Anda di halaman 1dari 37

BAB I

CATATAN MEDIS

I.I. IDENTITAS PASIEN


Nama : An. A
Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
No RM : 023606
Tgl masuk bangsal : 28 Januari 2019

Nama bapak : Tn. D


Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Alamat : Ds. Wakumoro

Nama ibu : Ny. A


Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Ds. Wakumoro

I.II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesis pada Ibu Pasien tanggal 28 Januari 2019 jam
08.00 WITA. Di Bangsal Unit Gawat Darurat RSUD MUNA.

Keluhan Utama : Sesak napas


a) Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk dengan keluhan sesak napas, sejak
kurang lebih 1 minggu terakhir, yang dialami terus-menerus. Sesak tidak
dipengaruhi oleh posisi. Sesak napas disertai dengan pembengkakan pada wajah.
Demam (+) (menurun dengan menggunakan obat penurun panas, namun kemudian
suhu pasien naik lagi), demam dirasakan sejak kurang lebih 10 hari terakhir. Nyeri
kepala (+), batuk(-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-). BAB lancar, biasa. BAK
warna merah, sejak kurang lebih 1 minggu terakhir, sampai sekarang (28 Januari
2019).
b) Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang
sama. Menurut pengakuan orangtua pasien, sebelumnya pasien tidak pernah terkena
penyakit infeksi (kulit ataupun tenggorokkan).
c) Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat diare, batuk lama,
asma, dan alergi obat.
d) Riwayat Pribadi Ekonomi Sosial

Data Khusus :

1. Riwayat Kehamilan/Pre Natal : An.M.R adalah anak pertama dari Ny.A


saat berusia 24 tahun. Ibu rutin periksa kehamilan lebih dari 4 kali di
puskesmas. Waktu hamil tidak pernah sakit, mengkonsumsi obat-obatan
Vitamin dan Zat Besi dari dokter, tidak mengkonsumsi alkohol, maupun rokok.
Suntik TT sebanyak dua kali. kehamilan cukup bulan.

2. Riwayat persalinan/natal : Lahir secara normal, langsung menangis kuat, dan


segera dilakukan inisiasi menyusui dini. Berat badan saat lahir 2700gram,
panjang badan 48 cm
3. Riwayat pasca persalinan/ post natal : Tidak ada perdarahan post partum

e) Riwayat Imunisasi
Tabel II. 1. Riwayat Imunisasi
Macam imunisasi Frekuensi Umur Keterangan
Imunisasi dasar Dilakukan di Bidan
BCG 1 kali 0 bulan Lengkap
DPT 3 kali 2,3,4 bulan Lengkap
Hepatitis B 4 kali 0,2,3,4 bulan Lengkap
Polio 4 kali 1,2,3,4 bulan Lengkap
Campak 1 9 bulan Lengkap
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai umur

f) Riwayat makan dan minum


Tabel II. 2. Riwayat makan dan minum
Makanan dan Frekuensi
Umur Jumlah
Minuman

0 bulan – 2 Semau
Susu formula Semau anak anak
bulan

Susu formula + Bubur 2 sdm diencerkan 60


5 – 7 bulan 2 kali/ hari
sun cc air matang
Selalu habis

Makanan dan minuman 2kali /hari


Sekarang Semau anak
orang dewasa

Kesan : anak tidak pernah diberi ASI.

g) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak


Perkembangan :
Tabel II. 3. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak
Umur Perkembangan

0-3 bulan Motorik Kasar : mengakat kepala


Motorik Halus : menggerakan kepala
Bahasa : mengoceh
Sosial : tersenyum pada ibu

3-6 bulan Motorik Kasar : telungkup


Motorik Halus : mengangkat kepala
Bahasa : mengeluarkan suara bila senang
Sosial : tersenyum saat bermain

6-9 bulan Motorik Kasar : duduk


Motorik Halus : memungut kelerang
Bahasa : bersuara tanpa arti
Sosial : ciluk ba

9-12 bulan Motorik Kasar : berdiri dengan berpegangan


Motorik Halus : masukan benda kemulut
Bahasa : meniru bunyi
Sosial : mengenal anggota keluarga

Kesan Perkembangan sesuai umur

Pertumbuhan :

Pertambahan BB dan PB tiap bulan tidak ingat hanya sesuai garis hijau di KMS

I. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Januari 2019
1. Keadaan Umum : Kurang aktif
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Status Gizi
BB : 24 kg
PB : 121 cm
4. Tanda Vital
Nadi : 100 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 32 x/menit

