TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pondasi
Pondasi adalah bagian dari suatu bangunan yang berfungsi meneruskan berat
bangunan tersebut ke tanah dimana bangunan itu berdiri ( Terzaghi, Peck, 1987 ).
Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus
didukung oleh pondasi.Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang
meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan ke
dalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya ( Bowles, 1997 ).
6
2.1.2 Pondasi Tiang Pancang
Tiang pancang adalah bagian–bagian konstruksi yang dibuat dari
kayu,beton, dan/atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan)
beban–beban permukaan ke tingkat–tingkat permukaan yang lebih rendah dalam
massa tanah (Bowles, 1993).
Pemakaian tiang pancang dipergunakan untuk suatu pondasi untuk suatu
bangunan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya
dukung (bearing capacity), yang cukup untuk memikul berat bangunan dan
bebannya, atau apabila tanah keras yang mana mempunyai daya dukung yang cukup
untuk memikul berat bangunan dan bebannya letaknya sangat dalam (Sardjono HS,
1996).
Tiang pancang berfungsi untuk memindahkan atau mentransferkan beban-
beban dari konstruksi di atasnya (uper structure) kelapisan tanah. Dalam
pelaksanaan pemancangan, pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah,
tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya
horizontal yang bekerja. Hal seperti ini sering terjadi pada dermaga, dimana terdapat
tekanan kesamping dari kapal dan perahu.
Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat
yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya.
Tiang pancang pada umumnya digunakan :
1. Untuk membawa beban–beban konstruksi di atas tanah, ke dalam atau
melalui sebuah lapisan tanah. Di dalam hal ini beban vertikal dan beban
lateral dapat terlihat.
2. Untuk menahan gaya desakan ke atas, atau gaya guling, seperti untuk telapak
ruangan bawah tanah di bawah bidang batas air jenuh atau untuk kaki – kaki
menara terhadap guling.
3. Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi
perpindahan isi tiang pancang dan dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik
keluar kemudian.
4. Mengontrol penurunan bila kaki – kaki yang tersebar atau telapak berada
pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya
tinggi.
5. Membuat tanah di bawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol
amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.
7
6. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan dan/atau pir
(tiang), khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban – beban di atas
permukaan air melalui air dan ke dalam tanah yang mendasari air tersebut.
Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan
yang terpengaruh baik oleh beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral
(Bowles, 1993). Tiang pancang seringkali digunakan untuk mengontrol
pergerakan tanah (seperti longsoran tanah).
Dimana :
Qult = daya dukung tiang pancang total
Qp = daya dukung ujung tiang pancang
Qs = daya dukung friksi tiang pancang
qp = rata – rata daya dukung tahanan ujung
Ap = luas penampang tiang
fs = tahanan gesek/friksi
As = luas penampang friksi tiang pancang
qc1 qc 2
qp (2.3)
2
Dimana :
qc1 = nilai minimum rata-rata tahanan ujung konus (qc), ditentukan 0.7 D
hingga 4 D ke arah bawah dari ujung tip konus (lihat Gambar 2.2).
qc2 = nilai minimum rata-rata tahanan ujung konus (qc), ditentukan 8 D
ke arah atas dari ujung tip konus (lihat Gambar 2.2).
9
Gambar 2.2 Pengambilan nilai-nilai qc1 dan qc2 untuk menentukan nilai qp
Schmertmann mengusulkan batasan nilai (fs) adalah 1,2 TSF (120 kPa atau
1,20 kg/cm2).
10
Menurut Persamaan (2.4), tahanan friksi:
Qs p . L . f s
(2.5)
Gambar 2.3 Nilai α’ dengan rasio letak pondasi (L/D) pada lapisan pasir dengan
menggunakan sondir mekanis
11
c. Pada kedalaman yang sama, besaran friksi ( fs ) pada lapisan pasir lepas
adalah lebih tinggi untuk pergerakan tiang pancang yang besar, bila
dibandingkan dengan pergerakan tiang pancang yang kecil.
d. Pada kedalaman yang sama, tiang-tiang yang dibor atau dibasahi terlebih
dahulu dengan tekanan air akan memiliki besaran tahanan friksi ( fs )
lebih rendah daripada tiang yang dipancang.
Gambar 2.4 Besaran tahanan pasir tiang pancang pada tanah pasiran
Dimana :
fs = tahanan friksi
K = koefisien tekanan tanah aktif
’o = tekanan tanah aktif pada kedalaman yang dipertimbangkan
δ’ = sudut friksi antara tanah dan tiang pancang
Untuk L’ hingga L :
f s f s z L (2.7)
12
Dalam kenyataannya, parameter K bervariasi terhadap kedalaman, nilai K
bisa didekati degan koefisien tekanan tanah pasif Rankine, Kp, pada bagian atas
tiang, dan nilainya mungkin lebih kecil dariapada tekanan tanah saat ‘at rest’, Ko
pada kedalaman yang lebih besar. Berdasarkan beberapa hasil yang dicapai
sebelumnya, parameter K rata-rata bisa didekati sesuai yang diperlihatkan dalam
Tabel 2.1. untuk digunakan dalam Persamaan (2.6) :
Variasi nilai ’ dari berbagai penyelidikan berkisar antara 0,50 hingga 0,80 ’
(sudut geser dalam).
Berdasarkan data hasil uji lapangan, Mansur dan Hunter (1970) mendapatkan
nilai K rata-rata sebesar :
1)Tiang H ................................... K = 1,65
2)Tiang pipa baja ...................... K = 1,26
3)Tiang beton pracetak ............. K = 1,50
13
Gambar 2.5 Variasi parameter K berdasarkan nilai L/D
(Coyle dan Castello, 1981)
0,29
f av 0,224. pa . N60 (2.9)
Dengan demikian,
Qs f s . L . f av (2.10)
14
Variasi nilai ’ dengan nilai fc diperlihatkan dalam Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
fc
Gambar 2.6 Kurva variasi α’ terhadap nilai tahanan gesek/friksi (friction)
Pa
penetrasi selimut tiang pancang pada lapisan lempung (dalam metode
Schmertmann), dimana Pa adalah tekanan atmosfir sebesar 100 kN/m2 atau 2000
lb/ft2)
Gambar 2.7 Harga koreksi α’ pada friksi tiang dengan penampang bujursangkar
15
2.2.4 Daya Dukung Ijin Tiang Pancang Berdasarkan Data Sondir / DCPT
Qijin ditentukan berdasarkan:
Qu
Qall = (2.12)
FS
Umumnya FS diambil antara 2,5 sampai 4,0, dan tentunya terhadap kualitas
data yang ada. Pada umumnya untuk Indonesia diambil :
Qu Qp Qs
Q all (2.13)
FS 3 5
Dimana :
Se(1) = penurunan elastis tiang
Se(2) = penurunan elastis tiang akibat beban tahanan ujung
Se(3) = penurunan elastis tiang akibat beban yang didistribusikan sepanjang
selimut tiang
S e (1)
Q
wp Qws . L
(2.15)
Ap . E p
Dimana :
Qwp = beban yang diterima ujung tiang berdasarkan beban ijin tiang pada ujung
tiang.
Qws = beban yang diterima selimut tiang berdasarkan beban ijin tiang pada selimut
Ap = luasan penampang tiang
L = panjang tiang
Ep = modulus elastisitas tiang, untuk tiang beton dapat dilihat dari Tabel 2.2.
= faktor distribusi per satuan tahanan friksi tiang (fs) sepanjang selimut tiang,
biasanya diambil antara 0,5 hingga 0,67 (diperlihatkan dalam Gambar 2.8).
