Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

CANCER CERVIX

1. Definisi
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal disekitarnya dan menjadi kanker paling umum ketiga di sistem
reproduksi wanita (Wiliams and Wilkins, 2011)
Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim/serviks yang abnormal
dimana sel-sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah
keganasan. Kanker ini hanya menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam
status sexually active. Tidak pernah ditemukan wanita yang belum pernah
melakukan hubungan seksual pernah menderita kanker ini. Biasanya kanker ini
menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita yang
berusia 30-45 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang muda pun dapat
menderita penyakit ini, asalkan memiliki factor risikonya (Brunner Sudarth, 2002)
Jadi, kanker serviks merupakan pertumbuhan sel abnormal yang terjadi di
mulut rahim / serviks yang akhirnya dapat merusak jaringan normal disekitanya.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita yang berusia 35 – 55 tahun dan
ditemukan paling banyak pada wanita yang pernah melakukan hubungan seksual.

2. Klasifikasi
2 bentuk kanker serviks yang paling sering dijumpai yaitu karsinoma sel
skuamosa dan adenokarsinoma. 85% merupakan karsinoma skuamosa
(epidermoid), 10% merupakan jenis adenokarsinoma dan 5% merupakan
adenoskuamosa, clear cell, small cell dan verucous.
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak digunakan yaitu klasifikasi
dari IFGO (International Federation of Ginecology and Obstetric) yaitu :
a. Stage 0 : Carsinoma insitu = Ca intraephitelial = Ca preinvasif
b. Stage 1 : Ca terbatas pada cerviks
c. Stage 1a : Disertai invasi dari stoma (preclinical Ca) yang hanya
diketahui secara histologi
d. Stage 1b : Semua kasus – kasus lainnya dari stage 1
e. Stage 2 : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke
panggul, telah mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian
proksimal
f. Stage 3 : Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian
bawah vagina
g. Stage 4 : Sudah mengenai organ yang lainnya
Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat
terjadi pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma
insitu.
2. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah
ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma
sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan
hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium karsinoma invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau
anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau
anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat
mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan
ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas
ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium
Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi
berubah bentuk menjadi ulkus.
Markroskopis
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus
dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

Klasifikasi Klinis
Keganasan menurut system TNT
Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum
sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi
belum sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding
panggul (tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau
meluas sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul
dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas
bifurkasio arrteri iliaka komunis.

-
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana
basalis masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
Ia uteri
Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan
tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak
terdapat dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi
Ib occ 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak
sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor
Ib telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
II menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3
IIa bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding
panggul.
IIb Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.
III Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke
parametrium sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen
IV pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal
ginjal.
IVa
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
Ivb mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging


(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)

4. Etiologi dan Faktor Resiko


a. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa
epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak
maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka
dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah
kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV
dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan
proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat
berkembang menjadi kanker
b. Faktor resiko
 Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang
dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan
sebagai faktor resiko terjadinya kanker servks. Hal ini diduga ada
hubungannya dengan belum matangnya daerah transformas pada usia
tersebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual juga
berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak
pada kelompok usia lebih tua.
 Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker
serviks. Penelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko
dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel
konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain
memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok bahkan
ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen
yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat
pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa
insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada
bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan
oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan
confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan
bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat
bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain
khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker
serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan smera
serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen
pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral
dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding.(Setiawan,2002&American Cancer Society, 2012).
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan
peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampai
saat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan
menurunkan resiko. (Setiawan,2002&American Cancer Society, 2012).

- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah.
Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV
lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan
rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga
dduga berhubungan dengan masalah tersebut. (Setiawan,2002; American
Cancer Society, 2012; Martaadisoebrata,1981).
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen
ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks.
Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga
menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah
pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.
(Setiawan,2002&American Cancer Society, 2012).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Dalimartha (2004), Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak
khas pada stadium dini. Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit
darah, perdarahan postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka
sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-
tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit
yang sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian
berlanjt ke perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-
gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.