Suhu : 37,1° C

5. Status Internus
a) Kepala
Kesan mesocephal, UUB datar sudah menutup
b) Mata
- Cowong (-)
- Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
- Pupil isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
- Edem palpebra (+/+)
c) Telinga
- Sekret (-/-)
- Darah (-/-)
- Gangguan fungsi pendengaran(-/-)
d) Hidung
- Napas cuping hidung (+/+)
- Sekret (-/-)
- Epistaksis (-/-)
- Septum deviasi (-/-)
e) Mulut
- Bibir kering (+)
- Bibir sianosis (-)
- Lidah kotor (-)
- Gusi berdarah (-)
- Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
f) Leher
- Simetris, trachea di tengah
- Pembesaran KGB (-)
- Tiroid (Normal)
- Kaku kuduk (-)
g) Thorax
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Ø Lateral >Antero Ø Lateral >Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris
Dinamis Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
Arcus Costa Normal Normal
3. Perkusi
Sonor diseluruh Sonor di seluruh
lapang paru lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan Vesikuler Vesikuler
Wheezing(-), Wheezing(-),
ronki (-/-) ronki (-/-)
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Dalam batas normal Dalam batas normal
Hemitorak Simetris Simetris

2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
3. Perkusi
Suara lapang Sonor di seluruh Sonor di seluruh
paru lapang paru lapang paru

4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler
ST : ronki (-/-), wheezing (-) ST : ronki (-/-), wheezing (-)

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi :
 Batas atas : ICS II parasternal sinsitra
 pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
 batas kanan bawah : ICS IV lin.sternalis dextra
 kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
sinistra 1 cm kearah medial
konfigurasi jantung : dalam batas normal
Auskultasi : reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
h) Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di

sekitar

Auskultasi : Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta

abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit

A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit

A.iliaca sinistra (-).

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+) kesan ascites

Palpasi : turgor cukup, hepar tidak teraba, lien tidak

teraba, ginjal tidak teraba.

i) Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- +/+ (pitting, minimal)

Sianosis -/- -/-


Capilary refill <2”/ <2” <2”/ <2”

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboraatorium tanggal 06/02/2019

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Leukosit 8.6 ribu/ul 5,5 -10.5
Hb 7.930 g/dl 10,8 - 12,8
Albumin 3.3 mg/dl 3.5-5
Ureum 48 mg/dl 15-50
Kreatinin 1.2 mg/dl
SGOT 34 U/L < 35
SGPT 16 U/L < 140

III. ASSESMENT
Diagnosis Banding :
• Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
• Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
• Hematuria idiopatik
• Nefritis herediter (sindrom Alport )
• Lupus eritematosus sistemik

Diagnosis Kerja :
 Diagnosis Klinis : GNAPS
 Diagnosis Tumbang : Tumbuh kembang sesuai usia
 Diagnosis Gizi : Gizi cukup
 Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

IV. INITIAL PLAN


Ip Dx:
Glmerulonefritis Akut Pasca Streptococcus
Ip Tx :
 O2 via nasal kanul 1 Lpm
 IVFD Asering 8 tpm (makro)
 Inj. Ampisilin 750 mg/8 jm/iv
 Inj. Furosemide 12 mg/12 j/iv  dinaikkan mnjadi 20 mg/12 j/iv
PO :
 Captopril 6,25 mg/12 j/oral
Ip Mx :
 Monitoring KU dan Vital Sign
Ip Ex :
- Jelaskan penyakit GNAPS
- Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit
- Motivasi untuk ikut memantau tanda dan gejala kegawatan pada anak.
- Motivasi anak untuk istrahat
- Motivasi orangtua untuk memenuhi kebutuhan diit anak (protein, lemak, cairam,
mineral, dan vitamin)

V. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

GNA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara
vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks
dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks
terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. 1

Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan,
sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus
yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.2

Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.2

Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle
dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi.
Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.2
Gambar 2. Perdarahan pada ginjal

Fungsi dari ginjal sendiri adalah:3


 Filtrasi plasma darah
 Regulasi volume darah dan tekanan darah dengan cara mengeliminasi air seperlunya
 Regulasi osmolaritas cairan tubuh dengan mengontrol jumlah air dan solusi yang
tereliminasi
 Sekresi enzim Renin yang mengaktivasi mekanisme hormonal untuk mengontrol tekanan
darah
 Sekresi hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah merah
 Berkolaborasi dengan paru-paru untuk regulasi CO2 dan keseimbangan asam basa
 Membantu proses pembentukan kalsitriol
 Membantu proses glukoneogenesis saat kelaparan dengan cara melakukan deaminasi
asam amino (menghilangkan grup -NH2), dan mengekskresikan grup amino sebagai
ammonia (NH3) dan mensintesis glukosa dari sisa molekul.

