PENDAHULUAN
Permasalahan mengenai sanitasi di Indonesia, khususnya tentang perilaku buang air besar
sembarangan (BABs), seharusnya dapat terselesaikan pada akhir tahun 2014 berdasarkan
sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-
2014. Target Millenium Development Goal’s (MDG’s) yaitu “menurunkan hingga 50%
penduduk yang kesulitan memperoleh akses terhadap air minum dan sanitasi yang memadai”
juga sudah berakhir pada akhir tahun 2015. Berdasarkan milestone Sustainable Development
Goal’s (SDGs) setiap negara diharapkan dapat mewujudkan 100% akses sanitasi untuk
penduduknya sebagaimana tercantum pada tujuan 6 pada tahun 2030. RPJMN 2014-2019
menargetkan bahwa pada akhir tahun 2019, Indonesia harus mencapai Universal Access
(UA). Artinya, pada tahun 2019 masyarakat Indonesia yang tinggal di perkotaan maupun
perdesaan sudah memiliki akses 100% terhadap sumber air minum aman dan fasilitas sanitasi
yang layak.
Berdasarkan data WHO dan UNICEF hingga tahun 2015, terdapat sekitar 2,4 miliar
orang yang masih berperilaku buang air besar sembarangan (WHO, 2015). Hasil Riskesdas
2010 menunjukan 25% masyarakat menggunakan jamban tidak sehat dan 17,7 % masih
melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABs). Studi tahun 2013 menunjukkan bahwa di
Indonesia hanya terdapat 12,9% rumah tangga (RT) yang tidak memiliki fasilitas buang air
besar. Lima provinsi tertinggi yang tidak memiliki fasilitas BAB/ masih berperilaku BAB
sembarangan adalah Sulawesi Barat (34,4%), NTB (29,3%), Sulawesi Tengah (28,2%),
Papua (27,9%), dan Gorontalo (24,1%). Selain itu, proporsi RT yang memiliki akses terhadap
fasilitas sanitasi improved (kriteria JMP WHO–UNICEF) di Indonesia sebesar 58,9 persen
(Riskesdas, 2013).
Data yang diperoleh hingga bulan Juni tahun 2016, dari 514 Kabupaten/Kota di Indonesia
baru ada 5 Kabupaten/Kota yang sudah terdeklarasi sebagai Kabupaten/Kota Open
Defecation Free (ODF) atau Stop Buang Air Besar sembarangan (SBS) yaitu Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan dan Kota Madiun.
1
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan
perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke
badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya. Oleh
karena itu diperlukan suatu strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat untuk merubah
perilaku hygienis dan peningkatan akses sanitasi. Hal ini sejalan dengan komitmen
pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015,
yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada
separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.
Banyak di antara warga yang merasa sudah buang air besar tidak disembarang tempat,
namun mereka tidak menyadari bahwa saluran dari water closet (WC) mereka mengalir
langsung menuju saluran air drainase/badan air tanpa adanya tempat penampungan tinja
berupa tangki septik atau cubluk(Winters et al., 2014). Hal ini merupakan permasalahan yang
cukup menantang, khususnya bagi pemerintah daerah. Berdasarkan data dari Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya tahun 2012 tercatat 9.129 rumah tangga yang
berada di Surabaya belum memiliki tempat penampungan tinja (tangki septik/ cubluk).
1.3 Tujuan
Sidomulyo
2
1.3.2. Tujuan Khusus
Sidomulyo.
Sidomulyo.
Sidomulyo
2. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat menjadi program rutin Puskesmas
BLimbing untuk wilayah desa lain sehingga dapat terwujud desa Open Defecation
perilaku buang air besar sembarangan dan tahapan cara penanggulangan masalah
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan dampak buruk dari buang air besar
sembarangan (BABS).
lingkungan.
3
4
Diskusi Dengan
FISH BONE HasilGambar 1. Diagram FishboneOperasional dan Akademik
Pembimbing
MAN MONEY MATERIAL
Kurangnya
Kurangnya kerjasama
Kuantitas dan Kualitas Kurangnya dana
kerjasama tenaga
tenaga kesehatan di Belum adanya
tenaga kesehatan dalam kesehatan Dusun
untuk promosi ODF
desa Genjor sarana Jamban
merubah perilaku Sidomulyo
sehat umum
masyarakat belum Kurangnya dana
optimal Kurangnya motivasi untuk kegiatan
masyarakat mengenai pemicuan Kurangnya ketersediaan
Kurangnya partisipasi dari ODF buku panduan,
kepala desa ataupun perangkat Kurang maksimalnya leaflet,spanduk,dan poster
desa dalam tercapainya ODF penggunaan ADD
Kurangnya partisipasi mengenai ODF
masyarakat dalam untuk sarana
Kurangnya kesadaran masyarakat pelaksanaan pemicuan kesehatan
untuk tidak melakukan BABS
5
METHOD TIME MARKET
ENVIRONMENT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat. Dengan satu
kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah kebutuhan alami manusia.
Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menimbulkan rasa malu kepada masyarakat
tentang kondisi lingkungannya yang tidak bersih dan tidak nyaman yang ditimbulkan
karena kebiasaan BAB di sembarang tempat. STBM adalah pendekatan untuk mengubah
perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
Community Led Total Sanitation (CLTS) atau STBM adalah suatu pendekatan
masyarakat untuk Stop BAB Sembarangan atau Open Defecation Free (ODF). Program
ini juga merupakan suatu proses untuk menyemangati serta memberdayakan masyarakat
pemimpin, serta prinsip totalitas (seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisis
5
Gambar 1. Tangga Perubahan Perilaku STBM
Adapun tujuan dari program Sanitasi Total adalah menciptakan suatu kondisi
masyarakat pada suatu wilayah yang mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat,
mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan, setelah BAB, sebelum
memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan, mengelola dan
menyimpan air minum dan makanan yang aman, serta dapat mengelola limbah rumah tangga
6
Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar akan
mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik serta
mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan
STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat
percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu program ini
juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals (MDGs) dan RPJMN.
jamban dan lingkungan yang sehat secara mandiri perlu disusun rencana strategi Sanitasi
Total dan Pemasaran Santasi (SToPS) yang terdiri dari 3 komponen program SToPS
yang meliputi:
masyarakat tentang lingkungan tempat tinggal yang kurang sehat yang berdampak
7
2. Peningkatan supply dengan memperbanyak jenis pilihan jamban yang disediakan
di pasar dengan berbagai gradasi harga akan meningkatkan daya beli masayarakat
terhadap material sanitasi dan permintaan untuk penyediaan material sanitasi yang
lebih banyak.
fisik melalui subsidi, namun perubahan perilaku secara kolektif dan inisiatif
masyarakat.
pentahapan yang harus dilalui masyarakat dalam upaya menuju sanitasi total yang
dimulai dengan pemicuan agar tidak buang air di sembarang tempat, masyarakat
mencapai status ODF dan menuju sanitasi total. Sanitasi total dicapai dengan memenuhi:
2. Semua masyarakat telah mempunyai dan menggunakan jamban yang sehat dan
3. Semua masyarakat telah terbiasa mencuci tangan yang benar dengan sabun setelah
BAB, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum memberi makan bayi,
4. Semua masyarakat telah mengelola dan menyimpan air minum dan makanan
dengan aman
8
1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja / kotoran
3. Tidak ada bau tidak sedap, akibat pembuangan tinja / kotoran manusia
4. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban sehat
6. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
8. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana jamban dan
tempat cuci tangan dengan sabun yang dapat digunakan murid-murid pada jam
sekolah.
Pembuangan tinja atau buang air besar disebut secara eksplisit dalam dokumen
Millenium Development Goals (MDGs). Dalam nomenklatur ini buang air besar disebut
sebagai sanitasi yang meliputi jenis pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar,
jenis kloset yang digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja. Dalam laporan
MDGs 2010, kriteria akses terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan fasilitas
tempat BAB milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis latrine dan
tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau Sarana Pembuangan
Air Limbah (SPAL). Kriteria yang digunakan Joint Monitoring Program (JMP) WHO-
UNICEF, sanitasi terbagi dalam empat kriteria, yaitu improved, shared, unimproved dan
9
kotorannya milik sendiri, jenis kloset latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya
Pengertian lain terkait jamban menyebutkan bahwa jamban keluarga adalah suatu
bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran manusia
yang lazim disebut jamban atau WC sehingga kotoran tersebut disimpan dalam suatu
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori
bercampur dengan air, maka pengolahan kotoran manusia tersebut pada dasarnya sama
dengan pengolahan air limbah. Oleh sebab itu pengolahan kotoran manusia, demikian
pula syarat-syarat yang dibutuhkan pada dasarnya sama dengan syarat pembuangan air
limbah.
2.4.1 Definisi
Open defecation (OD) atau buang air besar sembarangan (BABS) adalah kegiatan
buang air besar yang tidak pada tempatnya, yaitu di jamban yang sehat. Tempat yang
sering digunakan untuk buang air besar sembarangan diantaranya adalah sungai, hutan,
rel kereta api, kolam ikan, danau, dan tempat terbuka lainnya (Depkes RI, 2008).
2.4.2 Epidemiologi
Tantangan yang dihadapi dunia terkait dengan kesehatan dan sanitasi lingkungan
masih sangat besar. Salah satunya adalah masih banyaknya masyarakat dunia yang
melakukan kebiasaan yang kurang sehat, termasuk buang air besar sembarangan (BABS)
atau open defecation (OD). WHO melaporkan ada sekitar 1,1 miliar penduduk dunia
yang masih buang air besar sembarangan. Jumlah ini sama dengan 15% dari total
penduduk dunia. Dengan jumlah sekitar 949 juta diantaranya adalah yang tinggal di
pedesaan.
10
Negara-negera berikut adalah yang menyumbang hampir tiga per empat dari total
penduduk dunia yang masih melakukan praktik buang air besar sembarangan:
Di Indonesia sendiri praktik buang air besar sembarangan ini juga masih menjadi
problem yang dari dulu hingga sekarang masih sulit untuk dicari solusinya. Tantangan
berat yang harus dihadapi adalah masalah sosial budaya dan perilaku penduduk yang
terbiasa buang air besar di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga
digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya (Depkes RI, 2008)
Data Susenas tahun 2007 menunjukkan bahwa rumah tangga tidak menggunakan
fasilitas BAB adalah 24,8% dan 58,9% punya sendiri, sisanya menggunakan fasilitas
bersama dan atau fasilitas jamban umum. Masih sekitar 70 juta penduduk Indonesia yang
11
Perilaku buang air besar (BAB) sembarangan masih terjadi di Indonesia. Di
sejumlah daerah, masyarakat masih BAB sembarangan di kali atau sungai. Data Joint
masih berperilaku BAB sembarangan. Mereka pun bisa mandi dan mencuci pakaian di
sungai yang sama. Akibatnya, mereka rentan terkena penyakit diare. Selain diare, balita
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-40
juta orang yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai WC,
namun masih membuang kotorannya ke sungai. Riset yang dilakukan UNICEF dan
WHO, juga menyatakan lebih dari 370 balita Indonesia meninggal akibat perilaku buruk
BAB sembarangan.