6. Pemeriksaan Diagnostik
 Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90%
bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-
sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus
genitalis. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa
gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan endoserviks. Untuk
mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjurkan melakukan beberapa prosedur.
Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam, spekulum yang dipakai harus
kering tanpa pelumas. Komponen endoserviks didapat dengan menggunakan ujung
spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi, sedangkan komponen ektoserviks dengan
ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan segera difiksasi dalam alkohol 96%
selama 30 menit dan dikirim ke laboratorium sitologi terdekat. Pemeriksaan ini
menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi.

 Kolposkopi
Peranan tes Pap tidak diragukan lagi sebagai metode yang paling praktis dalam
skrining kanker serviks.Pemeriksaan tes Pap abnormal harus didukung oleh
pemeriksaan histopatologik sebelum melakukan terapi definitif. Kolpos-kopi adalah
pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan
dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya
(pembesaran 6-40 kali).Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-
sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik
yang terjadi di jaringan serviks. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk
membuat diagnosis histologik tetapi menetukan kapan dan dimana biopsi harus
dilakukan. Pemeriksaan ini dapat mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi
hampir mendekati 100%.

 Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika SSK terlihat seluruhnya dengan
kolposkopi.Jika SSK tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga
kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil
secara konisasi .Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam
sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %.
 Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa
sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis
sebagai sumbu ke- rucut.Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu
dilanjutkan dengan kuretase.Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan
pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat
dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan
larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi dilakukan di luar
daerah dengan tes positif (daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol). Konisasi
diagnostik dilakukan pada keadaan- keadaan sebagai berikut :
Proses dicurigai berada di endoserviks
Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsy
Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik
 Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50
mm. fotografi diambil oleh dokter, perawat,atau tenaga kesehatan lainnya, dan slide
(servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau
curiga jika tidak tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak
seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca
(faktor kamera atau flash)
 Pemeriksaan visual langsung
Pada daerah di mana fasilitas pemeriksaan sitologi dan kolposkopi tidak ada, maka
pemeriksaan visual langsung dapat digunakan untuk mendeteksi kanker secara
dini.Sehgal dkk tahun 1991 di India melakukan pemeriksaan visual langsung disertai
pemeriksaan sitologi dan kolposkop. Kanker dini dicurigai sebanyak 40-50% dengan
visual langsung, sedang pemeriksaan sitologi dan kolposkopi dapat mendeteksi
masing- masing sebanyak 71% dan 87%.
 Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84%
dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.

7. Penatalaksanaan Medis
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat
bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa
tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain:
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong
NIS (Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi
saja, medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia,
NIS 1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah
(LISDR). Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan
LISDT (Lesi intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi
eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi
destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat
lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya

b. Terapi NIS dengan destruksi lokal


Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah
terpilih yang mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan
dengan epitel skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan
cara mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada
suhu sekurang-kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan
mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut,
terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel
mengalami dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel
terganggu; 3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4.
Status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat
menggunakan N20.

c. Terapi NIS dengan eksisi


Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk
kerucut pada serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi.
Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel
kecil jaringan serviks
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus
listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal
kanker serviks

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil


leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul.
Pilihan ini dilakukanuntuk wanita dengan tumor kecil yang ingin
mencoba untuk hamil di kemudian hari

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk


mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal).Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO).Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau
bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang
dari 65 tahun. Pasien jugaharus bebas dari penyakit umum (resiko
tinggi) seperti: penyakit jantung,ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks,
indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

d. Terapi Kanker Serviks Invasif


1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak
sel-sel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor
pada serviks sertamematikan parametrial dan nodus limpa pada
pelvik. Kanker serviks stadiumII B, III, IV diobati dengan radiasi.
Metoda radioterapi disesuaikan dengantujuannya yaitu tujuan
pengobatan kuratif atau paliatif.Pengobatan kuratifialah mematikan
sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya danatau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan
tetapmempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat
di sekitarseperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengandosiskuratif hanya akan diberikan pada stadium
I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat
paliatif yangdiberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2
macam radioterapi, yaitu :
1. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama
1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh
melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina
menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri
ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita
diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut
pengobatanadjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh.
Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan
sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena
terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan
yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks
antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin
Veble Bleomycin) dan lain – lain. Cara pemberian kemoterapi dapat
bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus.
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal /
bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah
cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering
digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah : mitomycin.
pacitaxel, ifosamide.topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama
dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika
operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil;
kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan
hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin
tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran
tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /
kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang
kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang
saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat
anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang
diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi
sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat,
buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi
kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika
memungkinkan olahraga.
4. Sariawan
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga
minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut
patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa
pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja
sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah,
sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah
penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap
kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi
berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.

Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan:


a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah
sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa
obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan
pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah
merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah,
mudah lelah, tampak pucat.

8. Pencegahan
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat
dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004) :
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita
yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti
pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup
kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan
saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak
perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut
petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi
dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit
dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk
melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan
seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap
berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali
setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik
pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan
teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan
yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning
(banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin E)
dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks. Artinya
semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan
semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut Rahim
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV
tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja
dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum
memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks,
vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV
tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu ditekankan
adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada perempuan yang
berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin
diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi,
risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%.

ANEMIA

1. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun.
2. Etiologi Anemia
Menurut Mansjoer, (1999:547), anemia ini umumnya disebabkan oleh
perdarahan kronik.
Penyebab lain yaitu :
1. Diet yang tidak mencukupi.
2. Absorbsi yang menurun.
3. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan.
4. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah.
5. Hemoglobinuria.
6. Penyimpangan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
3. Manifestasi Klinis Anemia

Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2008), Tanda dan Gejala:


Cepat lelah/kelelahan hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam
jaringan otot kurang sehingga metabolisme otot terganggu.
a. Nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimanna otak kekurangan
oksigen, karena daya angkut oksigen berkurang.
b. Kesulitan bernapas, dimana tubuh lebih banyak lagi oksigen dengan cara
kompensasi pernapasan lebih dipercepat.
c. Palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan
denyut nadi.
d. Pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan
konjungtiva.
Menurut Sarwono (2002), mendiagnosa anemia defisiensi besi yang
berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri yang khas yakni :
a. Lesu, lemah, letih, lunglai, lelah (5 L)
b. Sering disertai dengan pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, mulut, dan telapak tangan
menjadi pucat.

HIPOALBUMIN

1. Definisi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal atau
keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer,
Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga
mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
2. Klasifikasi Hipoalbuminemia
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak
dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total kandungan
albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan Peralta,
2006).
Klasifikasi hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah
sebagai berikut:
a. Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl
b. Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl
c. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl
3. Penyebab Hipoalbuminemia
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan olehmasukan protein yang rendah,
pencernaan atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan
protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut.
4. Terapi hipoalbumin
 Therapi diet
Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan
mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta
mencegah seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah
komplikasi. Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi
karena apabila asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi
pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga
beresiko memperburuk kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada pasien-
pasien hypoalbumin khususnya dan pasien bedah pada umumnya di diberikan
diet TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau
MPT.

 Therapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait
dengan hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan
transfusi FFP dan atau human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi
tersebut pada kasus yang kadar albumin dalam darah ≤ 2,5 gr/dl (Hill, 2000).
Namun kedua therapi medis tersebut perlu beberapa pertimbangan antara lain :
pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah untuk mendapatkannya
khususnya untuk pasien dengan status kelas III / jamkesmas.

5. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin


Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun
therapi diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut
sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai
conselor, educator, kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan
petugas kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik
buruknya kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang pertama kali
mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak terkait (medis,
gizi, fisiotherapi, dll). Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat
penting diantaranya: memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi
hypoalbumin, memonitor distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan
benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar . Setelah yakin suplemen
dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat untuk
mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator
keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya kadar
serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses penyembuhan
penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan memperpendek LOS.

AZOTEMIA

1. Definisi

Azotemia adalah suatu kondisi akibat penurunan LFG sehingga terjadi


penumpukan retensi atau tingginya kadar sisa metabolit nitrogen seperti ureum dan
kreatninin dengan segala kondisi yang menyertainya. Azotemia di tanjai dengan
peningkatan blood urea nitrogen (BUN > 28 mg/dL) dan kreatinin (Cr > 15 mg/dL).