16
Tabel 2.2 Tabel modulus elastisitas jenis tanah dan bahan tiang pancang
(Bowles, 1977)
Gambar 2.8 Variasi tipe dari unit tahanan gesek sepanjang selimut tiang
1 . I
qwp . B
S e (2) 2
s wp (2.16)
Es
Dimana :
B = lebar
17
Qwp
qwp = beban yang diterima tiang per satuan luas ujung tiang =
Ap
Tabel 2.3 Beberapa nilai modulus elastisitas tanah menurut Bowles (1977)
Jenis Tanah Es (Mpa)
Lempung
sangat lunak 2-15
Lunak 5-25
Sedang 15-40
Keras 50-100
Catatan:
1. Konversi gaya:
1 kg = 9,807 N = 9,807 . 10-3 kN
1 ton = 1000 kg = 9,807 kN
2. Konversi tegangan/tekanan:
1,0 t/ft2 = 1,0 kg/cm2 = 1 Atmosphere (atm) = 10,0 t/m2
= 100 kPa = 100 kN/m2 = 0,10 MPa
18
Dimana :
qp = tahanan ultimit ujung tiang
Cp = koefisien empiris, nilai-nilai diperlihatkan dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.4 Beberapa nilai modulus elastisitas tanah menurut (CGS (1978) and Lambe
and Whitman (1969))
Material Young Modulus E** (kg/cm2) Poisson Ratio, ***
Soils
Clay
Soft sensitive 20 – 40 (500Su)
Firm to stiff 40 – 80 (1000Su) 0,4 – 0,5
Very stiff 80 – 200 (1500Su) (undrained)
Loess 150 – 600 0,1 – 0,3
Silt 20 – 200 0,3 – 0,35
Fine sand
Loose 80 – 120
Medium dense 120 – 200 0,25
Dense 200 – 300
Sand
Loose 100 – 300 0,2 – 0,35
Medium dense 300 – 500
Dense 500 – 800 0,3 – 0,4
Other Material
Wood 1,2 – 1,5 . 105
Concrete 2 – 3 . 105 0,15 – 0,25
Ice 7 . 105 0,36
Steel 21 . 105 0,28 – 0,29
*After CGS (1978) and Lambe and Whitman (1969)
** Es (soil) usually taken as secant modulud between a deviator stress of 0 and 1/3 to ½ peak
deviator stress in the triaxial test (Lambe and Whitman, 1969). E r (rock) usually taken as the initial tangent
modulus (Farmer, 1968). Ec (clays) is the slope of consolidation curve when plotted on linear h/h versus p
plot (CGS, 1978).
*** Poisson’s ratio for soils is evaluated from the ratio of lateral strain to axial strain during triaxial
compression test with axial loading. Its value varies the strain level and becomes constant only at large strains
in the failure range (Lambe and Whitman, 1969). It is generally more constant under cyclic loading
cohesionless soils with range from 0,25 – 0,35 and cohesive soils from 0,4 – 0,5.
19
Lanau (padat hingga lepas) 0,03 – 0,05 0,09 – 0,12
L
I ws 2 0.35 (2.19)
B
Qws
Perlu dicatat bahwa adalah nilai rata-rata fs sepanjang tiang.
p.L
Vesic (1977) juga mengusulkan hubungan empiris untuk penurunan elastis
Se(3) :
Qws . Cs
S e (3) (2.20)
L . qp
Dimana :
Cs = konstanta empiris yang besarnya:
L
Cs 0,93 0,16 . Cp (2.21)
D
20
Gambar 2.10 Kondisi alami tiang yang mengalami beban/gaya lateral yang
mengakibatkan defleksi; momen; gaya geser untuk tiang kaku/pendek dan tiang
elastis/panjang
21
Gambar 2.11 (a) Tiang yang mengalami beban/gaya lateral; (b) tahanan
tanah yang mengalami beban lateral; (c) perjanjian tanda untuk pergeseran; putaran
sudut; momen; geser; dan reaksi tanah.
Dimana :
k = modulus reaksi tanah dasar
p’ = tekanan tanah
x = defleksi
Modulus reaksi tanah dasar untuk lapisan pasiran pada kedalaman z dapat
ditentukan sebagai berikut :
k z h . z (2.23)
d 4x
Ep . I p 4 p ' (2.24)
dz
Dimana :
Ep = modulus elastisitas material tiang
Ip = momen inersia penampang tiang
d 4x
Ep . I p k.x 0 (2.26)
dz 4
23
Gambar 2.12 Defleksi pada pondasi tiang pendek (kaku) dan pondasi tiang
panjang (elastis)
a. Tanah pasiran
Momen dan perpindahan dari suatu pondasi tiang yang tertanam di tanah
pasiran berdasarkan beban lateral dan momen yang terjadi di permukaan tanah
ditentukan oleh metode umum oleh Matlock dan Reese (1960). Pada Gambar 2.13
dapat dilihat pondasi tiang dengan panjang L diberikan gaya lateral Qg dan Momen
Mg pada permukaan tanah (z = 0).
24
Gambar 2.13 Beban lateral dan momen pada pondasi tiang
M z z Am . Qg .T Bm . M g (2.29)
25
Karakteristik panjang tiang :
Ep . I p
T 5 (2.32)
h
Dimana :
Ep = Modulus elastisitas tiang
Ip = Momen inersia penampang tiang
Qg = Beban lateral
Mg = Momen
z = kedalaman
k
ηh = = modulus konstan reaksi tanah
z
k = Modulus reaksi tanah dalam arah horizontal
Ax, Bx, Aθ, Bθ, Am, Bm, Av, Bv, Ap’, Bp’ adalah koefisien pada Tabel 2.6. atau
Gambar 2.14 dan Gambar 2.15
Dimana :
z
Z (2.33)
T
26
Tabel 2.6. Koefisien untuk Tiang Panjang Vertikal pada tanah pasiran
dengan asumsi kz = ηh . z (ηh bisa dilihat dai Tabel 2.7.)
27
Gambar 2.14 Koefisien Ax dan Am pondasi tiang (Broms, 1964)
28
Gambar 2.15 Koefisien Bx dan Bm pondasi tiang (Broms, 1964)
29
b. Tanah lempung
Menurut Davidson dan Gill (1963), persamaan solusi elastis untuk tiang yang
tertanam di tanah granular menyerupai dengan persamaan solusi elastis untuk tiang
yang tertanam di tanah kohesif.
Ep . I p
R 4 (2.36)
k
Dimana :
Ep = Modulus elastisitas tiang
Ip = Momen inersia penampang tiang
Qg = Beban lateral
Mg = Momen
z = Kedalaman
k = Modulus reaksi tanah dalam arah horizontal
Nilai A’x, B’x, A’m, dan B’m diambil berdasarkan grafik pada Gambar 2.16
30
Gambar 2.16 Nilai A’x, B’x, A’m, dan B’m (Davidson dan Gill, 1963)
Dimana :
z
Z (2.36)
R
Suatu tiang vertikal yang menahan beban / gaya lateral akibat mobilisasi
tekanan tanah pasif di sekeliling tiang (Gambar 2.17). Derajat distribusi reaksi tanah
bergantung: (a) nilai kekakuan tiang; (b) nilai kekakuan tanah; (c) model / tipe
pengekangan (terjepit atau bebas) pada ujung tiang.
31
Gambar 2.17 Kondisi tiang yang menahan beban / gaya lateral
Untuk menghitung daya dukung lateral, perlu diketahui jenis tiang pondasi,
yaitu tiang pendek dan panjang. Dalam setiap kasus, klasifikasi tiang pendek dan
panjang harus diperiksa terlebih dahulu. Pondasi tiang individu terdiri dari dua
klasifikasi yaitu pondasi tiang pendek dan pondasi tiang panjang, yaitu :
32
1. Berdasarkan kekakuan relatif R atau T untuk lapisan pasiran :
Ep . I p
T 5
h
(2.37)
Dimana :
Ep = modulus elastisitas tiang
ηh = koefisien variasi modulus (diperlihatkan dalam Tabel 2.7)
1
Ip . b . h3 untuk penampang segiempat
12
1
Ip . . R 4 untuk penampang lingkaran
2
Catatan konversi :
1 ton/m3 = 1000 kg/m3 = 1 gr/cm3 = 10-3 kg/cm3 = 9,807 kN/m3
1 kN/m3 = 1/9.807 *10-3 = 1,02 . 10-4 kg/cm3
Kriteria untuk tiang pancang pendek dan atau panjang diperlihatkan dalam Tabel
2.8.
33
2. Berdasarkan parameter untuk lapisan lempung :
Pada tiang dengan kepala bebas, tiang panjang jika β (L) > 2,5 dan tiang
pendek jika (L) < 2,5. Pada tiang dengan kepala terjepit, tiang panjang jika (L) >
1,5 dan tiang pendek jika (L) < 1,5. Parameter K diperlihatkan dalam Tabel 2.9.
K .D
4 (2.38)
4 . Ep . I p
Tabel 2.9. Parameter K berdasarkan nilai kuat tekan bebas (qu) lapisan lempung
Kuat tekan bebas (qu) K
kN/m2 Lb/in2 kN/m 3
Lb/in3
200 30 10.000 – 20.000 37 – 75
200 - 800 30 – 120 20.000 – 40.000 75 – 150
800 120 40.000 150
qc 4 . N (2.39)
34
2.2.8 Daya Dukung / Tahanan Lateral Ultimit (Qu(g))
Gambar 2.18 Solusi Brom untuk menentukan tahanan lateral ultimit untuk
tiang pendek (short pile) pada: lapisan pasir (a) dan lempung (b)
Kp = koefisien tekanan tanah pasif dari Rankine = tan 45
2
(2.40)
2
0, 75. qu 0, 75 . qu
cu = kohesi undrained 0,375 . qu (2.41)
FS 2
Parameter kohesi (c), nilai kohesi secara empiris dapat ditentukan dari data
sondir :
qc
cu (2.42)
20
35
Parameter cu juga bisa diambil dari Begeman (1965), sebagaimana terlihat
dalam Tabel 2.11.
