Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

IMUNOSEROLOGI
DEFISIENSI IMUN

OLEH 17C
KELOMPOK II
Maria faustina (17 3145 453 )
Rini (17 3145 453 105)
Ulfa mayang sari (17 3145 453 )
Yorinda preskiela (17 3145 453 )

DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, semakin banyak penyakit yang bermunculan. Penyakit


sistem imun merupakan suatu penyakit yang sedang ramai dibahas. Defisiensi
sistem imun yang paling melekat di masyarakat adalah HIV/AIDS, padahal
masih banyak penyakit sistem imun yang terdapat di sekitar kita. Defisiensi
imun disebabkan oleh berbagai factor seperti oleh virus, mutasi, antigen,
genetik dan lain sebagainya.
Pada tahun 1953 untuk pertama kali Bruton menemukan
hipogamaglobulinemia pada anak usua 8 tahun yang memiliki riwayat sepsis
dan arthritis lutut sejak usia 4 tahun yang disertai dengan seranan-serangan
otitis media, sepsis pneumokok dan pneumonia. Analisis elektroforesis serum
tidak menunjukkan fraksi globulin gama. Anak tersebut tidak menunjukkan
respon imun terhadap imunisasi dengan tifoid dan difteri. Defisiensi imun
tersebut merupakan salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat
timbul pada pria maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan oleh faktor
genetik atau timbul sekunder karena faktor lain.
Sistem Imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas
dan adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul dan jatuh pada 3 kategori
yaitu: Defisiensi Imun, Autoimunitas dan Hipersensitivitas. Namun dalam
makalah ini penulis hanya memberikan informasi mengenai Defisiensi Imun
saja.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Defisiensi Imun?
b. Apa saja jenis dari Defisiensi Imun?
c. Bagaimana manifestasi Klinis dan Diagnosis Defisiensi Imun?
d. Bagaimana cara pengobatan?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk memahami tentang Defisiensi Imun.
b. Untuk mengetahui jenis dari Defisiensi Imun.
c. Untuk memahami manifestasi Klinis dan Diagnosis Defisiensi Imun.
d. Untuk mengetahui cara pengobatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