2. Tipe Azotemia

 Azotemia Pre Renal


 Azotemia Primer
 Azotemia Pasca Renal
3. Tanda dan Gejala

 Oliguria (< 400 cc/24j)


 Anuria (<100 cc/24j)
 Badan lemas dan cepat lelah
 Bingung, gangguan konsentraso
 Takikardia
 Mual, muntah, kram perut
 Rasa haus
 Edema perifer
 Hipertensi
ELEKTROLIT IMBALANCE

 Kalium
Kalium (K) adalah kation utama kompartemen cairan intraseluler ( CIS ). Sekitar
90 % asupan kalium diekskresikan di urin dan 10 % di feses. Konsentrasi
normal kalium di plasma adalah 3,5 – 4,8 mmol/L, sedangkan konsentrasi
intraseluler dapat 30 kali lebih tinggi, dan jumlahnya mencapai 98 % dari jumlah
K keseluruhan. Walaupun kadar kalium di dalam CES hanya berkisar 2 % saja,
akan tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga homeostasis.
Perubahan sedikit saja pada kalium intraseluler, akan berdampak besar pada
konsentrasi kalium plasma. Keseimbangan Kalium diatur dengan
menyeimbangkan antara pemasukan dan ekskresi, serta distribusi antara
intrasel dan ekstrasel. Regulasi akut kalium ekstraseluler dicapai dengan
perpindahan kalium internal antara CES dan CIS. Ketika kadar kalium ekstrasel
meningkat akibat asupan yang banyak, atau disebabkan oleh pembebasan
kalium internal, maka regulasi akut ini akan terjadi.
 Natrium
Natrium merupakan penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan
volume ekstrasel. Gangguan natrium yang berarti pada sirkulasi berefek pada
saraf dan fungsi neuromuscular. Natrium adalah kation utama cairan
ekstraseluler (CES). Dalam kondisi fisiologis, Natrium (Na) serum memiliki
rentang nilai antara 138 – 142 mmol/L. Untuk menilai jumlah total partikel dalam
darah, maka perlu diukur osmolalitas serum. Osmolalitas serum memiliki nilai
berkisar antara 280 – 290 mOsm/kgH2O. Osmolalitas diukur dengan rumus :
P_osm=2(Na)+(Nitrogen urea darah (mg/dl))/2,8+(glukosa(mg/dl))/18
 Kasium
Ion kalsium (Ca) merupakan elektrolit yang banyak terdapat di ekstraseluler,
dimana 99 % disimpan di tulang. Kadar normal kalsium plasma adalah 8,1 –
10,5 mmol/L. Ca berfungsi pada sistem neuromuskular, konduksi saraf,
kontraksi otot, relaksasi otot, dan juga penting untuk mineralisasi tulang dan
merupakan kofaktor penting untuk sekresi hormon pada organ endokrin. Pada
tingkat sel, Ca merupakan regulator penting untuk transpor ion dan integritas
membran. Tulang berperan ganda, dimana berperan sebagai yang mengambil
kalsium untuk stabilitas dan sebagai depot untuk keadaan suplai kalsium yang
rendah.
Kalsium diperlukan untuk kontraksi otot, transmisi impuls saraf, sekresi
hormone, pembekuan darah, pembelahan sel, pergerakan sel dan
penyembuhan luka. Penilaian paling baik kadarnya dalam darah adalah dengan
kadar kalsium yang terionisasi jika ada. Jika penanganan didasarkan pada
kalsium darah total, maka konsentrasi albumin harus dipertimbangkan. Pada
umumnya untuk setiap peningkatan atau penurunan 1 gr/dl, albumin serum,
kalsium darah meningkat atau menurun 0,8 mg/dl (0,2mmol/l). Walaupun
demikian, hubungan antara kalsium darah dan albumin tidak digunakan dalam
penanganan pasien yang kritis.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggungjawab
b. Keluhan utama
Perdarahan dan keputihan
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang
berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang
tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat
memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau
membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan
keluarga.
c. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami
hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita
penyakit infeksi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti
ini atau penyakit menular lain.
e. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan
bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
f. Aktivitas dan istirahat
Gejala :
- Kelemahan atau keletihan akibat anemia
- Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari
- Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan
keringat malam
- Pekerjaan atau profesi dengan panajaman kersinogen lingkungan dan
tinggkat stress tinggi
g. Integritas ego
Gejala : faktor stress, merokok, minum alcohol, menunda mencari pengobatan,
keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat, pembedahan,
menyangkal diagnosis, dan perasaan putus asa.
h. Eliminasi
Pengkajian eliminasi yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut
- Pada kanker serviks : perubahan pola defekasi, mengalami perubahan
eliminasi urinalisis, misalnya nyeri
- Pada kanker ovarium didapat tanda haid tidak teratur, sering berkemih,
menopause dini dan menoragia
i. Makanan dan minuman
Gejala :
- Pada kanker serviks : kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi
lemak, adiktif, bahan pengawet rasa.
- Pada kanker ovarium : dispesia, rasa tidak nyaman pada abdomen, lingkar
abdomen yang terus meningkat.
j. Neurosensory
Gejala : pusing, sinkope
k. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : adanya nyeri derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri hebat (dihubungkan dengan proses penyakit), nyeri tekan pada
payudara (pada kanker ovarium)
l. Pernafasan
Gejala : merokok, pemajanan abses.
m. Keamanan
Gejala : pemajanan pada zat kimia toksik, karsinogen.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
n. Seksualitas
Gejala : perubahan pola respon seksual, keputihan (jumlah, karakteristik, bau),
perdarahan sehabis senggama (pada kanker serviks)
o. Interaksi sosial
Gejala : ketidaknyamanan atau kelemahan system pendukung, riwayat
perkawinan (berkenaan dengan kepuasan), dukungan, bantuan, masalah
tentang fungsi dan tanggung jawab.(Mitayani. 2009)
B. Analisa Data
MASALAH
No DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1 DO: Sel normal Nyeri Akut
- perubahan tekanan Factor resiko → ↓
darah Kerusakan DNA
- perubahan frekuensi ↓
jantung dan Mutasi pada gen dari sel somatic
pernafasan ↓
- Melindungi area nyeri Aktivasi dari pertumbuhan gan
- perubahan posisi penyebab kanker (oncogene)
untuk menghindari ↓
nyeri Ekspresi dari gangguan produk
- Nampak gen dan kehilangan pengatur
gelisah,merengek ↓
Ekspansi clonal

