Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH PERTANIAN ORGANIK

DISUSUN OLEH:
NAMA : STESIA VERONIKA
NIM : 1610401073
KELAS : AGROTEKNOLOGI B

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini seiring dengan meningkatnya taraf hidup, kesejahteraan dan
tingkat pendidikan serta kesadaran masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan
oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian, menyebabkan
meningkatnya tuntutan akan produk pangan bermutu dan aman seperti produk
pertanian organik semakin meningkat. Untuk itu petani selaku produsen
diharapkan dapat menjawab dan memenuhi tuntutan tersebut. Untuk memperoleh
produk pangan bermutu dan aman harus dimulai dari tahap awal proses produksi,
yaitu dari persiapan lahan, benih, penanaman, pemeliharaan (pemupukan,
perlindungan dan pengairan) sampai kepada kegiatan panen, pasca panen,
pengolahan, distribusi dan penyajian sampai pangan siap dikonsumsi.

Keseluruhan proses produksi produk pangan tersebut harus memenuhi


syarat sesuai dengan yang ditetapkan. Kenyataan di lapangan saat ini
menunjukkan kondisi yang kontradiktif, dimana dalam upaya memperoleh tingkat
produktivitas dan produksi yang optimal berbagai upaya dilakukan oleh petani
untuk mengamankan produksi usahataninya, seperti penggunaan pestisida dan
pemupukan yang kurang bijaksana yang dikhawatirkan merusak lingkungan dan
rentan terhadap kemungkinan terjadinya cemaran produk pangan oleh residu
pestisida yang dapat membahayakan kesehatan.

Seiring dengan semakin berkembangnya “trend” gaya hidup sehat di


masyarakat global dengan slogan “back to nature”, menyebabkan permintaan
akan produk pertanian organik dan ramah lingkungan semakin meningkat.
Meningkatnya animo masyarakat terhadap produk pertanian organik dan upaya
sosialisasi tentang manfaat pertanian organik yang dilakukan oleh pemerintah dan
pemerhati pertanian organik mendorong semakin bertambahnya jumlah pelaku
usaha pertanian organik.

Dalam upaya membangun dan mengembangkan pertanin organik di


Indonesia khususnya di Bali, masih banyak kendala dan hambatan yang ditemui
disamping beberapa hal yang sudah dicapai sebagai faktor penunjang dalam
pengembangan lebih lanjut. Beberapa kendala tersebut antara lain adalah masih
adanya perbedaan persepsi terhadap penerapan sistem pertanian organik di
lapangan oleh berbagai “stake holder”, maraknya klaim organik oleh pelaku
usaha yang kurang dapat dipertanggungjawabkan, kurangnya apresiasi masyarakat
terhadap produk organik, perbedaan proses sertifikasi serta potensi dan peluang
pasar yang tersedia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana kita bisa mengetahui Pengertian Dan Penjelasan Pertanian
Organik Yang Berhubungan Dengan Sistem Pertanian Berkelanjutan

1.3 Tujuan
Untuk Mengetahui Pengertian Dan Penjelasan Pertanian Organik Yang
Berhubungan Dengan Sistem Pertanian Berkelanjutan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-prinsip Pertanian Organik


Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang
digalakkan pada tahun 1960-an dalam rangka peningkatan produksi pangan telah
menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan sebagai
akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang kurang mempertimbangkan
keseimbangan ekosistem. Eksploitasi lahan sawah secara intensif yang
berlangsung secara terus menerus dan berlangsung bertahun-tahun telah
mengakibatkan penurunan kesuburan dan sifat fisik maupun kimia tanah.

Pemberian pupuk kimia (anorganik) secara terus menerus untuk


mengejar tingkat produktivitas, tanpa diimbangi dengan upaya-upaya
memperbaiki kondisi fisik tanah melalui penambahan bahan organik
menyebabkan kandungan bahan organik tanah menurun, tanah menjadi kompak,
kerusakan struktur tanah dan aerasi tanah berkurang yang mengakibatkan
penurunan kemampuan tanah dalam menyimpan dan melepaskan hara dan air bagi
tanaman sehingga mengurangi efisiensi penggunaan pupuk dan air irigasi, dan
kondisi ini dikenal sebagai tanah sakit.