WHO juga mencatat 88 persen angka kematian akibat diare disebabkan kesulitan
mengakses air bersih dan keterbatasan sistem sanitasi. Hal itu juga diperparah oleh
Untuk menekan angka kematian akibat diare ini, semua pihak harus sadar dan
bersegera membuat sanitasi termasuk toilet yang sehat. Hal ini selaras dengan kegiatan
(STBM).
Diare menjadi penyakit utama yang paling banyak ditimbulkan akibat buang air
besar sembarangan. Selain diare, ada banyak lagi penyakit-penyakit yang dapat
diakibatkan oleh kebiasaan buruk buang air besar sembarangan, diantaranya adalah
12
buang air besar yang tinggi akan menunjukkan gejala pertumbuhan fisik yang terhambat,
masalah pembuangan kotoran manusia semakin meningkat. Dilihat dari segi kesehatan
untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran
Beberapa penyakit yang ditularkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri,
kotoran atau tinja manusia yang dbuang secara sembaragan, yang selanjutnya disebut
dengan “Diagram F”. Kotoran atau tinja manusia (Faeces) yang dibuang sembarangan,
13
baik di sungai maupun di kebun, jika hygine manusia tidak baik dan selanjutnya air di
sungai tersebut kemudian juga digunakan untuk kegiatan lainnya, maka akan terjadi
perpindahan kuman melalui beberapa media, yaitu jari/tangan (finger), lalat (flies),
Keberadaan lalat sangat berperan dalam penyebaran penyakit diare, karena lalat
dapat berperan sebagai reservoir. Lalat biasanya berkembang biak di tempat yang basah
permukaan air kotor yang terbuka. Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan
tinja yang membentuk titik hitam. tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk
mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di
lantai dinding, langit-langit, rumput-rumput, dan tempat yang sejuk. Juga menyukai
tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari
angin dan matahari yang terik. Di dalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat
makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya
Selain diare, penyakit yang dapat timbul akibat perilaku open defecation adalah cacingan,
1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) berkembang biak di dalam perut manusia dan
di tinja. Telur cacing dapat masuk kedalam mulut melalui makanan yang tercemar
atau tangan yang tercemar dengan telur cacing. Telur Cacing menetas menjadi cacing
berkembang biak jenis cacing ini di perut manusia dan tinja, dengan cara penularan
menelan telur cacing yang telah dibuahi, dapat melalui debu, makanan atau jari tangan
(kuku).
14
3. Penyakit kecacingan lain, disebabkan oleh Cacing tambang (Ankylostomiasis
Duodenale). Jenis cacing ini mempunyai tempat berkembang biak Perut manusia dan
tinja. Cara Penularan dimulai ketika telur dalam tinja di tanah yang lembab atau
lumpur menetas menjadi larva. Kemudian larva tersebut masuk melalui kulit,
biasanya pada telapak kaki. Pada saat kita menggaruk anus, telur masuk kedalam
kuku, jatuh ke sprei atau alas tidur dan terhirup mulut. Pencegahan: yang dapat
dilakukan adalah:
3. Bila belum punya, anjurkan untuk membangun sendiri atau berkelompok dengan
tetangga
5. Cuci sayuran dan buanh-buahan yang akan dimakan dengan air bersih
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar
sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter
berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi
15
a. Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
b. Dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya.
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban
sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di
dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.
saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus
diberi tutup.
2. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai
(SPAL).
c) Bangunan Bawah
melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
16
1. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan
cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah,
dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat
Jamban sehat adalah pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik,
maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.
Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai berikut: tidak mengotori permukaan tanah di seliling jamban tersebut,
tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah di sekitarnya, tidak
dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya, tidak
17
menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara (maintenance), sederhana desainnya,
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban sehat adalah suatu fasilitas
pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Sementara
pengertian kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh
dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan CO2 (Notoatmodjo, 2010).
18
Gambar 4. Syarat Jamban Sehat
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu berbeda
dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi jamban di daerah
diuraikan di atas, juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan.
Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain: jamban cemplung
Jamban cemplung ini sering kita jumpai di daerah pedesaan di jawa. Tetapi sering
dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa
tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bias dihindari. Disamping itu karena
tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka jamban itu akan penuh oleh air. Hal lain
yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kakus cemplung itu tidak boleh terlalu dalam.
Sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah di bawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar
antara 1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat
dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarak dari
19
Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan konstruksi dan
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas
sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari
bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih
menimbulkan gangguan karena baunya. Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam
tanah sedalam 2,5 sampai 8 meter dengan diameter 80-120cm. Dindingnya diperkuat dari batu bata
ataupun tidak. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah jamban tersebut dapat dibuat dari
bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15
meter.
2. Jamban Plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu
saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak
dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik
dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan
3. Jamban Bor
menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan
diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang
ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan
20
Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang
berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya
bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang
oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat
Membuat jamban di atas balong adalah cara pembuangan kotoran yang tidak
dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak
balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang
diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:
d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air
f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter
Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic. Nama
septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh
kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau
lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya
dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat
pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses
penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:
21
a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat
b. Lapisan cair
c. Lapisan endap
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di Indonesia pada
1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan
kotorannya yaitu:
2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu:
a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung
b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak
dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari
tanah di sekitarnya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
22
6. Cukup penerangan
Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
berdarah.
b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bias
23
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
selesai digunakan.
d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan
Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain
a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.
