2017
Japiter, Cindy
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3847
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
AKTIVASI PLATELET SEBAGAI RESPONS PADA DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD)
SKRIPSI
Oleh :
CINDY JAPITER
140100127
SKRIPSI
Oleh :
CINDY JAPITER
140100127
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya. Skripsi ini berjudul “Aktivasi Platelet Sebagai Respons pada Demam
Berdarah Dengue (DBD)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
iii
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu
memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara terutama dalam bidang
pendidikan khususnya ilmu kedokteran.
Cindy Japiter
140100127
iv
vi
vii
viii
ix
xi
Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang paling menantang karena insidensinya meningkat secara cepat di dunia. DBD
berhubungan dengan trombositopenia berat serta peningkatan permeabilitas vaskular.
Sebelumnya beberapa penelitian menunjukkan bahwa virus dengue dapat menyebabkan
perubahan morfologi pada platelet akibat dari aktivasi platelet yang merupakan kontributor
utama trombositopenia pada DBD. Perubahan morfologi tersebut dapat dilihat dari nilai MPV
(Mean Platelet Volume) dan PDW (Platelet Distribution Width) yang merupakan indeks platelet.
Tujuan. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan aktivasi platelet pada pasien DBD
berdasarkan beberapa parameter. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan
desain potong lintang (cross-sectional) yang dilakukan di RS USU Medan periode April 2016 -
Agustus 2017. Pada penelitian ini akan diambil data sekunder berupa hari sejak timbul demam,
tingkat keparahan (grade), jumlah platelet, nilai MPV dan nilai PDW pasien DBD dari rekam
medis. Data yang didapat kemudian akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program
komputer SPSS. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji ANOVA (Analysis of Variance) dan
ANOVA berpasangan. Apabila syarat uji ANOVA atau uji ANOVA berpasangan tidak terpenuhi,
maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis atau uji Friedman. Hasil. Jumlah platelet
terendah pada pasien DBD terdapat pada hari ke-6 sejak timbul demam dengan jumlah rata-rata
sebesar 48.519,23 dengan trombositopenia sedang yang paling mendominasi. Nilai MPV tertinggi
terdapat pada hari ke-6 dengan nilai rata-rata sebesar 11.477. Nilai PDW tertinggi terdapat pada
hari ke-7 dengan nilai rata-rata sebesar 15.075. Hasil uji Friedman dan uji post hoc Wilcoxon
Signed Rank Test menunjukkan ada perbedaan jumlah platelet yang bermakna antara hari ke-5
dan ke-6 sejak timbul demam (p=0,02) dan antara hari ke-6 dan ke-7 sejak timbul demam
(p=0,000), perbedaan nilai MPV yang bermakna antara hari ke-5 dan ke-6 (p=0,04) dan antara
hari ke-5 dan ke-7 sejak timbul demam (p= 0,024), serta perbedaan nilai PDW yang bermakna
antara hari ke-5 dan ke-6 sejak timbul demam (p=0,024) dan antara hari ke-5 dan ke-7 sejak
timbul demam (p=0,003). Hasil uji Kruskal Wallis, ANOVA dan uji post hoc Bonferroni test
menunjukkan tidak terdapat adanya perbedaan nilai MPV yang bermakna antara trombositopenia
ringan, sedang dan berat (p=0,640), terdapat perbedaan nilai PDW yang bermakna antara
trombositopenia ringan dan berat (p=0,015), dan tidak terdapat adanya perbedaan nilai MPV dan
PDW yang bermakna antara Grade I, Grade II dan Grade III DBD (p=0,713 dan 0,805).
Kesimpulan. Ada perbedaan aktivasi platelet yang bermakna berdasarkan hari sejak timbul
demam ditinjau dari nilai MPV dan nilai PDW, ada perbedaan aktivasi platelet yang bermakna
berdasarkan jumlah platelet ditinjau dari nilai PDW, tidak dijumpai adanya perbedaan aktivasi
platelet yang bermakna berdasarkan tingkat keparahan (grade) DBD ditinjau dari nilai MPV dan
nilai PDW.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue (DBD), Aktivasi Platelet, MPV, PDW
xii
Background. Globally, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) has been one of the most challenging
health problems because the incidence has been reported to escalate rapidly in the world. DHF is
associated with severe thrombocytopenia and increasing vascular permeability. Recently, many
reports showed that dengue virus can cause morphological change to platelets due to the
activation of them which is the main contributor for the occurrence of thrombocytopenia in DHF.
The morphological change can be noticed by the MPV (Mean Platelet Volume) and PDW (Platelet
Distribution Width) values which are the platelet indices. Objective. To identify the differences of
platelet activation based on several parameters in DHF. Method. This is an analytical research
with the design of cross-sectional study which is performed in the hospital of University of North
Sumatera Medan within the period of April 2016 – August 2017. In this research, the secondary
data such as the day of fever onset, the grades of DHF, the platelet count, the MPV and PDW
values will be obtained from medical health records. Afterwards, the data will be processed and
analyzed by using the computer program, SPSS. The statistical test for this research is ANOVA
(Analysis of Variance) and repeated ANOVA. If the assumptions for ANOVA or repeated ANOVA
are violated, the statistical test will be changed into Kruskal-Wallis test or Friedman test. Result.
The lowest platelet count in DHF is on the sixth day since the fever onset, with the mean value is
48.519,23 and the most dominating thrombocytopenia is the moderate one. The highest MPV value
is on the sixth day since the fever onset, with the mean value is 11,477. The highest PDW value is
on the seventh day since the fever onset, with the mean value is 15,075.The result of Friedman and
post hoc Wilcoxon Signed Rank test showed that there is a significant difference in platelet count
between the fifth and sixth day of fever onset (p=0,02) and between the sixth and seventh day of
fever onset (p=0,000), a significant difference in MPV value between the fifth and sixth day of
fever onset (p=0,04) and between the fifth and seventh day of fever onset (p=0,024), and a
significant difference in PDW value between the fifth and sixth day of fever onset (p=0,024) and
between the fifth and seventh day of fever onset (p=0,03). The result of Kruskal Wallis, ANOVA
and post hoc Bonferroni test show that there is no significant difference in MPV value between
mild, moderate and severe thrombocytopenia (p=0,640), while there is a significant difference in
PDW value between mild and severe thrombocytopenia (p=0,015). Moreover, it also shows that
there are no significant differences in MPV and PDW values between grade I, grade II and grade
III in DHF (p=0,713 and 0,805). Conclusion. There is a significant difference in platelet
activation based on the day of fever onset observed by MPV and PDW values, a significant
difference in platelet activation based on platelet count observed by PDW value, no significant
difference in platelet activation between the grades of DHFobserved by MPV and PDW values.
Key words: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Platelet Activation, MPV, PDW
xiii
PENDAHULUAN
dengue di Indonesia mencapai 74.062 kasus dan diantaranya terdapat 646 kasus
yang meninggal (WHO, no date). Sedangkan pada tahun 2015, jumlah kasus DBD
mengalami peningkatan yaitu mencapai 129.650 kasus dan 1.071 kasus dengan
kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Di Provinsi Sumatera Utara sendiri, pada tahun 2015 terdapat 5.274
kasus DBD dengan 30 kasus kematian. Incidence rate nya adalah 37.84 per
100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Di Kota Medan, yang
merupakan salah satu daerah endemis DBD, terdapat 1.699 kasus DBD dengan 15
kasus kematian pada tahun 2014 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,
2015). Prevalensi terbanyak kasus DBD terdapat pada golongan umur 5-14 tahun
dan jenis kelamin perempuan (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD)
merupakan komplikasi vaskular dengue yang reversibel dan mengancam nyawa.
DBD dan SSD berhubungan dengan trombositopenia berat serta peningkatan
permeabilitas vaskular (Jayashree et al., 2011). Studi sebelumnya melaporkan
bahwa virus dengue dapat memicu supresi sumsum tulang belakang yang
menyebabkan penurunan sintesis platelet sehingga terjadi trombositopenia. Ada
studi lain yang menyebutkan bahwa trombositopenia juga dapat terjadi akibat
peningkatan destruksi platelet (Oishi et al., 2003).