Pertanian organik sebenarnya sudah sejak lama dikenal, sejak ilmu


bercocok tanam dikenal manusia, dimana semuanya dilakukan secara tradisional
dengan menggunakan bahan-bahan alamiah. Pertanian organik modern
didefinisikan sebagai sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan
alami tanpa menggunakan bahan kimia sintettis. Pertanian organik adalah sistem
pertanian yang holistic yang mendukung dan mempercepat biodiversity, siklus
biologi dan aktivitas biologi tanah. Filosofi pertanian organik sesungguhnya
merupakan himbauan moral untuk berbuat kebajikan pada lingkungan
sumberdaya alam dalam melakukan praktek pertanian dengan mempertimbangkan
3 (tiga) aspek, yaitu :
1. Aspek Ekonomi.

Dalam sistem pertanian organik, selalu mempertimbangkan efisiensi terhdap


penggunaan sumberdaya, efisiensi terhadap penggunaan bahan input eksternal,
meminimalkan biaya pengobatan dan meningkatkan pendapatan/nilai tambah.

2. Aspek Ekologi

Dalam usahatani organik, selalu diupayakan semaksimal mungkin memanfaatkan


input lokal, meminimalkan polusi dari proses kegiatan produksi, memperbaiki
tekstur dan kesuburan tanah, menyeimbangkan keanekaragaman biologi,
mengedepankan usahataniberkelanjutan, konservasi sumberdaya alam dan
berupaya menjaga keseimbangan ekosistem.

3. Aspek Sosial.

Dalam usahatani organik selalu berupaya meningkatkan kepekaan yang


lebih baik terhadap lingkungan, penghargaan terhadap budaya lokal, pemenuhan
kebutuhan produk yang sehat dan aman dikonsumsi, mengutamakan lingkungan
kerja yang aman dan sehat serta menjaga keharmonisan sosial di pedesaan.

Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk


pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumen serta tidak merusak lingkungan. Dalam prakteknya pertanian organik
dilakukan dengan cara, antara lain :

1. Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO =


Genetikally Modified Organisme).
2. Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis, pengendalian gulma,
hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis, rotasi
tanaman dan menggunakan pestisida organik.
3. Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan
pupuk kimia sintetis. Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan
dipelihara dengan menambah residu tanaman, pupuk kandang dan
bantuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman.
4. Menghindari penggunaan hormon tumbuhan dan bahan aditif sintetis
dalam makanan ternak.

Sesuai dengan definisi dan tujuan dari pelaksanaan pertanian organik,


maka dalam pengelolaan pertanian organik harus memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut :

1. Prinsip kesehatan : pertanian organik harus melestarikan dan


meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan dan manusia serta Bumi
sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan.
2. Prinsip ekologi : pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan
siklus ekologi kehidupan, bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem
dan siklun ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian
organik dalam sistem ekologi kehidupan, dimana produksi didasarkan atas
proses dan daur ulang ekologis. Siklus ini bersifat universal tetapi dalam
opersionalnya bersifat lokal sepesifik.
3. Prinsip keadilan : pertanian organik harus membangun hubungan yang
mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan
hidup bersama.
4. Prinsip perlindungan : pertanian organik harus dikelola secara hati-hati
dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan
generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) menjelaskan prinsip-prinsip


pertanian secara lebih rinci, dimana untuk produk tanaman prinsip-prinsip
produksi pangan organik ditetapkan sebagai berikut :

1. Pada lahan yang sedang dalam periode konversi paling sedikit 2 (dua)
tahun dari penggunaan bahan kimia terakhir, sebelum penebaran benih
dilakukan dan untuk tanaman tahunan minimal 3 (tiga) tahun.
2. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka
boleh dikerjakan secara bertahap dengan menerapkan standar konversi
dimulai pada bagian lahan yang dikehendaki.
3. Areal yang sedang dalam proses konvers dan areal yang telah dikonversi
untuk produksi pangan organik tidak boleh diubah. Jika kembali
menggunakan input kimia, maka produk yang dihasilkan dikategorikan
sudah tidak organik lagi dan harus menunggu minimal 3 (tiga) tahun untuk
menghasilkan produk organik.
4. Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran
sampah.
5. Penyiapan benih harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan secara
organik, kecuali pada tahap awal dapat digunakan benih dengan perlakuan
pestisida dan dalam penggunaannya dilakukan pencucian untuk
meminimalkan residu pestisida sintetik.
6. Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO
= Genetically Modified Organism).
7. Sumber air yang tidak terkontaminasi.
8. Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis. Kesuburan dan
produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambah residu
tanaman, pupuk kandang yang telah dikomposkan, penanaman legume dan
rotasi tanaman.
9. Dilarang menggunakan pupuk yang berasal dari kotoran manusia (tinja)
dan kotoran babi.
10. Pengendalian hama/penyakit dan gulma dilakukan secara mekanis,
biologis serta rotasi tanaman.
11. Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis.
12. Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator).