Tiap ginjal memiliki sekitar 1,2 juta nefron. Tiap nefron terdiri dari korpuskulum renalis
yang menyaring plasma darah dan tubulus renalis yang merubah hasil filtrasi menjadi urine.
Korpuskulum renalis terdiri dari glomerulus dan kaspsula glomerular (kapsula Bowman) yang
melapisinya. Lapisan dari glomerulus terdiri dari:
 Endotel Fenestrata dari Kapiler
Sel endotelial dari kapiler glomerulus berbentuk seperti sarang lebah dengan pori pori
filtrasi yang besar sekitar 70-90 nm. Kapiler ini sangat permeabel walaupun porinya
cukup kecil untuk menyingkirkan sel darah dari filtrasi.
 Membrana Basalis
Membran ini terdiri dari sel proteoglikan. Beberapa partikel dapat melewati celah kecil
dari membran ini, tetapi kebanyakan darinya tidak dapat, seperti molekul yang besarnya
lebih dari 8 nm. Beberapa molekul yang lebih kecil dapat dipertahankan agar tidak
melewat celah dengan adanya listrik negatif pada proteoglikan. Albumin hampir
mencapai 7 nm tetapi tidak dapat melewati membran karena adanya muatan negatif
tersebut. Walaupun plasma darah mengandung 7% protein, tetapi filtrat glomerulus hanya
mengandung 0,03% protein, terdiri dari banyak albumin, termasuk beberapa hormon.
 Celah Filtrasi
Podosit dari kapsula glomerulus berbentuk seperti gurita, dengan adanya badan sel
bulbosa dengan beberapa lengan tebal dimana tiap lengannya memiliki banyak
perpanjangan kecil yang disebut "foot processes" (pedikel) yang mengelilingi kapiler.

Hampir semua molekul yang lebih kecil dari 3 nm dapat melewati membrana filtrasi ke
dalam celah kapsular, diantaranya air, elektrolit, glukosa, asam lemak, asam amino, sisa
nitrogen, dan vitamin. Substansi tersebut memiliki konsentrasi yang hampir sama pada plasma
darah dengan di filtrat glomerular. Infeksi ginjal atau trauma, dapat meruksak membrana
filtrasi dan membiarkan almbumin atau sel darah terfiltrasi. Penyakit ginjal terkadang ditandai
dengan adanya protein atau darah dalam urine-- kondisi yang dikenal dengan proteinuria dan
hematuria. Tekanan filtrasi ditentukan oleh beberapa tekanan yaitu tekanan hidrostatik kapiler
(60 mmHg) yang dilawan dengan tekanan osmotik koloid (32 mmHg) dan tekanan kapsular
(18 mmHg), sehingga tekanan yang dihasilkan akan membuat darah dari kapiler melewati
membran atau disebut tekanan filtrasi net (NFP). Tingginya tekanan darah pada glomeruli
membuat ginjal tidak dapat bertahan lama pada hipertensi, sehingga dapat menimbulkan efek
yang buruk dan terjadinya gagal ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan rupturnya kapiler
glomerular sehingga dapat menimbulkan cidera (nefrosklerosis). Hal ini akan membuat
terjadinya atherosclerosis dari pembuluh darah renal seperti di tempat lain dan mengurangi
suplai darah renal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.
Glomerular Filtration Rate merupakan jumlah dari filtrat yang terbentuk per menit oleh
kedua ginjal. Tiap 1 mmHg dari NFP, ginjal membentuk 12,5 mL filtrat/menit. Tetapi hanya
sebagian kecil. GFR harus dikontrol dengan tepat, regulasinya dikontrol oleh beberapa cara,
yaitu:
 Autoregulasi Renal
Kemampuan nefron untuk mengatur aliran darah dan GFR tanpa ada kendali dari luar
(syaraf atau hormon) sesuai dengan adanya perubahan di tekanan darah arteri. Output
urin akan hanya sedikit meningkat dengan bantuan autoregulasi saat MAP (Mean
Arterial Pressure) meningkat. Terdapat 2 mekanisme dari autoregulasi 1). Mekanisme
Miogenik, mekanisme ini mengendalikan GFR dengan bergantung pada kontraksi otot
polos saat meregang. Ketika tekanan darah arteri meningkat, maka otot polos arteriol
aferen akan meregang, maka arteriol akan mengalami kontraksi untuk mencegah aliran
darah masuk ke dalam glomerulus, demikian sebaliknya. 2). Tubuloglomerular
Feedback, yaitu mekanisme ketika glomerulus menerima feedback mengenai status
cairan dari tubular agar filtrasi selanjutnya disesuaikan untuk meregulasi komposisi
cairan, menstabilisasi dan kompensasi akan adanya fluktuasi dari tekanan darah.
Terdapat 3 tipe sel yang berperan dalam mekanisme ini, yaitu makula densa (epitel pada
ujung dari loop nefron pada sisi tubulus yang berhadapan dengan arteriol), sel
jukstaglomerular (otot polos pada arteriol aferen yang secara langsung bersebrangan
dengan makula densa. Sel ini akan terstimulasi dari makula, dan akan melakukan
konstriksi atau dilatasi dan berhubungan dengan sistem RAA), dan sel mesangial (sel
diantara arteriol aferen dan eferen dan diantara kapiler glomerulus yang juga berperan
untuk memfagositosis debris jaringan). Ketiganya saling berhubungan dan
berkomunikasi dengan adanya sekresi parakrin.
 Kontrol Simpatis
Simpatis banyak menginervasi pembuluh darah renal, dan mengatur GFR pada kondisi
tertentu seperti syok.
 Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron

B. DEFINISI
Istilah Glomerulonefritis, digunakan untuk berbagai penyakit ginjal, yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopologi tertentu pada
glomerolus.2
Glomerulonefritis dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu bentuk difusa dan bentuk
fokal. Pada bentuk difusa, perubahan tampak pada hampir semua lobulus pada struktur
glomerulus, sedangkan pada bentuk fokal, hanya satu atau beberapa bagian glomerulus yang
terkena.2

Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan
faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi Streptococcus. Sindrom ini ditandai dengan
timbulnya oedem yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, GFR menurun,
insufisiensi ginjal.2

Glomerulonefritis akut, disebut juga dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus


(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat
infeksi kuman streptococcus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit
ini sering mengenai anak-anak usia sekolah.2

C. EPIDEMIOLOGI
Glomerulonefritis adalah salah satu yang paling berperan dalam kerusakan ginjal, sekitar
10%-15% pada kasus gangguan ginjal stadium akhir di USA. Diikuti oleh diabetes dan
hipertensi.4
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah yang paling banyak bentuk umum GN
yang ditemui pada anak-anak. diperkirakan bahwa 472.000 pasien terkena GNAPS setiap tahun,
dan menghasilkan 5.000 kematian setiap tahun. Sebagian besar kematian terkait dengan
komplikasi pada fase akut penyakit.5

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun,
jarang pada anak di bawah 3 tahun. Penyebabnya karena pada usia 5-12 tahun merupakan usia
sekolah, di mana mudah terpapar dengan agen infeksi. Sekitar 97% kasus GNAPS terjadi di
negara berkembang dan berkurang di negara industri atau negara maju. Terbukti, selama 2-3
dekade terakhir, kejadian GNAPS telah menurun di Amerika Serikat dan juga di negara lain,
seperti Jepang, Eropa Tengah, Inggris Raya dan korea selatan. Hal ini berkaitan dengan kondisi
higiene yang baik, lingkungan yang sehat, serta penggunaan antibiotik.6

Umumnya GNAPS terjadi pada daerah beriklim tropis dan biasanya berdampak pada
anak-anak dengan tingkat ekonomi yang rendah. Penyakit ini biasanya terjadi secara sporadik
tetapi peningkatan insidensi kasus terjadi secara epidemik pada tempat dengan komunitas yang
memiliki populasi tempat tinggal di lingkungan yang padat penduduk, higiene kurang baik,
kondisi dengan insidens malnutrisi yang tinggi. Indonesia merupakan negara beriklim tropis.
Sebanyak 68,9% penderita GNAPS berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah
dan 82% pada keluarga berpendidikan rendah. 6

Pasien yang berjenis kelamin laki-laki memiliki perbandingan yang lebih tinggi di
bandingkan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena anak laki-laki lebih sering berada di
luar rumah sehingga rentan terpapar dengan kuman penyebab infeksi.6

D. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan
bukan infeksi.
a. Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies Streptococcus
(yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang
berbeda:
 Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi saluran
pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin.
 Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit, biasanya
diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah selatan Amerika Serikat.

GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu setelah
infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-hemolitik. Insiden
GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi
kulit.
GNA pasca infeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain,
virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GNA
termasuk diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci, dan mikobakteri. Salmonella typhosa,
Brucella suis, Treponema pallidum, Corynebacterium bovis, dan actinobacilli juga telah
diidentifikasi.
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus hepatitis B
(HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus gondong diterima sebagai
penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi streptokokus beta-hemolitik
tidak terjadi. GNA telah didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis A.
Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan
pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi Coccidioides immitis
dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni,
Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.

b. Kelompok Non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit
sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.
Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi:
 Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - Ini menyebabkan
glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas dan bawah.
 Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) - Ini
menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada ginjal.
 Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen gangguan
pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.
 Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam
plasma yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit pada
kristalisasi.
 Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri
ginjal.
 Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan
glomerulonefritis.
 Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada kolagen tipe
IV dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat (minggu ke bulan).
Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi:
 Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan perluasan
dan proliferasi sel mesangial akibat pengendapan komplemen. Tipe I mengacu pada
deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.
 Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan GN
sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG.
 GN proliferatif mesangial “murni”
 Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan adanya
glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah antiglomerular basement membrane
disease, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III diidentifikasi dengan antibodi
sitoplasmik antineutrophil (ANCA).

