Oleh :
KELOMPOK 3 KELAS D
Sheren (1809511113)
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “ICSI pada Hewan”
yang merupakan tugas mata kuliah Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Veteriner dengan
baik dan tepat waktu.
Makalah ini berisikan materi mengenai definisi, sejarah, tahapan, kelebihan, serta
kekurangan dan resiko dari ICSI pada hewan.
Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan penugasan ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan penulis di masa yang akan datang. Semoga
tugas ini bermanfaat bagi semua pihak.
Hormat Kami
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. Sperma dalam mikropipet (A) dan menyuntikkan sperma ke dalam oosit (B) .... 7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, antara
lain:
1. Apakah definisi dari ICSI?
2. Bagaimanakah sejarah ICSI?
3. Bagaimanakah tahapan ICSI pada hewan?
4. Apakah kelebihan dari ICSI pada hewan?
5. Apakah kekurangan dan resiko dari ICSI pada hewan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya paper Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Veteriner
dengan judul “ICSI Pada Hewan” ini yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi dari ICSI.
2. Untuk mengetahui sejarah dari ICSI.
3. Untuk mengetahui tahapan ICSI pada hewan.
4. Untuk mengetahui kelebihan dari ICSI pada hewan.
5. Untuk mengetahui kekurangan dan resiko dari ICSI pada hewan.
1.4 Manfaat
Setelah melaksanakan penulisan paper ini diharakan mahasiswa mengerti dan
mengetahui definisi dan sejarah dari ICSI, selain itu mahasiswa diharapkan mampu
mengerti bagaimana tahapan, kelebihan, serta kekurangan dan resiko dari ICSI pada
hewan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
mempengaruhi tingkat keberhasilan ICSI. ICSI telah berkembang secara bertahap selama
berabad-abad dengan kontribusi dari banyak peneliti. Kemudian teknik ICSI berbantuan
piezo pada tikus yang terbukti sangat berhasil dalam meningkatkan tingkat pemupukan
dibandingkan dengan metode konvensional diperkenalkan. Penggunaan
mikromanipulator piezo dalam mencapai pembuahan dan angka kehamilan yang lebih
tinggi telah didukung dalam banyak penelitian. Beberapa keberhasilan yang dilaporkan
pada penggunaan teknik ICSI pada hewan kelinci (Hosoi et al, 1988 dan Iritani, 1989),
mencit (Kimura and Yanagimachi, 1995), kucing (Pope et al., 1998), kuda (Cochran et
al..,1998), domba (Gomez et al, 1998), sapi (Hamano et al., 1999), kera (Hewitson et al,
1999), babi (Martin, 2000) dan tikus (Said et al,,2003).
4
diperiksa untuk melihat keutuhan dari oosit dan jika layak akan diteruskan ke
proses ICSI.
5
menginduksi kapasitasi spermatozoa yang belum dewasa. Integritas kromatin
sperma dipertahankan setelah melewati pembekuan atau penyortiran.
Spermatozoa sapi yang digunakan berasal dari semen beku yang dicairkan
kembali (thawing) dalam waterbath dengan suhu 37° C selama 30 detik. Seleksi
spermatozoa dengan cara swim up, dengan cara spermatozoa hasil sentrifus
ditambahkan 1 ml medium DPBS ditambah 10% FBS dan 10µl/ml gentamisin.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37° C selama 10 menit agar spermatozoa
mengurai dari kelompoknya dan bergerak ke arah permukaan larutan.
Spermatozoa diambil pada bagian permukaan yang selanjutnya digunakan untuk
ICSI.
2.3.3 Pelaksanaan ICSI
Secara garis besar prosedur ICSI adalah sebagai berikut; Spermatozoa yang
digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan cara sentrifugasi pada kecepatan
500 g selama 10 menit. Khusus spermatozoa segar juga dilakukan seleksi
spermatozoa dengan cara proses swim up. Hal tersebut dilakukan dengan cara
menempatkan 50 μl (3 x 109 spermatozoa/ml) semen hewan ke bagian dasar tube
1,5 ml kemudian ditambahkan medium PBS pH 7,2 sebanyak 1,3 ml. Selanjutnya
campuran semen tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit agar
spermatozoa terpisah dari kelompoknya dan bergerak ke arah permukaan larutan.