Tabel 2.11. Parameter cu pada lapisan tanah lempung
Konsistensi tanah Tekanan Konus qc Undrained Cohesion
(kg/cm2) (T/m2)
Very Soft <2,50 <1,25
Soft 2.50-5,0 1,25-5,0
Medium Stiff 5,0-10,0 2,50-5,0
Stiff 10,0-20,0 5,0-10,0
Very Stiff 20,0-40,0 10,0-20,0
Hard <40,0 >20,0
Dimana :
FS = Faktor keamanan diambil 2,0
qu = Nilai kuat tekan bebas
M S . Fy (2.43)
Dimana :
32
Fy = tegangan batas tiang beton 400 . 103 kN/m2 = 4000 kg/cm2
Sebagai catatan bahwa dalam Gambar 2.18 dan Gambar 2.19 , Qu(g) adalah
daya dukung / tahanan lateral batas (ultimit). Untuk mengontrol daya dukung /
tahanan lateral ijin (Q(g)) berdasarkan persyaratan defleksi maksimum yang diijinkan
digunakan Gambar 2.20.
Besarnya defleksi kepala tiang, xz (z = 0), pada beban kerja lateral dapat
ditentukan dari Gambar 2.18.a dan Gambar 2.18.b adalah untuk tanah pasiran dan
tanah lempung, parameter dapat ditentukan sebagai :
nh
5 (2.44)
Ep . I p
36
Kisaran nilai nh untuk tanah berbutir (lapisan pasiran) diberikan dalam Tabel 2.7.
pressure kN / m2 atau lb / in 2
K (2.45)
displacement m atau inchi
37
2.2.9 Kontrol Tahanan Lateral Ijin (Q(g)) Terhadap Defleksi Horizontal
Kepala Tiang
38
Gambar 2.19 Solusi Brom untuk menentukan tahanan lateral ultimit untuk tiang
panjang tunggal (long pile) pada: lapisan pasir (a) dan lempung (b)
39
Gambar 2.20 Solusi Brom untuk menentukan defleksi untuk kepala tiang tunggal
pada: lapisan pasir (a) dan lempung (b)
40
2.3 Analisis Kelompok / Grup Tiang Pancang
2.3.1 Ketentuan Perencanaan Pondasi Dalam Permen PUPR No.
05/PRT/M/2007
Beberapa ketetapan yang perlu mendapat perhatian khusus :
1. Jarak dari tiang-tiang harus dipertimbangkan terhadap kondisi dari tanah dan
harus dipilih dengan memperhatikan pemadatan dan metode
pemasangan/pelaksanaannya. Jarak tiang harus diukur dari as ke as. Untuk
tiang-tiang yang paralel, jarak minimum tiang adalah 5 kali diameter atau
jarak terkecil dari tiang. Bila kepala tiang tergabung dalam suatu kumpulan
kepala tiang (pile-cap) beton, jarak dari satu sisi tiang ke tepi terdekat dari
kumpulan kepala tiang, tidak boleh kurang dari 250 mm. Kepala tiang harus
tertanam ke dalam beton tidak kurang dari 300 mm sesudah semua material
yang rusak akibat pemancangan dibuang. Untuk tiang-tiang beton harus
dibuat kait angkur atau pembesian yang diperpanjang ke dalam pile-cap
beton, maka masuknya kepala tiang dapat dikurangi sampai 100 mm.
Penurunan dari tiang-tiang yang dibebani secara aksial dan grup tiang pada
beban yang diijinkan harus diperhitungkan. Analisis elastis, cara transfer
beban dan/atau cara elemen hingga dapat digunakan. Penurunan dari tiang
atau grup tiang tidak boleh melebihi batas pergerakan struktur yang diijinkan.
Untuk perhitungan pergerakan tiang sebagaimana dalam SK SNI T-15-1993-
03.
2. Tahanan lateral tiang ditentukan oleh uji beban lateral, secara empiris atau
secara teoritis. Tahanan lateral tiang dari suatu kelompok tiang dapat diambil
sebagai jumlah komponen horisontal dari gaya dalam tiang-tiang miring dan
tahanan tanah pasif sekeliling kelompok tiang. Sebagai alternatif diberikan
rumusan untuk menghitung tahanan lateral ultimit dari satu tiang berkepala
bebas di dalam tanah kohesif dan non kohesif. Pada kelompok tiang,
pengaruh kelompok tiang.perlu diperhitungkan pula.
3. Pada keadaan batas ultimit, gesekan permukaan negatif tidak terfaktor yang
disebabkan oleh gaya negatif tiang-tiang polos (tidak dilapisi) dianggap sama
dengan 1,25 kali kekuatan tanah terfaktor. Satu rumusan untuk menghitung
gaya tarik gesekan negatif rencana; cara pencegahan/pengurangan gesekan
negatif; dan penjelasan mengenai panjang tiang di mana gesekan permukaan
negatif terjadi, dijelaskan dalam SK SNI T-15-1993-03. Gaya tarik gesekan
41
negatif terfaktor harus ditambahkan pada beban mati vertikal terfaktor yang
diaplikasikan pada pondasi dalam sewaktu menilai kapasitas dukung tiang.
4. Penurunan dari grup tiang dapat ditentukan dengan analisis teori dengan
menggunakan data investigasi lapangan. Lendutan lateral dan rotasi suatu
grup tiang vertikal dengan memperhatikan kondisi modulus tanah yang
seragam atau yang meningkat secara linier terhadap kedalaman dapat
dihitung dengan rumus-rumus yang tersedia.
42
b. Efisiensi Kelompok / Grup Tiang
Meskipun pada tiang yang berdiameter besar atau untuk beban yang ringan
sering digunakan pondasi tiang tunggal untuk memikul beban kolom atau beban
struktur, namun pada lazimnya beban kolom struktur atas dapat pula dipikul oleh
suatu kelompok tiang. Perhitungan jumlah tiang diperhitungkan dalam angka
efisiensi, hal ini dikarenakan dalam sistem kelompok tiang, baik pada ujung maupun
pada keliling tiang akan terjadi overlapping daerah yang mengalami
tegangan‑tegangan akibat beban kerja struktur (Gambar 2.21 dan Gambar 2.22).
Overlapping tegangan yang terjadi akan memperbesar tegangan keliling di sekitar
tiang. Hal ini menguntungkan untuk pondasi pada tanah pasiran, karena daya
dukungnya akan meningkat sebagaimana lapisan pasiran pada proyek ini.
Gambar 2.21 Tegangan di bawah ujung tiang tunggal dan kelompok tiang
43
Gambar 2.22 Overlapping daerah tegangan sekitar kelompok tiang
44
Gambar 2.23 Pola susunan tiang pancang; (s = jarak antar tiang)
(Wayne, Foundation Design)
Dimana :
= efisiensi grup
Qg(u) = daya dukung ultimit grup tiang
Q(u) = daya dukung tiap-tiap tiang tanpa pengaruh grup tiang
Untuk lapisan tanah pasiran sebagaimana pada proyek ini, analisis dapat
dijelaskan dengan bantuan Gambar 2.24 . Bergantung dengan jarak tiang dalam
grup, semua tiang bisa :
45
1)Dianggap sebagai blok dengan dimensi Lg x Bg x L, maka kapasitas tahanan
friksi blok :
f av . pg . L Qg u (2.48)
dimana:
pg = keliling selimut penampang blok atau bisa dirumuskan secara
sederhana :
pg 2 n1 n2 2 d 4 B
(2.49)
Dimana :
p = keliling selimut setiap tiang
Dengan demikian,
Qg (u ) f av 2 n1 n2 2 d 4 B L
Q u n1 . n2 . p . L . f av
(2.51)
2 n1 n2 2 d 4 B
p . n1 . n2
2 n1 n2 2 d 4 B
Qg u . Qu (2.52)
p . n1 . n2
Dari Persamaan (2.51), jika jarak as ke as (d) adalah cukup kecil maka <
1, maka bisa dianggap sebagai tiang tunggal. Dengan demikian, jika < 1, maka:
Qg u . Qu (2.53)
Qg u Qu (2.54)
46
Gambar 2.24 Grup tiang pada lapisan tanah pasiran
47
b) Converse – Labbarre dari Uniform Building Code AASHTO (Gambar
2.25) :
n 1 m m 1 n
Eg 1
90 . m . n
Dimana :
Eg = efisiensi kelompok tiang
= arc tan (D/s) (o / derajat)
s = jarak antar tiang (as ke as)
D = ukuran penampang tiang
m = jumlah tiang dalam 1 kolom
n = jumlah tiang dalam 1 baris
48
c) NAVFAC DM 7.2 (1982)
Gambar 2.26 Efisiensi kelompok tiang pada tanah kohesif (NAVFAC DM 7.2
(1982)
49
Sebagai pedoman dalam desain proyek ini efisiensi kelompok tiang pada
tanah pasiran :
Pada tiang pancang baik pada tiang tahanan gesek maupun tiang tahanan ujung
dengan jarak S ≥ 3.0 B, daya dukung kelompok tiang dapat diambil sama besar
dengan jumlah daya dukung masing‑masing tiang (Eg = 1).