Menurut Ehlers dkk dalam Entjang (2000), syarat-syarat pembuangan kotoran yang
24
b. Tidak mengotori air permukaan
Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan
a. Rumah jamban
pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya
b. Lantai jamban
Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat
dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan
Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat
saja
f. Bidang resapan
Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk
25
2.5.3 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan
b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman
d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan (Azwar, 2000).
d. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa
e. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
g. Bila ada bagian yang rusak harus segara diperbaiki (Depkes RI, 2004).
1. Rumah Jamban: Berfungsi sebagai tempat berlindung dari lingkungan sekitar, harus
memenuhi syarat ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksi disesuaikan
2. Lantai Jamban: Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya
harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga
26
3. Tempat Duduk Jamban: Fungsi tempat duduk jamban merupakan tempat penampungan
tinja, harus kuat, mudah dibersihkan, berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang
mudah diangkat.
4. Kecukupan Air Bersih: Jamban hendaklah disiram minimal 4-5 gayung yang bertujuan
menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih. Juga agar
penyakit.
5. Tersedia Alat Pembersih: Tujuan pemakaian alat pembersih, agar jamban tetap bersih
setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi
kebersihan lantai agar tidak berlumut dan licin. Sedangkan peralatan pembersih
6. Tempat Penampungan Tinja: Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang
air dapat terbuat dari pasangan batu bata dan semen, sehingga menghindari pencemaran
lingkungan.
7. Saluran Peresapan: Merupakan sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang
Sampai saat ini diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia (khususnya yang
tinggal di daerah pedesaan) masih buang air besar sembarangan, seperti di sungai, kebun,
sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya. Masyarakat pedesaan tersebut enggan
untuk buang air besar di jamban karena banyak yang beranggapan membangun jamban
sangat mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja dapat digunakan untuk pakan ikan, dan
alasan lain yang dikatakan merupakan kebiasaan sejak dulu dan diturunkan dari nenek
moyang. Perilaku tersebut sangat merugikan kesehatan, karena tinja merupakan media
27
tempat hidup bakteri coli yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare dan
masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang dengan baik dan benar. Maka itu tinja
harus dibuang pada suatu tempat yaitu jamban. Jamban keluarga adalah suatu istilah yang
digunakan sebagai tempat pembuangan kotoran manusia dalam suatu keluarga. Semua
anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk membuang tinja, baik anak-anak
(termasuk bayi dan balita) dan orang dewasa. Pembuatan jamban keluarga yang sehat,
sebaiknya mengikuti beberapa syarat, yaitu: tidak mengotori tanah maupun air permukaan
di sekeliling jamban tersebut, tidak dapat terjangkau oleh serangga, terutama lalat dan
kecoak, tidak menimbulkan bau, mudah dipergunakan dan dipelihara, sederhana serta
Dalam kehidupan sosial-masyarakat yang sudah begitu luas ini, seorang wirausaha
tidak selalu memikirkan keuntungan usaha tetapi juga memikirkan tentang hal-hal sosial
seperti peningkatan derajat kesehatan masyarakat, penciptaan lingkungan yang sehat yang
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Elkington, 1994, sebuah
perusahaan hendaklah menggarisbawahi kebijakannya pada tiga hal, yaitu:
terhadap lingkungannya.
Tiga poin tersebut menjadi sebuah konsep yang disebut konsep Triple Bottom
28
disadari faktor sosial dan lingkungan juga ikut mempengaruhi masyarakat. Sebagai contoh
yang terjadi di masyarakat, suatu kelompok masyarakat yang sedang bersosialisasi satu sama
lain pada lingkungan yang sama, tanpa ada keinginan untuk mensejahterahkan kelompok,
ingin meningkatkan kualitas lingkungan mereka salah satunya dengan mengolah sampah
rumah tangga menjadi kompos yang kemudian secara tidak langsung memberikan mereka
dampak finansial yang baik dan berkelanjutan. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa tidak
hanya dalam perusahaan saja konsep tersebut berlaku. Meskipun hingga saat ini kegiatan-
kegiatan sosial mengenai lingkungan banyak diselenggarakan, aspek ekonomi merupakan
aspek yang dinilai untuk keberhasilan kegiatan tersebut.
Peran wirausaha sanitasi dalam STBM adalah dapat dijadikan poros jejaring
pemasaran yang ada seperti kader lingkungan, sanitarian, posyandu, sekolah, maupun
pamong desa/tokoh masyarakat. Wirausaha sanitasi memegang peranan penting untuk
menyediakan pasokan sanitasi kepada masyarakat dengan beberapa pilihan dan opsi
pembayaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Wirausaha sanitasi
harus memiliki informasi yang cukup untuk menentukan target pasar yang ingin di tuju,
salah satunya adalah melalui studi formatif atau penelitian sederhana dengan wawancara
ataupun survey langsung.
Pilihan pendanaan dalam hal sanitasi sangat beragam, hal ini dapat disesuaikan
dengan kondisi masyarakat berdasarkan kemampuan dan kemauannya. Untuk melaksanakan
29
pembangunan sanitasi, pemerintah kabupaten/kota dapat memanfaatkan sumber-sumber dana
APBN, APBD Provinsi, dana hibah masyarakat/dunia usaha atau donor luar negeri sebagai
sumber alternatif disamping dari APBD kabupaten/kota.
Salah satu pilihan pendanaan yang paling efektif untuk membantu orang agar mampu
berinvestasi dalam perbaikan fasilitas dasar sanitasi adalah kredit mikro. Melalui
kredit mikro ini, masyarakat dapat membagi biayanya menjadi beberapa bagian
sehingga tidak terasa berat dan lebih terjangkau. Pembayaran dapat dilakukan secara
mingguan atau bulanan dan biasanya akan terus dilakukan dalam periode 1- 2 tahun.
