DEFINISI
Epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat (neurologis) di mana aktivitas otak menjadi
abnormal, menyebabkan kejang atau periode perilaku yang tidak biasa, sensasi, dan
terkadang kehilangan kesadaran.
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi,dengan
gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak
secara berlebihan dan paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang
fokal (parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian
dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial.
Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan
biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk
dalam epilepsi umum.
B. ETIOLOGI
Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabny Epilepsi sekunder
atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan
pada jaringan otak. Diduga terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel
saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul
ialah sekunder, atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan
karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir
atau pada masa perkembangan anak.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia),
kerusakan karena tindakan.
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak.
7. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan
kejang-kejang yang berulang.
C. PATOFISIOLOGI
• Kejang hasil dari eksitasi berlebihan atau dari gangguan neuron yang tidak teratur.
Awalnya, sejumlah kecil neuron menyala secara tidak normal. Konduktansi membran
normal dan arus sinaptik penghambat kemudian terurai, dan rangsangan menyebar
secara lokal (kejang fokal) atau lebih luas (kejang umum).
• Mekanisme yang dapat berkontribusi terhadap hyperexcitability sinkron meliputi (1)
perubahan saluran ion dalam membran neuronal, (2) modifikasi biokimia reseptor, (3)
modulasi sistem pesan kedua dan ekspresi gen, (4) perubahan konsentrasi ion
ekstraseluler, ( 5) perubahan dalam serapan neurotransmitter dan metabolisme dalam
sel glial, (6) modifikasi dalam rasio dan fungsi sirkuit penghambatan, dan (7)
ketidakseimbangan lokal antara neurotransmiter utama (misalnya, glutamat, γ-
aminobutyric acid [GABA]) dan neuromodulator (misalnya, asetilkolin, norepinefrin,
dan serotonin)
• Kejang berkepanjangan dan eksposur lanjutan terhadap glutamat dapat
menyebabkan cedera saraf, defisit fungsional, dan rewiring sirkuit saraf.
D. KLASIFIKASI
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi kejang dapat bermacam-macam dari ringan seperti rasa tidak enak
diperut sampai kepada yang berat (kesadaran menghilang disertai kejang tonik
klonik), semuanya tergantung kepada sel-sel neuron dalam otak yang terangsang dan
sampai berapa luas rangsang ini menjalar. Kejang diklasifikasikan secara
internasional sesuai dengan otak yang terkena diantaranya:
a. Kejang parsial (hanya mengenai semua bagian otak)
1) Kejang parsial sederhana dimanifestasikan dengan hanya satu jari atau tangan yang
bergetar, atau mulut dapat tersentak tak terkontrol, bicara tidak dipahami, pusing,
mengalami sinar, bunyi, bau, rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
2) Kejang parsial komplek yaitu individu tidak dapat bergerak secara automatik tetapi
tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan yaitu takut,
marah, kegirangan, atau peka rangsang
b. Kejang umum (tidak spesifik dan mengenai seluruh otak secara simulant)
1) Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) melibatkan kedua hemisperium
otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intens
pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan
kontraksi otot, sering lidah tertekan dan klien mengalami inkontinensia urin dan feses
setelah 1 dan 2 menit gerakan konvulsif mulai hilang pasien rileks dan mengalami
koma dalam, bunyi nafas bising, pada keadaan postikal pasien sulit bangun dan tidur
selam berjam-jam banyak pasien mengeluh sakit kepala dan sakit otot
2) Kejang petit mal, dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grandmal. Penderita hanya
menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30
detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh,
pingsanmaupun menyentak-nyentak, kepala mengangguk, penderita dapat melepaskan
apa yang dipegangnya dapat mengulangi kata-kata.
3) Kejang psikomotor (epilepsi lobus temporalis) relatif jarang pada masa kanak-
kanak menyebabkan gangguan perilaku yang mendadak, anak dapat menunjukan
ketakutan yang mendadak, gerakan ulang abnormal, seperti gerakan rahang, kedipan
atau geletaran mata, bengong, mengatup atau menggapaikan tangan, keadaan mirip
mimpi.
F. DIAGNOSIS
• Minta pasien dan keluarga untuk mencirikan kejang karena frekuensi, durasi, faktor
pencetus, waktu terjadinya, keberadaan aura, aktivitas iktal, dan status postiktal.
• Pemeriksaan fisik dan neurologis dan pemeriksaan laboratorium dapat
mengidentifikasi etiologi.
G. GEJALA
Karena epilepsi disebabkan oleh aktivitas abnormal di otak, kejang dapat memengaruhi
proses apa pun yang dikoordinasikan oleh otak Anda. Tanda dan gejala kejang mungkin
termasuk:
Kebingungan sementara
Mantra yang menatap
Gerakan menyentak yang tak terkendali dari lengan dan kaki
Kehilangan kesadaran atau kesadaran
Gejala psikis seperti ketakutan, kecemasan atau deja vu
Gejala bervariasi tergantung pada jenis kejang. Dalam kebanyakan kasus, seseorang
dengan epilepsi akan cenderung memiliki tipe kejang yang sama setiap waktu, sehingga
gejalanya akan sama dari episode ke episode.
H. PENYEBAB
Epilepsi tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi pada sekitar setengah orang
dengan kondisi ini. Di setengah lainnya, kondisi ini dapat dilacak ke berbagai faktor,
termasuk:
Komplikasi
Memiliki kejang pada waktu-waktu tertentu dapat menyebabkan keadaan yang berbahaya.
Jatuh. Jika pernah jatuh saat kejang, yang melukai kepala atau mematahkan tulang.
Tenggelam. Jika menderita epilepsi, kemungkinan 15 hingga 19 kali lebih mungkin untuk
tenggelam saat berenang atau mandi daripada penduduk lainnya karena kemungkinan
memiliki kejang saat berada di air.
Kecelakaan mobil. Kejang yang menyebabkan hilangnya kesadaran atau kontrol bisa
berbahaya jika mengendarai mobil atau mengoperasikan peralatan lain. Banyak negara
memiliki batasan lisensi pengemudi yang terkait dengan kemampuan pengemudi untuk
mengendalikan kejang dan memaksakan jumlah minimum waktu bahwa pengemudi bebas
kejang, mulai dari bulan ke tahun, sebelum diizinkan untuk mengemudi.
Komplikasi kehamilan. Kejang selama kehamilan menimbulkan bahaya bagi ibu dan bayi,
dan obat anti-epilepsi tertentu meningkatkan risiko cacat lahir. Jika menderita epilepsi dan
mempertimbangkan untuk hamil, bicarakan dengan dokter ketika merencanakan kehamilan.
Sebagian besar wanita dengan epilepsi dapat menjadi hamil dan memiliki bayi yang sehat.
Harus dipantau secara hati-hati selama kehamilan, dan obat-obatan mungkin perlu
disesuaikan. Sangat penting bahwa bekerja dengan dokter untuk merencanakan kehamilan.
Masalah kesehatan emosional. Orang dengan epilepsi lebih mungkin memiliki masalah
psikologis, terutama depresi, kecemasan dan pikiran dan perilaku untuk bunuh diri. Masalah
mungkin disebabkan oleh kesulitan menangani kondisi itu sendiri serta efek samping obat.
Komplikasi epilepsi yang mengancam kehidupan lainnya jarang terjadi, tetapi mungkin
terjadi, seperti:
Status epileptikus. Kondisi ini terjadi jika dalam keadaan aktivitas kejang terus
menerus yang berlangsung lebih dari lima menit atau jika sering mengalami kejang
berulang tanpa memperoleh kembali kesadaran penuh di antara mereka. Orang
dengan status epilepticus memiliki peningkatan risiko kerusakan otak permanen dan
kematian.
Kematian mendadak yang tidak terduga pada epilepsi (SUDEP). Orang dengan
epilepsi juga memiliki risiko kematian mendadak yang tidak terduga. Penyebabnya
tidak diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan hal itu mungkin terjadi
karena kondisi jantung atau pernafasan.
a. Golongan Hidantoin
Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin dan etotoin, dari ketiga
jenis itu yang tersering digunakan adalan Fenitoin dan digunakan untuk semua jenis bangkitan,
kecuali bangkitan Lena.Fenitoin merupakan antikonvulsi tanpa efek depresi umum SSP, sifat
antikonvulsinya penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke bagian lain di otak.
b. Golongan Barbiturat
Golongan obat ini sebagai hipnotik- sedative dan efektif sebagai antikonvulsi, yang sering digunakan
adalah barbiturate kerja lama ( Long Acting Barbiturates ).
Jenis obat golongan ini antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat menekan letupan
di focus epilepsy
c. Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek memperkuat depresi
pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan dihambat , trimetadion juga dalam sediaan oral
mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusikan ke berbagai cairan tubuh.
d. Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid dan fensuksimid yang mempunyai efek
sama dengan trimetadion. Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran cerna, distribusi lengkap
keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor sama dengan kadar plasma. Etosuksimid merupakan obat
pilihan untuk bangkitan lena.
e. Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik dan merupakan obat
pilihan pertama di Amerika Serikat untuk mengatasi semua bangkitan kecuali lena. Karbamazepin
merupakan efek analgesic selektif terutama pada kasus neuropati dan tabes dorsalis, namun
mempunyai efek samping bila digunakan dalam jangka lama, yaitu pusing, vertigo, ataksia, dan
diplopia.
f. Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai anti konvulsi juga mempunyai efek
antiensietas dan merupakan obat pilihan untuk status epileptikus.