Platelet merupakan sel darah yang tak berinti dan berperan penting dalam
keseimbangan hemostasis. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bukti muncul
yang mengatakan bahwa platelet dan aktivasinya dapat mengatur respons imun
spesifik dan non spesifik. Infeksi virus sering terjadi bersamaan dengan aktivasi
platelet. Platelet membantu dan mengatur reaksi inflamasi dan respons imun
melalui interaksi langsung dengan leukosit dan sel endotel. Selain itu, platelet
juga dapat mengeluarkan mediator inflamasi yang meningkatkan pengerahan
leukosit dan memicu aktivasinya. Respons inflamasi pejamu akan menyebabkan
pelepasan mediator pengaktivasi platelet dan lingkungan yang pro-oxidative serta
pro-coagulant sehingga platelet teraktivasi (Assinger, 2014).
Belakangan ini, penelitian menunjukkan bahwa indeks platelet seperti
MPV (Mean Platelet Volume) dan PDW (Platelet Distribution Width) dapat
menjadi pertanda dari aktivasi platelet. Volume dari platelet yang merupakan
pertanda dari fungsi dan aktivitas platelet dinilai berdasarkan MPV. Aktivasi
platelet juga akan menyebabkan perubahan morfologi dari platelet menjadi bentuk
sferis disertai dengan pembentukan pseudopodia. Pada akhirnya, platelet dengan
perubahan bentuk dan ukuran dapat mempengaruhi nilai PDW (Navya et al.,
2016).
Aktivasi platelet juga membantu adhesi platelet pada leukosit. Penelitian
yang dilakukan sebelumnya menemukan bahwa DENV menyebabkan agregasi
platelet-monosit dan platelet-neutrofil pada model primata, dan agregasi platelet-
monosit juga pernah diobservasi pada manusia. Sitokin yang disintesa oleh sinyal
monosit yang bergantung kepada platelet seperti TNF-α, IL-1β, IL-8, dan MCP-1
juga dikenal sebagai faktor patogenik yang penting pada kasus dengue berat
(Nascimento et al., 2014).
Berdasarkan beberapa studi penelitian, terdapat aktivasi platelet sebagai
respons pada demam berdarah dengue (DBD), oleh karena itu penulis tertarik
untuk meneliti aktivasi platelet sebagai respons pada demam berdarah dengue
(DBD).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Demam dengue merupakan suatu penyakit viral akut yang cenderung
timbul dengan gejala nyeri kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam kulit dan
leukopenia. Demam berdarah dengue (DBD) dikarakteristikkan dengan empat
manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan
hepatomegali dan pada kasus yang berat dapat dijumpai kegagalan sistem
peredaran darah yang mana pada akhirnya dapat menyebabkan syok hipovolemik
akibat kebocoran plasma. Hal ini dikenal dengan sebutan sindrom syok dengue
(SSD) dan bisa berakibat fatal (WHO, 1997).
2.1.2 Epidemiologi
Dengue merupakan penyakit viral yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk dan paling cepat menyebar di dunia. Dalam 50 tahun terakhir, insidensi
dengue telah meningkat 30 kali lipat dengan ekspansi yang lebih luas pada
negara-negara yang tidak terinfeksi sebelumnya. Daerah yang bisa terinfeksi
meliputi daerah perkotaan hingga pedesaan. Setiap tahun, diperkirakan ada 50
juta infeksi dengue baru yang terjadi dan diestimasikan terdapat 2.5 miliar orang
tinggal di negara endemik dengue. Ada 1.8 miliar (lebih dari 70%) populasi dunia
berisiko untuk terinfeksi dengue tinggal di regio Asia Tenggara dan Indo-Pasifik,
dimana region tersebut menanggung hampir 75% dari beban penyakit global
akibat dengue. Di Indonesia sendiri, dimana lebih dari 35% populasi nya hidup di
daerah perkotaan, ada 150.000 kasus yang dilaporkan pada tahun 2007 dengan
lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Angka kefatalan
kasus dengue mencapai 1% (WHO, 2009).
2.1.3 Etiologi
Dengue disebabkan oleh virus dengue (DENV) yaitu single-stranded
RNA flavivirus dari famili Flaviviridae, yang juga merupakan famili dari virus
west nile dan yellow fever (Huang et al., 2016). Empat serotipe dari DENV
memiliki 60-70% kesamaan genetik membentuk sebuah “dengue serogroup”.
(Martina, 2014) Kekhususan struktur dari masing-masing serotipe dapat
mempengaruhi patogenesis karena komponen genetik virus yang menentukan
virulensi dan kemampuan untuk menginfeksi, serta dapat juga mempengaruhi
besaran dari replikasi virus dan derajat keparahan dari penyakit dengue (Vicente
et al., 2016).
Ada beberapa studi yang mengatakan bahwa DENV-2 menyebabkan
penyakit yang paling berat, sedangkan DENV-1 menyebabkan penyakit yang
lebih ringan (Dhanoa et al., 2016). Pada satu penelitian yang dilakukan di
Singapura, ditemukan bahwa risiko seseorang untuk menderita DBD dan SSD
pada pasien yang terinfeksi DENV-1 lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
yang terinfeksi dengan DENV-2 ataupun DENV-3. Pada penelitian tersebut, juga
ditemukan bahwa tanda klinis berupa mata merah lebih sering ditemukan pada
kasus dengan DENV-1 daripada DENV-2. Kebalikannya, nyeri sendi (arthralgia)
dan trombositopenia lebih sering ditemukan pada kasus dengan DENV-2, tetapi
jarang berlanjut ke DBD. Level RNA virus ditemukan lebih tinggi pada kasus
dengan DENV-1 dan lebih rendah pada kasus dengan DENV-2 (Yung et al.,
2015).
Flavivirus ditransmisikan kepada pejamu melalui vektor yang telah
terinfeksi yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Guabiraba and
Ryffel, 2014) tetapi juga bisa melalui transfusi darah dan transplantasi organ.
(Medecins Sans Frontieres, 2016) Flavivirus masuk ke dalam sel target secara
endositosis melalui reseptor dan traffic to endosome, dimana lingkungan yang
asam pada ujung endosom akan menyebabkan perubahan bentuk yang penting
pada glikoprotein pembungkus virus. Protein tersebut bertugas untuk
menstimulasi penyatuan dari virus dan membran sel pejamu. RNA yang
dilepaskan akan mengkode poliprotein yang merupakan prekursor dari lebih
kurang 3.400 asam amino. Polipeptida ini akan diproses secara post-translational
oleh enzim signalase sel pejamu dan enzim protease virus (NS2B/NS3) untuk
memproduksi 3 protein struktural (core/C, pre-membrane dan envelope/E) yang
berkontribusi terhadap partikel virus dan 7 protein non-struktural (NS1, NS2A,
NS2B, NS3, NS4A, NS4B, NS5) yang membantu dalam replikasi virus,
pengumpulan virus dan modulasi respons dari sel pejamu (Guabiraba and Ryffel,
2014).
Dua tipe virion juga dikenal yaitu virion ekstraselular matang yang
mengandung protein M dan virion intraselular yang mengandung protein prM
yang mana secara proteolitik akan diubah menjadi protein M yang matur (Guzman
and Vazquez, 2010).
2.1.4 Klasifikasi
Secara umum, dengue dapat diklasifikasikan menjadi dengue dengan dan
tanpa tanda bahaya, dan dengue berat. Dengan demikian, demam dengue
merupakan dengue tanpa tanda bahaya dari kebocoran plasma. DBD tingkat 1
merupakan dengue dengan tanda bahaya dari kebocoran plasma tetapi tidak ada
perdarahan kecuali tourniquet test yang positif. DBD tingkat 2 merupakan dengue
dengan tanda bahaya dari kebocoran plasma dan perdarahan. DBD tingkat 3
merupakan dengue berat dengan ancaman syok. Sedangkan DBD tingkat 4
merupakan dengue berat dengan adanya syok. DBD tingkat 3 dan 4 juga biasa
disebut dengan SSD (WHO, 2009). Gejala klinis dari masing-masing derajat
berupa:
Derajat I : Demam disertai dengan gejala umum yang tidak khas, dan satu-
satunya manifestasi perdarahan adalah tourniquet test yang positif.