Istilah “kredit” berasal dari bahasa Yunani “ Credere” yang berarti kepercayaan,
oleh karena itu dasar dari kegiatan kredit adalah kepercayaan. Seseorang atau
semua badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit
(debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah
dijanjikan itu dapat berupa barang, uang atau jasa. Kepercayaan yang diberikan
kreditur dewasa ini semakin objektif, hal ini terlihat dari kriteria yang ditetapkan oleh
setiap bank sebagai syarat diterimanya permohonan kredit oleh debitur (Suyatno,
2007). Kredit yang diberikan oleh bank dapat didefinisikan sebagai penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Taswan, 2003). Banyak
bank di Indonesia yang menyediakan program kredit mikro, seperti Bank
Pembangunan Daerah (BPD), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Syariah Mandiri
30
(BSM), Bank Sulselbar, Bank Jombang, BPR Kab. Bandung, dan lain- lain. Selain
bank ada juga lembaga keuangan mikro “Non-Bank” seperti Koperasi simpan pinjam
dan juga pengusaha sanitasi seperti pengusaha konstruksi skala kecil yang akan
membangun fasilitas dan memungkinkan konsumennya membayar dengan kredit
(Cahyanto dan Arya,2010).
Karena perbaikan sanitasi di perkotaan harus sesuai dengan peraturan dan standar
yang ada, maka banyak program sanitasi di perkotaan yang memberikan subsidi.
Subsidi tersebut dapat diberikan kepada rumah tangga, baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Contoh pemberian subsidi secara tidak langsung adalah sistem
komunal atau sistem pengelolaan air limbah terpusat. Hal ini dikarenakan biasanya
pemerintah mendanai pembangunan sistemnya (IPALnya) sedangkan tiap rumah
tangga hanya perlu membayar biaya sambungan rumah ke sistem tersebut. sedangkan
contoh subsidi langsung adalah bantuan secara tunai maupun kontribusi dalam bentuk
lainnya secara langsung kepada rumah tangga. Subsidi ini mungkin saja disediakan
kepada semua rumah tangga dalam suatu masyarakat, namun terkadang hanya
tersedia bagi mereka yang rumah tangga miskin dan berpenghasilan rendah.
31
Meskipun terdapat subsidi, biasanya hanya mencakup sebagain dari total biaya yang
diperlukan. Program PNPM-Perkotaan misalnya, sering memberikan subsidi untuk
perbaikan sanitasi, namun hanya disediakan dalam bentuk bahan bangunan dan
bantuan teknis untuk pembangunan jamban sehat. Rumah tangga miskin tersebut tetap
harus menyediakan tenaga kerja, menanggung semua biaya yang terkait dengan
pembangunan dan tentu biaya pemeliharaan dan pengurasan.
4. Wirausahawan Sanitasi
Wirausahawan sanitasi adalah seorang atau sekelompok orang yang menjual jasa
pembangunan jamban dengan sistem pembayaran tunai maupun kredit.
Wirausahawan Sanitasi berperan sebagai katalisator (catalyst) dalam program
percepatan pencapaian target sanitasi, pembantu proses (process helper) dari
pencapaian target sanitasi, dan penghubung sumber daya (resource linker) yaitu antara
penyuplai dan peminta/pemesan. Peran wirausaha sanitasi dalam STBM adalah dapat
dijadikan poros jejaring pemasaran yang ada seperti kader lingkungan, sanitarian,
posyandu, sekolah, maupun pamong desa/tokoh masyarakat. Wirausaha sanitasi
memegang peranan penting untuk menyediakan pasokan sanitasi kepada masyarakat
dengan beberapa pilihan dan opsi pembayaran yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat. Wirausaha sanitasi harus memiliki informasi yang cukup
untuk menentukan target pasar yang ingin di tuju, salah satunya adalah melalui studi
formatif atau penelitian sederhana dengan wawancara ataupun survey langsung.
APPSANI (Asosiasi Pengelola dan Pemberdayaan Sanitasi Indonesia) merupakan
salah satu kelompok pengusaha sanitasi yang memiliki visi dan misi yang serupa,
yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketersediaan jamban sehat yang
terjangkau. Keberadaan APPSANI di Kota Surabaya sudah banyak membantu warga
yang ingin membangun jamban sehat namun keberatan apabila harus membayar tunai,
sehingga APPSANI menyediakan program cicilan jamban.
32
waktu yang lama agar semua anggota dapat fasilitas sanitasi yang layak. Selain itu ada
juga masyarakat yang menjadi donator, dimana beberapa masyarakat mungkin
memiliki anggota yang sebelumnya sukses dan memiliki rejeki berlebih yang ia
salurkan untuk membantu anggota masyarakat yang lain untuk memperbaiki sarana
sanitasinya.