Penyebab noninfeksius lainnya dari GNA meliputi:


 Sindrom Guillain-Barré
 Iradiasi tumor Wilms
 Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
 Serum sickness

Streptococcus
Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β grup
A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan
tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O,
streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta
streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibody, namun
yang menjadi dasar peningkatan titer ASTO hanya berasal dari antistreptolisin O.7,8

E. PATOGENESIS
GNA adalah temuan kompleks yang ditandai secara histologis, pada umumnya
merupakan peradangan pada glomerulus. Seringkali, biopsi ginjal tidak tersedia, tetapi GNA
biasanya dapat dikenali oleh gambaran klinis hematuria, kelebihan cairan (edema dan
hipertensi), dan beberapa bukti insufisiensi ginjal (peningkatan BUN dan kreatinin).9

Dalam sebagian besar keadaan, peradangan glomerulus dimulai dengan reaksi antigen-
antibodi, baik antibodi langsung mengikat suatu antigen yang diekspresikan atau terperangkap
dalam glomerulus, atau lokalisasi kompleks yang bersirkulasi di ginjal. Ini memicu kerusakan
dengan mengaktifkan satu atau lebih sistem peradangan mediator: kaskade komplemen, faktor
koagulasi, sitokin, faktor pertumbuhan, dan lainnya. Peradangan ditandai dengan proliferasi sel
glomerulus dan infiltrasi oleh limfosit atau neutrofil.9

Peradangan dan ekspansi glomerulus merusak mikro sirkulasi, mengurangi laju filtrasi
glomerulus (GFR) dan biasanya menghasilkan peningkatan BUN dan kreatinin. Penurunan GFR
ini, pada akhirnya, mengarah pada retensi garam dan air, menyebabkan kelebihan cairan. Tingkat
kelebihan cairan pada GNA bisa sangat bervariasi. Dalam situasi yang parah, didapatkan
manifestasi klinik seperti hipertensi dan edem paru yang mengancam jiwa. Pada beberapa kasus
hipertensi ensefalopati merupakan keluhan yang muncul pada beberapa anak-anak dengan
GNA.9

Di masa lalu, antigen Streptococcal M telah dipertimbangkan sebagai antigen


nefritogenik primer yang terlibat dalam respons inflamasi glomerulus pada GNAPS. Namun,
bukti yang tersedia tidak mendukung relevansi antigen M sebagai antigen nefritogenik. Studi
dilakukan didua dekade terakhir telah berfokus pada dua antigen terpisah, dan mungkin ada
faktor lain yang mungkin terlibat dalam patogenesis GNAPS. Antigen-antigen ini adalah:
nephritisassociated plasmin receptor [NAPlr], and 2] streptococcal pyrogenic exotoxin B [SPeB].
Setelah berada di glomerulus, kedua antigen ini menginduksi aktivasi komplemen , dan
memperlihatkan kerusakan jaringan glomerulus, menginduksi respon inflamasi pada sel
mesangial dan endokapiler.5

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan dalam
terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. Periode laten antara infeksi
streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran
penting dalam mekanisme penyakit.10
Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus antigen dengan
produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya
melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang
melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan
faktor responsif untuk merusak glomerulus.10
Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah
IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah
tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap
dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan
minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada
kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi
sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler.10

Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:


1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria. Kerusakan dinding kapiler glomerulus
sehingga menjadi lebih permeable dan porotis terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi
proteinuria dan hematuria.

Gambar 4. Proses proteinuria dan hematuria pada GNA


2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan
onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu, laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel
mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan
penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan
retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+
disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.

3. Hipertensi
 Terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir
minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan
darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA.2,1,11
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih
belum diketahui dengan jelas. 2,12
 Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan
dan sedang.
 Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat. Hipertensi
dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan
nefrektomi.
 Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan
konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi
 Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik akut,
walaupun mekanismenya masih belum jelas.

Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam kepustakaan-kepustakaan antara


lain:

a. Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan
patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi edema.
b. Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang dapat
terjadi pada glomerulonefritis akut.
c. Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahan-
perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik standar
maupun precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini
mungkin berhubungan dengan miokarditis.
d. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung Hipotesis ini dapat
menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac output, ekspansi
volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat retensi natrium
dan air.

F. DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat dengan terjadinya perubahan
warna urin mendadak. Pada saat itu pula, keluhan mungkin berhubungan dengan komplikasi dari
penyakit: kejang hipertensi, edema, dan sebagainya. Hematuria pada anak dengan GNA biasanya
digambarkan sebagai seperti warna teh, coca cola atau berwarna seperti asap.9
Warna urin pada GNA sama di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA hampir selalu
tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah pada cystitis hemorrhagik
akut dibanding penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya akan menunjuk ke
eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati. Hal ini penting berikutnya adalah memastikan
gejala sugestif dari komplikasi GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah
beraktifitas yang menunjukkan overload cairan, atau sakit kepala, gangguan penglihatan, atau
perubahan status mental dari hipertensi. 9

GNA dapat muncul dengan keluhan dari multisistem organ, review lengkap dari seluruh
sistem sangat penting. Yang harus diperhatikan apabila terdapat keluhan adanya ruam,
ketidaknyamanan pada sendi, perubahan berat badan, kelelahan, perubahan nafsu makan,
keluhan pernafasan, dan paparan obat terakhir. Riwayat setiap anggota keluarga dengan penyakit
gangguan imun harus diketahui, anak-anak dengan SLE dan membranoproliferatif
glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki keluarga yang juga menderita penyakit serupa.
Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya tentang dialisis dan transplantasi
ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses seperti sindrom Alport, yang mungkin awalnya
hadir dengan gambar GNA. Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis,
tonsilitis, atau pioderma. 9