Derajat II : Terdapat perdarahan spontan pada kulit atau bentuk perdarahan
lainnya bersamaan dengan manifestasi klinis pada derajat I.
Derajat III : Terdapat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi yang menyempit atau hipotensi dengan akral dingin dan
lembab serta pasien tampak gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat (profound shock) dengan nadi atau tekanan darah yang
tidak dapat diukur (WHO, 1997).
sedangkan tanda utama dari perdarahan adalah hematuria dan epistaksis (Vicente
et al., 2016).
2.1.6 Patofisiologi
1. Patofisiologi DBD secara umum
Mekanisme bagaimana terjadi perubahan secara patofisiologi yang terjadi
pada demam dengue masih belum dipahami sepenuhnya. Interaksi dari beberapa
faktor yaitu faktor virulensi dari strain virus yang beredar, adanya vektor yang
efisien, sirkulasi virus yang luas, dan karakteristik dari pejamu berupa faktor
genetik, etnis, dijumpai adanya penyakit kronis pada pasien, dan infeksi DENV
yang berulang dapat memegang kunci untuk perkembangan penyakit (Azeredo et
al., 2015).
Respons pejamu terhadap infeksi DENV dimulai dari sel dendritik pada
lapisan dermis kulit karena sel dendritik dan sel Langerhans merupakan target
pertama pada infeksi DENV. Sel dendritik merupakan sel khusus yang
memproses dan mempresentasikan antigen kepada limfosit T, oleh karena itu sel
dendritik bertanggung jawab terhadap induksi dari respons imun adaptif. Interaksi
antara DENV dan sel dendritik mempunyai peranan penting dalam mengontrol
infeksi DENV baik secara langsung maupun akibat dari stimulasi limfosit T
spesifik dengue, dan mungkin berkontribusi untuk menentukan apakah DBD atau
SSD akan terjadi. Reseptor spesifik untuk ikatan DENV pada sel dendritik adalah
cell-spesific intercellular adhesion molecule 3 grabbing non –integrin (DC-sign
atau CD209). Sel dendritik juga menggunakan beberapa jalur untuk menangkap
patogen yaitu Toll-like receptor (TLR), RIG-like receptor (RLR) dan NOD-like
receptor (NLR) (Martins et al., 2012).
Infeksi DENV juga dapat mengaktivasi sel T CD4+ dan CD8+.
Dilaporkan bahwa sel T CD8+ pada pasien dengan infeksi akut dengue ditujukan
kepada protein NS3, NS4B dan NS5, sedangkan pada protein NS1 dan E lebih
jarang dijumpai. Di sisi lain, sel T CD4+ lebih dominan untuk mengenal epitope
pada protein NS1, C, dan E65 (Martina, 2014). Aktivasi dari sel T memori akan
mengakibatkan terjadinya kaskade dari sitokin inflamatori dan mediator kimiawi
lainnya yang memicu kematian pada sel target melalui apoptosis yang merupakan
elemen penting untuk terjadinya penyakit dengue berat (John et al., 2015).
Proses bagaimana DENV dapat menginduksi apoptosis belum dimengerti
sepenuhnya dan dapat berbeda dari satu tipe sel dan tipe sel lainnya. Akumulasi
dari protein DENV pada retikulum endoplasma (RE) akan menginduksi apoptosis
dari sel hepatoma (HepG2) yang mungkin dapat mengakibatkan level
transaminase yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan kerusakan hati pada pasien
yang terinfeksi DENV. Pada sel neuroblastoma yang terinfeksi DENV, apoptosis
sepertinya terjadi akibat produksi dari phospholipase A2 (PLA2). Aktivasi PLA2
akan menginduksi proses apoptosis yang biasanya terjadi akibat dari stimulus
stress seperti TNF- α. Apoptosis pada sel endotel merupakan akibat langsung dari
replikasi virus pada sel yang terinfeksi maupun DENV-NS1 yang mengaktivasi
sistem komplemen (Martins et al., 2015).
Perkembangan penyakit dengue menjadi bentuk yang lebih berat
merupakan akibat dari beberapa faktor, yaitu sitokin inflamatori, antibody-
dependent enhancement (ADE), antibody dependent cell-mediated cytotoxicity
(ADCC) dan ADE akibat produksi antibodi terhadap protein prM. Faktor
tambahan lainnya yaitu antibodi auto-reaktif yang diproduksi terhadap platelet, sel
endotel dan molekul koagulasi akibat dari kesamaan bentuk molekular antara
protein DENV dengan protein pejamu. (Bachal et al., 2015) Makrofag dan
monosit diperkirakan berpartisipasi dalam ADE karena ADE terjadi ketika fagosit
mononuklear terinfeksi melalui reseptor Fc oleh kompleks imun yang terbentuk
diantara DENV dan non-neutralizing antibody. Non-neutralizing antibody
merupakan antibodi yang terbentuk akibat dari infeksi dengue heterotipe
sebelumnya (Guzman et al., 2010).
ADE terjadi ketika kompleks antibodi-virus masuk ke dalam sel melalui
reseptor Fcγ yang menyebabkan infeksi pada sel target yang lebih banyak. Hal ini
dapat menyebabkan peningkatan produksi virus. Pada infeksi dengue primer,
antibodi cross-reactive yang tidak mempunyai aktivitas netralisasi terinduksi.
Sedangkan pada infeksi dengue sekunder, antibodi tersebut akan berikatan dengan
virus sekunder yang menginfeksi. Peningkatan produksi virus ditandai dengan
aktivasi sistem koagulasi, protein fase akut, soluble reseptor dan mediator
inflamasi lainnya (Rothman, 2011).
Suatu studi melaporkan bahwa level antigen NS1 juga berkontribusi
terhadap patogenesis penyakit dengan cara menstimulasi monosit untuk
memproduksi IL-10 pada saat infeksi akut. Dengue NS1, salah satu protein non-
struktural virus dengue, merupakan lipoprotein yang mengangkut lipid dalam
bentuk sekretorik. Proses ini dianggap mempunyai peranan dalam patogenesis
penyakit karena lipoprotein penting dalam jalur koagulasi dan dihubungkan
dengan inflamasi vaskular. Selain itu NS1 juga dapat menyebabkan kebocoran
vaskular pada mencit yang terinfeksi virus dengue melalui disfungsi endotel. NS1
juga menstimulasi produksi sitokin dengan innate immune cells melalui toll like
receptor 4 (TLR-4). Kompleks-kompleks imun yang terbentuk akibat NS1
sekretorik dapat mengaktifkan komplemen yang pada akhirnya berkontribusi
terhadap patogenesis penyakit (Adikari et al., 2016).
Sitokin dan mediator lain seperti VEGF, TNF-α, dan MCP-1 telah
diperkirakan berkontribusi terhadap disfungsi endotel yang menyebabkan
kebocoran plasma pada dengue. Selain itu, platelet activating factor (PAF) yang
diketahui memiliki peran dalam meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
pada keadaan lain seperti sepsis dan anafilaksis, juga diperkirakan berkontribusi
terhadap terjadinya kebocoran plasma pada infeksi dengue akut (Jeewandara et
al., 2015). PAF merupakan mediator inflamasi lipid yang diproduksi dari sel mast,
monosit, makrofag, neutrofil, sel endotel dan platelet dimana sintesis nya
memerlukan enzim acetyltransferase dan phospholipase A2 yang mempunyai 2
bentuk yaitu secretory phospholipase A2s (sPLA2) dan cytoplasmic
phospholipase A2 (cPLA2). Kadar VEGF dilaporkan meningkat pada pasien DBD
dan berhubungan dengan kebocoran plasma, serta diperkirakan VEGF dapat
menginduksi PAF melalui sPLA2. Aktivitas cPLA2 dan sPLA2 dapat diinduksi
oleh sitokin inflamasi seperti TNF-α, IL-1β dan IL-6 yang diperkirakan juga
berhubungan dengan produksi PAF (Jeewandara et al., 2016).