BAB III
KASUS
Seorang pasien perempuan sejak remaja sudah mengalami seizure, didiagnosis jenis epilepsy
tonik klonik. Saat awal ia mendapatkan terapi dengan Karbamazepin namun respon tidak
optimal sehingga diganti dengan asam valproat 500 mg/hari dalam dosis terbagi, hingga
dewasa pasien masih menggunakan asam valproat dosis 750 mg/hari dalam dosis terbagi.
Selama terapi berjalan dengan dosis perawatan (maintenance dose) sudah tidak terjadi
serangan lagi. Saat ini pasien sudah menikah dan hamil dengan usia kehamilan 4 minggu.
Riwayat :
Penderita mengalami serangan untuk pertama kali saat masuk masa menstruasi pertama,
setelah beberapa kali serangan, orang tuanya baru mengetahui keadaan anaknya dan sejak
saat itu ia mendapat obat. Pasien mendapat karbamazepin dosis awal 250 mg 2x sehari,
dinaikkan bertahap hingga saat ini ia mendapat dosis 500 mg 2x sehari. Pada 3 bulan
pertama setelah maintenance terapi sudah stabil tetapi pada 6 bulan berikutnya malah terjadi
serangan epilepsy, diduga terjadi reaksi autoinduksi sehingga oleh dokter diganti dengan
asam valproat dosis 15 mg/kg bb per hari. Peningkatan dosis dilakukan selama 1 minggu
dengan penambahan 10 mg/kg bb per hari. Keadaan pasien selama terapi optimum sudah
stabil, tanpa serangan. Hingga saat ini dalam maintenance terapi.
Pemeriksaan fisik : BB 45 kg, TD 120/80 mmHg, suhu : 36,50C, Hb : 12
Tugas :
1. Bagaimana proses penggantian OAE dari karbamazepin ke valproat?
2. Adakah interaksi obat dari kedua OAE tsb saat penggantian berjalan?
3. Bagaimana cara mengatasinya?
4. Dengan kondisi kehamilannya sesuaikah pilihan antikonvulsan yang sudah diberikan
pada pasien? Apa yang anda rekomendasikan? Cari dan tunjukkan guidance terapi
epilepsi yang aman untuk kondisi pasien!
5. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait obat mengingat terapi
OAE membawa resiko efek-efek samping, termasuk resiko saat pasien menyusui
bayinya kelak?
PENYELESAIAN KASUS
FORM DATA BASE PASIEN
UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT
IDENTITAS PASIEN
Nama :- No Rek Medik : -
Tempt/tgl lahir :- Dokter yg merawat : -
Alamat :-
Ras :-
Pekerjaan :-
Riwayat masuk RS
-
Riwayat Penyakit
Epilepsi tonik klonik
Riwayat Pengobatan
Karbamazepin dosis awal 250 mg 2x sehari, dinaikkan bertahap hingga saat ini ia mendapat
dosis 500 mg 2x sehari
Riwayat Keluarga/Sosial :
-
Alergi Obat :
-
Riwayat Sosial
Kegiatan
Pola makan/diet
- Vegetarian tidak
Merokok
tidak
Meminum Alkohol
tidak
Meminum Obat herbal
tidak
Riwayat Alergi : -
ASSESMENT
No Problem Subyektif Obyektif Terapi Analisa DRP
PLAN CARE
1. Pasien mengalami epilepsi tonik klonik dan sudah mendapat terapi dengan asam
valproat. Saat ini kondisi pasien hamil 4 minggu sehingga untuk terapi epilepsi masih
bisa melanjutkan dengan menggunakan asam valproat tetapi harus menggunakan dosis <
750mg/hari karna dosis 600 mg/hari – > 1000 mg/ hari dapat meningkatkan malformasi
kongenital mayor pada janin.
2. Pasien epilepsi dengan kehamilan harus diberikan tambahan terapi asam folat karna
kekurangan asam folat pada pasien epilepsi dengan kehamilan akan menyebabkan
pengembangan cacat tabung saraf pada bayi sehingga kami merekomendasikan untuk
memberikan asam folat 0,4 mg – 5 mg/hari.
3. Kami merekomendasikan untuk memberikan vitamin K 10 mg/hari secara oral pada
sebulan sebelum melahirkan untuk mencegah gangguan hemoragik (pendarahan)
neonatal.
4. Bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan obat-obatan epilepsi dapat menyebabkan
kekurangan faktor pembekuan darah sehingga kami merekomendasikan untuk
memberikan vitamin K 1 mg secara intramuscular segera pada bayi saat lahir.