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria
nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris
dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. 10

Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis: 10

a) Periode laten
 Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali muncul
gejala.
 Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan 3-6
minggu setelah infeksi kulit.
 Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya merupakan
imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNAPS.
b) Urin berwarna gelap
 Merupakan gejala klinis pertama yang timbul

c) Edema periorbital
 Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak jelas saat
bangun tidur, terkait dengan posisi.
 Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti dispneu dapat
timbul.
 Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
 Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.

d) Gejala nonspesifik
 Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia, muncul pada
50% pasien.
 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
 Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-tanda vital,
terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99 untuk usia anak, jenis
kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan perubahan dalam status kejiwaan, dibutuhkan
perhatian. Takikardia dan tachypnea mengarah ke gejala overload cairan. Pemeriksaan hidung
dan tenggorokan dengan cermat dapat memberikan bukti perdarahan, menunjukkan
kemungkinan salah satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegner’s granulomatosis. 9

Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus baru-baru ini.


Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan atau keterlibatan paru yang
memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru. Pemeriksaan perut sangat penting. Ascites
mungkin hadir jika ada komponen nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali mungkin menunjuk
ke gangguan sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai HSP. 9

Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi ini cenderung
menjadi edema "berotot" yang lebih halus daripada karakteristik edema pitting dari sindrom
nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema periorbital atau mata tampak sembab. Edema
skrotum dapat terjadi pada sindrom nefrotik juga, dan orchitis merupakan temuan sesekali di
HSP. 9

Pemeriksaan yang sangat hati-hati dari kulit penting dalam GNA. Ruam pada HSP,
memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin halus dan terbatas pada bokong atau
punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi pada beberapa gangguan multisistem dengan GNA.
Sendi kecil (misalnya, jari) lebih khas SLE, sementara atau keterlibatan lutut terlihat dengan
HSP. 9

LABORATOTIUM

Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus
diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting
untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi
respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O
(ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus.5
Terlepas dari gejala klinis GNAPS, untuk mendiagnosis GNAPS adalah dengan menilai :

1. Peningkatan antibodi terhadap antigen streptokokus


2. Penurunan C3 pada serum
Dua antibody streptokokus yang biasa digunakan dalam mendiagnosis adalah : titer anti-
streptolisin O (ASO), dan antibodi anti-DNAse B. 5
Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer
ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus.
Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B)
umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap
antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase
dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.
Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar
properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40
mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada
hampir 93% pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam
sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.10
Pada beberapa pasien titer ASTO mungkin tidak naik secara signifikan, untuk itu perlu
pemeriksaan ulang untuk menunjukkan titer ASO yang meningkat. Titer AESO mungkin akan
rendah pada pasien GNAPS disertai dengan impetigo. Penurunan pada komplemen C3 yang
dihasilkan oleh GNAPS terlihat pada sebagian besar pasien pada perjalanan awal penyakit, dan
penurunan yang sangan jauh terlihat pada beberapa pasien. Komplemen C4 selalu normal,
namun penurunan C4 terlihat pada sebagian kecil pasien. 5
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume urin
sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging. Hematuria
makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat
pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya
sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas
permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran
nefrotik. 10
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya
permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat
dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum
kreatinin.(929) Hiperkalemia sering terjadi pada sebagian besar pasien dan bisa parah dalam
beberapa kasus.5
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila
edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit.
Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik
dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.10
Biopsi ginjal tidak perlu dilakukan pada sebagian besar pasien GNAPS. Pada pasien
dengan RPGN, adanya proteinuria atau penyakit ginjal yang tidak diketahui dengan pasti, biopsi
ginjal adalah alat diagnostik penting. Temuan karakteristik GNAPS pada biopsi ginjal terdiri dari
proliferasi sel dalam glomerulus, terutama mempengaruhi sel-sel endotel dan mesangium.
Infiltrasi polimorfonuklear dalam glomerulus yang meradang juga biasanya ada. Dalam kasus
dengan RPGN, proliferasi ekstraglomerular, dan pembentukan bulan sabit biasanya ada. Pada
pemeriksaan mikroskop menunjukkan deposit imun yang terdiri dari imunoglobulin G (IgG),
bersama dengan komplemen C3. Mikroskop electron menunjukkan adanya deposit elektron
padat sub-epitel besar.5

Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila,


1. Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi
gagal ginjal atau sindrom nefrotik).
2. Tidak ada bukti infeksi streptokokus
3. Tidak terdapat penurunan kadar komplemen
4. Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria
setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap
setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.10

Pemeriksaan Pencitraan5
 Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
 USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.

G. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti :10
• Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
• Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
• Hematuria idiopatik
• Nefritis herediter (sindrom Alport )
• Lupus eritematosus sistemik
H. KOMPLIKASI
a. Glomerulonefritis kronik
Timbul akibat eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung
dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Tampak adanya hematuri dan
proteiuri yang menetap.
b. Gagal ginjal13
Tiap eksaserbasi akan menambah kerusakan pada ginjal sehingga terjadi kerusakan
total yang berakhir dengan gagal ginjal.
c. Ensefalopati hipertensif14,15,13
Merupakan gejala serebrum akibat hipertensi. Terdapat gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
d. Oliguria sampai anuria17,18
Dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang
diperlukan.

e. Anemia
Terjadi oleh karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
f. Gangguan sirkulasi
Berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah, pembesaRan jantung dan
meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.

I. TATALAKSANA
Beberapa anak dengan GNA akan memerlukan rujukan langsung ke seorang ahli
nefrologi pediatrik. Anak dengan hipertensi berat (lebih dari 5mm di atas persentil ke-99),
terutama jika disertai dengan keluhan neurologis, harus dirujuk segera. Demikian pula, anak-
anak dengan insufisiensi ginjal yang signifikan harus dinilai oleh spesialis.9

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila


dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73
m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi
ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti
hipertensi. 10
- Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg)
umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. 10
- Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg)
diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual.
Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti
hipertensi yang lama. 10
- Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang
setiap 2-4 jam atau reserpine 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8
m/kgBB/menit. 10
- Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid
2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002
mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan
dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.10
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan
sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah
setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik
seperti furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari. 10
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan
biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke
individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM
atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. 10 Jika grup
sterptokokus b hemolitik didapatkan dari kultur tenggorokkan, atau dari lesi kulit harus diterapi
dengan antibiotic yang tepat.5
Sebagian besar pasien dengan GNAPS merespon dengan baik terhadap konservatif terapi
yang terdiri dari: 1] pembatasan cairan, 2] natrium dan pembatasan kalium, 3] pengobatan
kelebihan cairan dengan diuretik, dan 4] pengobatan hipertensi. Loop diuretic [furosemide] juga
dapat membantu mengurangi serum tingkat kalium pada pasien dengan hiperkalemia ringan.
Hiperkalemia mungkin memerlukan pengobatan dengan kalium tukar resin [natrium polistiren
sulfonat, Kayexalate®]. Terapi dialisis mungkin diperlukan pada pasien dengan disfungsi ginjal
berat, hiperkalemia atau cairan kelebihan, terutama yang dengan RPGN. 5
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi.
Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi
azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi
dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan
1-2 g/m2/hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria
yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai
penyebab dan jarang menimbulkan kematian. 10

● Istirahat
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak barakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.17,13
● Kebutuhan diit
Penanganan diit yang terpenting pada penderita GNA diantaranya untuk membatasi
pemberian garam dapur, masukan protein dibatasi sesuai dengan keadaan penderita, dan
memberikan energi yang adekuat. Tujuannya agar tidak memberatkan kerja ginjal, membantu
menurunkan ureum dan kreatinin darah, menurunkan retensi natrium dan air dalam tubuh, dan
agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Perubahan penting dari faal glomerulus yang terjadi adalah ketidak mampuan ginjal
untuk mensekresi tambahan natrium, klorida, dan air yang masuk ke dalam tubuh disebabkan
oleh kemunduran fungsi filtrasi, dan tidak dikompensasi dengan cara meningkatkan kemampuan
reabsorpsi tubulus.

Persyaratan diit dengan rendah protein dan rendah garam (RPRG) adalah sbb.17,13,18

1. Energi diberikan lebih tinggi dari kebutuhan normal, menjaga agar terjadi balans protein
positif. Untuk anak umur kurang dari 3 tahun diberikan 150 kkal/kg BB/hari, dan pada anak
umur di atas 3 tahun diberikan 100 kkal/kg BB/hari.
2. Protein diberikan sesuai dengan keadaan ginjal, tidak melebihi 1-2 gr/kgBB/hari. Bila terjadi
oliguri diit yang diberi: diit babas protein.
3. Lemak lebih tinggi dari kebutuhan normal. terdiri dari asam lemak tidak jenuh ganda.
4. Garam dikurangi bila ada sembab: < 500 mg/bari; bila sembab tidak ada, dapat diberikan I -2
gr/hari.
5. Cairan disesuaikan dengan keadaan faal ginjal, umur, BB, cairan yang keluar tubuh dan
produksi air kemih. Pada keadaan anuria makanan peroral dihentikan dan berikan infus dextrose
10-20%. 30 ml/kg BB/hari atau insensible water loss+produksi air kemih.
6. Mineral dan vitamin diberikan cukup kecuali natrium.
7. Bentuk makanan lunak diberikan bila suhu badan panas dan makanan biasa bila suhu badan
anak normal.
8. Bumbu penyedap, berikan yang tidak mengandung garam. (Referat gna)