Selanjutnya dibuat drop medium ICSI (TCM199, NaHCO3 5 mM, hydroxy
ethyl piperazine ethane sulphonic acid (HEPES) 20 mM, FBS 5% dan antibiotik)
masing-masing sebanyak 5 ìl pada cawan petri. Drop pada sisi kiri diisi dengan
oosit matang (terdapat badan kutub pertama, PB-I) sebanyak tiga sampai lima
oosit yang telah dibebaskan dari kumulus dengan menggunakan enzim
hyaluronidase, sedangkan drop pada sisi kanan merupakan drop yang berisi
spermatozoa.
Pada pelaksanaan ICSI, spermatozoa terlebih dahulu ditangkap dengan
menggunakan injection pipet yang berdiameter kurang dari 10 ìm, selanjutnya
spermatozoa diinjeksikan ke dalam sitoplasma oosit yang telah difiksir dengan
menggunakan holding pipet yang berdiameter 50-100 μm. Pipet injeksi harus
berada pada posisi 90 derajat dari PB-I oosit. Hal ini dimaksudkan agar pada saat
pipet injeksi masuk ke dalam sitoplasma oosit, tidak akan merusak inti sel yang
berada di dekat PB-I. Selanjutnya, spermatozoa diinjeksikan ke dalam sitoplasma
oosit dan pipet injeksi ditarik keluar sitoplasma.
6
Gambar 2. Sperma dalam mikropipet (A) dan menyuntikkan sperma ke dalam
oosit (B)
7
memungkinkan untuk mendaptkan hasil keturunan dari gamet hewan yang telah mati dan
juga meningkatkan kesuburan sperma yang tadinya buruk ataupun oosit. Teknik ini
memungkinkan pemilihan secara morfologis sepermatozoa yang normal, bahkan dari
sampel yang mengandung sebagian besar sperma teratozoospermic. ICSI juga memiliki
kelebihan karena mampu mencapai embrio yang telah diproduksi secara in vitro. ICSI
menjadi penting sebagai alat baru untuk menginduksi genetik. Pada intinya, ICSI
memungkinkan reproduksi hewan tanpa perlu terhalang oleh ruang dan waktu, bahka
ketika kriopreservasi sperma buruk atau sperma dalam jumlah yang tidak banyak.
Pada kenyataannya ICSI melibatkan suatu mekanisme interaksi spermatozoa dan sel
telur yang sangat berbeda dengan pembuahan secara alami. Memasukkan spermatozoa
langsung ke dalam sel telur, bukan hanya fungsi sel kumulus dan zona pellusida yang
terabaikan tetapi juga oolemma, dimana secara alami merupakan komponen yang
berperan sebagai penyeleksi dan pendewasa spermatozoa sebelum sel telur dan
spermatozoa bersatu. Kenyataan inilah yang memungkinkan ICSI memiliki potensi
resiko yang tidak kecil. Beberapa resiko yang mungkin terjadi adalah:
1) Karena spermatozoa dimasukkan langsung ke dalam sel telur tanpa melalui proses
seleksi secara alami, maka besar kemungkinan spermatozoa yang dimasukkan
adalah spermatozoa rusak atau spermatozoa yang abnormal (Mansour, 1998).
Cummins dan Jequier (1994) telah memperingatkan bahwa terdapat kerusakan
genetik yang tidak jelas pada beberapa kasus faktor ketidaksuburan pria dan
konsekuensi resiko penggunaan teknik mikro untuk membantu pembuahan.
8
2) Terdapat kemungkinan memasukkan material asing yang tidak diketahui ke dalam
sitoplasma selama injeksi, misalnya polyvinyl pyrolidone (PVP), minyak,
kontaminasi percoll dan lain-lain. Resiko yang lebih parah lagi bahwa kepala
spermatozoa mampu mengikat DNA asing (Maione et al.1998). Pengikatan ini
semakin besar peluangnya karena spermatozoa sebelum diinjeksi ke dalam sel telur
diimobilisasi terlebih dahulu yang mengakibatkan rusaknya membran plasma
spermatozoa, dimana diketahui bahwa pada daerah tersebut terdapat faktor
penghambat interaksi antara DNA asing dengan spermatozoa;
3) Adanya kemungkinan rusaknya meiotic spindle pada sel telur pada saat injeksi.