Kerusakan endotel akibat virus dengue, sekresi monosit/makrofag,
aktivasi komplemen dan produksi sitokin dapat menyebabkan kebocoran plasma
sehingga akan kehilangan fungsi pertahanannya. Akibatnya, peningkatan
permeabilitas kapiler akan terjadi sehingga pada akhinya akan menyebabkan
volume plasma yang bersirkulasi menurun, hemokonsentrasi dan syok berat
(Butthep et al., 2012). Gejala-gejala tersebut biasanya tampak pada hari ke 3-7
ketika demam dengue sudah mulai membaik. Kebocoran plasma dapat terjadi
secara sistemik dan dapat berlanjut dengan cepat, tetapi dapat membaik (Lei et al.,
2008).
3. Trombositopenia
Ketika terjadi infeksi virus dengue, platelet dapat berfungsi sebagai
pelindung dari paparan bagi virus dan berikatan dengan neutralizing antibody
yang sudah ada sebelumnya. Beberapa studi melaporkan bahwa virus dengue
mungkin berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan platelet
melalui antibodi. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks virus-
langsung antara virus dengue dengan platelet. Penemuan dari studi ini
menunjukkan bahwa formasi platelet-associated IgG (PAIgG) yang melibatkan
anti-dengue virus IgG berperan penting dalam kejadian trombositopenia pada
infeksi sekunder. Sebagai tambahan, peran dari platelet-associated IgM (PAIgM)
masih belum jelas dalam penyakit ini, walaupun diketahui level anti-dengue virus
IgM juga meningkat pada pasien dengan infeksi sekunder (Saito et al., 2004).
Formasi PAIgG menstimulasi trombositopenia melalui reseptor Fc dan reseptor
komplemen pembebasan platelet oleh makrofag dan/atau komplemen lisis platelet,
sedangkan berdasarkan IgM pentameter, PAIgM menstimulasi trombositopenia
melalui mekanisme yang sama kecuali pada reseptor Fc. Level PAIgG atau
PAIgM juga ditemukan secara signifikan lebih tinggi pada DBD daripada demam
dengue (Oishi et al., 2007).
Studi lain mengatakan bahwa trombositopenia pada DBD diduga terjadi
akibat mekanisme kompleks imun yang terdapat pada permukaan platelet,
penurunan produksi platelet oleh sumsum tulang belakang, peningkatan destruksi
platelet di sistem retikuloendotel (RES) dan agregasi platelet akibat dari endotel
yang teraktivasi. Endotel yang teraktivasi akibat virus dengue akan
mengakibatkan platelet dalam sirkulasi berinteraksi dengan kolagen pada lapisan
sub-endotel yang kemudian akan menyebabkan agregasi platelet dan berakhir
pada trombositopenia. Kemudian, agregasi platelet yang terjadi juga dapat
mengakibatkan perdarahan yang dapat berkembang menjadi DIC dan berakhir
dengan kematian. Agregasi platelet pada DBD diduga akibat monosit yang
mengandung virus dengue dan T-helper 1(TH-1) menghasilkan sitokin (TNF-α,
IL-1β, IL-6) yang dapat mengakibatkan aktivasi endotel. Aktivasi endotel dapat
mengakibatkan perubahan nilai vWF dan PGI2 yang mana merupakan molekul
agregasi pada agregasi platelet (Djunaedi, 2005).
4. Leukopenia
Leukopenia pada dengue merupakan hal yang umum dan biasanya yang
awalnya mendominasi adalah neutrofil. Ketika menuju ke akhir fase febril, terjadi
penurunan total jumlah sel darah putih dan sel polimorfonuklear. Limfositosis
dengan >15% atipikal limfosit biasanya dijumpai pada akhir fase febril (fase
kritis) dan awal fase syok (Ahmed et al., 2008).
Leukopenia merupakan tanda dari virus dengue dan dihubungkan dengan
supresi dari produksi sumsum tulang belakang (Nemes et al., 2004). Mekanisme
dari supresi sumsum tulang belakang akibat virus dengue belum diketahui dengan
pasti. Beberapa penjelasan yang memungkinkan adalah kombinasi dari hal-hal
berikut, yaitu: (1) infeksi virus langsung pada sel progenitor hematopoiesis, (2)
infeksi virus pada sel stroma sumsum tulang belakang sehingga terjadi pelepasan
sitokin yang dapat mensupresi sumsum tulang belakang, dan (3) aktivasi sel T
spesifik dengue sehingga terjadi pelepasan sitokin yang dapat mensupresi sumsum
tulang belakang (La Russa and Innis, 1995). Virus dengue juga diketahui
menghambat hematopoiesis dengan cara mengurangi ekspresi dari sitokin suportif
seperti stem cell factor ataupun meningkatkan ekspresi dari sitokin supresif seperti
transforming growth factor L (Kolb-Mäurer, 2003).
Pada satu studi, ketika dilakukan biopsi pada sumsum tulang belakang
pasien saat fase awal penyakit (<5 hari dari demam), sumsum tulang belakang
sering ditemukan hiposelular, tetapi ketika biopsi dilakukan pada fase yang lebih
lanjut, ditemukan sumsum tulang belakang yang hiperselular yang tampak seperti
sedang pulih dari supresi akut. Penemuan ini memberi kesan bahwa mekanisme
neutropenia pada dengue lebih karena terjadinya supresi sumsum tulang belakang
daripada akibat destruksi perifer (La Russa and Innis, 1995).
2.1.7 Diagnosa
Diagnosis dari infeksi DENV akut dengan hanya menggunakan gejala
klinis sukar dilakukan karena manifestasinya hampir sama dengan penyakit
demam akibat infeksi lainnya. Pada dengue, setelah timbul demam, sebagian besar
pasien akan mengalami leukopenia, trombositopenia, peningkatan kadar
aminotransferase, dan pemanjangan activated partial thromboplastin time (aPTT)
(Martina, 2014). Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi dari pemeriksaan
darah rutin yang mencakup jumlah leukosit dan platelet, tes fungsi hati, nilai CRP,
dan profil koagulasi membantu untuk mendeteksi infeksi dengue (Ho et al., 2013).
sebagai akibat dari penyakit berat melalui mekanisme ADE. Terdapatnya IgA
dalam jumlah besar dan deposisi dari kompleks imun yang mengandung IgA pada
kasus DBD dilaporkan menyebabkan apoptosis dan produksi sitokin pro-
inflamatori yang mana dapat meningkatkan permeabilitas vaskular (Bachal et al.,
2015).
Selain menggunakan tes serologi, deteksi antigen NS-1 juga dapat
digunakan untuk mendiagnosa penyakit dengue. Dengue non-structural protein 1
(NS1) antigen merupakan antigen awal yang dijumpai pada pasien dengue dan
terlibat dalam patogenesis infeksi dengue (Ho et al, 2013). Karena antigen NS1
merupakan antigen yang muncul pada fase akut infeksi, maka antigen NS1 dapat
digunakan sebagai diagnosa awal penyakit, dengan sensitivitas yang lebih besar
dalam waktu 5 hari pertama penyakit. Namun, deteksi NS1 tidak bisa
membedakan serotipe virus (Puschnik et al., 2013).
2.1.8 Penatalaksanaan
Terapi dengue dibedakan berdasarkan klasifikasinya, yaitu dengue tanpa
tanda bahaya, dengue dengan tanda bahaya, dan dengue berat.
1) Dengue tanpa tanda bahaya, dapat minum dengan adekuat, dan
memiliki urine output yang normal
• Obati sebagai pasien rawat jalan, bed rest, dan hidrasi yang cukup.
• Apabila demam: berikan parasetamol PO dengan dosis
10mg/kgBB/kali beri, dan dipertahankan secara ketat interval dosis
6-8 jam. Tidak boleh diresepkan aspirin, ibuprofen dan obat-obatan
NSAID lainnya.
• Mencari pertolongan medis apabila: tidak ada tanda perbaikan
klinis, muntah persisten, akral dingin, agitasi dan letargi, susah
bernafas dan tidak adanya urine output.