DS: Sel kanker mutasi secara
- mengeluh nyeri progresif

Heterogenesis

Neoplasma ganas pada serviks

Ca. serviks

Infiltrasi sel kanker ke jaringan
sekitar

Menekan serabul saraf

Nyeri akut
2 DO: Sel normal Ansietas
- peningkatan TD, Factor resiko → ↓
denyut nadi, reflex, Kerusakan DNA
frekuensi pernapasan ↓
- jantung berdebar- Mutasi pada gen dari sel somatic
debar ↓
- mulut kering Aktivasi dari pertumbuhan gan
- wajah merah penyebab kanker (oncogene)
- rasa nyeri yang ↓
meningkatkan Ekspresi dari gangguan produk
ketidakberdayaan gen dan kehilangan pengatur
- tampak tegang ↓
Ekspansi clonal
DS: ↓
- mengeluh susah tidur Sel kanker mutasi secara
- merasa kesedihan progresif

Heterogenesis

Neoplasma ganas pada serviks

Ca. serviks

Perubahan pada status
kesehatan

Merasa khawatir dengan keadaan
kesehatannya

Ansietas
3 DO: Sel normal Gangguan Eliminasi Urine
- dysuria Factor resiko → ↓
- retensi Kerusakan DNA

DS: Mutasi pada gen dari sel somatic
-mengeluh nyeri ketika ↓
pipis, Aktivasi dari pertumbuhan gan
- tidak bisa pipis penyebab kanker (oncogene)