(1.) Pada tiang pancang tahanan gesek S < 3.0 D, gunakan salah satu formula
di atas.
(2.) Tentukan apakah keruntuhan blok akan terjadi. Umumnya bila jarak antar
tiang cukup besar, keruntuhan tidak ditentukan oleh blok. Keruntuhan blok hanya
terjadi bila jarak antara tiang cukup rapat (S < 2 D), sehingga umumnya tidak
terjadi masalah.
(3.) Kapasitas dukung sementara kelompok tiang pada tanah lempung turun
sebagai akibat tekanan air pori yang timbul saat pemancangan. Efisiensi
kelompok sementara dapat turun hingga 0.4 ‑ 0.8 tetapi akan meningkat terhadap
waktu.
(4.) Kelompok tiang dalam tanah pasiran mencapai kapasitas maksimum sesaat
sesudah pemancangan karena tekanan air pori segera hilang. Efisiensi kelompok
umumnya lebih besar dari 1.0. Untuk desain dapat digunakan angka Eg = 1.2 pada
tiang pancang.
50
Gambar 2.27 Kelompok tiang sebagai pondasi blok
Q u m . n Qp QS
(2.56)
m . n Ap . 9 . cu p
. c u . p . L
dimana :
Lg = panjang blok (grup)
p = keliling
L = panjang segmen tiang
51
c. Bandingkan kedua besaran di atas, harga daya dukung diambil nilai yang
lebih kecil.
*
Gambar 2.28 Variasi parameter N c terhadap Lg / Bg dan L / Bg
Secara umum di dalam proyek ini, panjang tiang diambil (L = 11,0 m) yang
mencapai lapisan tanah pasiran (end bearing pile) dengan jarak antar tiang (S) ≥ (2 –
3 B).
52
Pu M y . X maks M x . Ymaks
Pmaks (2.58)
np ny . x 2 nx . y 2
Dimana :
Pmaks = beban maksimum tiang
Pu = beban aksial yang terjadi (terfaktor)
My = momen yang bekerja tegak lurus sumbu Y
Mx = momen yang bekerja tegak lurus sumbu X
Xmaks = jarak tiang ke sumbu-X terjauh
Ymaks = jarak tiang ke sumbu-Y terjauh
x2 = jumlah kuadrat X
y2 = jumlah kuadrat Y
nx = jumlah tiang dalam sumbu X
ny = jumlah tiang dalam sumbu Y
np = jumlah total tiang
Bila P maksimum yang terjadi bernilai positif, maka tiang mendapatkan gaya
tekan. Bila P maksimum yang terjadi bernilai negatif, maka tiang mendapatkan gaya
tarik. Dari hasil-hasil tersebut dapat dilihat apakah masing-masing tiang masih
memenuhi daya dukung tekan dan/atau tarik bila ada.
a. Analisis kegempaan
Gempa rencana dalam perancangan struktur gedung ini ditetapkan sebagai
gempa yang kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangungan 50
tahun adalah sebesar 2 persen (SNI 1726 – 2012).
53
Sesuai Tabel 1 SNI 1726-2012, untuk berbagai resiko struktur bangunan
gedung dan non gedung sesuai dengan Tabel 2.15. pengaruh gempa rencana
terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2.16.
Gempa bumi menurut M.T.Zen (Rahardjo, 1992) didefinisikan sebagai
getaran/guncangan tiba-tiba atau rentetan gerakan tiba-tiba dari tanah atau batuan
yang bersifat transient atau acak, gerakan tersebut berasal dari suatu daerah terbatas
menyebar ke segala arah karena dirambatkan oleh medium yang ada (lapisan bumi).
Katili (1966) mendefinisikan gempa sebagai suatu sentakan asli yang terjadi di bumi,
bersumber dari dalam bumi yang kemudian merambat ke permukaan. Kedua definisi
di atas memberikan beberapa hal pokok, yaitu bahwa dalam peristiwa gempa: (1)
getaran terjadi tiba-tiba, (2) ada sumber gempa dan (3) ada perambatan getaran.
Secara umum, mekanisme perhitungan percepatan gempa akibat kejadian di daerah
sumber gempa diperlihatkan pada Gambar 2.29.
54
Tabel 2.15. Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk beban
Gempa.
Jenis pemanfaatan Katagori
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi
tidak dibatasi untuk, antara lain :
1. Fasilitas pertanian, perkebunan, perernakan, dan
perikanan I
2. Fasilitas sementara
3. Gudang penyimpanan
4. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
55
2. Fasilitas penanganan air
3. Fasilitas penanganan limbah
4. Pusat telekomunikasi
56
Peninjauan dan penghitungan beban pada perancangan gedung ini
berdasarkan pada Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847-
2013 pasal 9.2.1 dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 1726-2012 Pasal 4.2.2 dan Pasal 7.4.
Dimana :
D = beban mati
L = beban hidup
Lr = beban hidup pada atap
R = beban hujan
W = beban angin
E = beban gempa
Ev 0.2 . S D s . D (2.62)
Dimana :
57
D = kuat perlu
Eh = pengaruh beban gempa horizontal
Ev = pengaruh beban gempa vertikal
ρ = faktor redundansi
QE = pengaruh gaya gempa horizontal dari V atau Fp
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda pendek
58
3. Lempung berplastisitas sangat tinggi
(ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plastisitas
PI > 75
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan
ketebalan H > 35 m dengan Su < 50 kPa
Catatan : N/A = tidak dapat dipakai
d
i =1
i
Vs = m
(2.63)
di
i = 1 Vsi
Dimana :
ti = tebal lapisan tanah ke-i antara kedalaman 0 sampai 30 m
Vsi = kecepatan rambat gelombang geser pada lapisan tanah ke – i
dalam satuan m/detik
m = jumlah lapisan tanah yang ada antara kedalaman 0 sampai 30 m
m
d
i =1
i = 30 m
59
m
d
i =1
i
N= m
(2.64)
di
i = 1 Ni
Dimana :
Ni = nilai hasil Uji Penetrasi Standar (SPT) lapisan tanah ke – i
di d s
i 1
d
i 1
i ds (2.66)
Dengan :
ds = ketebalan total lapisan tanah non-kohesif 30 m paling atas
di = tahanan penetrasi standar 60 persen energi (N60) yang terukur
langsung di lapangan tanpa koreksi dengan nilai < 305 pukulan/m.
d
i =1
i
Su = m
(2.67)
di
i = 1 Sui
Dengan
k
d
i 1
i dc (2.68)
Dimana :
Sui = kuat geser undrained (tak terdrainase) lapisan tanah ke – i tidak lebih 250 kPa.
60
dc = ketebalan total dari lapisan-lapisan tanah kohesif di dalam lapisan 30
meter paling atas (dalam satuan m)
PI = indeks plastisitas
w = kadar air (%)
Dengan menggunakan Persamaan (2.39) atau (qc = 4 . N), maka nilai N dapat
ditentukan.
Setelah mengetahui klasifikasi situs dan mengetahui letak lokasi bangunan,
langkah berikutnya adalah mengetahui parameter percepatan batuan dasar pada
perioda pendek (Ss) dan percepatan batuan dasar pada perioda (T) = 1 detik (S1).
Kedua parameter ini bisa diambil dari peta gempa SNI 1726-2012 sebagaimana
diperlihatkan dalam Gambar 2.30.
61
getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan pada perioda
pendek (SMS) dan perioda (T) = 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh
klasifikasi situs dari Persamaan (2.69) dan Persamaan (2.70).
SMS Fa . SS (2.69)
SM 1 Fv . S1 (2.70)
62
Catatan :
1. Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
2. SS = situs memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons
situs spesifik
Untuk lapisan tanah SC dan SD dari peta gempa diperoleh SS antara 0,75
hingga 1,20 (diambil 0,975) dan S1 berada pada rentang antara 0,4 hingga ≥ 0,50
(diambil 0,45), maka nilai Fa diambil SS = 1,0 dan Fv diambil 1,40. Dengan
demikian, dari Persamaan 2.69 dan Persamaan 2.70), diperoleh nilai SMS = 0,975
dan SM1 = 0,63.
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada
perioda 1 detik, SD1 harus ditentukan melalui Persamaan 2.71 dan Persamaan 2.72
:
2
S DS . SMS (2.71)
3
2
S D1 . SM 1 (2.72)
3
Dimana :
SDS = parameter percepatan respon spektral pada periode pendek, redaman 5%
SD1 = parameter percepatan respom spektral pada periode 1 detik, redaman 5%
SMS = parameter percepatan respon spektral MCE pada periode pendek yang
sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs
SM1 = parameter percepatan respon spektral MCE pada periode 1 detik yang
sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak
tanah dari spesifik situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus
dikembangkan dengan mengacu dan mengikuti ketentuan di bawah ini:
1)Untuk perioda yang lebih kecil dari To, spektrum respons percepatan desain,
Sa, harus diambil dari persamaan :
T
Sa S DS 0, 4 (2.73)
T0
63
2)Untuk perioda yang lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil atau
sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa sama dengan SDS.
3)Untuk perioda yang lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain Sa,
harus diambil berdasarkan persamaan :
S D1
Sa (2.74)
T
Keterangan:
S D1
To 0, 20 (2.75)
S DS
S D1
TS (2.76)
S DS
Dimana:
T = periode fundamental struktur (diambil T = 1 detik)
Dari nilai SDS, SD1 dan kategori resiko gedung akan didapatkan Kategori
Desain Seismik. Nilai yang diambil adalah yang paling besar dari kedua KDS
tersebut. Nilai tersebut didapatkan harus dari nilai dalam Tabel 2.20. dan Tabel
2.21.
64
Tabel 2.20. Kategori Desain Seismik berdasarkan parameter Respons
Percepatan Perioda Pendek, SDS
Nilai SDS Katagori risiko
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,5 ≤ SDS D D
Keterangan:
PGAM = MCEG percepatan tanah puncak yang disesuaikan dengan
65
pengaruh klasifikasi situs
PGA = percepatan tanah puncak terpetakan yang ditunjukkan pasal 14
SNI 1726-2012
FPGA = koefisien situs dari Tabel 2.22..
Gambar 2.32 dan Gambar 2.33 menunjukkan peta gempa maksimum yang
dipertimbangkan resiko-tertarget (MCER) parameter-parameter gerak tanah SS dan
S1, kelas situs, SB. SS adalah parameter nilai percepatan respon spektral gempa MCER
resiko tertarget pada perioda pendek, teredam 5%, sebagaimana yang dijelaskan
dalam Pasal 6.1.1 SNI 1726-2012 . S1 adalah parameter nilai percepatan gempa
respons spektral gempa MCER resiko-tertarget pada perioda (T) = 1 detik, teredam
5%, sebagaimana yang dijelaskan dalam 6.1.1.
66
Pada pasal ini juga diberikan Gambar 2.35 , yang menyajikan gempa
maksimum yang dipertimbangkan rata-rata geometrik (MCEG), percepatan tanah
puncak dalam (gal / g), kelas situs SB.
Gambar 2.35 dan Gambar 2.36 menunjukkan nilai-nilai CRS dan CR1, CRS
adalah koefisien resiko terpetakan untuk spektrum respons perioda pendek yang
digunakan dalam Pasal 6.10.2.1 SNI 1726-2012. CR1 adalah koefisien resiko
terpetakan untuk spektrum respons perioda 1 detik yang digunakan dalam Pasal
6.10.2.1.
67
Gambar 2.32 SS, Gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko-tertarget
(MCER) kelas situs SB
68
Gambar 2.34 PGA, Gempa maksimum S1 yang dipertimbangkan resiko-tertarget
(MCER) kelas situs SB
Gambar 2.35 CRS, Koefisien resiko terpetakan perioda respons spektral 0,20
detik
69
Gambar 2.36 CR1, Koefisien resiko terpetakan perioda respons spektral 1
detik
Percepatan respon spektral spesifik situs gempa MCER pada setiap perioda
SAM harus diambil sebagai nilai terkecil dari percepatan respons spektral yang
didapatkan secara probabilistik, sehingga untuk nilai percepatan spektral-respon
desain berbagai perioda harus ditentukan dengan :
2
SA . S AM (2.78)
3
Dimana: SAM adalah percepatan spektral-respons gempa MCER pada Pasal
6.10.1 dan Pasal 6.10.2 SNI 1726-2012 .
70
menggunakan model kolom tanah yang mudah berubah bentuk (deformable).
Parameter CSR ditentukan menurut Persamaan :
av a
0,65 x max x o x rd CSR cyclic stress ratio (2.79)
'o g 'o
Faktor reduksi (rd) tegangan berkisar antara 1,0 di permukaan tanah sampai
0,85 pada kedalaman 30 ft (10 m). Gambar 2.38 digunakan untuk menghitung
potensi likuifaksi di lapangan berdasarkan nilai N-SPT yang dikorelasikan
berdasarkan nilai qc. Gambar 2.39 digunakan untuk menentukan nilai rd. Iwasaki
(1981) mengusulkan nilai rd dalam bentuk Persamaan :
Pada saat kondisi likuifaksi, daya lekat tanah atau friksi (friction) pada
kedalaman tanah yang mengalami likuifaksi menjadi hilang atau sama dengan nol (fs
= 0). Saat likuifaksi kekuatan friksi lapisan tanah lempung hanya menerima 30% dari
tegangan overburden total artinya tahanan friksi terkoreksi hingga mencapai 30%
(Idriss and Boulanger. 2010).
71
Gambar 2.37 Prosedur untuk menentukan (max)r (Seed et al, 1971)
72
Gambar 2.38 Variasi (h/v)lap berdasarkan N’ (SPT) dan nilai M (magnituda)
(Seed, 1979)
73
Gambar 2.39 Rentang harga rd untuk berbagai profil tanah
Uji lapangan yang populer adalah uji SPT dan uji Sondir (CPT). Kedua hasil
uji itu dijadikan dasar untuk mengembangkan grafik-grafik guna membedakan tanah
yang mengalami likuifaksi terhadap yang tidak mengalami likuifaksi. Sedangkan,
pekerjaan atau hasil uji laboratorium mempunyai kekurangan, karena tanah pasiran
pada umumnya tidak dapat diambil sampelnya dalam kondisi tak terganggu dan
pembentukan sampel memberikan pengaruh terhadap hasil uji. Pemilihan uji SPT
adalah wajar karena data SPT dapat diperoleh dimana-mana. Tetapi, banyak faktor
yang mempengaruhi variasi metoda ini berhubung dengan perbedaan energi hammer,
adanya air di dalam lubang bor, diameter dari lubang bor, jenis bit yang digunakan
untuk pengeboran, konfigurasi dari sampler dan kecepatan pemukulan (Seed & de
Alba, 1986). Berhubung dengan masalah-masalah yang menyangkut SPT di atas dan
kenyataan bahwa uji sondir adalah lebih ekonomis serta dapat memberikan profil
yang kontinu serta perkembangan terakhir dari sondir listrik dan elektronik, maka
para ahli telah mengalihkan perhatiannya kepada pemakaian uji sondir. Uji sondir
mengukur perlawanan ujung (qc) dan gesekan selimut (fs). Kedua besaran di atas
74
dicatat secara kontinu pada seluruh kedalaman.Untuk sondir mekanis lazimnya
pembacaan dilakukan tiap selang 20 cm. Hasil korelasi (qc) dan gesekan selimut (fs)
memberikan indikasi mengenai jenis tanah. Berdasarkan hasil uji lapangan,
Robertson et al (1985) menyusun suatu grafik hasil uji sondir untuk
mengidentifikasikan tanah yang rentan terhadap likuifaksi yang jatuh pada kategori
zona A (Gambar 2.40). Daerah di atas zona A adalah pasir bersih lepas dengan D50
> 0,25 mm, nilai qc = 30 – 150 kg/cm2 dan nilai FR < 1 %.