• Apabila follow-up memungkinkan atau pun gejala tidak bisa
dimonitor di rumah (pasien yang tinggal jauh dari pelayanan medis
atau tinggal sendiri), lebih baik di rawat inapkan untuk observasi.
platelet yang teraktivasi dengan cara berikatan pada P-selectin glycoprotein ligand
1 (PSGL-1) pada monosit, limfosit dan leukosit lainnya (Vieira-de-Abreu et al.,
2011). Studi lain menyebutkan bahwa platelet yang teraktivasi juga memiliki
properti anti-inflamatori yang berhubungan dengan interaksi antara CD40L dan
CD40 dengan cara meningkatkan produksi IL-10 dan menghambat produksi TNF-
α oleh monosit (Azeredo et al., 2015). P-selectin juga berkontribusi pada
stabilisasi agregat platelet dan hemostatis. Pengikatan P-selectin pada PSGL-1
penting dalam formasi agregat platelet-monosit dan aktivasi dari kaskade kinase
serta jalur sintesis kemokin dan sitokin (Vieira-de-Abreu et al., 2011).
MPV (Mean Platelet Volume) dan PDW (Platelet Distribution Width)
merupakan indeks platelet yang mudah untuk dinilai, dimana keduanya akan
meningkat ketika terjadi aktivasi platelet (Vagdatli et al., 2010). Indeks platelet
merupakan biomarker dari aktivasi platelet (Budak et al., 2015). Nilai normal
MPV adalah 8.9-11.8 fL, sedangkan nilai normal PDW adalah 9.6-15.3 fL (Maluf
et al., 2014).
Platelet di peredaran darah mempunyai volume yang beragam, begitu pula
dengan struktur serta fungsi metabolik yang juga berbeda. MPV ditentukan dari
sel progenitor yaitu megakariosit pada sumsum tulang belakang. Volume platelet
berhubungan dengan sitokin (trombopoietin, IL-6 dan IL-3) yang mengatur
megakariosit dan jumlah platelet serta menyebabkan produksi dari ukuran platelet
yang lebih besar. Ketika produksi platelet menurun, platelet muda akan menjadi
lebih besar dan lebih aktif sehingga akibatnya nilai MPV meningkat. Peningkatan
nilai MPV mengindikasikan adanya peningkatan diameter platelet, yang mana
dapat digunakan sebagai pertanda dari kecepatan produksi dan aktivasi platelet.
Saat platelet teraktivasi, bentuk platelet akan berubah dari bentuk biconcave disc
menjadi bentuk spherical dan juga akan menyebabkan terbentuknya pseudopod
yang pada akhirnya dapat menyebabkan peningkatan nilai MPV (Budak et al.,
2015).
PDW merupakan indikator dari keragaman volume ukuran platelet dan
nilainya meningkat ketika terdapat anisositosis platelet. PDW secara langsung
menilai keragaman dari ukuran platelet, perubahan dengan aktivasi platelet dan
Aktivasi
Penetrasi kompleks ke sel T Infeksi virus DENV
dalam sel RE dan spesifik langsung pada sel progenitor
replikasi virus di Virus DENV
dengue hematopoetik dan pada sel
dalamnya kontak langsung
stroma sumsum tulang
belakang dengan platelet
Jumlah komples
Ekspresi P- Perubahan GP
imun meningkat
selectin bentuk (glikoprote
pada platelet in) IIb/IIIa
permukaan menjadi
platelet aktif
Aktivasi Aktivasi
koagulasi komplemen Dinilai
dengan
menggunakan
nilai MPV
Keterangan: dan PDW
: menyebabkan
: dinilai dengan
Agregasi
: variabel yang diteliti 1. Gangguan fungsi platelet platelet
: kondisi pendukung antar variabel 2. Trombositopenia
: cara penilaian 3. Peningkatan
permeabilitas vaskular
Derajat keparahan
(grade) DBD
2.5 HIPOTESIS
H0:
1. Tidak terdapat perbedaan nilai MPV pada pasien DBD berdasarkan hari
sejak timbul demam.
2. Tidak terdapat perbedaan nilai MPV pada pasien DBD berdasarkan
jumlah platelet.
3. Tidak terdapat perbedaan nilai MPV pada pasien DBD berdasarkan
derajat keparahan (grade) DBD.
4. Tidak terdapat perbedaan nilai PDW pada pasien DBD berdasarkan hari
sejak timbul demam.
5. Tidak terdapat perbedaan nilai PDW pada pasien DBD berdasarkan
jumlah platelet.
6. Tidak terdapat perbedaan nilai PDW pada pasien DBD berdasarkan
derajat keparahan (grade) DBD.
H1:
1. Terdapat perbedaan nilai MPV pada pasien DBD berdasarkan hari sejak
timbul demam.
2. Terdapat perbedaan nilai MPV pada pasien DBD berdasarkan jumlah
platelet.
METODE PENELITIAN
29
n = 48,98
n ≈ 49
dimana:
n = besar sampel minimum
Zα = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
P = harga proporsi di populasi
Q = 1-P
d = presisi atau kesalahan (absolut yang dapat ditoleransi)
Pada penelitian ini ditetapkan nilai α sebesar 0,05 untuk interval
kepercayaan 95% sehingga untuk hipotesis dua arah diperoleh nilai Zα sebesar
1,96. Nilai d ditetapkan sebesar 0,1. Nilai P (proporsi) pada penelitian ini adalah
0,15 (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
b. Aktivasi platelet
- Definisi : Perubahan platelet menjadi bentuk aktif sehingga terjadi
perubahan bentuk platelet yang dapat ditandai dengan nilai
MPV (Mean Platelet Volume) dan PDW (Platelet
Distribution Width)
- Cara ukur : Hasil pemeriksaan yang tercatat di hasil laboratorium
- Alat ukur : Hasil laboratorium
- Kategori : Tidak ada
- Skala ukur : Rasio
e. Jumlah platelet
- Definisi : Data jumlah platelet berdasarkan hasil laboratorium
- Cara Ukur : Hasil pemeriksaan yang tercatat di hasil laboratorium
- Alat Ukur : Hasil laboratorium
- Kategori : Trombositopenia ringan 51.000/mm3-100.000/mm3
Trombositopenia sedang 50.000/mm3-20.000/mm3
Trombositopenia berat <20.000/mm3
- Skala ukur : Ordinal
BAB IV
Pada tabel 4.1, dapat dilihat nilai MPV terendah terdapat pada hari ke-5
yaitu 11,156, diikuti dengan hari ke-7 sebesar 11,477 dan yang tertinggi terdapat
pada hari ke-6 sejak timbul demam yaitu 11,533. Nilai PDW terendah terdapat
pada hari ke-5 yaitu 13,779, diikuti dengan hari ke-6 sebesar 14,742 dan yang
tertinggi terdapat pada hari ke-7 sejak timbul demam yaitu 15,075. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu et al (2012) yang melaporkan bahwa
setelah hari ke-5 perawatan pada pasien DBD, ada kecenderungan nilai MPV
untuk meningkat pada infeksi primer dan sekunder. Hal ini dapat merupakan
pengimbangan terhadap jumlah platelet yang menurun pada hari sebelumnya.
Pada penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa platelet dan MPV dapat
dijadikan pertanda dini adanya perbaikan keadaan pada penderita DBD.
Selain itu, berdasarkan tabel 4.1, diperoleh nilai rata-rata jumlah platelet
yang terendah terdapat pada hari ke-6 sejak timbul demam yaitu 48.519,23,
kemudian diikuti dengan hari ke-5 yaitu 54.884,62 dan tertinggi pada hari ke-7
yaitu 58.903,85. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subawa
dan Yasa (2007) di Denpasar yang melaporkan bahwa jumlah platelet terus
menurun seiring dengan perjalanan penyakit dan puncaknya terdapat pada hari
keenam setelah timbul demam dengan jumlah rata-rata 60.400.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi trombositopenia berdasarkan hari sejak timbul demam
sedang dan berat pada hari ke-5 dan ke-7 sejak timbul demam, sedangkan pada
hari ke-6 sejak timbul demam yang paling banyak terjadi adalah trombositopenia
sedang. Kejadian trombositopenia berat sama banyaknya pada semua hari.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vebriani et al (2013) mendapatkan
hasil bahwa trombositopenia ringan yang paling mendominasi pada pemeriksaan
platelet di hari ke-3, ke-4, dan ke-5 setelah timbul demam. Dari penelitian tersebut
juga didapati bahwa kecenderungan jumlah platelet untuk meningkat lebih besar
daripada kecenderungan nya untuk menurun ataupun menetap.