 Imunitas

Imunitas atau kekebalan merupakan sistem mekanisme pada


organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengindentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem imun
dapat mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
sehingga organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus
hingga cacing parasit serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkannya dari sel organisme yang sehat agar jaringan tetap dapat
berfungsi seperti biasa (Aspinall R, 2005).
 Defisiensi Imun
Defisiensi imun merupakan keadaan saat fungsi sistem imun
menurun atau tidak berfungsi dengan baik yang muncul ketika satu atau
lebih komponen sistem imun tidak aktif dan kemampuan sistem imun
untuk merespon patogen berkurang baik pada anak-anak maupun dewasa
karena respon imun dapat berkurang pada usia 50 tahun. Respon imun
yang kurang baik akan terjadi juga pada pengguna Alkohol dan narkoba.
Namun kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan
defisiensi imun terjadi di negara berkembang. Diet yang kekurangan
cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas selular, aktivitas
komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibody, IgA dan produksi
sitokin. Defisiensi nutrisi seperti Zinc, Selenium, Zat besi, Tembaga,
Vitamin A, C, E, B6 dan Asam folik (Vitamin B9) juga mengurangi
respon imun (Rivat C., 2012).
Defisiensi imun juga dapat didapat dari Chronic Granulomatus
Disease (penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk
menghancurkan fagosit berkurang), misalnya seperti AIDS dan beberapa
tipe kanker (Ballow, 2009)
Secara garis besar defisiensi imun dibagi menjadi dua golongan,
yaitu :
1. Defisiensi Imun Kongenital Atau Defisiensi Imun Primer
Defisiensi imun Kongenital atau defisiensi imun primer disebabkan
oleh kelainan respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan dari
sistem fagosit dan komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi
limfosit.
2. Defisiensi Imun Dapatan
Defisiensi imun dapatan disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain infeksi virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi,
penggunaan obat-obat sitotoksik dan kortikosteroid, serta akibat
penyakit kanker seperti pengakit Hodgkin, Leukemia, Myeloma, dan
Limfositik kronik.
Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan dari berbagai
penyakit yang karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem
imun, sehingga terjadi peningkatan kerentanan terhadap
infeksi. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain
yang mengganggu sistem imun, dan kebanyakan merupakan akibat
kelainan genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder
terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.
 Gambaran Umum Defisiensi Imun
Gambaran umum defisiensi imun, dapat ditandai dengan
ditemukannya tanda-tanda klinik sebagai berikut :
1. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan jenis infeksinya
tergantung dari komponen sistem imun yang defektif;
2. Penderita dengan defisiensi imun juga rentan terhadap jenis kanker
tertentu;
1. Defisiensi imun dapat terjadi akibat defek pematangan limfosit
atau aktivitas atau dalam mekanisme efektor imunitas non-
spesifik dan spesifik;
2. Yang merupakan paradoks adalah bahwa imunodefisiensi
tertentu berhubungan dengan peningkatan insidens
autoimunitas. Mekanismenya tidak jelas, diduga berhubungan
dengan defisiensi sel Tr.
3. Defisiensi imun dapat terjadi akibat defek pematangan limfosit
atau aktivitas atau dalam mekanisme efektor imunitas non-
spesifik dan spesifik;
4. Yang merupakan paradoks adalah bahwa imunodefisiensi
tertentu berhubungan dengan peningkatan insidens
autoimunitas. Mekanismenya tidak jelas, diduga berhubungan
dengan defisiensi sel Tr.
Gangguan fungsi sistem imun yang umum yang biasanya
ditemukan dalam keadaan difesiensi imun diantara adalah :
Gangguan Fungsi Penyakit Yang Menyertai
Sistem Imun
Defisiensi
Sel B Infeksi bakteri rekuren seperti otitis media,
pneumonia rekuren
Sel T Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur dan
protozoa
Fagosit Infeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaan
biasa mempunyai virulensi rendah, infeksi bakteri
piogenik
Komplemen Infeksi bakteri, autoimunitas
Disfungsi
Sel B Gamopati monoclonal
Sel T Peningkatan sel Ts yang menimbulkan infeksi dan
penyakit limpoproliferatif
Fagosit Hipersensitivitas, beberapa penyakit autoimun
Komplemen Edem angioneurotik akibat tidak adanya inhibitor
esterase C1
Gangguan Fungsi Penyakit Yang Menyertai
Sistem Imun
Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi
spesifik defisiensi imun atau aktivitas yang berlebihan (Nikolich-Žugich J,
2005)
B. Jenis-jenis defisiensi Imun
 Defisiensi Imun Non Spesifik
a. Defisiensi Komplemen
Defisiensi komponen atau fungsi komplemen berhubungan dengan
peningkatan insidens infeksi dan penyakit autiomun seperti LES.
Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman,
opsonisasi, kemotaksis, pencegah penyakit autoimun dan eliminasi
kompleks antigen antibodi. Defisiensi komplemen dapat menimbulkan
berbagai akibat seperti infeksi bakteri yang rekuren dan peningkatan
sensitivitas terhadap penyakit autoimun. Kebanyakan defisiensi
komplemen adalah herediter.
Konsekuensi defisiensi komplemen tergantung dari komponen
yang kurang. Defisiensi C2 tidak begitu berbahaya. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh karena mekanisme jalur alternatif tidak
terganggu. Defisiensi C3 biasanya menimbulkan infeksi rekuren bakteri
piogenik dan negatif-Gram yang mungkin disebabkan oleh karena tidak
adanya faktor kemotaktik, opsonisasi dan aktivitas bakterisidal (Delves,
2006).
Pada defisiensi komplemen terdapat beberapa macam, diantaranya
adalah :
1. Defisiensi Komplemen Kongenital
Defisiensi komplemen biasanya menimbulkan infeksi yang
berulang atau penyakit kompleks imun seperti LES dan
glomerulonefritis. Seperti : Defisiensi inhibitor esterase C1;
Defisiensi C2 dan C4; Defisiensi C3; Defisiensi C5; Defisiensi C6,
C7 dan C8.
2. Defisiensi Komplemen Fisiologik
Defisiensi komplemen fisiologik hanya ditemukan pada
neonatus yang disebabkan kadar C3, C5 dab faktor B yang masih
rendah.
3. Defisiensi Komplemen didapat
Defisiensi komplemen didapat disebabkan oleh depresi
sintesis, misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi protein atau kalori.
Pada anemia sel sabit ditemukan gangguan aktivitas komplemen
yang meningkatkan risiko infeksi Salmonela dan Pneumokok.
Seperti : Defisiensi Clq,r,s; Defisiensi C4; Defisiensi C2; Defisiensi
C3; Defisiensi C5-C8; dan Defisiensi C9.
b. Defisiensi Interferon dan Lisozim
1. Defisiensi Interferon Kongenital
Defisiensi interferon congenital dapat menimbulkan infeksi
mononukleosis yang fatal.
2. Defisiensi Interferon Dan Lisozim Didapat
Defisiensi interferon dan lisozim didapat dapat ditemukan pada
malnutrisi protein atau kalori.
c. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi Kongenital
Defisiensi kongenital telah ditemukan pada penderita dengan
osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit). Kadar IgG, IgA dan
kekerapan autoimun biasanya meningkat.
2. Defisiensi Didapat
Defisiensi sel NK yang didapat terjadi akibat imunosupresi
atau radiasi.
d. Defisiensi Sistem Fagosit
Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang.
Kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan
jumlah neutrofil yang menurun. Resiko infeksi meningkat bila jumlah
fagosit turun sampai di bawah 500/mm3.
1. Defisiensi Kuantitatif
Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan oleh
penurunan produksi neutropil yang diakibatkan karena pemberian
depresan sumsum tulang (kemoterapi pada kanker), leukemia,
kondisi genetik yang menimbulkan defek dalam perkembangan
semua sel progenitordalam sumsum tulang termasuk precursor
myeloid dan peningkatan destruksi neutropil dapat merupakan
fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu seperti kuinidin
dan oksasilin.
2. Defisiensi Kualitatif
Defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti
kemotaksis, menelan/ memakan dan membunuh mikroba
intraseluler. Seperti : Chronic Granulomatous Disease (CGD);
Defisiensi Glucose – 6 – phosphate dehydrogenase (G6PD);
Defisiensi Mieloperoksidase (DMP); Sindrom Chediak – Higashi
(SCH); Sindrom Job; Sindrom Leukosit Malas (Lazy Leucocyte);
Defisiensi Adhesi Leukosit.
 Defisiensi Imun Spesifik
Gangguan dalam system imun spesifik dapat terjadi kongenital,
fisiologik dan didapat.
a. Defisiensi Imun Kongenital atau Primer
Defisiensi imun spesifik kongenital atau primer sangat jarang
terjadi.
1. Defisiensi Imun Primer Sel B
Defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B
serta ditandai dengan infeksi sekuren oleh bakteri. Seperti : X –
linked hypogamaglobulinemia; Hipogamablobulinemia sementara;
Common variable Hypogamaglobulinemia; Defisiensi
Imunoglobulin yang Selektif (Disgamablobulinemia).
2. Defisiensi Imun Primer Sel T
Penderita defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap
infeksi virus, jamur dan protozoa. Seperti : Aplasi Timun Kongenital
(Sindrom DigGeorge); Kandidiasis Mukokutan Kronik.
3. Defisiensi Kombinasi Sel B dan Sel T yang Berat
Defisisensi kombinasi sel B dan sel T yang berat (Severe
Combined Immonodeficiency Disease); Sindrom Nezelop; Sindrom
Wiskott-Aldrich; Ataksia Telangiektasi.
b. Defisiensi Imun Spesifik Fisiologik
1. Kehamilan
Defisiensi dapat terjadi pada wanita hamil karena terjadinya
peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresi faktor humoral yang
dibentuk trofoblas yang mungkin diperlukan untuk kelangsungan
hidup fetus yang merupakan allografi dengan antigen paternal.
Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh
estrogen.
2. Usia Tahun Pertama
Sistem imun pada anak usia 1-5 tahun pertama masih belum
matang. Meskipun jumlah sel T pada neonatus tinggi, namun
kemampuan sel T masih belum sempurna sehingga tidak
memberikan respon adekuat terhadap antigen.
3. Usia Lanjut
Golongan usis lanjut lebih sering mendapat infeksi dibanding
usia muda karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun.
Pada usia lanjut, imunitas humoral menurun sehingga terjadi
perubahan dalam kualitas respon antibody mengenai :
 Spesifisitas antibody dari autoantigen asing;
 Isotipe antibody dari IgG dan IgM;
 Afinitas antibody dari tinggi menjadi rendah.
Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kemampaun sel
T untuk menginduksi kematangan sel B (McCusker, 2011).
c. Defisiensi Imun Didapat atau Sekunder
Faktor – faktor yang dapat menimbulkan defisiensi imun sekunder,
diantaranya adalah :
Faktor Komponen yang Terkena
Proses penuaan Infeksi meningkat, penurunanrespon terhadap vaksinasi,
penurunan respon terhadap sel T dan B serta perubahan
dalam kualitas respon imun.
Malnutrisi Malnutrisi protein – kalori dan kekurangan elemen gizi
tertentu (Besi, seng/ Zn); sebab tersering defisiensi imun
sekunder.
Mikroba Contohnya : Malaria, virus, campak, terutama HIV;
imunosupresif mekanismenya melibatkan penurunan fungsi sel T dan
APC.
Obat imunosupresif Steroid
Obat sitotoksik/ Obat yang banyak digunakan terhadap tumor, juga
Iradiasi membunuh sel penting dari system imun termasuk sel
induk, progenitor neutrofil dan limfosit yang cepat
membelah dalam organ limfoid.
Tumor Efek direk dari tumor terhadap sistem imun melalui
penglepasan molekul imunoregulator imunosupresif
(TNF – β).
Trauma Infeksi meningkat, diduga berhubungan dengan
penglepasan molekul imunosupresif seperti
glukokortikoid.
Penyakit lain seperti Diabetes sering berhubungan dengan infeksi.
Diabetes
Lain-lain Depresi, penyakit Alzheimer, penyakit celiac,
sarkoidosis, penyakit limpoproliferatif,
makroglobulinemia Waldenstrom, anemia aplastik,
neoplasia.

C. Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Dalam penegakan diagnosis defisiensi imun, hal penting yang harus
diketahui adalah riwayat kesehatan pasien dan keluarganya, yaitu sejak masa
kehamilan, persalinan dan morbiditas yang ditemukan sejak lahir secara
detail. Walaupun penyakit defisiensi imun tidak mudah untuk didiagnosis,
secara klinis sesuai dengan gejala dan tanda klinis tersebut maka dapat
diarahkan terhadap kemungkinan penyakit defisiensi imun.
Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan
dengan yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk
defisiensi antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4
bulan sampai 2 tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi
pasif selama 3 – 4 bulan pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat
diturunkan melalui autosom resesif atau X-linked. Defisiensi imunoglobulin
sekunder lebih sering terjadi dibandingkan dengan defek primer.
Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran
imunoglobulin serum dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara
kasar. Imunoglobulin yang sama sekali tidak ada (agamaglobulinemia) jarang
terjadi, bahkan pasien yang sakit berat pun masih mempunyai IgM dan IgG
yang dapat dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu isotop
imunoglobulin, seperti IgA atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa
individu gagal memproduksi antibodi spesifik setelah imunisasi meskipun
kadar imunoglobulin serum normal. Sel B yang bersirkulasi diidentifikasi
dengan antibodi monoklonal terhadap antigen sel B. Pada darah normal, sel –
sel tersebut sebanyak 5 – 15 % dari populasi limfosit total. Sel B matur yang
tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi membedakan infantile X-
linked agamaglobulinaemia dari penyebab lain defisiensi antibodi primer
dengan kadar sel B normal atau rendah (Hsu, 2009)
D. Pengobatan
Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan
klinisnya maka pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada
dasarnya pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi,
atau kausal.
Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan
memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam-basa, kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha
pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan terhadap defisiensi komponen imun,
misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit, plasma beku, enzim, serum
hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin spesifik. Kebutuhan
tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya, sesuai dengan
kondisi klinis.
Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa
memang bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang
diberikan antara lain adalah faktor tertentu (interferon), antibodi monoklonal,
produk mikroba (BCG), produk biologik (timosin), komponen darah atau
produk darah, serta bahan sintetik seperti inosipleks dan levamisol.
Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab
defisiensi imun, terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi,
suplemen gizi, pengobatan keganasan, dan lain-lain). Defisiensi imun primer
hanya dapat diobati dengan transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau
rekayasa genetik (Kim, 2010).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Defisiensi imun merupakan keadaan saat fungsi sistem imun menurun