5. Terapi kejang saat melahirkan dianjurkan sebaiknya digunakan diazepam 10 mg i.v
atau fenitoin 15-20 mg/kg bolus i.v diikuti dosis 8mg/kg/hari diberikan 2 kali/hari
secara intravena atau oral.
Tugas
1. Bagaimana proses penggantian OAE dari karbamazepin ke valproat?
Jawab ;
Proses penggantian OAE karbamazepin ke asam valproat yaitu pasien diberikan OAE
valproat jadi pasien menggunakan terapi kombinasi antara karbamazepin dan valproat
kemudian di pantau bila valproat telah mencapai kadar terapi maka OAE karbamazepin
diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan pada saat penurunan dosis OAE
pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila respon yang didapat buruk maka kedua
OAE harus diganti dengan OAE yang lain.
2. Adakah interaksi obat dari kedua OAE tsb saat penggantian berjalan?
Jawab :
Ada interaksi antara kedua obat yaitu asam valproat dapat menurunkan metabolisme
karbamazepin sehingga efek carbamazepin meningkat atau asam valproat dapat
meningkatan dan menurunkan kadar karbamazepin.
3. Bagaimana cara mengatasinya?
Jawab :
Memonitoring penggunaan asam valproat
4. Dengan kondisi kehamilannya sesuaikah pilihan antikonvulsan yang sudah diberikan
pada pasien? Apa yang anda rekomendasikan? Cari dan tunjukkan guidline terapi
epilepsi yang aman untuk kondisi pasien!
Jawab :
Penggunaan OAE pada wanita hamil harus dipertimbangkan besarnya manfaat dan
resiko. Obat yang kami rekomendasikan adalah asam valproat karena sebelumnya
pasien menggunakan obat ini sebelum hamil dan sudah bisa mengatasi kejang dan asam
valproat juga merupakan terapi yang sering digunakan pada pasien epilepsi yang sedang
hamil dan sampai saat ini penggunaan asam valproat pada kehamilan belum terdapat
bukti yang konklusif menyebabkan malformasi janin sehingga masih tetap diberikan
dengan dosis paling rendah < 750 mg/hari dan penambahan asam folat untuk mencegah
terjadinya cacat tabung saraf pada janin.
5. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait obat mengingat terapi
OAE membawa resiko efek-efek samping, termasuk resiko saat pasien menyusui
bayinya kelak?
Jawab :
- Memberikan penyuluhan kepada setiap perempuan yang menggunakan OAE dalam
masa reproduksi tentang berbagai risiko dan keuntungan akibat pengguanaan OAE
terhadap kehamilan dan janin
- Ibu diberikan informasi bahwa bagi yang mengalami bebas bangkitan minimal 9
bulan sebelum kehamilan, kemungkinan besar (84-92%) akan tetap bebas bangkitan
selama kehamilannya. Demikian juga kemungkinan terjadinya persalinan premature
atau kontraksi prematur terutama pada perempuan yang merokok
- Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan terakhir kehamilan. Juga
dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu dengan
ketaatan minum obat).
- Untuk OAE asam valproate dapat tetap diberikan ketika pasien menyusui bayinya
kelak karena penetrasi kadar asam valproate ke ASI sangat kecil (1-10%).
Monitoring :
Monitoring Frekuensi kejang pasien
Monitoring efek samping dan interaksi obat
Monitoring kadar alfa keto protein serum pada minggu ke 14-16 kehamilan
Monitoring dan pemeriksaan ultrasonografi pada minggu ke 16-20 kehamilan
Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan terakhir kehamilan. Juga
dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu dengan
ketaatan minum obat)
Apabila terdapat abnormalitas pada hasil monitoring, dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk melanjutkan kehamilan atau tidak.
KIE :
Memberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
agar pasien dapat menghindarinya, seperti kurang tidur, lupa makan obat, kelelahan
dan stress.
Menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kepatuhan dalam meminum obat.
Instruksikan pasien untuk segera melaporkan terkait efek samping dari obat.
Mengedukasi pasien, anggota keluarga, dan pengasuh tentang pertolongan pertama
pada kejang yaitu
- Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak tenang.
Pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di pasien. Jangan pindahkan pasien
kecuali berada dalam bahaya.
- Longgarkan pakaian pasien agar memudahkan pernafasan
- Jangan masukkan apapun ke dalam mulut atau benda keras di antara gigi. Hal ini
berbahaya karena benda tersebut dapat melukai pasien. Bila pasien muntah atau
mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala ke salah satu sisi.
- Mengedukasi keluarga pasien jika kejang berlangsung hingga lebih dari 2-3 menit
untuk segera meminta pertolongan medis