Beberapa contoh skema pembiayaan terhadap akses sanitasi dan berhasil tidak hanya
di Indonesia namun juga di beberapa negara berkembang lainnya. Seperti di Lesotho
(Afrika), pemerintah memberikan dana pinjaman hanya untuk sanitasi dan masyarakat yang
ingin meminjam dana tersebut harus menyedikan deposit sebesar 40%. Hal ini memang
sedikit memberatkan namun yang menjadi kunci kerberhasilan dari program sanitasi biaya
rendah ini adalah desain jamban yang disukai dan murah, hibah dan subsidi diminimalkan
sehingga warga cenderung tidak meminta bantuan. Di Honduras, skema pembiayaan sanitasi
mempunyai tujuan untuk mengembangkan kapasitas LSM yang ada dalam pembiayaan
mikro, sehingga kelebihan yang didapat adalah tidak diperlukan jaminan dan tingkat
pengembalian dana mencapai 95%, dalam pelaksanaan sistem pembiayaan ini, kunci
keberhasilannya adalah fleksibilitas pilihan, jangka waktu dan kualitas jamban yang
ditawarkan, kemudian tidak dipakai pendekatan one size fit all, lalu disediakan tukang
sanitasi. Lain lagi dengan di India, di negara ini perempuan diberi peran penting untuk
merencanakan dan melaksanakan skema pembiayaan jamban. Kelebihan dari pemilihan
perempuan ini akan mengurangi resiko gagal bayar dengan membentuk kelompok solidaritas/
kader lingkungan yang beranggotakan kurang dari 10 orang. Selain itu, apabila perempuan
atau ibu rumah tangga ikut terlibat dapat membantu cepat tersedianya jamban dan dalam
pengelolaan dan pengoperasian jamban, mereka memiliki rasa memiliki yang tinggi
(Mungkasa, 2004).
Jadi keberhasilan suatu program sanitasi dapat ditentukan oleh berbagai macam aspek
yang sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya, tidak hanya berpacu dalam aspek finansial
saja, namun lebih ke dalam rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas sanitasi tersebut. Satu
hal yang menarik, yaitu peran serta wanita dalam hal sanitasi di setiap tempat yang sudah
dilakukan penelitian, merupakan peran serta yang sangat memberikan kontibusi dan
membantu dalam pencapaian tujuan akhir.
33
BAB III
METODE
Metode pengumpulan data pada kegiatan mini project ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui kuisioner yang
dibagikan sebelum intervensi. Kuisioner berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai data
diri, pengetahuan, gaji dan peran pamong. Sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat warga
dusun sidomulyo yang datang pada penyuluhan dan pemicuan sederhana. Sedangkan data
sekunder didapatkan dari laporan dan catatan mengenai data Germas Kelurahan Pucangro
dusun Sidomulyo selama periode tahun 2017 yang terdapat di Puskesmas Blimbing.
Intervensi dilakukan dengan memberikan sesi penyuluhan dan pemicuan sederhana
secara langsung dan tanya-jawab (diskusi) antara penyaji materi (Dokter Internship). Materi
penyuluhan yang disajikan antara lain mengenai definisi jamban sehat, jenis-jenis jamban,
syarat jamban sehat, pemeliharaan jamban, hingga penyakit-penyakit yang bisa timbul akibat
penggunaan jamban tidak sehat, serta dampaknya jamban yang tidak memiliki saluran
pengolahan tinja sebelum masuk saluran air sungai dan beberapa pemicuan sederhana seperti
bayangan tentang BAB Sembarangan sembari menyetel video beberapa warga yang sukses
ODF di akhir sesi dilakukan kesimpulan apa yang harus dilakukan warga agar dapat memiliki
jamban.
Pembagian kuesioner pada kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 5 September
2018 di Rumah Kepala Dusun yang menjadi titik pertemuan warga. Sebelum diberikan
materi pengetahuan tentang jamban sehat, kuesioner dibagikan kepada warga untuk diisi,
kemudian dilanjutkan dengan sesi pemicuan sederhana dan penyelesaian agar warga mau
membuat jamban
Untuk membantu menentukan sebab masalah warga masih BAB Sembarangan
digunakan diagram Fish Bone.
34
Tabel 3.1 Analisis Penyebab Masalah
yaitu melakukan kegiatan penyuluhan dan pemicuan kepada warga dusun sidomulyo
yang masih berperilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Kegiatan ini bertujuan
buang air besar sembarangan tentang pentingnya buang air besar dijamban,
terjadi serta dampak yang terjadi jika membuang air besar sembarangan. Merubah
3.3 Sasaran
Sasaran pada mini project ini untuk meningkatkan pengetahuan tentang jamban sehat
dan meningkatkan kemauan warga untuk mendidrikan jamban sehat. Dengan harapan dengan
memberikan pengetahuan kepada warga Dusun Sidomulyo maka diharapkan warga bergerak
membangun Jamban sehat sehingga bisa menjadi percontohan jamban sehat.
35
3.4 Media
Media penyuluhan yang digunakan adalah menggunakan slide power point yang
disampaikan menggunakan laptop, video tentang berhasilnya beberapa warga di Indonesia
membuat gerakan ODF (Open Defecation Free), video motivasi warga desa yang
membangun jamban seharga 200ribu dan juga dilakukan diskusi maupun sesi tanya jawab.
Intervensi
37
4.1.2 Berbagai Macam Apek Mata Pencaharian Warga Kelurahan Pucangro
Mayoritas dari mata pencaharian pada warga dusun sidomulyo kelurahan pucangro
mayoritas adalah swasta, petani dan buruh tani yang berpenghasilan perbulan tidak
tetap.
4.1.3 Sarana Pelayanan Masyarakat dan Kesehatan yang Ada
a. Kantor Kelurahan :1
b. Prasarana Kesehatan
1. Puskesmas :1
2. UKBM ( Posyandu ) :8
3. Poliklinik / Pustu :1
4.2 Aspek Sosial
Terdapat hal yang perlu diperhatikan dalam aspe social yaitu adalah perilaku
sanitasi lingkungan, pengetahuan terhadap sanitasi lingkungan, kemauan dan
kemampuan membangun jamban dan faktor ekonomi. Perilaku sanitasi lingkungan
masyarakat dan kemauan dalam hal membangun tangki septik di kelurahan pucangro
dusun sidomulyo dipengaruhi oleh faktor kesadaran dan pengetahuan terhadap
sanitasi lingkungan, karena pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Apabila pengetahuan menjaga kesehatan
lingkungan kurang maka seseorang tidak akan melakukan perubahan sikap.