Gambar 2.40 Klasifikasi tanah untuk identifikasi potensi likuifaksi dari uji sondir
75
Secara umum, permukaan tanah di lokasi berupa lapisan puing
bangunan lama dan di beberapa tempat merupakan bekas pondasi lama
(pondasi dangkal) dan lapisan beton plat lantai.
Pada analisis likuifaksi nilai qc dari data Sondir / DCPT S-1 hingga S-5
dikorelasi untuk menentukan t dan sat, dan juga dikoreksi dengan tekanan
overburden lapisan tanah :
76
a. Lapisan pasir halus terkonsolidasi normal :
2
CN (2.82)
'v
1
r
77
( (b)
a)
f< f
12 % > 12 %
N N
1(60) 1(60)
Tabel 2.23. Parameter regresi linear untuk evaluasi probabilitas potensi likuifaksi
Data-data Jumlah 0 1 2
Liao et al (1988) kasus
All 278 10,167 4.1933 0.24375
SW – SP 182 16,447 6,4603 0.39760
SP – SM 96 6,4831 2,6854 0,18190
Oleh karena kondisi lapisan tanah pasiran jarang atau sedikit sekali yang
terklasifikasi sebagai pasir bersih (clean sand). Maka, dari persamaan dalam Tabel
2.23. , untuk proyek ini diambil nilai-nilai o; 1; dan 2 dengan nilai-nilai positif.
Menurut Anderson et al (1982), nilai probabilitas potensi likuifaksi (P[L])
harus ditentukan berdasarkan percepatan gempa maksimum permukaan (PGA) atau
parameter (amax) dengan periode ulang (T) minimal 100 tahun (Tabel 2.24.).
78
Tabel 2.24. Nilai probabilitas potensi likuifaksi (P [L])
V CS . W (2.86)
dengan :
CS = koefisien respons seismik.
W = berat seismik efektif (kN)
S DS
CS (2.87)
R
Ie
Dengan :
SDS = parameter percepatan spekturm respons desain dalam rentang perioda
pendek
R = faktor modifikasi respons ditentukan oleh sistem penahan gempa yang
dipilih
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan kategori risiko
79
S D1
CS (2.88)
R
T .
Ie
80
Struktur penahan beban lateral dengan kategori desain seismik D, E dan F
harus dikenakan faktor redundansi, ρ, sebesar 1,3 dalam kombinasi bebannya. Boleh
digunakan faktor redundansi sebesar 1,0 apabila syarat-syarat berikut ini terpenuhi:
1. Masing-masing tingkat yang menahan lebih dari 35% geser dasar dalam arah
yang ditinjau harus sesuai dengan Tabel 2.25.
2. Struktur dengan denah beraturan di semua tingkat dengan sistem penahan
gaya gempa terdiri dari paling sedikit dua bentang perimeter penahan gaya
gempa yang merangka pada masing-masing sisi struktur dalam masing-
masing arah orthogonal di setiap tingkat yang menahan lebih dari 35% geser
dasar. Jumlah bentang untuk dinding geser harus dihitung sebagai panjang
dinding geser dibagi dengan tinggi atau dua kalau panjang dinding geser
dibagi dengan tinggi tingkat, terutama konstruksi rangka ringan.
Ta Ct . hnx (2.90)
Dengan:
hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas sampai tingkat tertinggi
struktur, dan nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x ditentukan dalam Tabel
2.27.
81
Tabel 2.26. Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung
Parameter Percepatan respons Koefisien Cu
spektral desain pada 1 detik, SD1
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
82
2. Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yaitu penurunan yang
disebabkan oleh keluarnya air pori dalam tanah. Oleh karena tiang diletakkan di
lapisan keras (qc > 250 kg/cm2) atau mengandalkan tahanan ujung tiang (end
bearing pile), maka penurunan konsolidasi tidak diperhitungkan pada kelompok
tiang grup.
3. Penurunan sekunder (secondary settlement) yang merupakan penurunan akibat
dari perubahan plastis dari tanah.
Secara umum, penurunan tiang grup yang dibebani oleh suatu beban kerja
yang sama per tiang meningkat sesuai dengan lebar dari pile-cap (Bg) dan jarak as ke
as tiang (d). Beberapa penyelidikan yang berkaitan dengan penurunan tiang grup
telah dijelaskan dalam berbagai referensi, dengan variasi yang sangat luas.
Hubungan yang paling sederhana untuk menentukan tiang grup diusulkan oleh Vesic
(1969), yaitu:
Bg
S g (e) . Se (2.92)
D
Dimana :
Sg(e) = penurunan elastis tiang grup
Bg = lebar pile-cap pada tiang grup
D = lebar atau diameter setiap tiang dalam grup
Se = penurunan elastis setiap tiang pada beban kerja setiap tiang (Sub.bab 2.2.5)
Untuk tiang grup pada lapisan tanah pasiran dan kerikil. Meyerhoff (1976)
mengusulkan Persamaan empiris :
2.q Bg . I
S g ( e ) in (2.93)
N 60
Dimana :
Qg
q (dalam ton/ft2) (2.94)
Bg . Lg
83
N60 = jumlah pukulan SPT dimana diletakkan tiang pancang
( sedalam Bg di bawah ujung tiang
L
I = faktor pengaruh = 1 0,50
8 Bg
L = panjang tiang dalam ft
0,96 . q Bg . I
S g ( e ) mm (2.95)
N 60
Dimana :
L (m)
Q adalah dalam satuan kN/m2, dan Bg & Lg dalam (m), dan I 1 0,50
8 . Bg (m)
Dengan cara yang sama, penurunan tiang grup berdasarkan tahanan penetrasi
uji sondir / DCPT, dapat ditentukan dengan :
q . Bg . I
S g ( e ) mm (2.96)
2 qc
Dimana :
qc = nilai tahanan rata-rata dimana penurunan terjadi di kedalaman tiang
pada Persamaan 2.96, dan semua satuan disesuaikan.
4 H 1 1,5 . e / Lp
Y0 (2.97)
K h . D . Lp
84
H
Y0 (2.98)
K h . D . Lp
3. Tiang ujung bebas sebagai tiang panjang (bila Lp > 2,5)
2. H . e 1
Y0 (2.99)
Kh . D
4. Tiang ujung jepit sebagai tiang panjang (bila Lp > 1,5)
H .
Y0 (2.100)
Kh . D
Untuk tiang dalam tanah kohesif, defleksi tiang dikaitkan dengan faktor tak
berdimensi L, dengan :
1
K .D
4
h (2.101)
4 E .I
p p
85
Di bawah ini adalah hal-hal yang harus diwaspadai. Bila ada salah satu
kondisi terpenuhi, maka gaya gesekan negatif perlu dihitung. Tahanan friksi negatif
adalah gaya tekan lapisan tanah ke arah bawah akibat tekanan dari suatu tiang, Gaya
friksi negatif ini diperhitungkan bila terdapat kondisi, antara lain:
1. Jika terdapat lapisan tanah timbunan lempung pada lapisan tanah pasiran
terhadap tiang yang dipancang. Proses konsolidasi akan terjadi gesekan
negatif pada sekeliling tiang (Gambar 2.43.a) terutama saat masa tanah
terkonsolidasi.
2. Jika tanah terdapat lapisan tanah pasiran yang ditimbun pada lapisan tanah
lempung lunak, sebagaimana Gambar 2.43.b, juga akan mengakibatkan
proses konsolidasi di sekeliling tanah, dengan demikian akan mengakibatkan
gesekan negatif pada tiang.
3. Penurunan muka air tanah akan meningkatkan tegangan efektif pada tanah di
setiap kedalaman, yang akan mengakibatkan penurunan pada lapisan
lempung. Jika tiang diletakkan pada lapisan lempung, akan memikul gesekan
negatif.
4. Secara praktis, terhadap kondisi-kondisi lain sebegai berikut:
a. Penurunan total permukaan tanah lebih dari 100 mm.
b. Penurunan permukaan tanah setelah tiang-tiang dipancang melebihi 10
mm.
c. Tinggi timbunan di atas permukaan tanah lebih dari 10 m.
d. Tebal lapisan lunak yang berkonsolidasi lebih dari 10 m.
e. Muka air tanah mengalami penurunan lebih dari 4 m.
f. Panjang tiang lebih dari 25 m
86
Gambar 2.43 Tahanan gesek negatif
Dalam beberapa kasus, gesekan negatif bisa menjadi masalah dan mampu
membuat kegagalan pondasi.