Ekspresi dari gangguan produk
gen dan kehilangan pengatur

Ekspansi clonal

Sel kanker mutasi secara
progresif

Heterogenesis

Neoplasma ganas pada serviks

Ca. serviks

Sel kanker menyebar ke
parametrium

Mengilfiltrasi septum rektovaginal
dan kandung kemih

Obstruksi kandung kemih/ureter

Gangguan eliminasi urine

C. Prioritas Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic
D. Intervensi
1. Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cedera biologis ditandai dengan melaporkan
nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri klien
berkurang sampai dengan normal
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 5 pada indikator NOC
NOC : Pain Control
NO INDIKATOR 1 2 3 4 5 Keterangan :
1 Reported pain √ 1. Severe
2 Facial expression pain √ 2. Substantial
3 Restlessness √ 3. Moderate
4 Irritbility √ 4. Mild
5. None
Intervensi (NIC) :
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan factor [resipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terpiutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Evaluasi pengalami nyeri sebelumnya
5. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
6. Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
7. Kurangi factor presipitasi nyeri
8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
9. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
10. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
11. Evaluasi keefektifan control nyeri
12. Tingkatkan istirahat
13. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
14. Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum memberikan
obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan bertnya nyeri
6. Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
7. Tentukan rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali
9. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efekivitas analgesic, tanda dan gejala (efek samping)

2. Diagnosa 2 : Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status


kesehatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien
kecemasan klien menurun
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 5 pada NOC
NOC : Anxiety Self : Control
INDIKATOR 1 2 3 4 5
Monitors intensity of anxiety v
Seeks information to reduce anxiety v Keterangan :
Uses relaxation techniques to reduce v 1. Never
anxiety 2. Rarel
Maintains adequate sleep v y
3. Some
times
4. Often
5. Consistently

NIC : Anxiety Reduction


1. Tenangkan klien
2. Memberikan informasi factual mengenai diagnosis, perawatan, dan prognosis
3. Meminta keluarga untuk tetap menemani pasien
4. Mengidentifikasi perubahan tingkat kecemasan
5. Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
6. Mengajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
7. Memberikan obat untuk mengurangi kecemasan
8. Menilai tanda-tandaverbal dan nonverbal kecemasan
9. Dengarkan dengan penuh perhatian
10. Bangun kepercayaan dengan pasien

3. Diangnosa 3 : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi


anatomik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
gangguan eliminasi urin membaik
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 4 pada indicator NOC
NOC : Urinary elimination
Indicator 1 2 3 4 5 Keterangan :
Elimination pattern √ 1. Severe
Urinary frequency √ 2. Substantial
Urinary retention √ 3. Moderate
4. Mild
5. None
Intervensi (NIC ):
Urinary elimination management
1. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, volume, warna dan bau
2. Monitor tanda dan gejala retensi urin
3. Catat waktu terakhir eliminasi urin
4. Kolaborasi pemberian bisoprolol (merelaksasikan kandung kemih)
Urinary retention care
1. Pasang kateter urine
2. Monitor intake and output
Daftar Pustaka

Alfian Elwin Zai. 2009. Karakteristik Penderita Kanker Leher Rahim Yang Dirawat Inap
Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam MAlik Medan Tahun 2003-2007. Skripsi.
FKM USU Medan
Anonymous. 2009. Kanker Rahim. http://www.scribd.com/doc/57734498/Kanker-
Rahim. Diakses Tanggal 21 september 2015.
Arif Mansjoer dkk. 1999 . Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1,. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2. EGC:Jakarta.
Dasar-dasar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC. Smeltzer, G Bare.(2002). Buku
ajar keperawatan medikal bedah vol. 2. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A. (1995).
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit edisi keempat buku kedua.
Jakarta: EGC.
Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan PasienEdisi 3. EGC:Jakarta.
Hanifa Wiknjosastro dkk. 1999. Ilmu Kandungan, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2006. Standar Pelayanan
Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta
Siregar P.2006. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot
Williams & Wilkins : Philadelphia.
Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta.338-345
Varney, H. 2002. Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan. Myoma, kanker rahim/leher rahim dan
indung telur, kista, serta gangguan lannya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai