Anda di halaman 1dari 5

MATERI HEPATITIS D

Hepatitis D merupakan salah satu jenis dari 5 jenis hepatitis, yaitu hepatitis A, B, C, D
dan E. Setiap jenis hepatitis memiliki metode penyebaran dan gejala yang berbeda-beda. Namun
khusus untuk hepatitis D, penyakit ini membutuhkan virus Hepatitis B untuk menjangkiti sel
hati. Penularannya dapat ditempuh dengan dua cara, yang pertama adalah infeksi bersamaan
secara simultan Hepatitis B dengan Hepatitis D (koinfeksi), dan yang kedua adalah infeksi virus
Hepatitis D pada individu yang telah terinfeksi Hepatitis B sebelumnya (superinfeksi).

Hepatitis D dapat menimbulkan penyakit akut maupun kronis. Hepatitis D akut terjadi
secara tiba-tiba dan menimbulkan gejala yang lebih hebat dibanding hepatitis D kronis. Jika
infeksi hepatitis D terjadi selama 6 bulan atau lebih, maka infeksi yang terjadi merupakan infeksi
kronis. Pada infeksi kronis, gejala yang timbul akan berkembang dan bertambah parah secara
perlahan. Virus biasanya menetap di tubuh selama beberapa bulan sebelum gejala pertama
muncul. Semakin lama infeksi hepatitis D terjadi, maka risiko terjadinya komplikasi akibat
penyakit ini semakin tinggi.

Hingga saat ini, belum diketahui obat untuk menyembuhkan hepatitis D maupun vaksin
untuk mencegah infeksi hepatitis D. Akan tetapi, penyakit ini dapat dicegah dengan vaksin
hepatitis B karena virus Hepatitis D hanya dapat menyebabkan infeksi bila terdapat virus
Hepatitis B.Pengobatan hepatitis D yang dilakukan sedini mungkin dapat mencegah terjadinya
gagal hati pada penderitanya. Infeksi Hepatitis D penting dideteksi karena dapat menyebabkan
gagal hati dan perburukan cepat ke arah sirosis dan kanker hati, serta meningkatnya angka
kematian pada penderita dewasa.
Di seluruh dunia, jumlah keseluruhan infeksi HDV telah menurun sejak 1980-an.
Kecenderungan ini terutama disebabkan oleh program vaksinasi HBV global yang
berhasil.Koinfeksi HDV-HBV dianggap sebagai bentuk paling parah dari hepatitis virus kronis
karena perkembangan yang lebih cepat menuju kematian terkait hati dan karsinoma
hepatoseluler.Saat ini, tingkat keberhasilan pengobatan umumnya rendah.Infeksi hepatitis D
dapat dicegah dengan imunisasi hepatitis B
Hepatitis D adalah penyakit hati dalam bentuk akut dan kronis yang disebabkan oleh
virus hepatitis D (HDV) yang membutuhkan HBV untuk replikasi. Infeksi hepatitis D tidak dapat
terjadi tanpa adanya virus hepatitis B. Koinfeksi HDV-HBV dianggap sebagai bentuk paling
parah dari hepatitis virus kronis karena perkembangan yang lebih cepat menuju kematian terkait
hati dan karsinoma hepatoseluler.Vaksin untuk melawan hepatitis B adalah satu-satunya metode
untuk mencegah infeksi HDV.