Qneg As . ca (2.102)
Dimana :
Qneg = gaya gesek negatif tiang tunggal
As = luas selimut dinding tiang
ca = gaya gesek negatif persatuan luas tiang tunggal
o’ = tekanan overburden efektif tanah rata-rata atau tegangan efektif
sebelum penerapan beban, di tengah-tengah tapisan
K tan ’ = tergantung pada tekanan tanah lateral pada tiang (Tabel 2.28.)
87
Macam tanah K tan '
1. Urugan batu 0,40
2. Pasir dan kerikil 0,35
3. Lanau atau lempung terkonsolidasi normal berplastisitas 0,30
rendah sampai sedang (PI < 50%)
4. Lempung terkonsolidasi normal berplastisitas tinggi 0,20
Dimana :
K’ = koefisien tekanan tanah = Ko = 1 – sin ’
’= tegangan efektif vertikal pada setiap kedalaman = z = f ‘ , z
f ‘ = berat volume efektif tanah timbunan
’ = sudut friksi antara tiang - tanah 0,50 hingga 0,70 '
Untuk, nilai total gesekan negatif pada tiang tunggal dapat diperhitungkan
sebagai :
p . K ' . 'f . H 2f . tan '
hf
Dimana :
Hf = tinggi timbunan
Jika timbunan di atas muka air tanah, maka berat volume efektif (f’) diganti
dengan t.
88
L H L H
f f 'f 2 'f H f
L1 (2.106)
L 2 ' '
Dimana f’ dan ’ = berat volume efektif tanah timbunan dan di atas lapisan
tanah lempung. Untuk tiang dengan daya dukung ujung atau (end bearing pile),
kedalaman netral diasumsikan terletak pada ujung tiang (L1 = L – Hf). Pada saat nilai
L1 ditentukan, tahanan gesek negatif diperoleh dengan cara berikut. Besaran gaya
gesek negatif pada kedalaman dari z = 0 hingga z = L1 adalah:
Jika tanah asli dan timbunan di atas muka air, berat volume efektif digantikan
dengan berat volume tanah asli. Beberapa nilai berat volume tanah asli (t) dan berat
volume jenuh (sat) diperlihatkan dalam Tabel 2.29. dan Tabel 2.30. Hubungan
antara nilai tahanan konus (qc) dan tegangan efektif tanah (’v0) untuk menentukan
sudut geser dalam () diperlihatkan dalam Gambar 2.44 dan Tabel 2.13. Dalam
beberapa kasus, tiang-tiang dapat dicat dengan aspal untuk menghindari tahanan
gesek negatif.
89
Lanau 18-20 14-18
Lempung 16-22 14-21
Tabel 2.30. Korelasi empiris antara nilai N-SPT; kuat tekan bebas; dan berat volume
jenuh (sat) Berdasarkan Soil Mechanics, Lambe & Whitman from Terzaghi & Peck
1948, International Edition 1969
N SPT qu 𝜸𝒔𝒂𝒕
(blows/ft) Konsistensi (Unconfined Compreeive Strength) (KN/m3)
tons/ft2
<2 Very soft <0,25 16-19
2-4 Soft 0,25-0,50 16-19
4-8 Medium 0,50-1,00 17-20
8-15 Stiff 1,00-2,00 19-22
15-30 Very Stiff 2,00-4,00 19-22
>30 Hard >4,00 19-22
90
Gambar 2.44 Hubungan antara nilai qc dan tegangan vertikal efektif (’vo) untuk
menentukan sudut geser dalam (Meyerhoff, 1976)
Qneg
1
np
2 . Dn Bg Lg cu . Bg . Lg . Dn
(2.108)
Dimana :
Qneg = gaya gesek negatif pada masing-masing tiang dalam kelompok tiang
np = jumlah tiang dalam kelompoknya
Dn = kedalaman tiang sampai titik netral (m)
Lg = panjang area kelompok tiang
Bg = lebar area kelompok tiang
91
Jika Pu adalah beban yang bekerja pada masing-masing tiang pancang yang
dipancang menembus lapisan timbunan baru di atas tanah lempung lunak yang
terletak pada lapisan tanah pasir, bagian ujung bawah tiang akan memikul beban
terfaktor (Qt) sebesar :
Qt Pu Qneg (2.109)
92
Penyelesaian penurunan konsolidasi didasarkan pada satu dimensi, dapat
ditulis pada Persamaan 2.110 :
e
S H (2.110)
1 eo
Dimana :
S = Settlement
eo = angka pori tanah
Untuk mencari nilai angka pori (eo) digunakan nilai berat jenis tanah (Gs)
yang didapatkan dari Tabel 2.32.
93
Tabel 2.32. Berat jenis tanah spesifik grafity
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65-2,68
Pasir 2,65-2,68
Lanau anorganik 2,62-2,68
Lempung organik 2,58-2,65
Lempung anorganik 2,68-2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25-1,80
Dimana :
Cc = Kemiringan kurva e versus log P dan didefinisikan sebagai
“Indeks Pemampatan” (compression index).
94
Untuk Lempung yang terkonsolidasi berlebihan (overconsolidated) apabila
po pav pc lapangan, variasi e versus log p terletak disepanjang garis cb dengan
kemiringan yang hampir sama dengan kemiringan “rebound curve”. Kemiringan
rebound curve (Cs) disebut “Indeks Pemuaian “ (swell index).
Jadi :
1. Lapisan lempung terkonsolidasi normal :
Cc H c po pav
Sc log (2.113)
1 eo po
Cs H c po pav
Sc log (2.114)
1 eo po
C Hc p C Hc p pav
Sc s log c c log o (2.115)
1 eo po 1 eo pc
1 1
Cs Cc (2.116)
5 10
Dimana :
po = tekanan rata-rata efektif di lapisan lempung sebelum konstruksi
pondasi.
pav = kenaikan tekanan rata-rata di lapisan lempung sebelum konstruksi
pondasi.
pc = tekanan pra konsolidasi.
95
Catatan :
Bahwa peningkatan tekanan ( p ) di lapisan lempung tidaklah tetap dengan
kedalaman. Besarnya p akan berkurang dengan peningkatan dari kedalaman diukur
dari dasar pondasi itu. Bagaimanapun, rata-rata kenaikan dari tekanan mungkin
mendekati :
1
pav pt 4.pm pb (2.117)
6
Keterangan :
pav = kenaikan tekanan rata-rata (kN/m2)
96
Anggapan bahwa setiap tiang pancang di dalam sebuah kelompok mengangkut
beban yang sama mungkin hampir benar bila hal berikut dipenuhi :
a. Pile cap bersentuhan dengan tanah
b. Tiang pancang semuanya tegak lurus
c. Beban diletakkan pada pusat kelompok tiang pancang
d. Kelompok tiang pancang adalah simetris
3. Umumnya, jarak antar tiang dalam kelompok berkisar antara 2,5 D sampai
3D. Dimana D atau s adalah diameter atau lebar tiang pancang. Ketentuan ini
berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Bila jarak antar tiang s < 2,5 D kemungkinan tanah di sekitar
kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-
tiang yang dipancang terlalu berdekatan. Selain itu dapat
menyebabkan terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah
dipancang lebih dahulu.
b. Bila jarak antar tiang s > 3 D akan menyebabkan perencanaan menjadi tidak
ekonomis sebab akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer, jadi
memperbesar biaya konstruksi.
2.5.1 Pile-cap
Jarak tiang mempengaruhi ukuran pile-cap. Jarak tiang pada kelompok tiang
biasanya diambit 2,5D - 3 D, di mana D adalah diameter tiang, dalam hal ini
digunakan penampang bujursangkar (s). Beberapa ketentuan yang diambil dari SNI-
03-2847-2013 :
1. Ketebalan pondasi telapak di atas lapisan tulangan bawah tidak boleh kurang dari
300 mm untuk pondasi telapak di atas pancang.
2. Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor langsung di atas tanah dan
selalu berhubungan dengan tanah adalah 75 mm.
97
1. Tulangan Lentur
Perhitungan momen lentur pada pile cap didasarkan pada asumsi bahwa
reaksi dari masing-masing tiang pancang terpusat pada pusat berat penampang tiang
pancang. Ketebalan minimum dari sebuah pile-cap ditentukan sebesar 300 mm.
Untuk dapat mentransfer beban dengan baik ke lapisan tanah, maka jarak antar tiang
pancang dibatasi minimal sebesar 3 kali diameter tiang pancang.
2. Geser
Dalam kontrol geser, kuat geser pondasi telapak di sekitar kolom, beban
terpusat, atau daerah reaksi ditentukan oleh kondisi terberat dari dua hal :
a. Aksi balok satu arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan
ditinjau menjangkau sepanjang bidang yang memotong seluruh lebar
pondasi telapak.
b. Aksi dua arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan
ditinjau harus ditempatkan sedemikian hingga perimeter penampang
adalah minimum.
Perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah untuk pile cap sama dengan
perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah pada pondasi telapak. Momen terfaktor
maksimum untuk sebuah pondasi telapak setempat harus dihitung pada penampang
kritis yang terletak di :
1. Muka kolom, pedestal, atau dinding, untuk pondasi telapak yang mendukung
kolom, pedestal atau dinding beton.
2. Setengah dari jarak yang diukur dari bagian tengah ke tepi dinding, untuk pondasi
telapak yang mendukung dinding pasang
3. Setengah dari jarak yang diukur dari muka kolom ke tepi pelat atas baja, untuk
pondasi yang mendukung petat dasar baja.
4. Beban akibat Pu yang bekerja dibebankan sama rata ke seluruh tiang. Masing-
masing tiang mendapatkan beban akibat sebesar Pu/n.
98
Vu . L . G ' (2.118)
Dimana :
Vu = gaya geser 1 arah yang terjadi pada penampang kritis
= gaya vertikal per satuan luas = P / A
S = panjang pondasi
d = tebal efektif pile-cap
Daerah pembebanan (G’) yang diperhitungkan untuk geser penulangan satu arah.
G ' L L / 2 L kolom / 2 d (2.119)
Dimana :
b = panjang pondasi
d = tebal efektif pile-cap = h – selimut beton
h = tebal pile-cap
Vc = gaya geser nominal yang disumbangkan oleh beton
f’c = kuat tekan beton yang disyaratkan
Gaya geser nominal (Vc) harus lebih besar daripada gaya geser yang terjadi
(Vu).
b. Kontrol gaya geser dalam 2 arah :
1) Lebar penampang kritis (B') adalah
1
a) B ' L kolom 2 . d (2.121)
2
99
3) Besar Vc adalah nilai terkecil dari :
2 f c' . b0 . d
c) Vc 1 . (2.123)
c 6
Dimana :
k
c
bk (2.124)
b0 4 . B '
(2.125)
k = lebar kolom
d = tinggi efektif pile-cap
h = tebal pile-cap
bo = keliling penampang kritis pondasi telapak / pile-cap
s = konstanta untuk perhitungan pondasi telapak / pile-cap
s .d f c' . b0 . d
1) Vc 2 . (2.126)
b0 12
Dimana :
s = 40 untuk kolom dalam
s = 30 untuk kolom tepi
s = 20 untuk kolom sudut
1
2) Vc f c' . b0 . d (2.127)
3
Gaya geser nominal (Vc) harus lebih besar daripada gaya geser yang terjadi
(Vu).
3. Penulangan Pile-Cap
Momen terfaktor maksimum untuk sebuah pondasi telapak setempat harus
dihitung pada penampang kritis yang terletak di :
a. Muka kolom, pedestal, atau dinding, untuk pondasi telapak yang mendukung
kolom, pedestal atau dinding beton.
100
b. Setengah dari jarak yang diukur dari bagian tengah ke tepi dinding, untuk pondasi
telapak yang mendukung dinding pasangan.
c. Setengah dari jarak yang diukur dari muka kolom ke tepi pelat atas baja, untuk
pondasi yang mendukung pelat dasar baja.
Beban aksial Pu yang bekerja dibebankan sama rata ke seluruh tiang. Masing-
masing tiang mendapatkan beban aksial sebesar Pu/np.
Dimana :
L = dimensi pile-cap
Untuk menentukan momen ultimit yang bekerja pada pile-cap :
P 1
Mu 2 . u . s M maks . q ' . B '
2
(2.230)
np 2
1
M n . As . f y d . a (2.231)
2
101
1. Perbedaan penurunan pondasi :
Perbedaan penurunan antar pondasi (s), adalah 1/150 Ls hingga
1/300 Ls (Ls adalah panjang bentang bersih as ke as balok sloof). Akibat
dari penurunan tersebut, maka balok sloof akan mengalami momen M
sebesar:
6 . E . I . s
M
L2s (2.233)
Dimana :
M = Momen yang terjadi akibat penurunan
E = Modulus elastisitas beton
I = Momen inersia penampang
s = penurunan yang terjadi
Ls = bentang bersih atau jarak as ke as pile-cap
2. Gaya aksial 10% dari kolom yang bekerja bersamaan dengan gaya
momen:
Gaya aksial 10% ini bekerja bolak-balik sebagai gaya normal pada
balok sloof, sehingga perhitungannya dapat dilakukan seperti perhitungan
kolom. Momen-momen dapat terjadi akibat beban dari struktur atas.
1. Tulangan Lentur
Berdasarkan SNI-03-2847-2002, tulangan lentur untuk komponen struktur
non_prategang dengan tulangan sengkang pengikat, kuat tekan aksial terfaktor, tidak
boleh diambil lebih dari Persamaan 2.234 sebagai berikut :
102
b. Kuat lentur positif komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh
lebih kecil dari 1/3 kuat lentur negatifnya, pada muka tersebut. Baik kuat
lentur negatif maupun kuat lentur positif pada setiap irisan penanrpang di
sepanjang bentang tidak boleh kurang Jari 1/5 kuat lentur yang terbesar yang
disediakan pada kedua muka kolom di kedua ujung komponen struktur
tersebut.
c. Tulangan lentur As minimum tidak boleh kurang dari :
f c'
As min .b.d (2.235)
4 . fy
2. Tulangan Geser
Tulangan geser dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
Vn Vu (2.237)
Dimana :
Vn Vc Vs
(2.238)
Vc Vs Vu
(2.239)
= faktor reduksi kekuatan geser = 0,75
Vn = tegangan geser nominal
Vu = gaya geser terfaktor
Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser
103
Untuk komponen struktur yang hanya dibebani oleh gaya tarik aksial yang
besar, kuat geser Vc boleh dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci dengan
persamaan :
0,3. Nu f c' . bw . d
Vc 1 . (2.240)
Ag 6
Dimana :
Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
fc' = kuat tekan beton
Ag = luas penampang beton
bw = lebar badan balok
d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal
= tinggi balok – selimut beton-diameter sengkang
Nu = gaya tarik terfaktor
Vu
Vs Vc (2.241)
Dimana :
Av . f y . d
Vs
s (2.242)
Av = luas tulangan geser
fy = kuat leleh tulangan
d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal
= tinggi balok selimut beton-diameter tulangan sengkang
s = jarak tulangan geser
104
a. 1/4 tinggi efektif balok
b. 8 kali diameter tulangan longitudinal terkecil
c. 24 kali diameter sengkang
d. 300 mm
e. gunakan ukuran terkecil
105
Tabel 2.35 Tabel kuat tarik baja
Jenis Simbol Tegangan Leleh Kuat Tarik Minimum Regangan Patah
Minimum (Mpa) Minimum (%)
(Mpa)
Tulangan Bj TP 24 235 382 20
polos Bj TP 30 294 480 16
Tulangan Bj TD 24 235 382 18
Ulir/Deform Bj TD 30 294 480 14
Bj TD 35 343 490 18
Bj TD 40 392 559 16
Bj TD 50 490 618 12
106
12 603 942 1357 1593 2413 3402 4562 5890 7926
13 653 1021 1470 1726 2614 3686 4942 6381 8587
14 704 1100 1583 1858 2815 3969 5322 6872 9247
15 754 1178 1696 1991 3016 4253 5702 7363 9908
16 804 1257 1810 2124 3217 4536 6082 7854 10568
17 855 1335 1923 2256 3418 4820 6462 8345 11229
18 905 1414 2036 2389 3619 5104 6842 8836 11889
19 955 1492 2149 2522 3820 5387 7223 9327 12550
20 1005 1571 2262 2655 4021 5671 7603 9817 13210
21 1056 1649 2375 2787 4222 5954 7983 10308 13871
22 1106 1728 2488 2920 4423 6238 8363 10799 14531
23 1156 1806 2601 3053 4624 6521 8743 11290 15192
24 1206 1885 2714 3186 4825 6805 9123 11781 15852
25 1257 1963 2827 3318 5027 7088 9503 12272 16513
26 1307 2042 2941 3451 5228 7372 9883 12763 17174
27 1357 2121 3054 3584 5429 7655 10264 13254 17834
28 1407 2199 3167 3717 5630 7939 10644 13744 18495
29 1458 2278 3280 3849 5831 8222 11024 14235 19155
30 1508 2356 3393 3982 6032 8506 11404 14726 19816
107