Berapapun lama masa konversi, produksi pangan organik hanya dimulai


pada saat proses produksi telah mendapat pengawasan serta menerapkan tatacara
produksi sebagaimana yang telah ditentukan dalam sistem pertanian organik.
Untuk produk ternak, hewan ternak yang dipelihara untuk produksi organik harus
menjadi bagian integral dari unit produksi usahatani organik dan harus dikelola
sesuai dengan kaidah-kaidan standar organik. Pengelolaan peternakan organik
harus dilakukan dengan menggunakan metode pembibitan (breeding) alami,
meminimalkan stress, mencegah penyakit, secara progresif menghindari
penggunaan obat hewan jenis kemoterapika (termasuk antibiotik) alopati
kimia(chemical allopathic), mengurangi penggunaan pakan ternak yang berasal
dari binatang (tepung daging) serta menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan
peliharaan.

2.2 Pertanian Berkelanjutan


Usahatani merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari :
tanah, tumbuhan, hewan, peralatan, tenaga kerja, input lain dan pengaruh-
pengaruh lingkungan yang dikelola oleh seorang petani sesuai dengan
kemampuan dan aspirasinya. Usahatani sebagai suatu sistem untuk dapat
berkelanjutan harus dikelola secara bijaksana berdasarkan kemampuan lingkungan
fisik, biologis dan sosioekonomis serta sesuai dengan tujuan, kemampuan dan
sumberdaya yang dimiliki petani sehingga tidak mengakibatkan penurunan daya
dukung sumber daya alam dalam jangka panjang.

Dalam pertanian berkelanjutan, suatu sistem usahatani harus


menghasilkan suatu tingkat produksi yang memenuhi kebutuhan material
(produktivitas) dan kebutuhan sosial (identitas) petani dalam batas-batas
keamanan tertentu dan tanpa penurunan sumber daya alam dalam jangka panjang.
Karena tujuan keamanan, kesinambungan dan identitas biasanya bersaing dengan
tingkat produktivitas yang sifatnya segera.Pertanian berkelanjutan dijumpai pada
konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). LEISA mengacu
pada bentuk-bentuk usahatani yang berusaha mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lokal yang ada dengan mengkombinasikan berbagai macam
komponen sistem usahatani yaitu : tanaman, ternak/hewan, tanah, air, iklim dan
manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling
besar, serta berusaha mencari cara pemanfaastan input luar hanya bila diperlukan
untuk melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam ekosistem dan meningkatkan
sumberdaya biologi, fisik dan manusia dengan titik perhatian utama melalui
maksimalisasi daur ulang dan meminimalisasi kerusakan lingkungan.

Prinsip-prinsip dasar ekologi pada pertanian LEISA adalah sebagai


berikut :
1. Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman,
khususnya dengan mengelola bahan-bahan organik dan meningkatkan
kehidupan mikro organisme dalam tanah.
2. Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara dan menyeimbangkan arus unsur
hara, khususnya melalui pengikatan Nitrogen, daur ulang dan pemanfaatan
pupuk luar sebagai pelengkap.
3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi Matahari, udara dan air
melalui pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan pengendalian erosi.
4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan
melalui pencegahan dan perlakuan pengendalian yang aman.
5. Saling melengkapi dan sinergi dalam penggunaan sumber daya genetik
yang mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu.

Dalam sistem pertanian berkelanjutan agar usahatani tetap produktif dan


sehat, harus ada jaminan bahwa jumlah unsur hara yang hilang dari tanah tidak
melampaui jumlah unsur hara yang dikembalikan ke tanah, sehingga tetap
produktif dalam jangka panjang.