Hal ini dikaitkan dengan faktor ekonomi yang berasal dari penghasilan
responden, bahwa mayoritas penghasilan masyarakat di kelurahan pucangro dusun
sidomulyo adalah berpenghasilan tidak tetap. Penghasilan erat kaitannya dengan
kemampuan ekonomi masyarakat, sehingga semakin tinggi pendapatannya maka
semakin tinggi kemampuan ekonominya sehingga semakin tinggi pula kemampuan
dan kesempatan individu untuk dapat membayar (Ladiyance dan Yuliana, 2014).
Kemampuan masyarakat dalam pembangunan tangki septik ternyata juga dipengaruhi
oleh pengetahuan mereka mengenai kesehatan lingkungan. Responden yang memiliki
pengetahuan yang baik mengenai pentingnya menjaga lingkungan dari hal-hal yang
mencemarinya akan cenderung semakin besar peluang untuk bersedia membayar
38
karena responden melakukan aktivitas yang tidak merusak dan mencemari lingkungan
serta cenderung bersedia melakukan upaya pelestarian lingkungan (Amanda, 2009).
Pada aspek sosial ini, ada dua faktor yang menjadi kendala masyarakat masih
berperilaku BABs yaitu faktor ekonomi dan faktor pengetahuan. Upaya yang dapat
dilakukan untuk menambah pengetahuan masyarakat antara lain mengadakan
penyuluhan atau pemicuan terkait kesehatan lingkungan yang dapat diadakan oleh
Kecamatan/Kelurahan/LSM dan bekerjasama dengan pihak Puskesmas setempat.
0
DANA TIDAK TIDAK ADA TOTAL
MENCEMARI ALASAN
39
Para warga mengakui bahwa kesadaran dan pengetahuan mereka mengenai
kesehatan sanitasi atau kesehatan lingkungan masih belum besar untuk hidup sehat
menggunakan Jamban. Faktor- faktor pendukung yang berpengaruh terhadap
keputusan masyarakat untuk membangun jamban sehat adalah pertama Faktor
Finansial/Ekonomi, Faktor Kesadaran dan Pengetahuan.
40
4.3.2 Pemilihan Teknologi Sanitasi
3. Pengelolaannya mudah.
Dalam pemilihan teknologi sanitasi air limbah domestik menurut buku Opsi
Sanitasi yang Terjangkau untuk Daerah Spesifik (2009) perlu memperhatikan
rendahnya biaya pembangunan, kemudahan dalam pembangunan dan ketersediaan
material di lokasi perencanaan. Selain kriteria-kriteria di atas, kriteria yang paling
menentukan adalah dari keputusan masyarakat di lingkungan perencanaan, yaitu
aspek sosialnya.
41
3. Luas lahan yang ada di rumah warga yang berperilaku BABs sangat terbatas,
sehingga pemilihan teknologi sanitasi harus memperhatikan kebutuhan lahan yang
tidak terlalu besar.
4. Sebaran rumah warga yang berperilaku BABs sebagian besar berada di bantaran
sungai , sehingga pemilihan teknologi sanitasi harus memperhatikan stuktur bangunan
sanitasi agar dapat stabil, nyaman dan aman untuk digunakan oleh warga.
42
kendala maka pilihan teknologi yang bisa ditawarkan adalah sistem terpusat atau
IPAL komunal. IPAL komunal merupakan jenis teknologi yang belum familiar,
karena selama ini mereka masih menggunakan sanitasi sistem setempat, yaitu
menggunakan tangki septik.
A. Pendanaan Pemerintah
1. Pemerintah Pusat
Dana yang berasal dari pemerintah pusat bisa diambil dari beberapa pos pendanaan,
seperti berikut ini:
a. Dana APBN
b. Dana Hibah
c. Dana Pinjaman Luar Negeri
d. Dana Mikrokredit
2. Pemerintah Provinsi
Dana yang berasal dari Pemerintah Provinsi bisa diambil dari beberapa pos
pendanaan, seperti berikut ini:
a. Dana Hibah Pemerintah Provinsi
b. Dana Pinjaman
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
Dana yang berasal dari Pemerintah Kabupaten/Kota bisa diambil dari beberapa pos
pendanaan, seperti berikut ini:
a. Dana APBD
b. Dana SILPA
c. Dana Cadangan/dana bergulir
1. Donor
Dana yang berasal dari Donor antara lain:
43
a. Dana Pinjaman/ Kredit mikro
b. Dana Hibah
2. Swasta
Dana yang berasal dari Swasta antara lain:
a. Dana Pinjaman Bank (komersial, kredit mikro, atau dana bergulir)
b. Dana Investasi Swasta (PPP, PSP)
c. Dana khusus Investasi Swasta (sewa, BOT)
d. Dana Hibah/ CSR
e. Dana dari Tarif/kontribusi pengguna sarana sanitasi
Pendanaan Pemerintah
Pendanaan bidang sanitasi yang bersumber dari Pemerintah hingga saat ini masih
banyak mengandalkan dana APBN dan APBD. Pada tingkat Pemerintah Pusat, bentuk
pendanaan untuk sanitasi fisik mengambil dana kementerian dan lembaga terutama DPU
yang masih mengandalkan pendapatan negara, hibah dan pinjaman. Sedangkan pendanaan
untuk sanitasi non-fisik tersedia dari Depkes, Depdagri, KLH dan Bappenas. Di tingkat
pemerintah daerah, kabupaten/kota yang telah mendapat bentuan berupa technical assistance
mengenai pemahaman sanitasi dari fasilitator pemerintah ataupun donor (AusAID, USAID,
UNICEF, Bank Dunia, Hibah Belanda, dan lain- lain) cenderung memiliki anggaran sanitasi
yang besar apabila dibandingkan dengan daerah-daerah yang belum mendapatkan bantuan
terkait sanitasi.