Tabel 4.3 Perbandingan jumlah platelet berdasarkan hari sejak timbul demam
Tabel 4.6 Perbandingan jumlah PDW berdasarkan hari sejak timbul demam
Berdasarkan tabel 4.5 dan 4.6, terdapat perbedaan nilai MPV dan PDW
yang signifikan antara hari ke-5, ke-6, dan ke-7 sejak timbul demam dilihat dari
nilai p value sebesar 0,004 (p<0,05) dan 0,002 (p<0,05) dengan interval
kepercayaan sebesar 95% yang didapatkan dari hasil uji nonparametrik berupa uji
Friedman. Untuk mengetahui kelompok berbeda yang bermakna secara signifikan
pada uji Friedman, dilakukan uji lanjutan (post hoc) yaitu uji Wilcoxon Signed
Rank Test.
Tabel 4.7 Uji Post Hoc perbandingan nilai MPV berdasarkan hari sejak timbul demam
Tabel 4.8 Uji Post Hoc perbandingan nilai PDW berdasarkan hari sejak timbul demam
Pada tabel 4.7, ditemukan adanya perbedaan nilai MPV yang signifikan
antara hari ke-5 dengan hari ke-6 dengan p value sebesar 0,04 (p<0,05) dan antara
hari ke-5 dan ke-7 dengan p value sebesar 0,024 (p<0,05), tetapi tidak
ditemukannya perbedaan yang signifikan antara hari ke-6 dan hari ke-7 (p value
sebesar 0,606). Hal ini sejalan dengan nilai PDW pada tabel 4.8, yaitu juga
ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara hari ke-5 dengan hari ke-6
dengan p value sebesar 0,024 (p<0,05) dan antara hari ke-5 dan ke-7 dengan p
Pada penelitian ini, sesuai dengan tabel 4.9, tidak ditemukan adanya
perbedaan nilai MPV yang signifikan baik antara trombositopenia ringan, sedang
maupun berat yang dilihat dari p value sebesar 0,640 dengan interval kepercayaan
sebesar 95% yang didapatkan dari hasil uji nonparametrik berupa uji Kruskal
Wallis. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi et al
(2013) yang menyatakan bahwa tidak ada korelasi signifikan antara nilai MPV
dengan jumlah platelet, kejadian perdarahan dan tingkat keparahan (grade) DBD.
Hasil dari nilai MPV berkebalikan dengan hasil nilai PDW yang terlihat
dari tabel 4.11 yaitu terdapat perbedaan nilai PDW yang signifikan antara
trombositopenia ringan dengan berat (p value sebesar 0,015), tetapi tidak antara
trombositopenia ringan dengan sedang maupun sedang dengan berat (masing-
masing p value sebesar 0,340 dan 0,094). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nehara et al (2016) melaporkan bahwa terdapat korelasi negatif
yang signifikan antara jumlah platelet dengan nilai PDW yang berarti bahwa
semakin rendah jumlah platelet, nilai PDW nya akan semakin tinggi.
Tabel 4.12 Perbandingan nilai MPV berdasarkan derajat keparahan (Grade) DBD
Tabel 4.13 Perbandingan nilai PDW berdasarkan derajat keparahan (Grade) DBD
Berdasarkan tabel 4.12 dan 4.13, tidak terdapat perbedaan nilai MPV dan
nilai PDW yang signifikan antara Grade I, Grade II dan Grade III dilihat dari
nilai p value sebesar 0,713 dan 0,805 (p>0,05) dengan interval kepercayaan
sebesar 95% yang didapatkan dari hasil uji nonparametrik berupa uji Kruskal
Wallis dan uji parametrik berupa uji ANOVA. Akibat dari tidak adanya perbedaan
nilai MPV dan PDW yang signifikan pada uji Kruskal Wallis dan uji ANOVA,
maka tidak dilakukan uji lanjutan (post hoc).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prakash et al
(2016), yaitu didapati bahwa tidak ada perbedaan MPV yang signifikan terhadap
tingkat keparahan (grade) penyakit. Hal yang sama juga diobservasi pada
penelitian yang dilakukan oleh Dewi et al (2013), ditemukan bahwa tidak ada
perbedaan MPV yang signifikan antara demam dengue, demam berdarah dengue
(DBD), dan sindrom syok dengue (SSD). Wiwanitkit et al (2004) juga
mengemukakan bahwa MPV pada pasien DBD tidak mengalami penurunan dan
terlihat mirip seperti populasi orang sehat. Beberapa penelitian terdahulu juga
tidak menemukan adanya hubungan yang konsisten antara MPV dan tingkat
keparahan (grade) DBD yang mungkin disebabkan oleh patogenesis berbeda yang
terjadi ataupun akibat dari bentuk penelitian yang berbeda. (Khandal, 2017)
Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nehara et al (2016) yang melaporkan bahwa ada perbedaan nilai PDW yang
signifikan antara kasus DBD dengan demam dengue tetapi tidak ada perbedaan
nilai MPV yang signifikan antara DBD dengan demam dengue. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Gunawan et al (2010) juga melaporkan bahwa
terdapat perbedaan nilai MPV dan PDW yang secara statistik berbeda antara
demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD).
Ketidaksesuaian penelitian ini dengan penelitian sebelumnya mungkin
dikarenakan sampel untuk grade II dan grade III yang terlalu sedikit yaitu
masing-masing sebanyak 19 orang dan 3 orang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Beyan et al (2006), disimpulkan
bahwa indeks platelet tidak dapat digunakan sendiri sebagai pertanda dari aktivasi
platelet. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Vagdatli et al (2010) juga
mengatakan bahwa ukuran dan bentuk platelet dari masing-masing individu
berbeda, sekalipun pada orang sehat. Sehingga, pemeriksaan berkelanjutan dari
MPV dan PDW mungkin berguna tetapi tidak praktis untuk melihat progresivitas
dari aktivasi platelet. Akan tetapi, peningkatan MPV dan PDW secara simultan
akan menyatakan terjadinya aktivasi platelet. Selanjutnya, juga dikatakan bahwa
PDW merupakan indikator aktivasi platelet yang lebih spesifik daripada MPV
karena nilai PDW tidak akan langsung meningkat saat distensi platelet yang
terjadi akibat pembesaran platelet.
5.1 KESIMPULAN
44
5.2 SARAN
Adikari, T., Gomes, L., Wickramasinghe, N., Salimi, M., Wijesiriwardana, N.,
Kamaladasa, A., Shyamali, N., Ogg, G. and Malavige, G. 2016, ‘Dengue
NS1 antigen contributes to disease severity by inducing interleukin (IL)-10
by monocytes’, Clini Exp Immunol, vol. 184, no. 1, pp. 90-100.
Ahmed, S., Ali, N., Ashraf, S., Ilyas, M., Tariq, W., and Chotani, R. 2008.
‘Dengue Fever Outbreak: A Clinical Management Experience’, J Coll
Physicians Surg Pak, vol. 18, no. 1, pp. 8-12.
Assinger, A. 2014, ‘Platelets and Infection - An Emerging Role of Platelets in
Viral Infection’, Front Immunol, vol. 5, no. 649, pp. 1-13.
Ayu, P.R., Bahrun, U., and Arif, M. 2012, ‘Platelet Demam Berdarah Dengue
(Platelets of Dengue Hemorrhagic Fever)’, Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, vol. 18, no.3, pp. 157-160.
Azeredo, E., Monteiro, R. and de-Oliveira Pinto, L. 2015, ‘Thrombocytopenia in
Dengue: Interrelationship between Virus and the Imbalance between
Coagulation and Fibrinolysis and Inflammatory Mediators’, Mediat
Inflamm, vol. 2015, pp. 1-16.
Bachal, R., Alagarasu, K., Singh, A., Salunke, A., Shah, P. and Cecilia, D. 2015,
‘Higher levels of dengue-virus-specific IgG and IgA during pre-
defervescence associated with primary dengue hemorrhagic fever’, Arch
Virol, vol. 160, no. 10, pp. 2435-2443.
