Mohamad Pujiyantoro
102014115
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470
Email :Pujiyantoro28@gmail.com
PENDAHULUAN
Skenario 2
Seorang laki-laki usia 20 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri seluruh perut
sejak 1 hari yang lalu disertai demam dan diare.
PEMBAHASAN
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : Auto-anamnesa yaitu kegiatan
wawancara langsung kepada pasien karena pasien dianggap mampu tanya jawab dan Allo-
anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan wawancara/tanya
jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien.2 Yang bisa kita tanyakan
adalah :
1
Mengetahui identitas pasien guna melengkapi informasi seperti nama,umur,alamat,dll yang
diangap penting untuk menunjang pemeriksaan.
Keluhan utama yaitu gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita
sehingga mendorong pasien datang untuk berobat dan meminta pertolongan dengan
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar
untuk memulai evaluasi pasien. Pada scenario diketahui keluhan nyeri perut hebat
pada seluruh perut sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang, penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita
merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah :
tempat, kualitas penyakit, kuantitas penyakit, urutan penyakit, urutan waktu, situasi,
faktor yang memperhebat atau mengurangi. Pada scenario diketahui pasien mengeluh
nyeri perut kanan bawah, mual, muntah. Riwayat buangair kecil normal
Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau
yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang. Kaji riwayat
alergi makanan , riwayat konsumsi obat-obatan .
Riwayat keluarga, yang mencakup segala hal yang berhubungan dengan peranan
herediter dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien.
Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita.
Riwayat pribadi, mencakup segala hal yang menyangkut pribadi si pasien. Mengenai
peristiwa penting pasien dimulai dari keterangn kelahiran, serta sikap pasien terhadap
keluarga dekat. Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, imunisasi,
makan, pendidikan dan masalah keluarga.
Riwayat sosial, mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala
aktivitas di luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal perkawinan, tanggungan
keluarga, dan lain-lain.2
2
Pemeriksaan Fisik
3
Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini beberapa pemeriksaan penunjang yang di anjurkan pada kasus peritonitis :
Diagnosis Kerja
Peritonitis
4
mudah, namun jika terapinya terlambat atau tidak adekuat, maka infeksinya dapat
berkembang menjadi infeksi intra-abdominal yang complicated.
Infeksi intra-abdominal yang complicated merupakan infeksi yang meluas dari organ
sumber ke dalam rongga peritoneum dan menyebabkan inflamasi peritoneum, serta
berhubungan dengan peritonitis lokal dan difus. Peritonitis lokal sering bermanifestasi
sebagai abses dengan jaringan debris, bakteri, neutrofil, makrofag, dan cairan eksudat yang
terkandung dalam kapsul fibrosa. Sedangkan peritonis difus ini merupakan peritonitis yang
dikategorikan sebagai peritonitis primer, sekunder, dan tersier.4
Peritonitis primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran secara
hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis
ini bentuk yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi
transmural) dari kelainan organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga peritoneum.
Kasus SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri gram negatif (
E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri gram positif ( streptococcus
pneumonia, staphylococcus). Peritonitis primer dibedakan menjadi:
*Spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik, misalnya kuman
tuberkulosa.
* Non- spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non spesifik, misalnya
kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.4
Peritonitis sekunder
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal
atau tractus urinarius. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.4
Peritonitis tersier
5
Diagnosis Banding
Epidemiologi
Insiden tertinggi peritonitis sekunder didapatkan pada diamati pada kelompok usia 21
sampai 30 tahun (32%), diikuti oleh 31 sampai 40 tahun (26%). Insiden puncak di kalangan
kelompok usia ini di negara berkembang sering disebabkan oleh ulkus peptikum. Pria yang
paling sering terkena, dengan rasio laki-laki terhadap perempuan 9:1, yang sedikit lebih
tinggi daripada apa yang telah dilaporkan dalam literatur sebelumnya, 3:01 atau 4:01 atau
5:01 laki-laki terhadap perempuan.1
Etiologi
Peritonitis berarti suatu respon inflamasi dari peritoneum dalam rongga abdomen
dalam hal aktivasi kaskade mediator lokal dengan stimulus yang berbeda. Oleh karena itu,
agen infeksius (bakteri, virus) dan non-infeksius (bahan kimia : empedu) dapat menyebabkan
peradangan pada lapisan peritoneum. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi ke dalam
lingkungan rongga peritoneum yang steril melalui perforasi usus, misalnya ruptur dari
apendiks dan divertikel kolon. Bahan kimia yang dapat mengiritasi peritoneum, misalnya
asam lambung dari perforasi gaster atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi
hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari
infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovary.1
6
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis
bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita
tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.4
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis
organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar atau umum, gambaran
klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini
tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi
menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-
mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus
7
infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea,
vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan
abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah
atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan
peritonitis bakterial.4
Penatalaksanaan
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan medis
sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
Medika mentosa
Terapi Antibiotik
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada urutan ke-dua.
Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif lagi, namun lebih
berguna pada infeksi akut. Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem,
piperacilin/tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.1
Non medikamentosa
Intervensi non-operatif
8
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses melalui
drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ intraabdomen lain yang
memerlukan pembedahan, maka drainase perkutaneus ini dapat digunakan dengan aman dan
efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan
erosi, fistula.1
Terapi opertaif
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara, pertama,
bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.1
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu
a. Komplikasi dini ; Septikemia dan syok septic, syok hipovolemik, sepsis intra
abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system, abses
residual intraperitoneal, portal pyemia (misal abses hepar).
b. Komplikasi lanjut: Adhesi, Obstruksi intestinal rekuren1
Prognosis
PENUTUP
Kesimpulan
9
Daftar Pustaka
10