Terjadinya luka pada spermatozoa akibat immobilisasi sebelum injeksi merupakan
salah satu faktor rusaknya DNA spermatozoa. Hal ini terjadi karena terdapat
perbedaan lingkungan di dalam spermatozoa yang mengandung Na* rendah dan K'
tinggi sedangkan lingkungan di luar sel saat manipulasi mengandung Na tinggi dan
K yang rendah. Perbedaan inilah menurut Martin er al., (1988) dan Rybouchkin et
al., (1996) akan mengakibatkan kerusakan kromosom.
9
BAB III
PENUTUP
2.6 Kesimpulan
Intracytoplasmic sperm injection (ICSI) adalah metode untuk fertilisasi in vitro di
mana satu sperma disuntikkan ke dalam sitoplasma oosit dewasa untuk mencapai
fertilisasi (Rader et al., 2016). Studi pertama yang dilaporkan menggunakan ICSI
dilakukan pada bintang laut. ICSI telah berkembang secara bertahap selama berabad-
abad dengan kontribusi dari banyak peneliti. Pada hewan, tahapan dari ICSI adalah
koleksi dan preparasi oosit, koleksi dan preparasi spermatozoa, dan pelaksanaan ICSI.
Meskipun teknik ini memiliki banyak kelebihan, namun seperti halnya teknologi yang
lain, tentu saja ICSI memiliki kekurangan dan resiko yang harus diketahui.
2.7 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan teknologi reproduksi
ICSI sehingga kekurangan dan resiko ICSI dapat diminimalisir.
10
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, T., et al. 2018. Manipulasi Embrio pada Sapi. Penerbit : Andalas University Press,
Padang. ISBN : 978-602-6953-33-9.
Águila, Luis, et al. 2017. Reproduction Research: Defective Sperm Head Decondensation
Undermines The Success of ICSI in The Bovine. 154: 308-309.
Canel, NG, et al. 2016. Theriogenology: Sperm Pretreatment with Heparin and L-
Glutathione, Sex-Sorting, and Double Cryopreservation to Improve Intracytoplasmic
Sperm Injection in Bovine. doi: 10.1016/j.theriogenology.2016.12.018.
Cummins, J.M., and Jequier, A.M., 1994. Treating male infertility needs more clinical
andrology, not less. Hum,Reprod. 9:1214-1219.
Galli, Cesare, et al. 2014. Theriogenology: Ovum Pick Up, Intracytoplasmic Sperm Injection
and Somatic Cell Nuclear Transfer in Cattle, Buffalo and Horses: From The Research
Laboratory To Clinical Practice. 81: 140, 143-144.
Mansour, R., 1998. Intracytoplasmic sperm injection: a state of the art technique.
Hum.Reprod. 4:43-56.
Martin, R.H., Ko, E., and Rademaker, A., 1988. Human sperm chromosome complements
after microinjection of hamster eggs. J.Reprod.Fertil. 84:179-186.
Parmar et al. 2013. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) and its Applications in
Veterinary Sciences: An Overview. Science International 1 (8): 266-270, 2013
Rader, K., et al. 2016. Intracytoplasmic Sperm Injection, Embryo Culture, and Transfer of In
Vitro-Produced Blastocysts. Vet Clin Equine.
11
Rybouchkin, A.V., de Sutter, P., and Dhont, M., 1996. Unprotected freezing of human
spermatozoa axerts a detrimental effect on their oocyte activating capacity and
chromosome integrity. Zygote. 4:263-268.
Said, T. S., Said, S., Setiadi, M. A., Agungpriyono, S., Toelihere, M. R., & Boediono, A.
(2005). Intracytoplasmic Sperm Injection (Icsi) Sebagai Teknik Reproduksi Bantuan
Unggulan. Jurnal Sain Veteriner, 23(1).
Saili et al. 2005. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) sebagai Teknik Reproduksi
Bantuan Unggulan. J.Sain Vet. Vol. 1 Th.2005.
Salamone, Daniel F., et al. 2017. Society for Reproduction and Fertility: Intracytoplasmic
Sperm Injection in Domestic and Wild Mammals. https://doi.org/10.1530/REP-17-
0357.
Sepúlveda, B., et al. 2017. Andrologia: Gradient Sperm Selection for Reproductive
Techniques in Cattle: Is Isolate A Suitable Replacement for Percoll?. DOI:
10.1111/and.12921.
Yanagida, K., Yazawa, H., Katayose, H., Suzuki, K., Hoshi, K., & Sato, A. (1998). Influence
of oocyte preincubation time on fertilization after intracytoplasmic sperm injection.
Human reproduction (Oxford, England), 13(8), 2223-2226.
12