Bashir, A.B., Saeed, O.K., Mohammed, B.A., and Ageep, A.K. 2015, ‘Role of
Platelet Indices in Patients with Dengue Infection in Red Sea State, Sudan’,
Int J Sci Res, vol. 4, no. 1, pp. 1573-1576.
Beatty, P., Puerta-Guardo, H., Killingbeck, S., Glasner, D., Hopkins, K. and
Harris, E. 2015, ‘Dengue virus NS1 triggers endothelial permeability and
vascular leak that is prevented by NS1 vaccination’, Sci Transl Med, vol. 7,
no. 304, p. 304ra141.
Beyan, C., Kaptan, K., and Ifran, A. 2006, ‘Platelet count, mean platelet volume,
platelet distribution width, and plateletcrit do not correlate with optical
platelet aggegation responses in healthy volunteers’, J Thromb
Thrombolysis, vol. 22, pp. 161-164.
Budak, Y., Polat, M., and Huysal, K. 2016, ‘The use of platelet indices,
plateletcrit, mean platelet volume and platelet distribution width in
emergency non-traumatic abdominal surgery: a systematic review’,
Biochem Med, vol. 26, no. 2, pp. 178-193.
46
Dhanoa, A., Hassan, S., Ngim, C., Lau, C., Chan, T., Adnan, N., Eng, W., Gan, H.
and Rajasekaram, G. 2016, ‘Impact of dengue virus (DENV) co-infection
on clinical manifestations, disease severity and laboratory parameters’,
BMC Inf Dis, vol. 16, pp. 406-429.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2015, ‘Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2014’, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,
[Online], accessed 10 April 2017, Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROV
INSI_2014/02_Sumut_2014.pdf
Djunaedi, D. 2005, ‘PERUBAHAN KADAR SITOKIN DAN MOLEKUL
AGREGASI PADA BERBAGAI TINGKAT TROMBOSITOPENIA
PADA DEMAM BERDARAH DENGUE’, Jurnal Kedokteran Brawijaya,
vol. 21, no.1, pp. 10-15.
Flipse, J., Diosa-Toro, M., Hoornweg, T., van de Pol, D., Urcuqui-Inchima, S. and
Smit, J. 2016, ‘Antibody-Dependent Enhancement of Dengue Virus
Infection in Primary Human Macrophages; Balancing Higher Fusion
against Antiviral Responses’, Sci Rep, vol. 6.
Guabiraba, R. and Ryffel, B. 2014, ‘Dengue virus infection: current concepts in
immune mechanisms and lessons from murine models.’ Immunology, vol.
141, no. 2, pp. 143-156.
Gunawan, S., Sutanto, F.C., Tatura, S.N.N., and Mantik, M.F.J. 2010, ‘Platelet
Distribution Width dan Mean Platelet Volume: Hubungan dengan Derajat
Penyakit Demam Berdarah Dengue’, Sari Pediatri, vol. 12, no.2, pp. 74-77.
Guzman, M., Halstead, S., Artsob, H., Buchy, P., Farrar, J., Gubler, D.,
Hunsperger, E., Kroeger, A., Margolis, H., Martínez, E., Nathan, M.,
Pelegrino, J., Simmons, C., Yoksan, S. and Peeling, R. 2010, ‘Dengue: a
continuing global threat’, Nature Rev Microbiol, vol. 8, no. 12, pp. S7-S16.
Guzman, M. and Vazquez, S. 2010, ‘The Complexity of Antibody-Dependent
Enhancement of Dengue Virus Infection’, Viruses, vol. 2, no. 12, pp.
2649-2662.
Her, Z., Kam, Y., Gan, V., Lee, B., Thein, T., Tan, J., Lee, L., Fink, K., Lye, D.,
Rénia, L., Leo, Y. and Ng, L. 2016, ‘Severity of Plasma Leakage Is
Associated With High Levels of Interferon γ–Inducible Protein 10,
Hepatocyte Growth Factor, Matrix Metalloproteinase 2 (MMP-2), and
MMP-9 During Dengue Virus Infection’, J Infect Dis, vol. 215, pp. 42-51.
Ho, T., Wang, S., Lin, Y. and Liu, C. 2013, ‘Clinical and laboratory predictive
markers for acute dengue infection’, J Biomed Sci, vol. 20, no. 1, p. 75
Hottz, E., Medeiros-de-Moraes, I., Vieira-de-Abreu, A., de Assis, E., Vals-de-
Souza, R., Castro-Faria-Neto, H., Weyrich, A., Zimmerman, G., Bozza, F.
and Bozza, P. 2014. ‘Platelet Activation and Apoptosis Modulate
Monocyte Inflammatory Responses in Dengue’, J Immunol, vol. 193, no. 4,
pp. 1864-1872.
Hottz, E., Oliveira, M., Nunes, P., Nogueira, R., Valls-de-Souza, R., Da Poian, A.,
Weyrich, A., Zimmerman, G., Bozza, P. and Bozza, F. 2013, ‘Dengue
induces platelet activation, mitochondrial dysfunction and cell death
through mechanisms that involve DC-SIGN and caspases’, J Thromb
Haemost, vol. 11, no. 5, pp. 951-962.
Hottz, E., Tolley, N., Zimmerman, G., Weyrich, A. and Bozza, F. 2011, ‘Platelets
in dengue infection.’ Drug Discov Today Dis Mech, vol. 8, no. 1-2, pp.
e33-e38.
Huang, H., Tseng, H., Lee, C., Chuang, H. and Lin, S. 2016, ‘Clinical significance
of skin rash in dengue fever: A focus on discomfort, complications, and
disease outcome’, Asian Pac J Trop Med, vol. 9, no. 7, pp. 713-718.
Jayashree, K., Manasa, G., Pallavi, P. and Manjunath, G. 2011, ‘Evaluation of
Platelets as Predictive Parameters in Dengue Fever’, Indian J Hematol Blo,
vol. 27, no. 3, pp. 127-130.
Je, S., Bae, W., Kim, J., Seok, S. and Hwang, E. 2016, ‘Epidemiological
Characteristics and Risk Factors of Dengue Infection in Korean Travelers’,
J Korean Med Sci, vol. 3, no. 12, p. 1863.
Jeewandara, C., Gomes, L., Udari, S., Paranavitane, S., Shyamali, N., Ogg, G. and
Malavige, G. 2016, ‘Secretory phospholipase A2 in the pathogenesis of
acute dengue infection’, Immunity, Inflammation and Disease, vol. 5, no. 1,
pp. 7-15.
Jeewandara, C., Gomes, L., Wickramasinghe, N., Gutowska-Owsiak, D., Waithe,
D., Paranavitane, S., Shyamali, N., Ogg, G. and Malavige, G. 2015,
‘Platelet Activating Factor Contributes to Vascular Leak in Acute Dengue
Infection’, PLOS Negl Trop Dis, vol. 9, no. 2, p. e0003459.
John, D., Lin, Y. and Perng, G. 2015, ‘Biomarkers of severe dengue disease – a
review’, J Biomed Sci, vol. 22, pp. 83-89.
Kementerian Kesehatan RI. 2013, ‘Database Kesehatan Per Kabupaten’,
Kementerian Kesehatan RI, [Online], accessed 05 July 2017, Available
at: http://www.bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/report/
Kementerian Kesehatan RI. 2016, ‘Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015’,
Kementerian Kesehatan RI, [Online], accessed 10 April 2017, Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf.
Khandal, A.K. 2017, ‘MPV and Dengue’, Int J Innov Res Adv Stud, vol. 4, no. 6.
Kolb-Mäurer, A. and Goebel, W. 2003, ‘Susceptibility of hematopoietic stem
cells to pathogens: role in virus/bacteria tropism and pathogenesis’, FEMS
Microbiol Lett, vol. 226, no. 2, pp. 203-207.
La Russa, V. and Innis, B. 1995, ‘11 Mechanisms of dengue virus-induced bone
marrow suppression’, Baillière Clin Haem, vol. 8, no. 1, pp. 249-270.
Lei, H., Huang, K., Lin, Y., Yeh, T., Liu, H. and Liu, C. 2008.
‘Immunopathogenesis of Dengue Hemorrhagic Fever’, Am J Infect Dis,
vol. 4, no. 1, pp. 1-9.
