BAB V
PEMBAHASAN
ada dan severe stunting didefinisikan kurang dari minus 3 standar deviasi (-3 SD)
(ACC/SCN, 2000). Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 20,5% balita
stunting di Desa Palangan memiliki status gizi sangat pendek (< -3 SD) dan sisa
responden memang tergolong stunting yakni sebesar 79,5 % pendek (-3 s.d. -2
SD). Hal tersebut menunjukkan bahwa stunting pada balita di Desa Palangan
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena berada diatas batas yang
telah ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 20%. Prevalensi stunting berdasarkan
data Puskesmas Jangkar bulan April 2019, didapatkan Desa Palangan sebesar
21,73%. Tidak hanya di daerah tempat penelitian ini, ternyata stunting adalah
masalah kesehatan masyarakat utama di hampir semua provinsi di Indonesia, dan
peringatan telah diberikan oleh Presiden RI tahun 2010, yang tertantang untuk
mengurangi stunting di Indonesia (USAID, 2010).
Prevalensi stunting lebih tinggi pada anak usia 24-59 bulan (72,7%)
dibandingkan anak-anak berusia 0- 23 bulan. Hasil penelitian ini juga serupa
dengan hasil dari penelitian di Bangladesh, India dan Pakistan mana anak-anak
berusia 24-59 bulan yang ditemukan berada pada risiko yang lebih besar yang
terhambat. Hal ini menunjukkan bahwa untuk anak usia 24-59 bulan stunting
bersifat irreversible (Ramli, et al., 2009).
Neldawati (2006) bahwa tidak ada hubungan antara ASI ekslusif dengan kejadian
stunting. Berbeda dengan penelitian Hien dan Kam (2008) yang menyatakan
risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak diberi ASI
Eksklusif (ASI < 6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI Eksklusif
(≥ 6 bulan).
Pada dasarnya, sebagian besar bayi di negara yang berpenghasilan rendah,
membutuhkan ASI untuk pertumbuhan dan tak dipungkiri agar bayi dapat
bertahan hidup karena merupakan sumber protein yang berkualitas baik dan
mudah didapat (Berg, A. & Muscat, R. J., 1985). Menurut Henningham &
McGregor dalam Gibney (2008), ASI juga memiliki manfaat lain, yaitu
meningkatkan imunitas anak terhadap penyakit, berdasarkan penelitian pemberian
ASI dapat menurunkan frekuensi diare, konstipasi kronis, penyakit
gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, serta infeksi telinga. Secara tidak
langsung, ASI juga memberikan efek terhadap status gizi anak. Kurangnya
pemberian ASI dan pemberian MP-ASI secara dini (sebelum usia anak 6 bulan)
dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada masa awal kehidupan
berdasarkan penelitian Adair dan Guilkey (1997). Manfaat lain ASI dapat
mengurangi konsumsi MP-ASI yang berpotensi terkontaminasi patogen.
Penelitian Behar et al. di Guatemala, bailey et al. di thailand, dan studi
serupa lainnya menunjukkan bahwa tanpa menggunakan makanan penyapihan
yang tepat anak-anak akan menderita insufisiensi kalori yang mengarah ke gizi
buruk, keterlambatan perkembangan, dan retardasi pertumbuhan (Bogin, 1999).
infeksi lainnya seperti sebagai penyakit diare yang bisa berakibat pada
kekurangan gizi (Nojomi, Tehrani, dan Abadi, 2004).
Pada dasarnya pemberian imunisasi pada anak memiliki tujuan penting
yaitu untuk mengurangi risiko mordibitas (kesakitan) dan mortalitas (kematian)
anak akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Narendra,
2002). Status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan
pelayanan kesehatan. Karena diharapkan bahwa kontak dengan pelayanan
kesehatan akan membantu memperbaiki masalah gizi baru, sehingga status
imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek positif terhadap status gizi
jangka panjang (Yimer, 2000).
bagi anak, dan tingkat pendidikan ibu yang diharapkan memiliki pengaruh kuat
terhadap stunting pada anak daripada ayah.
Beberapa teori berikut mendukung hasil penelitian yang menyatakan
adanya hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada
balita. Ibu yang berpendidikan lebih mungkin untuk membuat keputusan yang
akan meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anaknya. Selain itu, Ibu yang
berpendidikan cenderung menyekolahkan semua anaknya sehingga memutus
rantai kebodohan, serta akan lebih baik menggunakan strategi demi kelangsungan
hidup anaknya, seperti ASI yang memadai, imunisasi, terapi rehidrasi oral, dan
keluarga berencana. Maka dari itu, mendidik wanita akan menjadi langkah yang
berguna dalam pengurangan prevalensi malnutrisi, terutama stunting (Senbanjo,
2011). Selain itu, dengan pendidikan yang baik, diperkirakan memiliki
pengetahuan gizi yang baik pula. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik akan
tahu bagaimana mengolah makanan, mengatur menu makanan, serta menjaga
mutu dan kebersihan makanan dengan baik (Astari, Nasoetion, dan Dwiriani,
2005).
kebutuhan balita, hal tersebut belum tentu bisa berpengaruh baik terhadap status
gizi balita.