J. PROGNOSA
Kematian GNAPS selama fase akut penyakit ini dikenal dan 5000 kematian terjadi setiap
tahun di seluruh dunia menurut perkiraan WHO. Angka kematian di negara maju telah menurun
secara dramatis. Hadiwijaya et al. melaporkan tingkat kematian 5,2% di Indonesia, sementara
tidak ada dari 220 pasien yang dilaporkan masuk sebuah studi Jepang baru-baru ini meninggal.
Kematian selama fase akut penyakit biasanya karena komplikasi, seperti hiperkalemia, kelebihan
cairan, hipertensi keadaan darurat dan uremia.5

Prognosis jangka panjang GNAPS pada anak-anak sangat baik. Hematuria mikroskopis
biasanya sembuh dalam 3-6 bulan tetapi dapat bertahan pada pasien yang jarang selama 4 tahun.5

Proteinuria biasanya bersifat sementara pada GNAPS tanpa komplikasi, dan


menyelesaikan dalam 2-12 minggu di lebih dari 80% kasus, dan di 98% pada akhir tahun
pertama. Hipertensi teratasi kebanyakan pasien dalam dua minggu pertama, dan fungsi ginjal
menormalkan sekitar waktu yang sama. 5
BAB III
KESIMPULAN

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan


proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis
yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.
Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan
imunofluoresen serta pemeriksaan serologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah
diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit kompleks imun.10
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah bagian dari acute nephritic
syndrome yang ditandai dengan gross hematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal.
GNAPS sering terjadi pada anak-anak, di sebabkan oleh infeksi kuman Streptokokus β-
hemoliticus grup A strain nephritogenic.6
Selain faktor kuman Streptokokus β-hemoliticus grup A strain nephritogenic, terjadinya
GNAPS dipengaruhi juga oleh beberapa faktor pejamu seperti usia, jenis kelamin, keadaan sosial
ekonomi,genetik, status gizi. dan musim. Musim juga merupakan faktor yang dapat
memengaruhi kejadian GNAPS sebab infeksi tenggorokan lebih sering terjadi pada musim
dingin, awal musim semi, dan musim hujan sedangkan piodermia lebih sering terjadi pada akhir
musim panas dan musim gugur. 6
DAFTAR PUSTAKA

1. Acute streptococcal glomerulonephritis. Available at:


http://www.childrensdayton.org/cms/resource_library/nephrology_files/8473d3ae4f1f545
a/psgn.pdf. Accesed on July, 4th 2014, at 8.00 PM.

2. Shrier RW, Gottschalk CW, eds. Diseases of the Kidney. Vol 2. 6th ed. Boston, Mass:
Little, Brown & Company; 1997:1579- 84.

3. Wiwanitkit V. Why is acute post-streptococcal glomerulonephritis more common in the


pediatric population?. Clin Exp Nephrol. Jun 2006;10(2):164. [Medline].

4. Vinen, CS. Acute glomerulonephritis. Postgrad Med J 2003;79:206–213

5. Kher, Kanwal K. Acute Glomerular Diseases in Children. 2015, 8, (Suppl 3: M4) 104-
116

6. Tatipang, Pirania Ch. Dkk. Analisis Faktor Risiko Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus pada Anak Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017

7. Glomerular disease primer. Available at:


http://www2.niddk.nih.gov/NIDDKLabs/Glomerular_Disease_Primer/KidneyDisease.ht
m. Accesed on July, 4th 2014, at 10.35 PM.
8. Acute streptococcal glomerulonephritis. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000495.htm. Accesed on July, 4th 2014,
at 10.45 PM.
9. R.Welch, Thomas. An Approach to the Child with Acute Glomerulonephritis. Hindawi
Publishing Corporation International Journal of Pediatrics. 2012
10. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak.
Sari Pediatri, Vol. 5, No. 2, September 2003
11. Glomerulonefritis akut. Available at: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-1-10.pdf.
Accesed on July, 4th 2014, at 9.15 PM.
12. Silva FG. Acute postinfectious glomerulonephritis and glomerulonephritis complicating
persistent bacterial infection. In: Jennette JC, Olson JL, Schwartz MM, eds. Heptinstall's
Pathology of the Kidney. Vol 1. 5thed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 1998:389-455
13. Komite Medik RSUP Dr.Sardjito. Standar Pelayanan Medis RSUP DR.Sardjito.
Yogyakarta. Medika FK UGM; 2000
14. Parmar SM. Glomerulonephritis Akut. Departement of Internal Medicine ontario. July 5,
2005. Cited on HYPERLINK http://www.emedicine.com
15. Travis L. Acute Poststreptococcal Glomeronefritis. University of Texas Medical Branch
and Children’s Hospital. October 20, 2004. Cited on HYPERLINK
http://www.emedicine.com
16. Rusepno N, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Edisi II. Jakarta. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1985
17. Noer Ms, Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi II. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
UI; 2002
18. Suandi IKG. Diit Pada Anak Sakit. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1998

Anda mungkin juga menyukai