Maluf, C.B., Barreto, S.M., and Vidigal, P.G. 2014. ‘Standardization and
reference intervals of platelet volume indices: insight from the Brazilian
longitudinal study of adult health (ELSA-BRASIL), Platelets, pp. 1-8.
Vagdatli, E., Gounari, E., Lazaridou, E., Katsibourlia, E., Tsikopoulou, F., and
Labrianou, I. 2010, ‘Platelet distribution width: a simple, practical and
specific marker of activation of coagulation’, Hippokratia, vol. 14, no. 1,
pp. 28-32.
Vazquez, S., Lozano, C., Perez, A., Castellanos, Y., Ruiz, D., Calzada, N. and
Guzmán, M. 2013, ‘Dengue specific immunoglobulins M, A, and E in
primary and secondary dengue 4 infected salvadorian children’, J Med
Virol, vol. 86, no. 9, pp. 1576-1583.
53
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil
karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya
secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.
Cindy Japiter
NIM. 140100127
55
56
57
Statistics
umur
N Valid 52
Missing 0
Mean 23.85
Minimum 1
Maximum 82
gender
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
N Valid 52 52 52
Missing 0 0 0
59
Statistics
N Valid 52 52 52
Missing 0 0 0
Statistics
N Valid 52 52 52
Missing 0 0 0
plt5n
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
plt6n
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
plt7n
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Test Statisticsa
N 52
Chi-Square 14.039
df 2
a. Friedman Test
Ranks
a. plt6 < plt5
N Mean Rank Sum of Ranks
b. plt6 > plt5
plt6 - plt5 Negative Ranks 35a 29.51 1033.00 c. plt6 = plt5
Positive Ranks 17b 20.29 345.00 d. plt7 < plt5
Total 52
Ties 0i
Total 52
Test Statisticsc
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Test Statisticsa
N 52
Chi-Square 11.190
df 2
a. Friedman Test
Test Statisticsc
Ranks
Ties 1i
Total 52
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Test Statisticsa
N 52
Chi-Square 12.126
df 2
a. Friedman Test
Ranks
a. pdw6 < pdw5
N Mean Rank Sum of Ranks
b. pdw6 > pdw5
pdw6 - pdw5 Negative Ranks 17a 24.85 422.50 c. pdw6 = pdw5
Positive Ranks 34b 26.57 903.50 d. pdw7 < pdw5
Total 52
Ties 0i
Total 52
Test Statisticsb
Test Statisticsa,b
mpv6
Chi-Square .894
df 2
ANOVA
Total 294.607 51
Multiple Comparisons
Test Statisticsa,b
mpv6
Chi-Square .678
df 2
b. Grouping Variable:
grade
ANOVA
Total 294.607 51
No. Inisial Gender Grade PLT5 MPV5 PDW5 PLT6 MPV6 PDW6 PLT7 MPV7 PDW7
1 AK 1 1 28000 10.4 11.7 14000 12.4 21.7 15000 11.4 19.1
2 ZA 2 1 47000 13.5 21.5 50000 11.9 15.3 92000 11.2 15.1
3 GT 2 1 35000 10.5 13 32000 11.6 15.9 34000 11.3 14.8
4 TN 2 1 57000 10.5 11.6 36000 10.8 14.7 46000 12.1 15.9
5 GS 2 1 75000 10.2 11.3 68000 10.9 13.2 58000 11.3 11.7
6 YP 1 1 29000 11.2 12.7 33000 10.8 15.3 52000 10 13.5
7 DG 1 1 89000 11.3 13.2 80000 11.4 13.3 91000 12.1 15.8
8 SY 2 1 80000 11.8 15.6 74000 11.4 14.5 88000 12.6 17.1
9 C 2 1 45000 10.6 12.2 36000 11.7 12.9 44000 13 15.9
10 GN 1 1 72000 11.3 12.6 53000 11.7 12.6 48000 12 15.9
11 MNS 1 1 43000 11.4 15.7 34000 12.9 15 61000 12.7 19.1
12 RPP 2 1 86000 10 11.5 68000 11.5 13.5 85000 11.7 14.5
13 ARH 1 1 34000 12.6 18.2 26000 13.9 23.1 28000 13 20.8
14 YS 2 1 56000 11.7 17.8 61000 12.2 14.8 95000 11.2 15.7
15 SN 2 1 57000 10.3 11.8 42000 11.7 12.8 86000 10.4 11
16 CBP 2 1 54000 10.8 11.5 35000 11.6 18 30000 11.2 16
17 JHS 1 1 68000 11.3 14.2 48000 11.3 15.4 69000 12.8 19.4
18 SES 2 1 30000 10.2 11.8 18000 11.8 17.9 20000 10.8 15.8
19 FH 1 1 76000 11.4 13.8 68000 11.2 14.7 69000 11.4 14.3
20 KM 1 1 21000 11.2 14.8 35000 10.1 12 66000 10.3 10.5
21 NF 2 1 76000 11.1 11.2 66000 11 13.1 76000 10.5 13.6
22 RM 1 1 68000 10.3 11.9 56000 10.4 12.6 55000 10.1 10.9
23 IS 1 1 89000 11.2 12.3 77000 11.4 13.5 60000 11.6 14.3
24 ZH 1 1 42000 9.1 11.1 33000 10.4 12.8 45000 10.5 12.6
25 M 1 1 91000 11.4 14.1 86000 11.1 13.2 76000 11.5 13.5
26 B 2 1 22000 12.4 12.6 20000 11.5 17.8 65000 12.3 13.3
27 JO 1 1 85000 11 15.1 93000 11.4 12.8 99000 11 15.9
28 A 1 1 68000 11.7 15.1 58000 11.4 12.4 55000 10.7 13.1
29 JS 1 1 18000 10.7 13.4 26000 11.8 14.4 65000 10.8 15.3
30 DA 2 1 42000 10.4 14.5 43000 11.4 15.9 63000 11.6 13.9
31 HM 1 2 11000 10.5 14.9 16000 11.1 14.5 49000 12.3 18
32 P 1 2 83000 11.1 13.5 60000 10.6 12.2 59000 12 16.8
33 NI 2 2 80000 12.4 18.3 65000 12.8 15 58000 12.3 18.3
34 PM 2 2 63000 11.6 13 40000 12.7 16 51000 12.2 18.1
35 ADS 1 2 71000 11.2 12.8 62000 11.5 13.8 83000 11 13.2
36 AV 2 2 22000 12.3 15.9 38000 11 12.7 16000 10.8 16.4
37 N 2 2 94000 11 11.7 45000 11.5 12.7 59000 12.2 18.9
38 ELR 2 2 43000 10.4 12.8 35000 10.8 12 41000 10.5 11.7
39 AS 2 2 43000 11.8 14.8 52000 11.8 17.6 66000 11.8 15.9
40 SH 1 2 37000 10.7 16 40000 12 17.7 56000 11.8 14.7
41 SA 2 2 47000 10.3 10.9 37000 10.7 13.5 72000 11.9 15.6
42 DS 1 2 70000 11.9 15 37000 11.2 14.6 39000 12.9 17.6
67
43 ANS 2 2 74000 11.4 11.8 66000 12.7 16.6 69000 11.8 14.8
44 KS 2 2 30000 13.2 16.4 31000 12 11.8 26000 9 12.4
45 DPF 1 2 36000 12 17.1 53000 11.5 11.8 81000 10.5 11.9
46 NS 1 2 29000 12.8 14 42000 12.1 17.8 62000 10.9 12.3
47 LL 2 2 10000 9.9 11.2 48000 11.8 14.7 86000 11.3 11.6
48 CCG 1 2 69000 9.6 10.3 36000 10.9 12.6 17000 12.7 15.6
49 AJL 1 2 30000 11.6 15 32000 11.8 17.8 40000 12.5 19.1
50 AM 2 3 98000 10.4 12.7 85000 11.4 13.8 30000 11.9 15.8
51 KN 1 3 89000 10.1 11.9 67000 10.6 15.6 69000 10.1 12.5
52 S 2 3 42000 12.4 18.7 67000 12.6 16.7 98000 11.3 14.4