Anda di halaman 1dari 9

Teknik Pengambilan Sampel : Nonprobability Sampling

Pengertian :
Nonprobability Sampling atau Definisi Nonprobability Sampling :
adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang
atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik Sampling Nonprobality ini meliputi :
- Sampling Sistematis,
- Sampling Kuota,
- Sampling Insidental,
- Purposive Sampling,
- Sampling Jenuh,
- Snowball Sampling.

1. Sampling Sistematis

Pengertian Sampling Sistematis atau Definisi Sampling Sistematis


adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota
populasi yang telah diberi nomor urut.Contoh Sampling Sistematis,
anggota populasi yang terdiri dari 100 orang, dari semua semua
anggota populasi itu diberi nomor urut 1 sampai 100. Pengambilan
sampel dapat dilakukan dengan mengambil nomor ganjil saja, genap
saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari
bilangan lima. Untuk itu maka yang diambil sebagai sampel adalah
nomor urut 1, 5, 10, 15, 20 dan seterusnya sampai 100.

2. Sampling Kuota

Pengertian Sampling Kuota atau Definisi Sampling Kuota adalah


teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan.Contoh
Sampling Kuota, akan melakukan penelitian tentang Karies Gigi,
jumlah sampel yang ditentukan 500 orang, jika pengumpulan data
belum memenuhi kuota 500 orang tersebut, maka penelitian
dipandang belum selesai. Bila pengumpulan data dilakukan secara
kelompok yang terdiri atas 5 orang pengumpul data, maka setiap
anggota kelompok harus dapat menghubungi 100 orang anggota
sampel, atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500
anggota sampel.
3. Sampling Insidental

Pengertian Sampling Insidental atau Definisi Sampling Insidental


adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa
saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

4. Purposive Sampling

Pengertian Purposive Sampling atau Definisi Purposive Sampling


adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Contoh Purposive Sampling, akan melakukan penelitian tentang
kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang
ahli makanan. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk Penelitian
Kualitatif atau penelitian yang tidak melakukan generalisasi.

5. Sampling Jenuh (Sensus)

Pengertian Sampling Jenuh atau Definisi Sampling Jenuh adalah


teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif
kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.

6. Snowball Sampling

Pengertian Snowball Sampling atau Definisi Snowball Sampling


adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil,
kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang
lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama
dipilih satu atau dua orang sampel, tetapi karena dengan dua orang
sampel ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan,
maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan
dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sampel
sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin
banyak. Pada penelitian kualitatif banyak menggunakan sampel
Purposive dan Snowball. Contohnya akan meneliti siapa provokasi
kerusuhan, maka akan cocok menggunakan Purposive Sampling dan
Snowball Sampling.
METODE PENELITIAN menurut BAEQUNI ( 2016 )
DEFINISI METODE DESKRIPTIF

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang


diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian
dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.

Menurut Nazir (1988: 63) dalam Buku Contoh Metode Penelitian, metode deskriptif
merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Menurut Sugiyono (2005: 21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu
metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil
penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Menurut Whitney (1960: 160) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat.

Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan


penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah
aktual.

Metode penelitian dengan Pendekatan survei adalah


salah satu pendekatan penelitian yang pada umumnya
digunakan untuk pemngumpulan data yang luas dan
banyak.
Metode penelitian menurut NURHASIM ( 2015 )
Pendekatan kualitatif yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif yang
didasarkan pada filosofi Husserl.

Fenomenologi deskriptif ini digunakan untuk mengembangkan struktur

pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna


dengan mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat
dalam pengalaman hidup sehari-hari (Rose, Beeby & Parker, dalam
Steubert & Carpenter, 2003).

Pendekatan fenomenologi deskriptif menekankan pada Subyektifitas


pengalaman hidup manusia yang bermakna bahwa peneliti melakukan
penggalian langsung pengalaman yang disadari dan menggambarkan
fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh teori dan asumsi sebelumnya
(Steubert & Carpenter, 2003).
STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI
RUMAH SAKIT DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEPERAWATAN
DAN KETEKNISIAN MEDIK DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA
KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011
Kriteria Proses :

1. Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan teknis,


peningkatan kemampuan, penerapan asuhan gawat darurat secara
berkala,

2. Melaksanakan pembinaan pelayanan pelayanan gawat darurat


yang meliputi : manajemen keperawatan, penerapan asuhan
keperawatan, peningkatan pengetahuan serta ketrampilan
keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan,

3. Memberikan reward ( jasa keperawatan ) dan punishment


(sanksi) sesuai ketentuan,

4. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja secara periodik,

5. Melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan, 6. Melaksanakan


pembinaan masalah etik profesi.

Kriteria Hasil :

1. Adanya peningkatan kinerja yang dibuktikan dengan dokumen


kinerja perawat,

2. Adanya dokumen laporan penyelesaian masalah,

3. Adanya dokumen bimbingan teknis terhadap pelayanan


keperawatan gawat darurat,

4. Adanya reward dan punishment,

5. Adanya dokumen penanganan masalah etik profesi.

Standar VI : Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan Gawat

Darurat Pernyataan : Pemantauan, penilaian pelayanan


keperawatan serta tindak lanjutnya yang dilakukan secara terus
menerus untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan gawat
darurat.
Rasional : Pengendalian mutu pelayanan keperawatan menjamin
keselamatan, menurunkan angka kematian dan kecacatan serta
meningkatkan kepuasan pasien.

Kriteria Struktur :

1. Adanya kebijakan pimpinan tentang program keselamatan pasien


( Patient safety ),

2. Adanya kebijakan tentang program pengendalian mutu


keperawatan gawat darurat,

3. Adanya indikator kinerja klinis pelayanan gawat darurat :

a. Waktu tanggap pelayanan di gawat darurat ( response time ),

b. Angka kematian pasien ≤ 24 jam,

c. Kepuasan pelanggan.

Kriteria Proses :

1. Melaksanakan pemantauan mutu dengan menggunakan


instrumen yang terstandar,

2. Melaksanakan upaya keselamatan pasien,

3. Mendokumentasikan upaya keselamatan pasien dan


pengendalian mutu,

4. Menyusun program perbaikan kendali mutu pelayanan gawat


darurat.

Kriteria Hasil :

1. Ada dokumen hasil pelaksanaan keselamatan pasien dan


perawat,

2. Ada dokumen hasil evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien,

3. Waktu tanggap pelayanan gawat darurat (response time) ≤ 5menit

4. Angka kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua perseribu,


5. Kepuasan Pelanggan ≥ 70%

BAB IV PENUTUP

Dengan ditetapkannya standar pelayanan keperawatan gawat


darurat diharapkan dapat menjadi acuan nasional dalam
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, asuhan keperawatan
gawat darurat dan pembinaan pelayanan keperawatan gawat
darurat di RS Dalam pelaksanaan penerapannya di RS standar
pelayanan keperawatan gawat darurat perlu dilengkapi Standar
Prosedur Operasional (SPO) dan pemantauan serta evaluasi yang
dilakukan secara berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai