ ِ ‫اَّلل من آمن ِب‬
ِ ‫ِإهما ٌػمس مظ ِاحد‬
َ ‫َؤ ْن ًَ ُك ُىهىا م َن ْاْلُ ْه َخد‬
‫ًن‬ ِ ِ
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah, 9: 18)
Perintah „imaratul masajid (memakmurkan masjid) ini mengisyaratkan tentang salah satu
tugas manusia sebagai pengemban misi khilafah yaitu memakmurkan ar-ruhaniyah,
yakni nilai-nilai maknawiyah dan ibadah di muka bumi ini. Hal ini selaras dengan firman
Allah Ta‟ala,
ُ ُ ْ ُ َ َ ‫الص َك َاة َو َؤ َم ُسوا ب ْاْلَ ْػ ُسوف َو َن َه ْىا َغن ْاْلُ ْى َكس َو ه‬ َْ ْ ُ ‫ه َ ْ َ ه ه‬
‫ْلا ْزض َؤ َك ُامىا ه‬
‫الص ًَل َة َو َآ َج ُىا ه‬
‫ىز‬
ِ ‫َّلل غا ِكبت ْلام‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ال ِرًن ِإن مكىاهم ِفي‬
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma‟ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj, 22:
41)
Maka, dalam rangka melakukan tugas „imarah, manusia sebagai khalifah di muka bumi harus
memperhatikan taujih (arahan) dan tasyri‟ (syariat) dari Allah Ta‟ala, sehingga
aktivitas „imarah itu dapat mewujudkan hadharah (peradaban) yang
dilandasi akhlaq (moralitas).
Ar-Ri’ayah
Selain tugas „imarah, manusia pun memiliki tugas untuk melakukan ar-
ri‟ayah (pemeliharaan, penjagaan) terhadap aspek madiyah (materi) maupun
aspek ruhaniyyah (ruhani) yang telah dibangun di atas hadharah yang dilandasi kekuatan
moralitas tersebut.
Dalam pandangan Islam, tanggung jawab untuk melakukan ri‟ayah ini adalah tanggung
jawab seluruh pribadi muslim sesuai dengan proporsi, kapasitas, dan otoritasnya masing-
masing.

17
Hal ini tersirat dari hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berikut ini,
ُ َ ‫ُك ُّل ُك ْم َزاع َو ُك ُّل ُك ْم َم ْظ ُئى ٌل َغ ْن َز ِغ هُ ِخ ِه ْْلا َم ُام َزاع َو َم ْظ ُئى ٌل َغ ْن َز ِغ هُ ِخ ِه َو ه‬
‫الس ُح ُل َز ٍاع ِفي ؤ ْه ِل ِه َو ُه َى َم ْظئى ٌل َغ ْن‬ ٍ ِ ٍ
ْ َ ُ َ ْ ْ َ ٌ َ ُ ْ َ ْ ٌ ُ َ َ ْ
‫اغ َُت ِفي َبِ ِت شو ِح َها َو َم ْظئىلت غن َز ِغ هُ ِت َها َوالخ ِاد ُم َز ٍاع ِفي َم ِال َط ُِّ ِد ِه َو َم ْظئى ٌل غن َز ِغ هُ ِخ ِه‬ َ
ِ ‫َز ِغ هُ ِخ ِه واْل ْسؤة َز‬
“Setiap kalian adalah ra‟in (pemimpin, pemelihara, penjaga) dan setiap ra‟in akan dimintai
pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya (yang dipimpin, dipelihara, dan dijaganya). Imam
adalah ra‟in yang akan diminta pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya. Seorang suami
adalah ra‟in dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya.
Seorang isteri adalah ra‟in di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya. Seorang pembantu adalah ra‟in dalam urusan
harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya tersebut.” (HR.
Bukhari No. 844)
Inti dari aktivitas ri‟ayah ini adalah melakukan pengendalian agar manusia tetap berada di
jalan kebenaran. Untuk itulah metode yang digunakan dalam aktivitas ini adalah
melakukan at-targhib dan at-tarhib; memotivasi manusia dengan al-jaza (pahala) dan
mencegahnya dengan al-„uqubah (hukuman). Dengan kata lain, ri‟ayah ini dilakukan dengan
menegakkan reward dan punishment.
Al-Hifzhu
Jadi, tugas „imarah dan ri‟ayah tersebut, pada dasarnya adalah dalam rangka menegakkan al-
hifzhu, yaitu penjagaan terhadap seluruh aspek kebutuhan manusia dalam kehidupannya:
1. Hifzhud din, yaitu menjaga keberagamaan mereka sehingga selalu berada dalam kondisi
beribadah hanya kepada-Nya,
‫ََ ََْ ُ ْ ه َ ْ ْ َ ه‬
‫ع ِإًل ِل َُ ْػ ُب ُدو ِن‬ ‫وما خللت ال ِجن و ِْلاو‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-
Ku.” (QS. Adz-Dzâriyat, 51: 56)
2. Hifzhun nafsi, yaitu menjaga keselamatan jiwa atau keberlangsungan hidup mereka.
Maka Islam melarang umatnya melakukan tindakan pembunuhan jiwa,
َ ْ ‫ََ َ ْ ُُ َ ه ْ َ ه َ ه َ هُ ه‬
‫اَّلل ِإًل ِبال َح ِ ّم َوًل ًَ ْصُهى َن‬ ‫وًل ًلخلىن الىفع ال ِتي حسم‬
“(Di antara sifat hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang yaitu) tidak membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang benar, dan
tidak berzina”. (QS. Al-Furqan, 25: 68)
3. Hifzhul aqli, yaitu menjaga kesehatan akal mereka. Oleh karena itu Islam memotivasi
manusia untuk menambah ilmu:
ْ ُ
‫َوك ْل َز ِ ّب ِش ْد ِوي ِغل اما‬
“dan katakanlah: „Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan‟” (QS. Thaha,
20: 114).