44
Pada umumnya, kegiatan yang dapat didanai oleh SKPD PU adalah penyediaan
infrastruktur fisik, sedangkan SKPD lainnya adalah kegiatan non fisik seperti pemicuan,
penyuluhan dan pembinaan hidup sehat.
Salah satu pendanaan yang dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat perkotaan
adalah program cicilan atau arisan jamban. Salah satu bank di Indonesia yang menyediakan
program kredit mikro untuk pembangunan jamban sehat adalah Bank Rakyat Indonesia
(BRI). Cara agar dapat memperoleh pinjaman dari BRI sama halnya dengan mengajukan
kredit/pinjam uang di bank, menyerahkan fotokopi KTP, fotokopi surat nikah, fotokopi kartu
keluarga dan rekomendasi kader dan sanitarian.
45
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
pengetahuan para kepala keluarga tentang pentingnya memiliki jamban sehat sebagai
c) Kendala terbesar dari pembangunan jamban adalah Dana, beberapa warga lain merasa
6.2 Saran
46
2. Mempertahankan kerjasama yang sudah berjalan baik dengan lintas program
dan lintas sektoral dalam meningkatkan cakupan ODF di wilayah kerja
Puskesmas.
3. Meningkatkan dan memperluas jangkauan penyuluhan dan pemicuan.
4. Mengembangkan peran serta masyarakat dan kepala desa beserta
perangkatnya dan tokoh masyarakat terutama dalam program ODF.
6.2.3 Bagi dokter internship :
1. Memahami dengan baik aplikasi teori di lapangan dan pelaksanaanya di
puskesmas sehingga dapat memberikan masukan bagi kemajuan puskesmas.
6.2.4 Bagi Dinkes
1. Rutin melakukan pelatihan tenaga kesehatan di puskesmas.
2. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan
47
LAMPIRAN
48
IDENTITAS RESPONDEN
Pengetahuan Responden :
49
B. Air yang jernih dan tidak berbau
C. Tidak tahu
D. Lain-lain
Sikap Responden
1. Apakah anda setuju desa anda dijadikan contoh menjadi desa stop buang air besar
sembarangan ?
A. Ya, alasan ...
B. Tidak, alasan ...
2. Jika ada warga sekitar yang masih BAB sembarangan apakah yang akan anda
lakukan?
A. Memberitahukan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan juga memberi
penjelasan tentang bahaya-bahaya BAB sembarangan
B. Diamkan saja karena itu hak mereka
3. Apakah keluarga Saudara memilki jamban sendiri?
A. Tidak
B. Ya
4. Dimana anda biasa BAB?
A. Jamban C. Sawah
B. Sungai D. Lain-lain
5. Apakah saudara selalu cuci tangan dengan sabun setelah BAB?
A. Ya
B. Tidak
6. Bila sudah memiliki & BAB di jamban, bagaimana tempat penampungan tinja jamban
tersebut?
a. Septic tank
b. Ke kali
c. Tidak tahu
d. Lainnya, sebutkan………
7. Bila belum memiliki dan/atau tidak BAB jamban, apa alasannya?
a. Biaya
b. lahan
c. Lainnya, sebutkan………………………
8. Bagi yang belum memiliki jamban, apakah anda ingin memiliki jamban sehat sendiri?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah keluarga Saudara menggunakan air sumur sebagai sumber air bersih?
A. Tidak
B. Ya
10. Apabila air sumur sedang kotor, apakah keluarga Saudara tetap menggunakan air
sumur untuk keperluan sehari-hari?
A. Tidak
B. Ya
11. Apakah keluarga Saudara buang air besar di sungai?
A. Tidak
B. Ya
50
VII. PERAN PAMONG DAN PETUGAS KESEHATAN
1. Apakah anda pernah mendapatkan penyuluhan tentang larangan buang air besar
sembarangan?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Pamong Desa/Petugas Kesehatan pernah menyampaikan informasi mengenai
jamban?
a. ya
b. tidak
3. Apakah anda memahami materi penyuluhan buang air besar yang disampaikan Pamong
Desa/petugas kesehatan?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah Pamong Desa/petugas kesehatan sudah menjelaskan bahaya dari buang air
sembarangan ?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah setelah mengikuti penyuluhan tersebut, anda berkeinginan untuk membuat
jamban/wc?
a. Ya
b. Tidak
6. Berapa kali penyuluhan jamban sehat dalam setahun?
a. tidak ada
b. satu kali
c. 2-3 kali
7. Apakah oleh Pamong Desa/petugas kesehatan, anda dimotivasi untuk membuat jamban/wc
untuk buang air besar?
a. Ya
b. Tidak
51
LEMBAR KOMITMEN KELUARGA SEHAT
Setelah diberi penjelasan tentang maksud, tujuan dan manfaat dari pentingnya
menggunakan dan memiliki jamban sehat untuk keluarga, maka dengan ini kami:
Alamat :
Dengan ini saya menyatakan peduli terhadap pencemaran limbah jamban terhadap
sumber air demi keberlangsungan kesehatan keluarga dan anak cucu kelak dan saya bangga
menjadi bagian keluarga dengan jamban sehat. Demikian bentuk komitmen keluarga kami
untuk menciptakan keluarga yang sehat, keluarga yang peduli terhadap lingkungan.
Responden
(……………………………..)
52