2.3 Pertanian Organik sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan


Konservasi merupakan faktor yang penting dalam sistem usahatani
berwawasan lingkungan. Konservasi sumberdaya terbarukan berarti sumberdaya
tersebut harus dapat difungsikam secara berkelanjutan. Pertanian ramah
lingkungan dimana salah satunya dalah dengan menerapkan pertanian organik,
merupakan upaya untuk memfungsikan sumberdaya secara berkelanjutan.

Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menjaga


keberlanjutan produksi yang ramah lingkungan adalah : 1) pemanfaatan
sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis (terutama lahan dan air) secara
lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam; 2) proses produksi atau
kegiatan usahatani yang dilakukan secara ramah lingkungan, sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif pada masyarakat; 3) penanganan pasca panen dan
pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran serta pemanfaatan produk tidak
menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah); 4) produk yang
dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen
dan aman dikonsumsi.

Memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertanian organik yang


mengedepankan : kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan sebagaimana
disebut di atas, tampak dengan jelas bahwa pertanian organik sangat sesuai
dengan prinsip dan konsep LEISA yang berupaya untuk mempertahankan dan
sedapat mungkin meningkatkan sumber daya alam serta memanfaatkan secara
maksimal proses-proses alami, dimana sebagian dari produksi dipasarkan, maka
dicari peluang untuk memperoleh kembali unsur hara yang hilang dari sistem
usahatani ke pasar. Tujuan dari pertanian organik juga sangat sejalan dengan
tujuan pembangunan pertanian dalam upaya menciptakan pembangunan pertanian
yang berkelanjutan (sustainable agriculture) dimana aspek lingkungan menjadi
salah satu titik perhatian utama guna terciptanya keseimbangan ekosistem lahan
pertanian disamping aspek peningkatan produksi. Dengan kondisi tersebut maka
pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem pertanian berkelanjutan
dimana dalam proses produksinya selalu menekankan pelestarian dan konservasi
sumber daya alam, proses produksi secara alami sehingga tetap produktif dalam
jangka panjang.

2.4 Pangan Organik


Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah. Pangan diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, serta bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan-minuman (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2004).
Pangan yang dikonsumsi manusia saat ini tidak hanya berasal dari lahan
pertanian konvensional yang mengandalkan masukan bahan kimia, pupuk
anorganik dan masukan lain dari luar lahan pertanian. Kesadaran masyarakat
untuk hidup lebih sehat menyebabkan masyarakat mulai beralih pada pangan
tanpa zat kimia atau pengatur tumbuh yang biasa dikenal dengan pangan organik.
Pangan organik adalah sesuatu yang berasal dari suatu lahan pertanian
organik yang menerapkan praktik-praktik pengelolaan yang bertujuan untuk
memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan dan
melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti
daur ulang sisa–sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman,
pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman serta penggunaan bahan hayati
(SNI 6729:2010).

2.5 Padi dan Beras Organik

Padi merupakan golongan serealia yaitu tanaman dari famili rumput-


rumputan yang kaya akan karbohidrat (Muchtadi et al., 2010). Padi termasuk
dalam famili Gramineae, subfamili Oryzidae, dan genus Oryzae, dari 20 spesies
anggota genus Oryzae yang sering dibudidayakan adalah Oryza sativa L.
Tanaman padi pada dasarnya terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif
(akar, batang, dan daun) dan bagian generatif berupa malai dan bunga (Firmanto,
2011).
Pembudidayaan padi di lahan pertanian organik biasanya diawali dengan
pemilihan bibit atau benih tanaman nonhibrida karena di samping untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati, secara teknis bibit nonhibrida
dimungkinkan dapat hidup dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami. Padi
varietas alami yang dapat dipilih untuk ditanam secara organik antara lain,
rojolele, mentik, pandan, dan cianjur. Benih atau bibit yang digunakan dalam
menghasilkan pangan organik menurut sistem pangan organik merupakan benih
tanpa perlakuan atau bukan berasal dari produk rekayasa genetika/GMO.

Padi merupakan salah satu komoditas penghasil pangan yaitu beras. Struktur
umum biji padi terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit biji, butir biji (endosperm), dan
lembaga (embrio). Kulit biji padi disebut sekam, sedangkan butir biji dan embrio
disebut butir beras. Beras secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari:
1) aleuron (lapisan terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan
kulit); 2) endosperma (tempat sebagian besar pati dan protein beras berada); dan
3) embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam bentuk beras tidak dapat
tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan, dalam bahasa sehari-
hari, embrio disebut sebagai mata beras) (Muchtadi et al., 2010).

Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, akibat perbedaan gen yang
mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada
endospermia. Jenis-jenis beras antara lain: 1) beras "biasa" yang berwarna putih
agak transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron, dan kandungan amilosa
umumnya sekitar 20%. Beras putih ini mendominasi pasar beras; 2) beras merah,
yaitu beras yang aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin yang
merupakan sumber warna merah atau ungu; dan 3) beras hitam, disebabkan
aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi
sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam (Arpah, 1993).

Varietas beras pada umumnya dapat dikelompokkan menurut ukuran dan


bentuknya yaitu padi panjang, padi sedang dan padi pendek. Varietas padi
panjang yang telah digiling bersifat kering dan halus jika dimasak, sedangkan padi
pendek dan padi sedang bersifat lembab dan pulen sehingga biasa digunakan pada
produk makanan bayi. Beras pada umumnya dimanfaatkan untuk diolah menjadi
nasi sebagai makanan pokok terpenting warga dunia dan dalam bidang industri
pangan beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan aleuron), yang
memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung bekatul (rice bran).
Bagian embrio beras juga diolah menjadi suplemen makanan dengan sebutan
tepung mata beras (Arpah, 1993).

Beras yang berwarna merah atau beras merah diyakini memiliki khasiat
sebagai obat. Beras merah berasal dari beras tumbuk, yang kulit arinya tak banyak
hilang, pada kulit ari inilah terdapat kandungan protein, vitamin, mineral, lemak,
dan serat yang sangat penting bagi tubuh. Serat tidak hanya dapat
mengenyangkan, serat juga dapat mencegah berbagai penyakit saluran
pencernaan. Beras merah dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit beri-beri,
gangguan sistem saraf, jantung serta mencegah penyakit kanker dan penyakit
degeneratif lain (Andoko,2002).

Beras organik merupakan beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan
secara organik atau tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia dan
menerapkan sistem pangan organik hingga ke tangan konsumen. Beras organik
menjadi aman dikonsumsi karena bebas dari residu kimia (Sriyanto, 2010).
Masyarakat menganggap beras organik adalah beras yang lebih sehat, aman dan
bergizi tinggi daripada beras yang dibudidayakan secara konvensional karena
bebas dari pestisida.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang


digalakkan pada tahun 1960-an dalam rangka peningkatan produksi pangan telah
menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan sebagai
akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang kurang mempertimbangkan
keseimbangan ekosistem. Filosofi pertanian organik sesungguhnya merupakan
himbauan moral untuk berbuat kebajikan pada lingkungan sumberdaya alam
dalam melakukan praktek pertanian dengan mempertimbangkan 3 (tiga) aspek,
yaitu : 1) aspek ekonomi, 2) Aspek Ekologi, 3) Aspek Sosial

Memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertanian organik yang


mengedepankan : kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan sebagaimana
disebut di atas, tampak dengan jelas bahwa pertanian organik sangat sesuai
dengan prinsip dan konsep LEISA yang berupaya untuk mempertahankan dan
sedapat mungkin meningkatkan sumber daya alam serta memanfaatkan secara
maksimal proses-proses alami, dimana sebagian dari produksi dipasarkan, maka
dicari peluang untuk memperoleh kembali unsur hara yang hilang dari sistem
usahatani ke pasar. Tujuan dari pertanian organik juga sangat sejalan dengan
tujuan pembangunan pertanian dalam upaya menciptakan pembangunan pertanian
yang berkelanjutan (sustainable agriculture) dimana aspek lingkungan menjadi
salah satu titik perhatian utama guna terciptanya keseimbangan ekosistem lahan
pertanian disamping aspek peningkatan produksi.
DAFTAR PUSTAKA

Andoko, A. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Firmanto, B. H., 2011. Sukses Bertanam Padi Secara Organik. Penerbit Angkasa
Bandung. Bandung.

Muchtadi, Tien R., Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Teknologi


Proses Pengolahan Pangan. ALFABETA, CV. IPB. Bogor.

Sriyanto, S. 2010. Panen Duit dari Bisnis Padi Ogranik. Agro Media. Jakarta
Selatan.

Anda mungkin juga menyukai