Distribusi geografis

Diperkirakan secara global, sekitar 5% orang dengan infeksi HBV kronis koinfeksi
dengan HDV, menghasilkan total 15 - 20 juta orang yang terinfeksi HDV di seluruh dunia.
Daerah dengan prevalensi tinggi termasuk Afrika (Afrika Tengah dan Barat), Asia (Asia Tengah
dan Utara, Vietnam, Mongolia, Pakistan, Jepang, dan China Taipei), Kepulauan Pasifik (Kiribati,
Nauru), Timur Tengah (semua negara), Timur Eropa (wilayah Mediterania Timur, Turki),
Amerika Selatan (lembah Amazon), dan Greenland. Namun, estimasi global dan informasi
geografis tidak lengkap karena banyak negara tidak melaporkan prevalensi HDV.
Transmisi
Rute penularan HDV sama dengan HBV: perkutan atau seksual melalui kontak dengan
darah atau produk darah yang terinfeksi. Transmisi vertikal dimungkinkan tetapi jarang terjadi.
Vaksinasi terhadap HBV mencegah koinfeksi HDV, dan karenanya perluasan program imunisasi
HBV masa kanak-kanak telah mengakibatkan penurunan kejadian hepatitis D di seluruh dunia.
Hepatitis D adalah penyakit hati dalam bentuk akut dan kronis yang disebabkan oleh virus
hepatitis D (HDV) yang membutuhkan HBV untuk replikasi. Infeksi hepatitis D tidak dapat
terjadi tanpa adanya virus hepatitis B. Koinfeksi HDV-HBV dianggap sebagai bentuk paling
parah dari hepatitis virus kronis karena perkembangan yang lebih cepat menuju kematian terkait
hati dan karsinoma hepatoseluler.Vaksin untuk melawan hepatitis B adalah satu-satunya metode
untuk mencegah infeksi HDV.

Gejala Hepatitis D

Infeksi hepatitis D seringkali bersifat asimptomatik (tidak menimbulkan gejala) pada


sekitar 90% penderitanya. Selain itu, infeksi hepatitis D seringkali sulit dibedakan dari infeksi
virus hepatitis lainnya secara klinis, terutama gejala infeksi virus hepatitis B. Gejala hepatitis B
dan D sangat mirip sehingga sulit untuk menentukan virus mana yang menimbulkan gejala pada
penderita. Pada beberapa kasus, hepatitis D dapat membuat gejala hepatitis B menjadi lebih
buruk. Selain itu, penderita hepatitis B dengan gejala asimptomatik dapat mengalami gejala
hepatitis B akibat infeksi hepatitis D. Periode inkubasi hepatitis D, yaitu waktu yang dibutuhkan
virus dari terpapar hingga menimbulkan gejala, adalah sekitar 21-45 hari. Namun, dapat juga
berlangsung lebih cepat, terutama pada superinfeksi. Gejala hepatitis D yang umumnya ditemui
antara lain adalah:

 Kulit dan mata menjadi kuning.


 Rasa lelah.
 Mual dan muntah.
 Nyeri sendi.
 Nyeri perut.
 Kehilangan nafsu makan.
 Warna urine berubah menjadi gelap seperti teh.
 Gatal-gatal.
 Tampak bingung.
 Memar dan perdarahan.

Penyebab Hepatitis D

Hepatitis D disebabkan oleh infeksi virus hepatitis D (HDV) yang dapat menyebar melalui cairan
tubuh atau kontak langsung dengan penderita. HDV dapat ditularkan melalui:

 Urine.
 Kehamilan (dari ibu ke janin).
 Persalinan (dari ibu ke bayi).
 Cairan sperma.
 Cairan vagina.
 Darah.
 Jika seseorang sudah terinfeksi HDV, orang tersebut dapat menularkan HDV ke orang lain,
bahkan sebelum gejala hepatitis D muncul. Beberapa hal yang menyebabkan seseorang
menjadi lebih mudah terkena hepatitis D antara lain adalah:
 Terkena infeksi hepatitis B.
 Sering menerima transfusi darah.
 Melakukan hubungan seks sesama jenis, terutama pria.
 Penyalahgunaan obat-obatan terlarang melalui jarum suntik, misalnya heroin.
 Pasien cuci darah.
 Pekerja fasilitas kesehatan.
Diagnosis Hepatitis D

Untuk memastikan diagnosis hepatitis D pada penderita, dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darah sebagai berikut:
Pemeriksaan Antibodi

Jika ditemukan antibodi anti-hepatitis D (IgM dan IgG anti-HDV), maka pasien positif
menderita hepatitis D. Selain antibody, dapat diperiksa banyaknya virus dalam darah (viral load)
untuk hepatitis D yaitu HDV RNA. Namun pemeriksaan ini masih jarang tersedia. Perlu diingat
bahwa infeksi HDV hanya bisa terjadi bersamaan atau setelah terjadinya infeksi HBV. Oleh
karena itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi hepatitis B pada pasien.

Pemeriksaan Fungsi Hati

Tes ini bertujuan untuk memeriksa kondisi oorgan hati melalui sampel darah. Dari hasil tes,
dapat diketahuiapakahhati mengalami gangguan atau kerusakan berdasarkan parameter-
parameter yang diperiksa pada sampel darah, antara lain adalah:

 Kadar protein dalam darah (albumin).


 Kadar enzim hati (SGOT dan SGPT).
 Kadar bilirubin.
 Status pembekuan darah (Trombosit dan INR), mengingat hati memroduksi protein yang
penting dalam pembekuan darah.
USG, CT scan atau Ketiga metode pemindaian ini dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kanker hati yang merupakan komplikasi dari hepatitis D.

Pengobatan Hepatitis D

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang memuaskan untuk hepatitis D. Diagnosis
dini sangat penting untuk mencegah kerusakan hati. Interferon-alpha adalah satu-satunya obat
yang menunjukkan efek terapi pada penyakit ini. Pengobatan menggunakan interferon pada
pasien dilakukan dengan penyuntikkan setiap minggu dan dapat berlangsung selama 12-18
bulan. Meskipun demikian, terkadang setelah pengobatan interferon selesai dijalani, pasien
masih dapat memberikan hasil positif pada pengetesan virus HDV. Pendekatan akhir untuk
menghilangkan hepatitis D adalah menghilangkan hepatitis B. Jika hepatitis B masih positif,
Hepatitis D masih infeksius.

Pengobatan hepatitis D terfokus pada observasi terhadap pemeriksaan fungsi hati. Khusus
bagi penderita hepatitis D yang sudah mengalami kerusakan hati akibat sirosis ataupun fibrosis,
dapat menjalani operasi cangkok hati. Operasi ini dilakukan dengan mengangkat hati pasien
yang sudah rusak dan menggantinya dengan hati yang masih sehat yang diperoleh dari donor.

Pasien harus selalu rutin menjalani program kontrol yang dijadwalkan oleh dokter.
Program kontrol yang dianjurkan adalah paling tidak setiap 6 bulan untuk memantau
perkembangan infeksi hepatitis D dan juga hepatitis B kronis.
Komplikasi Hepatitis D

Jika tidak ditangani dengan baik, hepatitis D dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
merugikan pasien. Komplikasi hepatitis D cenderung mudah terjadi pada penderita hepatitis D
kronis dibanding penderita hepatitis D akut. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

 Sirosis.
 Kanker hati.
Pencegahan Hepatitis D

Cara pencegahan hepatitis D terbaik adalah dengan mencegah terjadinya hepatitis B. Untuk
menghindari terjadinya hepatitis B, dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan sebagai
berikut:

1. Hindari penggunaan obat-obatan Hindari menggunakan obat-obatan terlarang terutama yang


menggunakan jarum suntik. Gunakan jarum yang steril dan jangan pernah berbagi pakai
jarum suntik.

2. Lebih berhati-hati dalam tindik dan Jika berniat untuk ditindik atau ditato, pastikan
peralatannya bersih dan steril.

3. Gunakan kondom. Selalu lakukan aktivitas seks dengan aman dan sehat. Jangan pernah
berhubungan seks tanpa menggunakan kondom kecuali yakin partner Anda tidak terinfeksi
hepatitis atau infeksi menular seksual lainnya

4. Menjalani vaksinasi hepatitis B. Anak-anak serta orang dewasa yang memiliki risiko tinggi
terkena hepatitis B wajib menjalani vaksinasi hepatitis B.

REFERENSI

https://www.alodokter.com/hepatitis-d

http://prili24.blogspot.com/2015/11/hepatitis-d.html

Anda mungkin juga menyukai