18
Islam pun mencegah mereka dari hal-hal yang akan merusak akal, seperti khamr (miras)
dan judi.
‫ه َ ُ ُ ه ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َْْ َ َ ُ ه ُ ْ َ ْ ْ ه‬
‫اَّلل َو َغ ِن‬
ِ ‫ِإهما ً ِسٍد الشُؼان ؤن ًى ِكؼ بِىكم الػداوة والبغظاء ِفي الخ ْم ِس واْلِ ِظ ِس وٍصدكم غن ِذك ِس‬
َ َ ‫ه‬
‫ًلة ف َه ْل ؤ ْه ُخ ْم ُم ْى َت ُهى َن‬
ِ ‫الص‬
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu)” (QS. Al-Maidah, 5: 91)
4. Hifzhun nasli, yaitu menjaga keturunan mereka. Oleh karena itulah Islam melarang
perbuatan zina, karena perbuatan zina dapat mengancam pertumbuhan demografi
manusia.
‫ا‬ ‫ََ َ ْ َُ َّ ه ُ َ َ َ َ ا‬
‫ان ف ِاحشت َو َط َاء َط ِبًُل‬‫الصها ۖ ِإهه ك‬
ِ ‫وًل جلسبىا‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra, 17: 32)
Untuk itu Islam pun menganjurkan pernikahan; Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda,
َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ُّ َ َ ُ ‫َ َ ْ َ َ ه َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ ه ْ َ ه‬
‫ص ُن ِللف ْس ِج َو َم ْن ل ْم‬ ‫اب م ِن اطخؼاع ِمىكم الباءة فلُتزوج ف ِئهه ؤغع ِللبص ِس وؤح‬ ِ ‫ًا مػشس الشب‬
َ َ ‫ه‬ َ َ
‫الص ْى ِم ف ِئ هه ُه ل ُه ِو َح ٌاء‬‫ٌَ ْظ َخ ِؼ ْؼ ف َػل ُْ ِه ِب‬
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk
menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih menundukkan pandangan
dan lebih menjaga kehormatan.” (Muttafaqun ‗alaihi)
5. Hifzul mali, yaitu menjaga harta/kesejahteraan mereka. Karena harta adalah salah satu
penopang kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Allah Ta‟ala berfirman,
ُ َ ُ ‫ُّ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ ه َ َ َ ه‬ ُُْ َ
‫اَّلل لك ْم ِك َُ ااما‬ ‫َوًل جؤجىا الظفهاء ؤمىالكم ال ِتي حػل‬
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan” (QS. An-Nisa‗, 4 : 5)
Penghargaan Islam terhadap harta hak milik diantaranya ditunjukkan dengan hukuman
yang keras kepada para pencuri. Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
َ َ ْ ُ َ َ َ َ َْْ ُ ْ َ َ ‫َ َ َ هُ ه‬
‫ظت ف ُخ ْلؼ ُؼ ًَ ُد ُه َو ََ ْظ ِسق ال َح ْب َل ف ُخ ْلؼ ُؼ ًَ ُد ُه‬ ُ‫لػن اَّلل الظ ِازق ٌظ ِسق الب‬
“Allah melaknat si pencuri telur sehingga tangannya dipotong, dan Allah melaknat si
pencuri tali hingga dipotong tangannya.” (HR. Bukhari, No. 6285). Al A‘masy

19
mengatakan, para sahabat berpendapat bahwa yang dimaksud telur disini adalah besi dan
yang dimaksud tali adalah jika senilai beberapa dirham.
Dalam rangka hifzhul mal, Allah Ta‘ala pun melarang perbuatan tabdzir (pemborosan),
ُ َ ْ ‫ََ َ ه‬
‫ان ل َسّبه َك ُف ا‬ َ ‫ه َُْ ّ َ َ ُ ْ َ َ ه‬ َْ ّ َُ ََ
‫ىزا‬ ِ ُ‫وًل جب ِر ْز جب ِر اًسا ِإن اْلب ِر ِزٍن كاهىا ِإخىان الش‬
ِ ِ ِ ‫اػ ِين ۖ وكان الشُؼ‬
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat
ingkar kepada Rabbnya”. (QS. Al-Isra, 17: 26-27)
Inilah misi kehidupan manusia: menjalankan tugas ibadah; menegakkan khilafah, yakni
melakukan „imarah dan ri‟ayah agar kehidupan manusia terjaga dalam koridor agama dan
peribadahan tersebut.
Wallahu A‟lam.

20

Anda mungkin juga menyukai