atau tidak berfungsi dengan baik yang muncul ketika satu atau lebih
komponen sistem imun tidak aktif dan kemampuan sistem imun untuk
merespon patogen berkurang baik pada anak-anak maupun dewasa karena
respon imun dapat berkurang pada usia 50 tahun. Respon imun yang kurang
baik akan terjadi juga pada pengguna Alkohol dan narkoba. Namun
kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan defisiensi
imun terjadi di negara berkembang.
B. Saran
Demikian isi dari makalah defisiensi imun, penulis menyadari bahwa isi
makalah ini masih jauh dari pada kesempuraan semoga pembaca dapat
menikmati materi yang telah dipaparkan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aspinall R. Ageing and the Immune System in vivo: Commentary on the 16th
session of British Society for Immunology Annual Congress Harrogate
December 2004. Immunity and Ageing 2005; 2: 5.
Ballow, M., L Notarangels., B Grimbacher, C Cunningham., M Stein., M Helbert.
et all Immunodeficiencies. Clinical & experimental immunology.2009.
Delves, J.P. Seamus,J.M.,Dennis, R.B.,Ivan,M.R. Essential Immunology.
Blackwell Pusblishing. Australia. 2006.
Hsu, AP., Thomas AF., Julie EN. Mutation analysisin primary immunodeficiency
disease: Case study. Allergy clinical immunol.2009.
Kim, Joo-Hee, Park, Han-Jung, Chol, Gill-Soon, Kim, Jeong-Eun, Ya, Young-
Min, Nahm, Dong-Ho, Park,Hae-Sim. Immunoglobulin G subclass
deficiency is the major phenotype Of primary immunodeficiency in a
Korean adult cohort. J Korean Med Sci.2010.
McCusker, C., Richard W. Primary Immunodeficiency. Allergy, Asthma &
clinical immunology. 2011.
Nikolich-Žugich J, T cell aging: naive but not young. J Exp Med 2005; 201: 837-
840
Rivat C., Giorgia S., H Bobby G., Adrian, JT., Gene therapy for primary
immunodeficiencies.Human Gene Therapy. 2012.

Anda mungkin juga menyukai